Asuhan Keperawatan Pada Ibu dengan Post Partum Fokus Studi Pengelolaan Nyeri Luka Episiotomi di Puskesmas Kradenan II Deaslya, (Nama Pembimbing 1), (Nama Pembimbing 2) JURUSAN DIII KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG ABSTRAK World Health Organization (WHO) 2015 melaporkan bahwa jumlah partus normal di dunia mengalami penurunan sebesar 34% dari 546.000 menjadi 358.000. sedangkan angka kejadian gangguan pada setelah proses persalinan adalah Post partum blues dengan prosentase 50-80%, depresi post partum sebesar 12% dan psikosa post partum adalah 10% (Fadelika, 2018). Persalinan sering kali mengakibatkan robekan jalan lahir, baik robekan spontan atau dengan pembedahan. Robekan yang dilakukan secara pembedahan disebut episiotomi. Episiotomi dimaksudkan agar robekan yang terjadi bisa teratur sehingga mengurangi rasa nyeri dan mempercepat kesembuhan luka episiotomi (Manuaba, 2002). Prevalensi tindakan episiotomi dalam persalinan di indonesia mencapai 30-63 % persalinan, dan meningkat hingga 93 % pada persalinan anak pertama (Riset Dasar Kesehatan, 2013). Tujuan dari studi kasus ini untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada Ibu dengan post partum fokus studi pengelolaan nyeri luka episiotomi di Puskesmas Kradenan II. Dalam laporan kasus ini, penulis menggunakan metode convenience sampling method dimana subyek penelitian dipilih sesuai dengan keinginan penulis yang kemudian mendapatkan 2 subjek sebagai responden karya tulis ilmiah. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan diagnosa yang dapat di angkat adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: episiotomy. Hasil evaluasi dihari ketiga setelah dilakukan tindakan keperawatan terapi relaksasi progresif adalah skala nyeri klien Ny.A turun dari pertemuan pertama 6 menjadi 3. Dan pada klien Ny.S dari pertemuan pertama skala nyeri 7 menjadi 3 ABSTRACT World Health Organization (WHO) reported that the number of normal parturition in
the world decreased by 34% from 546,000 to 358,000. while the incidence of disruption after the delivery process is the Post partum blues with a percentage of 5080%, post partum depression of 12% and post partum psychosa is 10% (Fadelika, 2018). Labor often results in a tear in the birth canal, either spontaneous or surgical tear. Surgery done by surgery is called an episiotomy. Episiotomy is intended so that tears can occur regularly so that it reduces pain and accelerates episiotomy wound healing (Manuaba, 2002). The prevalence of episiotomy in labor in Indonesia reaches 30-63% of deliveries, and increases to 93% in the delivery of the first child (Basic Health Research, 2013). Describing maternal nursing care with post partum focus on the study of management of episiotomy wound pain in Kradenan II Health Center. In this case report, the author uses the convenience sampling method where the research subjects are selected according to the wishes of the author who then gets 2 subjects as respondents to scientific papers. After the assessment is carried out, a diagnosis that can be raised is acute pain associated with a physical injury agent: episiotomy. The results of the evaluation on the third day after the nursing action of progressive relaxation therapy was the scale of the pain of the client Ny.A dropped from the first meeting 6 to 3. And to the client. A. Pendahuluan
pertolongan
Berdasarkan
Profil
persalinan
oleh
tenaga kesehatan adalah Jawa
Kesehatan Kemenkes RI tahun
Tengah
2016,
Sulawesi Selatan (99,78%), dan
Papua
adalah
provinsi
dengan
(99,89%),
dengan jumlah total kasus AKI
Sulawesi
terkecil
pertolongan
Berdasarkan data tersebut diatas
persalinan oleh tenaga kesehatan
Jawa Tengah menempati posisi
tahun
pertama dalam tiga besar provinsi
cakupan
2016
kemudian
yaitu
disusul
(33,31%), oleh
Papua
dengan
Utara
cakupan
(99,59%).
pertolongan
Barat (73,20%), Nusa Tenggara
persalinan oleh tenaga kesehatan
Timur (74,08%). Sedangkan untuk
terbanyak di Indonesia.
3 provinsi terbanyak cakupan
Berdasarkan
terbanyak
adalah
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
perdarahan
sebanyak
2016
Menurut Kamus Besar Bahasa
Angka
data
Dinas
Kematian
Ibu
33,22%.
sebanyak 109,65 per 100.000
Indonesia
penduduk
adalah peristiwa keluarnya darah
(602
kasus),
mengalami
dan
penurunan
(KBBI)
akibat
perdarahan
sebagai
akibat
pecahnya
dibandingkan pada tahun 2015
pembuluh
darah.
Perdarahan
sebanyak 111,16 per 100.000
mengacu pada keluarnya darah
penduduk
dari
(619
Kabupaten/kota
kasus).
dengan
kasus
dalam
tubuh
contohnya
luka
yang
mengalami
adalah
AKI tertinggi adalah Kabupaten
perdarahan. Persalinan sering kali
Brebes yaitu 52 kasus, diikuti
mengakibatkan
Kota
lahir, baik robekan spontan atau
Semarang
sebanyak
35
robekan
kasus, dan Kota Tegal sebanyak
dengan
33 kasus. Kabupaten/kota dengan
yang
kasus
pembedahan disebut episiotomi.
AKI
terendah
adalah
pembedahan.
jalan
Robekan
dilakukan
secara
Kabupaten Temanggung yaitu 3
Episiotomi
kasus, diikuti Kota Magelang 3
robekan yang terjadi bisa teratur
kasus, dan Kota Surakarta 5 kasus.
sehingga mengurangi rasa nyeri
Berdasarkan
dan
data
diatas
Kota
Semarang menempati posisi kedua
dimaksudkan
mempercepat
agar
kesembuhan
luka episiotomi (Manuaba, 2002).
tertinggi dengan 35 kasus. Adapun
Nyeri
yang
merupakan
pravelensi AKI di Puskesmas
salah satu keluhan yang dirasakan
Kradenan II yaitu ....
pada
pasien
dengan
Sebesar 63,12% kematian
episiotomi
maternal terjadi pada waktu nifas,
secepatnya
pada
menimbulkan respon sakit berupa
waktu
hamil
sebanyak
dan
harus
luka
karena
diatasi dapat
22,92%, dan waktu persalinan
perubahan
fisik
dan
psikis
sebanyak
seseorang
(Carpenito,
2000).
13,95%.
Penyebab
Nyeri yang dirasakan pada ibu
menghilangkan
post
dilakukan
Berdasarkan uraian diatas maka
episiotomi dapat mempengaruhi
penulis tertarik untuk melakukan
kondisi ibu seperti kemampuan
penelitian dengan judul “Asuhan
merawat bayi terhambat, stress
Keperawatan Pada Ibu dengan
yang
partum
yang
berdampak
pemenuhan
ASI
juga
pada
Post
pada
bayi
Pengelolaan
(Henderson, 2005).
nyeri
Partum
tersebut.
Fokus Nyeri
Episiotomi
di
Studi Luka
Puskesmas
cara
untuk
Kradenan II “ yang dilakukan
akibat
luka
dengan cara pengelolaan nyeri
episiotomi adalah dengan teknik
menggunakan tekhnik relaksasi
relaksasi
progresif
Salah mengatasi
satu nyeri
progresif.
Relaksasi
progresif dapat digunakan untuk
B. Metode
penatalaksanaan masalah fisik dan
Metode yang digunakan penulis
psikososial
dalam studi kasus ini adalah
karena
dapat
mengurangi nyeri, mempercepat
metode deskriptif
penyembuhan luka, mengurangi
Dengan
nyeri kepala, dan membantu tubuh
sampel
mengurangi
method.
Instrument
penyakit seperti alergi, depresi,
penelitian
ini
dan asma (Utami, 2002).
asuhan
keperawatan
Dari
hasil
berbagai
macam
pengamatan,
cara
yangpaling sering dilakukan untuk
tekhnik
pengambilan
convenience
adalah
sampling dalam Lembar dan
LembarSOP
Kradenan II yaitu dengan cara
C. Hasil dan pembahasan 1. Hasil Pengkajian Klien 1 Klien merasa nyeri disekitar
membatasi gerak, dan cenderung
jalan lahir. Hasil pengkajian
untuk
PQRST di dapatkan P. Saat
mengatasi nyeri episiotomi pada masa
nifas
di
berdiam
melakukan
Puskesmas
diri,
usaha
tanpa untuk
duduk dan berdiri Q. Seperti
di
teritis R. Sekitar jalan lahir S.
episiotomy, dan Hasil TTV :
Skala 7 dan T. kadang-kadang
TD :
(10-30
:24x/menit S : 36.50C dan N :
menit).
Hasil
perineum
130/80
bekas
mmHg
Rr
pengkajian data objektif di
92x/menit.
dapatkan
terlihat
Diagnosa
meringis, terdapat luka jahitan
Diagnosa
di
merupakan keputusan klinik
Klien
perineum
episiotomy,
akibat
tentang
respon
banyak melakukan aktivitas
keluarga
dan
karena masih merasa nyeri
tentang masalah
Hasil TTV: TD : 130/85
aktual atau potensial, dimana
mmHg, Rr :23x/menit, S :
berdasarkan pendidikan dan
36.70C, N : 94x/menit.
pengalamannya,
Klien 2
secara
Klien
klien
mengeluh
sekitar
jalan
nyeri
lahir.
pengkajian
tidak
keperawatan
PQRST
di
Hasil di
individu, masyarakat kesehatan
perawat
akuntabilitas
dapat
mengidentifikasi
dan
memberikan intervensi secara pasti
untuk
menjaga,
dapatkan P. Saat bergerak Q.
menurunkan,
Seperti teritis R. Sekitar jalan
mencegah dan merubah status
lahir(Perineum)
kesehatan klien (Herdman,
S. Skala 7 T. hilang timbul.
2012). Dalam studi kasus ini
Hasil pengkajian data objektif
difokuskan
di dapatkan Klien tampak
keperawatan
Nyeri
akut
menahan
berhubungan
dengan
agen
nyeri,
hasil
membatasi,
pada
diagnosa
pengkajian pola aktivitas dan
injuri fisik: episiotomy.
mobilisasi klien tidak banyak
Perencanaan keperawatan
beraktivitas
masih
Setelah dilakukan tindakan
terasa nyeri, terdapat jahitan
keperawatan selama 3x24 jam
karena
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : Nyeri berkurang
(dalam
rentang
skala normal 2-3), tidak ada respon verbal nyeri, klien mampu
beraktivitas
melakukan
dan
tindakan
mengatasi nyeri, TTB dalam rentang
normal.
intervensi
yang
Untuk di
susun
adalah tentukan lokasi dan sifat nyeri, inspeksi perbaikan perineum
dan
episiotomy,
ajarkan klien terapi relaksasi progresif kolaborasi dengan pemberian analgetik Implementasi Implementasi
dilakukan
sebanyak 3x pertemuan sesuai dengan
intervensi
disusun.
yang
Implementasi
difokuskan pada pengelolaan nyeri
yang
terjadi
pada
episiotomy Evaluasi Klien 1 S : klien nyeri sudah jarang muncul P. Saat beraktivitas berat Q. Seperti teritis
R. Sekitar jahitan episiotomi S. Skala 3 T. kadang-kadang O : klien tampak lebih baik hasil pengukuran TTV TD : 120/80 mmHg Rr : 20x/menit N : 72x/menit S : 36.50C A. Masalah teratasi sebagian P. Pertahankan intervensi Klien 2 S : klien mengeluh kadangkadang masih merasa nyeri P. Saat beraktivitas berat Q. Seperti teritis R. Sekitar jahitan episiotomi S. Skala 3 T. hilang timbul O : Klien terlihat lebih baik dari sebelumnya TD : 120/80 mmHg Rr : 20x/menit N : 75x/menit S : 36.40C A. Masalah teratasi sebagian P. Pertahankan intervensi 2. Pembahasan a. Pengkajian Studi kasus dilaksanakan pada tanggal 19-27 Januari 2019 pada 2 klien yaitu Ny.A dan Ny.S ibu post partum dengan episiotomy.
Ny.A sebagai Klien I merupakan seorang berumur 21 tahun dengan pekerjaan Ibu rumah tangga dan berpendidikan SMA. Sedangkan Ny.S sebagai klien II merupakan seseorang berumur 20 tahun dengan pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga dan berpendidikan SMA. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny.A tanggal 19 Januari di hari pertama setelah melahirkan secara normal ditemukan bahwa Ny.A mengeluh nyeri dengan skala 7. Nyeri tersebut muncul kadang-kadang dengan intensitas waktu 10-30 menit setiap muncul. Kemudian pada tanggal 23 Januari 2019 dilakukan pengkajian pada Ny.S post partum normal dengan episiotomy hari pertama dengan keluhan nyeri skala 6. Pengukuran nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST yaitu Penyebab, Quality, Region, Skala dan Time. Pada Ny. A pengkajian
nyeri PQRST ditemukan P. Saat duduk dan berdiri, Q. Seperti teritis, R. Sekitar jalan lahir (Perineum) S. Skala 7 dan T. kadang-kadang (10-30 menit). Sedangkan pada Ny.S ditemukan hasil pengkajian PQRST yaitu P. Saat bergerak, Q. Seperti teritis, R. Sekitar jalan lahir(Perineum), S. Skala 7 dan T. hilang timbul. Menurut Judha (2012) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pada ibu post parthum adalah Usia, Paritas, makna nyeri, Ansietas, Pengalaman masa lalu, pola koping, dukungan keluarga serta efek obat anastesi atau analgesic dalam tubuh yang sudah hampir habis. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Ny.A Composmentis dengan hasil penilaian GCS :E :4 V :5 M : 6 dan pengukuran tanda-tanda vital dengan hasil TD : 130/85 mmHg, Rr 0 :18x/menit, S : 36.7 C N
: 86x/menit. Pengukuran tingkat kesadaran pada Ny.S adalah Composmentis dengan penilaian GCS : E :4 V :5 M : 6 dan pengukuran tanda tanda vital TD : 130/80 mmHg, Rr 0 :24x/menit, S : 36.5 C N : 92x/menit . Dari hasil tersebut kedua klien tidak mengalami gangguan kesadaran, namun respiratory dan nadi tergolong tinggi karena dapat dipengaruhi oleh respon tubuh terhadap nyeri yang dirasakan maupun kecemasan yang di alami. Amir (2014) menyatakan bahwa kecemasan yang di alami seseorang dapat menyebabkan peningkatan denyut nadi. Peningkatan denyut nadi hingga di atas batas normal disebut dengan takikardi. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan pernafasan, baik dalam segi jumlah, ritme dan dalamnya pernafasan seseorang. Pada hasil inspeksi di pemeriksaan genetalia dan perineum
ditemukan adanya luka post episiotomy grade 2 dengan jahitan selujur 3 cm pada Ny.A dan 4 cm pada Ny.S. Luka post episiotomy dapat menimbulkan adanya nyeri karena adanya robekan jalan lahir. Pada pemeriksaan REEDA tidak ditemukan adanya masalah baik pada klien Ny.A dan Ny.S. Hasil pemeriksaan pada Ny.A adalah R (Kemerahan) tidak ada kemerahan, E ( Bengkak) Tidak ada, E (Echimosis) tidak ada, D (Drainage) Tidak ada rembesan dan A (Apropoximate) tidak ada. Kemudian pada Ny.S hasil pemeriksaan REEDA adalah R (Kemerahan) Tidak ada kemerahan, E ( Bengkak) Tidak ada bengkak, E (Echimosis) Tidak ada, D (Drainage) Tidak ada rembesan dan A (Apropoximate) Tidak ada. Hal tersebut menunjukan bahwa proses penyembuhan luka episiotomy baik. Pada pengkajian pola ditemukan bahwa
klien Ny. A dan Ny.S sama-sama sudah BAK. Ny.A BAK 6 jam setelah persalinan dan Ny.S BAK 7 jam setelah persalinan. Pada ibu post partum penting untuk segera melakukan BAK antara 6-8 jam setelah persalinan. Hal ini dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat retensi urin post partum seperti uremia, infeksi, sepsis dan bahkan terjadinya rupture spontan vesika urinaria (Andi, 2009). Pada pola pengkajian latihan dan mobilisasi ditemukan bahwa nyeri yang dirasakan membuat klien menjadi takut bergerak. Kebutuhan seperti makan atau ke kamar mandi dibantu keluarga. Pada pemeriksaan diasnostik ditemukan beberapa hasil kurang normal. Yaitu pada pemeriksaan hemoglobin, pada Ny.A hasil pemeriksaan HB adalah 11.4 gr/dl dan pada Ny.S hasil pemeriksaan HB sebesar 10.0 gr/dl. Hasil tersebut berada dibawa
nilai normal dari kadar hemoglobin sebesar 1216 gr/dl pada perempuan. Hasil pengukuran lain semua dalam nilai normal. Penurunan HB yang di alami pada Ny.A danNy.S dapat terjadi karena perdarahan yang di alami saat proses persalinan. b. Perumusan Diagnosa Setelah dilakukan pengkajian, ditemukan beberapa masalah yang dapat dijadikan dasar dapat perumusan diagnosa. Berdasarkan hasil pengkajian PQRST ditemukan adanya skala nyeri 7 pada Ny.A dan skala nyeri 6 pada Ny.S dan data objektif adanya luka episiotomy grade 2, klien meringis sebagai tanda respon non verbal terhadap nyeri dan peningkatan respiratory rate serta nadi maka diagnosa yang dapat di angkat adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: episiotomy. c. Perencanaan keperawatan
Setelah diagnosa dapat dirumuskan, kemudian penulis melakukan perencanaan atau intervensi keperawatan yang berpedoman pada Nanda Nic-Noc. Kriteria hasil (NOC) yang diharapkan adalah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : Nyeri berkurang (dalam rentang skala normal 2-3), Tidak ada respon verbal nyeri, Klien mampu beraktivitas dan melakukan tindakan mengatasi nyeri dan TTV dalam rentang normal. Kemudian intervensi (NIC) yang ditetapkan adalah Tentukan lokasi dan sifat nyeri, Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy, Ajarkan klien terapi relaksasi progresif dan Kolaborasi dengan pemberian analgetik. d. Impelementasi Keperawtan Implementasi dilakukan dari tanggal
19-27 Januari 2019 sesuai dengan intervensi keperawatan yang ditetapkan. Studi kasus yang dilakukan pada Ny.A dilakukan pada tanggal 19, 21 dan 23 januari 2019 sedangkan pada Ny.S dilakukan pada tanggal 23, 25 dan 27 januari 2019. Pada pertemuan pertama tindakan pengelolaan nyeri yang dilakukan menggunakan terapi relaksasi progresif dan terapi farmakologi dapat merubah skala nyeri Ny.A dan Ny.S. Pada Ny.A skala nyeri turun dari 7 menjadi 5 sedangkan pada Ny.S skala nyeri turun dari 7 menjadi 6. Terjadinya penurunan skala nyeri yang signifikan pada pasien dapat disebabkan karena sikap kooperatif pasien dalam melakukan terapi relaksasi progresif. Teori Lukman (2013) menjelaskan bahwa tekhnik relaksasi progresif yang dilakukan berulang akan menimbulkan rasa nyaman yang pada
akhirnya dapat meningkatkan toleransi persepsi dalam menurunkan nyeri yang dirasakan. Jika seseorang mampu meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu beradaptasi dengan nyeri dan juga akan memiliki koping diri terhadap nyeri yang baik. Pada tindakan keperawatan selanjutnya dilakukan pada tanggal 21 januari 2019 pada Ny.A dan 25 januari 2019 pada Ny.S. Setelah dilakukan tindakan keperawatan di dapatkan bahwa pada Ny.A nyeri masih muncul namun intensitasnya berkurang. Setelah dilakukan tindakan relaksasi progresif dan tetap mengkonsumsi obat dari dokter nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 3. Sedangkan tindakan keperawatan pada Ny.S yang dilakukan pada tanggal 25 januari 2019 di temukan bahwa nyeri juga masih muncul namun kadang-kadang
terutama saat beraktivitas. Setelah Ny.S melakukan terapi relaksasi progresif nyeri yang dirasakan berkurang dari skala 6 menjadi skala 4. Hal tersebut juga di dukung dengan Ny.S masih mengkonsumsi obat dari dokter. Kemudian juga terjadi perubahan pada nilai tanda-tanda vital. Dimana hasil pengukuran pada Ny.A adalah TD : 120/85 mmHg, Rr : 18x/menit, N : 76x/menit, S : 36.50C dan pada Ny.S adalah TD : 130/85 mmHg, Rr : 18x/menit, N : 86x/menit S : 36.60C. Hasil tanda-tanda vital pada kedua klien mempunyai nilai rentang dalam batas normal. Pada tindakan keperawatan pertemuan ketiga pada tanggal 23 januari 2019 pada Ny.A dan 27 januari 2019 pada Ny.S ditemukan beberapa perubahan. Nyeri yang dirasakan cenderung berkurang dan dapat di toleransi. Kedua klien masih mengingat cara melakukan relaksasi
progresif dengan benar sesuai SOP. e. Evaluasi keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, langkah berikutnya adalah dengan melakukan evaluasi keperawatan terhadap tindakan yang sudah dilakukan. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk melihat perkembangan dan perubahan yang di alami klien. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan pada Ny.A dan Ny.S terdapat beberapa evaluasi keperawatan yang ditemukan. Pada pertemuan pertama Ny.A dan Ny.S mengalami nyeri pada Ny.A skala nyeri 6 dan Ny.S skala nyeri 7. Pada pemeriksaan setelah dilakukan tindakan pertemuan pertama ditemukan hasil tandatanda vital pada Ny.A adalah TD : 120/85 mmHg, Rr : 18x/menit, N : 76x/menit, S : 36.50C dan pada Ny.S adalah TD : 130/85 mmHg, Rr : 18x/menit, N : 86x/menit
S : 36.60C. Respon klien pada pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan adalah kooperatif,klien selalu memberikan ijin kepada penulis dalam melakukan asuhan keperawatan.Pada pertemuan kedua, Ny.A dan Ny.S mengaku nyeri masih muncul kadangkadang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pertemuan kedua, nyeri berkurang pada Ny.A dari pertemuan 1 skala nyeri 6 menjadi 4 dan Ny.S dari skala nyeri 7 menjadi 5. Respon klien kooperatif dan terasa nyaman saat setelah melakukan tindakan relaksasi progresif. Pada pertemuan ketiga, kedua klien mengaku nyeri sudah jarang muncul.baik Ny.A dan Ny.S sama-sama dapat mentoleransi rasa nyeri dan masih mengingat terapi relaksasi. Penurunan skala nyeri terjadi pada kedua klien,dimana pada Ny.A di pertemuan kedua skala
nyeri 4 menjadi 3 dan Ny.S di pertemuan kedua skala nyeri 5 menjadi 3. Tidak ditemukan kendala yang berarti pada Ny.A dan Ny.S saat dilakukan studi kasus ini. Menurut penulis hal ini dapat didorong oleh tingkat pendidikan klien yang cukup tinggi sehingga dalam diberikan penjelasan atau informasi, klien dapat menerima dan menjalankannya dengan baik. Kelebihan yang ditemukan pada Ny.A dan Ny.S adalah klien sangat kooperatif dan komunikatif, selalu bercerita apapun keluhan yang di alami D. Simpulan dan Saran Simpulan a. Studi kasus di ikuti oleh Ny.A sebagai
Klien
I
yang
pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga
dan
berpendidikan
SMA. b. Hasil
pengkajian
yang
dilakukan pada Ny.A tanggal 19 Januari di hari pertama setelah
melahirkan
secara
normal
ditemukan
bahwa
Ny.A mengeluh nyeri dengan skala
7.
muncul
Nyeri
tersebut
kadang-kadang
dengan intensitas waktu 1030
menit
setiap
muncul.
Kemudian pada tanggal 23 Januari
2019
dilakukan
pengkajian pada Ny.S post partum episiotomy
normal
dengan
hari
pertama
dengan keluhan nyeri skala 6. c. Hasil inspeksi di pemeriksaan genetalia
dan
perineum
merupakan seorang berumur
ditemukan adanya luka post
21 tahun dengan pekerjaan
episiotomy grade 2 dengan
Ibu
dan
jahitan selujur 3 cm pada
SMA.
Ny.A dan 4 cm pada Ny.S.
Sedangkan Ny.S sebagai klien
Luka post episiotomy dapat
II
seseorang
menimbulkan adanya nyeri
berumur 20 tahun dengan
karena adanya robekan jalan
rumah
berpendidikan
merupakan
tangga
lahir.
d. Berdasarkan hasil pengkajian PQRST
ditemukan
Studi kasus yang dilakukan
adanya
pada Ny.A dilakukan pada
skala nyeri 7 pada Ny.A dan
tanggal 19, 21 dan 23 januari
skala nyeri 6 pada Ny.S dan
2019 sedangkan pada Ny.S
data objektif adanya luka
dilakukan pada tanggal 23, 25
episiotomy grade 2, klien
dan 27 januari 2019
meringis sebagai tanda respon
g. Setelah
dilakukan
non verbal terhadap nyeri dan
implementasi, maka diperoleh
peningkatan respiratory rate
hasil evaluasi dihari ketiga
serta nadi maka diagnosa
skala nyeri klien Ny.A turun
yang dapat di angkat adalah
dari pertemuan pertama 6
Nyeri
akut
berhubungan
menjadi 3. Dan pada klien
dengan
agen
injuri
Ny.S dari pertemuan pertama
fisik:
episiotomy
skala nyeri 7 menjadi 3. Tidak
e. Perencanaan atau intervensi keperawatan
berpedoman
pada Nanda Nic-Noc. Dimana intervensi
(NIC)
yang
ditetapkan adalah Tentukan lokasi
dan
sifat
nyeri,
Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomy, Ajarkan klien terapi relaksasi progresif dan Kolaborasi dengan pemberian analgetik f. Implementasi dilakukan dari tanggal 19-27 Januari 2019 sesuai
dengan
intervensi
keperawatan yang ditetapkan.
ada
kendala
yang
berarti
karena kedua klien kooperatif Saran a. Bagi
Puskesmas
Kradenan 2 Dengan hasil studi kasus ini maka penerapan managemen nyeri menggunakan terapi relaksasi progresif di Puskesmas Kradenan 2 dapat lebih di tingkatkan. b. Bagi institusi Poltekes Kemenkes Semarang Hasil studi kasus ini penulis dapat ikut serta dalam meningkatkan
pengetahuan mahasiswa Poltekes kemenkes Semarang dengan menjadikan hasil studi kasus ini bahan bacaan di Perpustakaan kampus c. Bagi penulis selanjutnya
Lukman (2013).Pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi section caesare di rumah sakit umum daerah Gorontalo. Jurnal Keperawatan
Hasil studi kasus dapat menjadi bahan masukan dan parameter bagi penulis selanjutnya dalam melakukan studi kasus yang berkaitan dengan pasien episiotomi E. Daftar Pustaka Herdman, (2012). Diagnosa keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10.Jakarta :EGC
Sjamsuhidayat, (2010). Buku ajar ilmu bedah Edisi IV.Jakarta:EGC
Menurut Judha (2012) . Teori nyeri dan nyeri pada persalinan. Nuha Medika :Yogyakarta Prawirohardji (2012). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Jakarta Mender, Rosemary (2013). Nyeri persalinan. Jakarta: EGC Andi. (2009).Buku saku kebidanan. Jakarta : EGC Herodes, (2010). Tekhnik relaksasi progresif terhadap kesehatan.. Jurnal Keperawatan
Triana,(2015). Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta: Deepublish Fadelika, (2018). Komplikasi proses persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika Sugiyono (2013). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta Hidayat (2017). Metodelogi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika Mansoer (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius