Nurna Ningsih(j1a117105).docx

  • Uploaded by: Assyifa Putri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nurna Ningsih(j1a117105).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,329
  • Pages: 10
TUGAS S SISTEM INFORMASI KESEHATAN “MERANGKUM BLOGDOSEN”

OLEH NAMA : NURNA NINGSIH NIM : J1A117105 KELAS : B

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITASHALU OLEO KENDARI 2019

Memaksimalkan Peran Bunda dalamMembentuk Keluarga Sadar Gizi Penulis : Hartati Bahar, S.KM., M.Kes Pertumbuhan balita dapat di ukur dengan berbagai cara, salah satu cara yang lazim digunakan adalah dengan membandingkan antara Berat Badan (BB) dan TB balita (BB/TB). Selain pertumbuhan, indikator lain yang digunakan untuk mengukur status gizi balita adalah memantau perkembanganya. Jika pertumbuhan sangat berkaitan erat dengan aspek fisik maka perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi/organ individu. Jawaban yang diberikan ibu sangat beragam, jawaban ini sangat tergantung kondisi biologis ibu (umur, penyakit yang diderita, hormon), kondisi fisik (keadaan rumah, cuaca, musim), kondisi psikologis (stress, kualitas interaksi anak-ibu, motivasi, niat), kondisi sosial (penghasilan keluarga, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak). Dari faktor-faktor inilah yang menentukan jenis makanan yang diberikan juga frekuensi pemberian makanan pada balita. Faktor-faktor inilah yang membentuk pola pengasuhan makan pada balita.

Remaja Makin Bergaul Bebas, Prihatin Saja Tak Cukup

Hartati Bahar, S.KM., M.Kes (Dosen Bagian Promosi Kesehatan FKM UHO) Komisi Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) mengungkap bahwa ada 62,7 % remaja SMP/SMA mengaku telah melakukan hubungan seks pranikah alias sudah tidak perawan. KOMNAS-PA juga mengungkap bahwa 21,2 % dari siswi-siswi tersebut mengaku telah melakukan aborsi. Data yang sungguh mencengangkan Data ini sebenarnya merupakan gambaran perilaku remaja yang ada disekitar kita. Tak bisa dipungkiri bahwa perilaku seks bebas sudah menjadi gaya hidup mereka. Ditengah arus informasi yang begitu terbuka, remaja terjebak perilaku hedonism (pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup manusia), remaja berlomba-lomba mencari kesenangan tanpa memikirkan dampak buruk yang mungkin timbul di kemudian hari karena perilaku tak bertanggungjawab mereka. Pergaulan bebas yang dulu identik dengan remaja di kota besar saat ini telah mewabah hingga ke pelosok daerah. Kita masih teringat dengan jelas berita viral di medsos belum lama berselang tentang ditemukannya mayat bayi baru lahir yang di buang di tempat sampah. Sungguh fakta-fakta yang memilukan dan memprihatinkan Saat ini perilaku ‘gaul bebas’ telah mengancam kesehatan fisik, mental, sosial, ekonomi dan spritual remaja. Bukan hanya Aborsi dan penyakit Infeksi Menular Seksual (termasuk HIV AIDS) yang mengancam mereka, bahkan tindakan kriminal semisal ‘pembunuhan’ juga bisa saja mereka lakukan disaat tak menemukan jalan keluar dan tak sanggup menanggung beban akibat perilaku bebas mereka Saat ini perilaku ‘gaul bebas’ telah mengancam kesehatan fisik, mental, sosial, ekonomi dan spritual remaja. Bukan hanya Aborsi dan penyakit Infeksi Menular Seksual (termasuk HIV AIDS) yang mengancam mereka, bahkan tindakan kriminal semisal ‘pembunuhan’ juga bisa saja mereka lakukan disaat tak menemukan jalan keluar dan tak sanggup menanggung beban akibat perilaku bebas mereka Remaja secara psikologis masih mencari jati diri, labil, dan penuh coba-coba. Disisi lain tidak semua remaja mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan tidak semua mampu mengakses sumber informasi kesehatan dengan baik, ditambah lagi kontrol sosial (kontrol masyarakat) yang rendah, budaya individualistik begitu meraja, hanya sedikit dari kita yang mau dan mampu menjadi pengontrol sosial untuk orang-orang disekitar kita, belum lagi aturan yang juga tidak tegas sehingga makin menjamurlah perilaku bergaul bebas ini Di akhir tahun lalu Kemenkes melansir Indonesia adalah negara dengan penyebaran HIV AIDS tercepat di ASEAN. Sebagai faktor risiko HIV AIDS, perilaku ‘bergaul bebas’ tentu berkorelasi positif dengan prestasi Indonesia ini. Rumusnya sederhana semakin marak ‘pacaran=gaul bebas’ maka semakin berpotensi menyebarkan ‘HIV AIDS’. Mengutip ungkapan KPA terkait pornografi dan kekerasan seksual pada anak; jika tidak berbuat sesuatu kita akan menuai ‘panen raya’ buah pornografi. Sama saja, jika tidak berbuat sesuatu kita akan menuai ‘panen raya’ buah pergaulan bebas. Banyak hal yang menjadi PR kita; 1). Remaja butuh dicerdaskan tentang risiko dan bahaya pergulan bebas,

kematangan fisiologis harus dibarengi kematangan psikologis. Pendidikan kesehatan yang baik dan benar harus bisa terakses oleh mereka, remaja harus bisa mandiri menentukan pilihan untuk kesehatan mereka tentu dengan landasan pengetahuan yang baik, pengetahuan yang benar untuk membangun kesehatan holistik; fisik, mental, sosial, ekonomi, dan spiritual. Jika konsep sehat paripurnah dengan lima aspek ini sudah bisa dipahami oleh remaja, maka pilihan ‘bergaul sehat’ bisa diwujudkan. 2). Kontrol Masyarakat harus berjalan. Bukan saatnya lagi kita bersifat egois dan individualistik, setiap diri kita harus mau dan mampu menjadi pengontrol sosial bagi orang-orang disekitar kita. Mari bersama mencegah perilaku berisiko ‘bergaul sakit’. Sederhananya beranikah kita mengkampanyekan “Say No To PACARAN!” untuk diri, keluarga, dan orang-orang disekitar kita? Ini adalah bentuk tanggungjawab sosial dan kontrol sosial mencegah dampak buruk pergaulan bebas. 3). Kebijakan publik yang mendukung upaya ‘bergaul sehat untuk remaja’ tetap harus diupayakan. Media advokasi saat ini masih diperlukan, kita tentu harus terus berupaya agar terwujud aturan publik yang betul-betul dapat menjamin kesehatan masyarakat khususnya kesehatan remaja sebagai bentuk investasi masa depan.

KB: KEHIDUPAN BERENCANA

Oleh : Ambo Sakka, S.KM.,M.A.R.S (Dosen FKM UHO) KB adalah sebuah gerakan nasional untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti pil, kondom, spiral, IUD, dan sejenisnya. Di Indonsia sendiri, sejak akhir tahun 1970-an, Program Keluarga Berencana (KB) sudah menjadi bagian dari program nasional. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera sudah diterima sebagai suatu norma sosial yang berhasil menurunkan angka kelahiran di Indonesia. Namun kini, keberhasilan tersebut menemukan tantangannya. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 menemukan bahwa 98% masyarakat Indonesia tahu dan pernah mendengar tentang salah satu metode kontrasepsi, namun hal ini tidak sebanding dengan tingakt penggunaan alat kontrasepsi modern yang hanya mencapai angka 57.9% dan stagnan selam 10 tahun. Menurut SKATA, hal ini disebabkan karena pengetahuan mendalam masyarakat tentang manfaat dari alat kontrasepsi modern masih sangat rendah. Termasuk di dalamnya pengetahuan mengenai efektifitas dan cara kerja masing-masing alat kontrasepsi. Kontroversi KB Ketika pertama kali ditelorkan, KB secara umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Secara khusus KB bertujuan meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi, menurunkan jumlah angka kelahiran bayi, dan meningkatkan kesehatan keluarga dengan cara penjarangan kelahiran. Nampaknya tujuan-tujuan formal inilah yang menyebabkan KB menjadi masalah yang kontroversional. Secara umum, hingga kini di kalangan umat Islam masih ada dua kubu antara yang membolehkan keluarga berencana dan yang menolak keluarga berencana. Pembolehan KB karena menganggap hukumnya Mubah dan menolak KB karena menganggap hukumnya haram. KOntroversi ini sebenarnya dapat diurai dengan penjelasan pada dua substansi KB, yakni apakah program KB ini merupakan Pembatasan Kelahiran (Tahdid An Nasl) ataukah Pengaturan Kelahiran (Tanzhim An Nasl) Jika program KB dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya haram. Seperti firman Allah dalam Alquran Surah Al Isra ayat 31 yang artinya: ” Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, Rasulullah memerintahkan “Menikahlah kamu, berketurunanlah, dan perbanyak keturunan, karena sesungguhnya aku akan bangga dengan jumlah kamu di antara umat yang lain.” Atau dalam hadits lain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Nikahilah wanita yang pengasih dan punya banyak keturunan karena aku sangat berbangga karena sebab kalian dengan banyaknya pengikutku.” Jika program KB dimaksudkan untuk mengatur kelahiran, maka hukumnya mubah. Pengaturan kelahiran bisa dengan berbagai sebab antara lain karena Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa untuk keperluan ini. . Hal ini kemudian disamakan dengan penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi modern saat ini. Merencanakan Hidup Pengaturan kelahiran merupakan bagian dari perencanaan kehidupan yang diharapkan dapat melahirkan generasi yang berkualitas. Tidak terlalu muda, tidak terlalu rapat, tidak terlalu sering akhirnya menjadi jargon baru dalam ikhtiar mewujudkan generasi rabbani yang berkualitas. Ini nampaknya menjadi ijtihad pertengahan yang bisa mengakomodasi kebutuhan mewujudkan keluarga sejahtera sekaligus menengahi kontroversi haram dan bolehnya alat kontrasepsi. Oleh karena itu, mari dukung program pemerintah menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai untuk mengatur kelahiran dengan tidak bermaksud membatasinya

MENIKAHKAN MAHASISWA

Oleh : Ambo Sakka, S.KM.,M.A.R.S (Dosen FKM UHO) Perilaku hubungan seksual di kalangan mahasiswa semakin mengkhawatirkan terutama karena hubungan itu dilakukan diluar ikatan pernikahan yang sah. Masih teringat publikasi dari Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) beberapa waktu yang lalu dari sebuah penelitian yang melibatkan 1.660 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta menemukan bahwa 97.5% responden mengaku telah melakukan perilaku seksual di luar nikah. Sekira 10 tahun sebelumnya, LSM Sahara Indonesia menemukan bahwa 44.8% dari 1.000 responden mahasiswi Kota Bandung sudah melakukan hubungan intim di luar nikah Menikahkan Mahasiswa adalah solusi bagi orang tua Pemenuhan kebutuhan biologis ditambah passion lingkungan dan dukungan situasi dan kondisi yang jauh dari pengawasan orang tua menjadikan para mahasiswa dan mahasiswi gampang terjatuh pada bujuk rayu syahwat dan syaithan. Padahal mereka adalah anak kesayangan dan kebanggaan ibu-bapak di kampung halaman. Maka menawarkan untuk menikahkan anak saat kuliah sebaiknya mulai difikirkan oleh orang tua untuk mencegah mudharat. Dalam agama Islam seorang Bapak wajib menikahkan anaknya yang butuh menikah. Jika si anak belum memiliki pekerjaan sebagai ma’isyah (penghasilan) bagi kehidupan keluarganya maka kedua orang tua tetap wajib menyantuninya. Lebih dari itu, mereka akan menjaga satu sama lain, lahir dan batin. Tidak perlu lagi ada kekhawatiran keselamatan putri tercinta yang menjadi mahasiswi karena sudah ada mahasiswa yang bertanggungjawab sebagai menantu Menikah saat kuliah adalah tantangan bagi mahasiswa Jika mahasiswa telah mampu untuk itu, maka menikahlah, jika belum mampu maka berpuasalah. Termasuk puasa adalah tidak pacaran, karena pacaran bisa menghantarkan anda semakin dekat kepada perzinahan Dengan menikah saat kuliah berarti mahasiswa telah memilih hidup dengan tantangan ekstra, dari dalam dan dari luar. Bimbingan spiritual barangkali sangat dibutuhkan dalam beberapa situasi dan kondisi, maka bergaullah dengan ustadz dan orangorang baik yang bisa membantu menenangkan jiwa dan fikiran

Membunuh ‘Asap’ Pembunuh

Oleh : Ambo Sakka, S.KM.,M.A.R.S (Dosen FKM UHO) Peringatan kesehatan (label warning) yakni “rokok membunuhmu”. Label ini secara resmi berlaku mulai 24 Juni 2014 berdasarkan landasan yuridis dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Lalu diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 28 tahun 2013 tentang peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau. Jika “batang asap” (rokok) sebagai pembunuh, maka harus ada solusi membunuh “asap pembunuh” tersebut. Smoke Free Agents (SFA) menyebutkan bahwa konvensi pengendalian tembakau atau Framework Convention Tobacco Control (FCTC) merupakan upaya global untuk menghadapi epidemi tembakau dan menegaskan kembali tentang hak-hak semua orang untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya. FCTC diberlakukan sejak 27 Februari 2005. Ironinya, setelah 10 tahun diberlakukan, dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum mengaksesi FCTC. Alasannya karena faktor ekonomi dan perlindungan kesejahteraan petani tembakau. Bahkan, kedua faktor tersebut merupakan basis dari keuntungan industri tembakau dan menjadikan masyarakat Indonesia korbannya. Jika kita memperhatikan kemasan dan iklan rokok akhir-akhir ini, baik dalam bentuk billboard, spanduk atau iklan di televisi dan media cetak, sudah mencantumkan peringatan dengan menggunakan gambar. Kebijakan telah dibuat. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan telah ditandatangani oleh Presiden RI pada Desember 2012. Peraturan pemerintah ini merupakan turunan dari Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan di mana dalam bagian ke 17 (pasal 113 s/d 116) tercantum mengenai “Pengamanan Zat Adiktif”. Lahirnya PP ini, maka PP No. 19 Tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Memang benar, merokok dan tidak merokok sama-sama akan mati. Kematian adalah kepastian, cara mati adalah pilihan. Saat ini mati dengan rokok adalah kekonyolan, karena anda bisa memilih untuk mati bukan karena rokok. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Bagi yang belum merokok maka ketahuilah keburukan rokok jauh lebih besar dari kebaikan yang dijanjikan para penjual rokok. Anda yang menentukan, apakah membunuh rokok sebelum rokok membunuhmu. Tapi memang bagi para perokok aktif, berhenti merokok tak semudah memulai merokok. Ini adalah sesuatu yang sangat berat, banyak konsekuensinya. Tapi bukankah kesuksesan butuh perjuangan? Dan mulai berhenti sekarang adalah langkah yang sangat tepat

Remaja dan Gizi

Oleh : Hartati Bahar, S.KM., M.Kes (Staff Pengajar Bagian Promosi Kesehatan FKM UHO) Remaja dengan segala potensinya mengalami pertumbuhan fisik yang pesat dengan aktifitas yang padat, aktifitas di sekolah, kuliah, ekstra kurikuler, dan seabrek aktifitas sosial lainnya menyebabkan meningkatnya kebuhan gizi dibanding masa anak-anak. Konsekuensi ini menuntut kebutuhan gizi harus terpenuhi dengan baik. Contoh sederhana setiap bulan remaja putri membutuhkan makanan dengan zat besi tinggi karena mengalami menstruasi, sayangnya remaja putri umumnya kurang memperhatikan hal ini beberapa penyebab masalah gizi remaja, Pertama, Kebiasaaan Makan yang Buruk. Remaja dengan seabrek aktifitas sering makan tidak teratur, banyak remaja yang sering melewatkan makan pagi, padahal sarapan pagi berfungsi sebagai sumber tenaga untuk melakukan kegiatan pada hari itu Kedua, Pemahaman Gizi yang Keliru. Langsing sebuah kata yang menghipnotis remaja khususnya remaja putr Ketiga, Kesukaan Berlebihan terhadap Makanan Tertentu. Kesukaan berlebihan terhadap makanan tertentu bisa saja membuat kebutuhan gizi tidak terpenuhi. Keempat, Promosi Berlebihan di Media Massa. Melihat idola mengkonsumsi makanan tertentu menarik perhatian remaja untuk mencoba makanan-makanan produk baru. Makanan yang mengandung banyak lemak, garam, gula, dan tinggi kalori plus minuman bersoda diiklankan dimana-mana dengan target sasaran kaum muda Di Indonesia kita mengenal istilah gizi seimbang, dan gizi seimbang dijabarkan dalam empat pilar sebagai berikut: 1.

Makan Makanan Bervariasi

Agar makanan yang dikonsumsi berkualitas perlu diperhatikan unsur adekuat (memberi zat gizi, serat, dan energi dalam jumlah yang cukup), seimbang dalam zat gizi lainnya, terkontrol kalori (tidak berlebihan nilai kalorinya), moderat (tidak berlebihan lemak,garam,gula dan zat lainnya), bervariasi (makanan yang dikonsumsi berbeda dari hari ke hari). 2. Aktifitas Fisik Kemajuan teknologi menyebabkan hidup semakin mudah hingga aktifitas fisik berkurang, kebiasaan di depan komputer juga menyita waktu dan menyebabkan aktifitas fisik jarang dilakukan 3. Pemantauan Berat Badan

Hal ini bermanfaat sebagai tindakan preventif terhadap obesitas ataupun KEK (Kekurangan Energi Protein) pada remaja. 4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Mencuci tangan sebelum makan, kebersihan gigi dan mulut, menutup makanan dengan tudung saji, memilih jajanan yang aman (tidak terlalu manis, tidak terlalu berlemak dan tidak terlalu asin). Selain pola hidup bersih, pola hidup sehat juga harus diperhatikan seperti tidak merokok, melakukan aktifitas fisik yang cukup, tidak menggunakan narkoba, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol yang kesemuanya akan berpengaruh pada pola gizi seimbang dan merugikan kesehatan

Related Documents


More Documents from "ita rohayah"