-naskah-publikasi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View -naskah-publikasi as PDF for free.

More details

  • Words: 5,194
  • Pages: 26
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA SD MENDERITA DAN TIDAK MENDERITA GONDOK DI DAERAH ENDEMIK GAKI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Naskah Publikasi Karya Tulis Ilmiah Disusun Oleh : Samsu Eko Suhartono 04/182469/EKU/00121 PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA TAHUN 2006

INTISARI Latar Belakang : Gangguan akibat kekurangan iodium masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Masalah gondok adalah bukti yang sering dilihat, sebenarnya kekurangan iodium tidak hanya gondok saja tetapi juga hal lain yang sering tidak disadari termasuk didalamnya penurunan IQ pada anakanak sekolah yang pasti membawa implikasi masa depan. Semakin ringan derajat defisiensi iodium semakin ringan pula gangguan yang muncul. Gangguan intelektual derajat ringan sampai sedang merupakan konsekuensi yang penting dari defisiensi iodium. Tujuan Penelitian : MengetahuiperbedaanprestasibelajarsiswaSekolahDasar menderita gondok dan tidak menderita gondok di daerah endemik GAKI kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta. Cara Penelitian : Jenis penelitian observasional dengan rancangan kohort retrospektif, dengan subyek penelitian siswa lulusan Sekolah Dasar 2005 di Kecamatan Cangkringan. Kreteria sampel yang digunakan yaitu semua Sekolah dasar di wilayah yang belum pernah mendapat intervensi, subyek telah tinggal selama 5 tahun di wilayah. Penentuan status gondok menggunakan cara palpasi dan prestasi belajar diukur dengan menggunakan nilai raport dari kelas I-VI yang di rata-rata untuk 5 mata pelajaran (PPKn, B.Indonesia, Matematika, IPA, IPS) dari nilairata-ratatiaptingkatandibandingkanyangmenderitagondokdenganyangtidak menderita gondok menggunakan uji beda mean statistik t-test independent pada program perangkat lunak komputer. Hasil : Jumlah subyek penelitian 65 responden, anak yang menderita gondok 43 dan yang normal 22. Distribusi nilai rata-rata subyek berkisar antara 6.4 sampai 7.1. Nilai rata-rata anak normal secara umum diatas nilai ratarata kelas dan anak yang mengalami pembesaran gondok hampir semua dari lima mata pelajaran di bawah rata-rata kelas. Namun setelah di uji secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara penderita dan yang tidak menderita gondok. Trend grafik prestasi belajar untuk anak yang tidak menderita gondok cenderung fluktuatif dan titik terendah nilai rata-rata pada kelas IV untuk 5 mata pelajaran. Sedangkan untuk anak yang menderita gondok cenderung stabil. Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna prestasi belajar siswa yang menderita gondok dengan yang tidak menderita gondok. Kata Kunci : Gondok, defisiensi iodium, prestasi belajar

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) masih merupakan masalah kesehatanmasyarakat di Indonesia, meskipun angka nasionalmenunjukkan angka penurunan yang cukup nyata dari TGR(Total Goiter Rate) 37.2% tahun 1982 menjadi 9.8%tahun 1998. Tetapi pada tingkat kecamatanmasih ditemukan daerah endemik GAKI berat (TGR =30%) (Depkes, 1998). Defisiensi iodiumyang berat secara umumdiyakini sebagai penyebab utama terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Meskipun demikian observasi epidemiologi menyimpulkan bahwa faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap menetap dan berkembangnya kasus baru diberbagai daerah endemik (Thaha dkk., 2001). GAKI sebelumnya sering dikenal sebagai gondok endemik. Studi terakhir membuktikan bahwa kekurangan iodium tidak hanya menyebabkan gondok saja, tetapi juga hal lain yang sebenarnya lebih sering kurang disadari oleh kebanyakan orang (Djokomoeljanto, 1998). Masalah gondok adalah bukti yang sering dilihat, tanda klinis ini hanya seperti � permukaan gunung es�. Pada kenyataannya konsekuensi dari IDD (Iodium Deficiency Disorder) termasuk diantaranya IQ (Intelligence Quetion) yang rendah, peningkatan kematian janin, bayi dan anak, gangguan pertumbuhan dan kelahiran (Bayages, cit Sullivan, 1997). Gangguan intelektual derajat ringan sampai sedang merupakan konsekuensi yang penting dari defisiensi iodium (Sullivan dkk., 1997). Menurut Dunn (2002) dampak yang paling sering dari defisiensi iodium adalah gondok. Pada saat intake iodium kurang maka secara otomatis kelenjar tiroid kekurangan pasokan untuk membentuk hormon tiroid sehingga pituari terangsang untuk membentuk Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang mengakibatkan kelenjar tiroid bekerja lebih keras untuk membentuk hormon tiroid. Kelenjar tiroid yang bekerja terus menerus menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid. Komunitas yang terkena biasanya mempunyai rata-rata kapasitas mental yang kurang, prestasi pendidikan yang lebih rendah dan produktivitas kerja yang lambat serta peningkatan mortalitas. Berbagai gangguan perkembangan yang timbul akibat defisiensi iodium semasa fetus menurut Hartono (2002) antara lain:

1. IQ rendah (bergeser kekiri, dan rata-rata kehilangan point 13.5 points) 2. Gangguan visuo-spasial dan visuo-motorik. 3. Gangguan ketrampilan dan kecekatan tangan 4. Gangguan persepsi 5. Gangguan pendengaran sensor neural 6. Gangguan motivasi dan konsentrasi 7. Gangguan perkembangan bahasa 8. Gangguan pemrosesan informasi di otak Semakinringanderajaddefisiensiiodiumsemakinringanpulagangguanyangakan muncul. Hasil Survey GAKI pada tahun 1998, Total Goiter Rate (TGR) Daerah Istimewa Yogyakarta 6,1 %, angka ini meningkat dibandingkan TGR tahun 1990, yaitu 5,9 %, data tersebut bertentangan dengan TGR keseluruhan Indonesia yang justru menurun dari 27,7 % pada tahun 1990 menjadi 9,8 % pada tahun 1998 (Depkes, 1998). Sedangkan berdasarkan survey pemetaan GAKI Kabupaten Sleman tahun 2003, mempunyai angka TGR 18,1%. Apabila dilihat angka tiap-tiap kecamatan terdapat 5 kecamatan menunjukkan endemik berat, dari kelima kecamatan tersebut angka TGR tertinggi (39.5%) adalah Kecamatan Cangkringan (Dinkeskab, 2003) Melihat masalahan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa SD menderita dan tidak menderita gondok di daerah endemik GAKI kecamatan Cangkringan Sleman DIY. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang , maka masalah yang timbul dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : ApakahadaperbedaanprestasibelajarsiswaSekolahDasarmenderitagondok dan tidak menderita gondok di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan Sleman Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok kelas I � VI di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan . b. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata Bahasa Indonesia siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok kelas I � VI di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan . c. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata Matematika siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok kelas I � VI di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan. d. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok kelas I � VI di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan . e. Mengetahui perbedaan nilai rata-rata IPS (Ilmu Penegetahuan Sosial siswa Sekolah Dasar menderita gondok dan tidak menderita gondok kelas I � VI di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan. II. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian Observasional dengan rancangan kohortRetrospektif yaitumengukurperbedaanantaraduavariabeldalamsatuwaktu dalam satu populasi yang sama. Rancangan ini tidak dapat menentukan bahwa suatu faktor adalah faktor penyebab atau akibat. Penelitian ini juga dapat mengukur angka kejadian gondok pada Sekolah Dasar sampel di Kecamatan Cangkringan. B. Subyek penelitian Subyek pada penelitian ini adalah siswa lulusan sekolah dasar tahun 2005 di wilayah Cangkringan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah siswa lulusan Sekolah Dasar di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan. 2. Sampel. Penentuan sampel adalah semua populasi dijadikan sampel, dengan kreteria :

a. SD belum pernah diintervensi sebelum penelitian. b. Siswa lulusan SD tinggal diwilayah Kecamatan Cangkringan pada 5 tahun terakhir. c. Lulusan Sekolah Dasar tahun 2005. D. Instrumen Penelitian 1. Status Gondok. Ditentukan melalui palpasi untuk mengetahui pembesaran kelenjar thyroid dilakukan oleh tenaga palpator yang pernah dilatih, palpasi dilakukan dengan sistim triplo. Parameter : Tidak Gondok : Grade O Gondok : grade I dan II 2. Prestasi Belajar Diukur dengan melihat raport dari kelas I sampai kelas VI pada mata pelajaran inti ( PPKn, Bhasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS ) kemudian dilihat rata-rata tiap kelas . Penilaian pada raport di peroleh dengan rumus: 3 x+ 3y+ 4z Nilai raport = 10 Keterangan : X : Nilai Ulangan Harian Y : Nilai penugasan Z : Nilai ujian E. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas Status Gondok (Palpasi) 2. Variabel terikat Prestasi belajar siswa yang menderita dan tidak menderita gondok F. Definisi Operasional Variabel Definisi Skala Status Gondok Keadaan/kondisi iodium di dalam tubuh diukur menggunakan palpasi , dengan kreteria Gondok

dan tidak Gondok. Nominal Prestasi belajar siswa Evaluasi kuantitatif yang menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajarai dengan melihat nilai raport kelas I sampai dengan kelas VI Ordinal.

G. Cara Pengumpulan Data 1. Data indentitas responden DikumpulkandengancaramencaridatasiswalulusanSekolahDasartahun 2005 di tiap-tiap Sekolah Dasar yang masuk menjadi sampel, kemudian di lacak ke alamat tiap-tiap responden. 2. Data status Gondok Status Gondok diukur dengan menggunakan tehnik palpasi . Tehnik palpasi cara melakukan palpasi kelenjar tiroid adalah sebagai berikut : a. Anak diminta berdiri atau duduk menghadap palpator. b. Palpator mengamati bagian leher sekitar kelenjar tiroid apakah ada pembesaran kelenjar tiroid. c. Apabila tidak terlihat ada pembesaran, responden diminta untuk menengadahkan kepalanya sambil menelan ludah (anak diberi permen rasa asam agar air liurnya banyak sehingga mudah menelan). Palpator mengamati gerakan kelenjar tiroid pada saat anak menelan. d. Palpator memegang ibu jari tangan anak dan memperkirakan besarnya. e. Palpator berdiri di belakang anak dan meletakkan jari tangan (telunjuk dan jari tengah) pada bagian kanan dan kiri kelenjar tiroid. Jari-jari tersebut digunakan untuk melakukan palpasi kelenjar tiroid anak. f. Palpator menentukan apakah anak mengalami pembesaran kelenjar tiroid. g. Tingkat pembesaran kelenjar tiroid ditetapkan sebagai berikut : O : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid (normal). I : Pembesaran kelenjar tiroid teraba tetapi tidak nampak walaupun kepala menengadah, kelenjar tiroid yang membesar akan teraba lebih jelas ketika menelan karena bergerak ke atas, pembesaran sama atau lebih besar dari ibu jari subyek. II : Pembesaran kelenjar tiroid terlihat pada posisi kepala normal. 3. Prestasi Belajar Prestasi belajar siswa dengan melihat nilai raport siswa selama sekolah di sekolah dasar. Kemudian diambil nilai lima mata pelajaran ( PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS)

H. Langkah � Langkah Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan a. Survey pendahuluan ke lokasi penelitian b. Pengurusan surat ijin. c. Mengadakan pendekatan langsung ke lokasi. d. Mengumpulkan data sekunder. e. Menetapkan pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. f. Pelatihan dan penjelasan pada enumerator tentang teknis pengumpulan data. 2. Pelaksanaan a. Melakukan pengumpulan data karakteristik responden. b. Mengumpulkan data status gondok. c. Melakukan pemilihan data yang sesuai. d. Melakukan pengolahan & analisis data menggunakan perangkat lunak komputer. e. Pengetikan dan konsultasi hasil penelitian. I. Manajemen dan Analisis Data 1. Editing Data Dalam tahap ini dimaksudkan untuk meneliti kembali setiap lembar daftar pertanyaan meliputi kelengkapan jawaban, keterbatasan tulisan, kelengkapan jawaban yang satu dengan yang lainnya serta keseragaman ukuran. Hal ini diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setiap lembar jawaban yang masuk, apabila memang ada daftar pertanyaan yang masih meragukan dilakukan pencocokan terhadap responden yang bersangkutan. 2. Coding Padatahapinidilakukanpengklasifikasianjawabandengancaramenandai masing-masing jawaban dengan kode-kode tertentu (angka). Untuk keperluan ini dibuatkan lembar khusus untuk menstabulasikan data setelah transfering dataagar memudahkan proses data entry. 3. Data entry Jawaban yang sudah diberikan kode selanjutnya diolah. 4. Analisis data a. Data yang telah diolah kemudian dimasukan dalam tabel tabulasi silang untuk melihat kecenderungan.

b. Analisis selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat dilakukan uji statistic parametik Independent Sample T-test. Analisis dengan perangkat lunak komputer untuk menganalisis univariat dan bivariat III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian KecamatanCangkringanadalahsalahsatukecamatandari17kecamatandi kabupaten Sleman DIY yang terletak di lereng gunung Merapi dengan luas wilayah 4799 km� yang terdiri dari 5 Desa, 73 Dusun, 151 RW, dan 307 RT. Ketinggian wilayah � 400 m di atas permukaan air laut, dengan suhu maksimum 32� C dan suhu minimum 17� C. Bentuk wilayah Kecamatan Cangkringan datar sampai berombak 30%, berombak sampai berbukit 70%, dengan jumlah penduduk 27441 jiwa, terdiri dari laki-laki 13256 jiwa, dan perempuan 14185 jiwa, dan 7318 Kepala Keluarga (KK). Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan yang tertinggi adalah di Desa/Kelurahan Wukirsari sebesar 9621 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang terendah adalah Desa/Kelurahan Kepuharjo dengan jumlah penduduk 2734 jiwa. Kepadatan penduduk 561/km�. rata-rata perjiwa 4,0/km� Jumlah Sekolah dasar di Kecamatan Cangkringan ada 21 Sekolah Dasar dan tersebar di lima desa di wilayah Kecamatan Cangkringan. Dari 21 Sekolah Dasar yang belum mendapat intervensi (pemberian kapsul Iodium) selama lima tahun terakhir ada 5 Sekolah Dasar yaitu SD Pangukrejo, SD Umbulharjo, SD Gondang, SD Batur dan SD Petung. Sarana kegiatan perekonomian di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan adalah melalui lalu-lintas darat, dan jalan menuju seluruh Desa/Kelurahan di Kecamatan Cangkringan sudah diaspal dan semua Dusun di Kecamatan Cangkringan bisa terjangkau oleh kendaraan roda 4 (empat).

2. Distribusi Rata-rata Nilai Raport Tabel 1. Rata-rata nilai Raport Siswa SD di Kecamatan Cangkringan Mata Nilai Rata -rata Pelajaran Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas Kelas I II III IV V VI 1. PPKn 6.9 6.8 6.7 6.7 6.8 7.1 2. B. Indonesia 6.7 6.7 6.8 6.7 7.0 7.0 3. Matematika 6.8 6.7 6.7 6.6 6.7 6.9 4. IPA --6.4 6.3 6.5 7.0 5. IPS --6.4 6.4 6.5 7.0 Nilai rata-rata kelas menunjukkan gambaran bahwa dari semua mata pelajaranfrekuensirata-rataberkisarantara6.4�7.1jaditidakterdapatnilairata-rata yangekstrim. Tabeldiatasterlihatkecenderungankenaikannilairata-ratatiap-tiap tingkatan (kelas) dan nilai rata-rata tertinggi pada kelas VI. Grafik 2. Nilai Rata-rata PPKn 7.4 7.2 7 6.8 Gondok 6.4 6.6 Tidak Gondok 6.2 Rata-rata K l 1 2 3 4 5 6 Kelas 3. Nilai Rata-rata PPKn Siswa yang Menderita dan Tidak Menderita Gondok Rata-rata Kelas Grafik 1 menunjukkan kecenderungan dari nilai rata-rata mata pelajaran PPKn siswa yang menderita dan tidak menderita gondok. Grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai PPKn siswa yang menderita gondok dari kelas 1 sampai kelas 5 selalu berada di bawah rata-rata kelas. Sebaliknya dengan siswa yang tidak menderita gondok rata-rata yang dimiliki selalu berada diatas nilai rata-rata PPKn kelas. Pada saat duduk di kelas II siswa yang tidak menderita gondok nilai rataratanya jauh meninggalkan rata-rata kelas dan merupakan titik tertinggi dari nilai rata-rata yaitu 7.16. Siswa saat duduk di kelas VI merupakan titik pertemuan nilai rata-rata antara siswa menderita dan tidak menderita gondok dengan nilai rata-rata 7.14 untuk penderita gondok dan 7.12 untuk siswa yang tidak menderita gondok.

4. Nilai Rata-rata Bahasa Indonesia Siswa yang Menderita dan Tidak Menderita Gondok Grafik 1. Nilai Rata-rata Bahasa Indonesia 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 1 2 3 4 5 6 Kelas Nilai Rata-rataGondok Tidak Gondok Rata-rata Kelas Nilairata-ratamatapelajaranBahasaIndonesiagrafiknyasamadengannilai PPKnyaitunilairata-rataanak yangmenderitagondokdibawahnilairata-ratakelas. Berbeda halnya dengan anak yang tidak menderita gondok nilai rata-ratanya selalu diatas nilai rata-rata kelas. Penurunan nilai rata-rata anak yang tidak menderita gondok terjadi pada kelas III dan Kelas IV, kemudian naik lagi pada kelas V dan kelas VI. Grafik nilai rata-rata bahasa Indonesia anak yang menderita gondok menunjukan grafik peningkatan pada tiap-tiap kelas sebagai puncaknya pada saat kelas VI dengan nilai rata-rata 7.05. 5. Nilai Rata-rata Matematika Siswa yang Menderita dan Tidak Menderita Gondok Kecenderungannilairata-ratamatematikaanakyangtidakmenderitagondok dari kelas I sampai kelas IV mengalami penurunan, namun mulai kelas V sudah menunjukan grafik yang menanjak. Walaupun terjadi penurunan tidak sampai dibawah nilai rata-rata kelas. Sedangkan untuk anak yang menderita godok grafiknya turun naik dan nilainya selalu berada dibawah nilai rata-rata kelas. Geafik 3. Nilai Rata-rata Matematika 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 1 2 3 4 5 6 Kelas Nilai Rata-rataGondok Tidak Gondok Rata-rata Kelas

6. Nilai Rata-rata IPA Siswa yang Menderita dan Tidak Menderita Gondok Grafik 4. Nilai Rata-rata IPA 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 3 4 5 6 Kelas Nilai Rata-rataGondok Tidak Gondok Rat a-rat a Gondok Grafik 4 menggambarkan kecendurangan nilai rata-rata dari mata pelajaran IPA. Nilai rata-rata IPA siswa yang tidak menderita gondok dari kelas I sampai kelas VI menunjukan penurunan yang tajam. Pada saat siswa duduk dikelas IV nilai rataratanya 6.2 jadi lebih rendah dari nilai rata-rata kelas (6.3) dan siswa yang menderita gondok (6.3), kejadian itu juga terjadi saat siswa duduk di kelas VI bahkan siswa yang menderita gondok bisa melampui nilai rata-rata kelas. Siswa yang menderita gondok juga mengalami penurunan namun tidak setajam nilai ratarata siswa yang tidak menderita gondok. 7. Nilai Rata-rata IPS Siswa yang Menderita dan Tidak Menderita Gondok Grafik 5. Nilai Rata-rata IPS 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 3 4 5 6 Kelas Nilai Rata-rataGondok Tidak Gondok Nilai Rata-rata Nilai rata-rata IPS untuk siswa yang tidak menderita gondok pada kelas IV merupakan nilai terburuk (6.2) yaitu mencapai titik dibawah nilai rata-rata kelas (6.4)

dan siswa penderita gondok (6.4). Grafik nilai rata-rata anak penderita gondok menunjukkan trend yang positif yaitu naik setiap tahapan kelas bahkan pada kelas V ke kelas VI mengalami kenaikan yang tajam mengikuti trend nilai rata-rata kelas. 8. Karakteristik Subyek Subyek penelitian adalah siswa lulusan Sekolah Dasar di daerah endemik GAKI Kecamatan Cangkringan, dengan rancangan Kohort retrospektif , dengan mengambil sampel semua Sekolah Dasar di wilayah yang belum mendapat intervensi selama lima tahun terkhir. Peneliti mendapatkan sampel 65 anak, dari jumlah tersebut terdapat 43(66.2%) mengalami pembesaran kelenjar gondok dan 22(33.8%) anak dinyatakan tidak mengalami pembesaran gondok. Dari 66.2% penderita gondok terdapat 3 anak sudah sampai pada grade 2, dan sisanya pada grade 1. Tabel 2. Karakteristik Subyek Variabel Tidak gondok gondok Total X� P Sex L P 8 (12.3%) 14(21.5%) 23(35.4%) 20(30.8%) 31 34 1.711 0.191 PekerjaanAyah Wiraswasta Tani 2(3.1%) 20(30.8%) 4(6.1%) 39(60.%) 6 59 0.001 0.978 Pendidikan Ortu SD/TS SLTP SLTA Sarjana 6(9.2%) 5(7.7%) 9(13.8%) 2(3.1%) 19(29.2%) 9(13.8%) 11(16.9%) 4(6.1%) 25 14 20 6 2.216 0.529 Subyek penelitian terdiri dari 31 anak laki-laki dan 34 anak perempuan, dari jumlah tersebut 35.4% anak laki-laki menderita gondok dan 30.8% perempuan menderita godok. Tabel 8menunjukan bahwa penderita gondok sedikit lebih banyak

diderita oleh anak laki-laki. Uji Statistik Chi-Square menunjukan bahwa tidak ada hubungan pembesaran kelenjar gondok dengan jenis kelamin sampel dengan nilai p = 0.191, artinya gondok sama-sama bisa terjadi pada perempuan maupun lakilaki. Pekerjaan orang tua bila dihubungkan dengan terjadinya kasus gondok pada sampel tergambarkan bahwa dari 43 anak yang menderita gondok 60% dari keluarga petani. Hal ini bisa terjadi karena dari sampel penelitian 90.8% dari keluarga petani dan hanya 9,2 % yang bekerja di bidang swasta. Hasil Analisa

statistik dengan uji Chi-square juga menunjukkan tidak ada hubungan jenis pekerjaan orang tua siswa dengan kejadian gondok yang dialami siswa. Tingkat pendidikan orang tua siswa mayoritas Sekolah Dasar yaitu dengan jumlah 25 orang, kemudian yang lulus SLTA ada 20 orang selebihnya SLTP dan Sarjana. Bila dilihat dengan angka penderita gondok maka jumlah penderita yang banyak adalah dengan orang tua lulusan SD 29,2% dan lulusan SLTA 16.9%, hal ini bisa terjadi karena jumlah orang tua yang lulusan SD dan SLTA juga tinggi. Uji statistik tidak menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan orang tua siswa dengan status gondok siswa, hal ini ditunjukkan dengan nilai p = 0.529. 9. Uji t-test antara Nilai Rata-rata PPKn Kelas I-VI dengan Status Gondok Setelah melihat rata-rata nilai raport mata pelajaran PPKn dari kelas I sampai dengan kelas IV (lihat tabel 9), maka dapat disimpulkan bahwa hanya pada saat kelas II terdapat perbedaan bermakna antara siswa yang menderita godok dengan siswa tidak menderita gondok, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji statistik dengan nilai signifikan (2-tailed) yaitu 0.012. Sedangkan untuk nilai rata-rata PPKnselainkelasIItidakmenunjukanperbedaansecarabermaknadengannilaip> 0.05. siswa kelas Tabel

Sehingga dapat disimpulkan nilai rata-rata PPKn tidak ada perbedaan antara penderita gondok dengan siswa yang tidak menderita gondok saat duduk di II. 3. Uji t-test antara nilai PPKn dengan Status Gondok

Variabel N Mean SD SE t p PPKn Kelas I Tidak Gondok 22 7.00 0.74 Gondok 43 6.82 0.72 0.10 PPKn Kelas II Tidak Gondok 22 7.16 0.70 Gondok 43 6.66 0.75 0.11 PPKn Kelas III Tidak Gondok 22 6.78 0.80 Gondok 43 6.65 0.65 0.09 PPKn Kelas IV Tidak Gondok 22 6.78 0.73 Gondok 43 6.63 0.64 0.09 PPKn Kelas V Tidak Gondok 22 6.93 0.90 Gondok 43 9.76 0.75 0.11 PPKn Kelas VI Tidak Gondok 22 7.12 0.80 Gondok 43 7.14 0.64 0.10

0.15 0.894 0.375 0.14 2.582 0.012 0.17 0.716 0.477 0.15 0.817 0.417 0.19 0.777 0.211 0.17 -0.107 0.190

10. Uji t-test antara Nilai Rata-rata Bahasa Indonesia Kelas I-VI dengan Status Gondok Dari 65 subyek penelitian disimpulkan tidak ada perbedaan antara nilai ratarata Bahasa Indonesia kelas I � VI dengan status gondok secara statistik. Hal ini ditunjukkan melalui uji t-test dengan nilai p > 0.05. Namun apabila dilihat dari nilai rata-rata tiap kelas penderita gondok mempunyai nilai rata-rata yang lebih rendah dari subyek yang tidak menderita gondok ( tabel 10). Tabel 4. Uji t-test antara nilai Rata-rata Bahasa Indonesia dengan Status Gondok Variabel N Mean SD SE t p B. Indonesia Kelas I Tidak Gondok 22 7.00 0.99 Gondok 43 6.51 1.14 0.17 B. Indonesia Kelas II Tidak Gondok 22 7.06 1.18 Gondok 43 6.52 1.05 0.16 B. Indonesia Kelas III Tidak Gondok 22 6.89 0.81 Gondok 43 6.71 0.82 0.12 B. Indonesia Kelas IV Tidak Gondok 22 6.81 0.70 Gondok 43 6.63 0.73 0.11 B. Indonesia Kelas V Tidak Gondok 22 7.07 0.78 Gondok 43 6.79 0.65 0.10 B. Indonesia Kelas VI Tidak Gondok 22 7.12 0.73 Gondok 43 7.05 0.70 0.10

0.21 1.687 0.096 0.25 1.851 0.288 0.17 0.821 0.215 0.15 0.971 0.189 0.16 1.537 0.184 0.15 0.387 0.188

11. Uji t-test antara Nilai Rata-rata Matematika Kelas I-VI dengan Status Gondok Nilairata-ratamatematikakelasI-VIanakpenderitagondoklebihrendahdari anak yang tidak menderita gondok. Angka rata-rata matematika terendah terjadi pada kelas IV baik penderita gondok maupun yang tidak menderita gondok. Setelah dilakukan uji statistik t-test tidak menunjukkan perbedaan secara nyata, hal ini ditunjukkan dengan nilai p > 0.05 ( lihat tabel 11).

Tabel 5. Uji t-test antara nilai Rata-rata Matematika dengan Status Gondok Variabel N Mean SD SE t p Matematika Kelas I Tidak Gondok 22 7.21 1.08 Gondok 43 6.62 1.32 0.20 Matematika Kelas II Tidak Gondok 22 7.07 0.91 Gondok 43 6.50 1.09 0.16 Matematika Kelas III Tidak Gondok 22 6.78 0.87 Gondok 43 6.62 0.97 0.14 Matematika Kelas IV Tidak Gondok 22 6.62 0.88 Gondok 43 6.54 0.78 0.12 Matematika Kelas V Tidak Gondok 22 6.85 1.08 Gondok 43 6.59 0.98 0.15 Matematika Kelas VI Tidak Gondok 22 7.01 0.74 Gondok 43 6.85 0.75 0.11

0.23 0.207 0.328 0.19 2.090 0.271 0.18 0.665 0.246 0.18 0.365 0.215 0.23 0.968 0.261 0.15 0.791 0.198

12. Uji t-test antara Nilai Rata-rata IPA Kelas III-VI dengan Status Gondok Mata pelajaran IPA mulai didapat oleh subyek mulai kelas III. Nilai rata-rata IPA penderita gondok lebih tinggi dari subyek yang tidak menderita gondok saat menduduki kelas IV dan kelas VI. Berbeda dengan nilai hasil uji beda secara statistik yang tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna karena nilai p dari kelas III � VI lebih besar dari 0.05 ( lihat tabel 12). Tabel 6. Uji t-test antara nilai Rata-rata IPA dengan Status Gondok Variabel N Mean SD SE t p IPA Kelas III Tidak Gondok 22 6.56 0.87 Gondok 43 6.38 0.97 0.14 IPA Kelas IV Tidak Gondok 22 6.29 0.89 Gondok 43 6.31 0.70 0.10 IPA Kelas V Tidak Gondok 22 6.77 0.76 Gondok 43 6.41 0.76 0.11 IPA Kelas VI Tidak Gondok 22 6.97 0.87 Gondok 43 7.08 0.68 0.10

0.18 0.805 0.219 0.19 -0.091 0.203 0.16 1.795 0.200 0.18 -0.529 0.196

13. Uji t-test antara Nilai Rata-rata IPS Kelas III-VI dengan Status Gondok Mata pelajaran IPS juga baru didapatkan subyek pada kelas III, dari nilai rata-rata dapat dilihat anak yang tidak menderita gondok mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi dari anak yang menderita gondok kecuali pada kelas III penderita gondok lebih tinggi rata-ratanya. Setelah dilakukan uji statistik hal tersebut tidak menunjukkan perbedaan secara nyata karena nilai p > 0.05 (lihat tabel 13). Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata IPS anak penderita gondok dengan anak yang tidak menderita gondok. Tabel 7. Uji t-test antara nilai Rata-rata IPS dengan Status Gondok Variabel N Mean SD SE t p IPS Kelas III Tidak Gondok 22 6.53 0.81 Gondok 43 6.36 0.71 0.10 IPS Kelas IV Tidak Gondok 22 6.29 0.70 Gondok 43 6.40 0.63 0.09 IPS Kelas V Tidak Gondok 22 6.54 0.98 Gondok 43 6.42 0.63 0.09 IPS Kelas VI Tidak Gondok 22 7.05 0.80 Gondok 43 7.02 0.73 0.11

0.17 0.844 0.196 0.14 -0.612 0.172 0.21 0.598 0.202 0.17 0.169 0.199

B. Pembahasan 1. Uji t-test antara Nilai Rata-rata Prestasi Belajar (raport) Kelas I-VI dengan Status Gondok Hasil uji t-test dari lima mata pelajaran (PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS) dari kelas I sampai kelas VI dapat disimpulkan tidak ada perbedaan secara bermakna, maka peneliti mencoba membahas secara bersama. Uji t-test antara rata-rata prestasi belajar dengan status gondok tidak ada perbedaankarenanilaip>0.05,halinidapatdiartikanprestasipenderitadanbukan penderita gondok adalah sama. Sesuai dengan hasil penelitian Kristiani dan Yayi (1990) yang menyatakan bahwa tidak ada indikasi nyata bahwa taraf kecerdasan umum populasi yang menderita defisiensi iodium lebih baik secara signifikan dari pada taraf kecerdasan umum yang tidak menderita defisiensi iodium. Tidak terdapatnya perbedaan prestasi belajar antara penderita dan bukan penderita gondok dari kelas I sampai dengan kelas VI ini dapat terjadi karena

subyek penelitian sebagian besar (40 siswa) dengan tingkat pembesaran grade I dan hanya ada 3 subyek yang menderita gondok dengan grade II. Sedang menurut Bonang (1978) gangguan pertumbuhan atau taraf kecerdasan akan terjadi pada penderita gondok yang berat atau kretin ( cit. kristiani dan Yayi, 1990). Sedangkan menurut Hartono (2002) anak yang terlahir dari wanita yang sehat yang tinggal di daerah difisiensi iodium akan mengalami hipotiroid konginetal, walaupunhanyabersifatsementaradapatmengakibatkangangguanperkembangan intelektual di kemudian hari. Dijelaskan juga difisiensi hormon tiroid selama intrauterin memberi resiko terjadinya developmental brain damage. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan intelektual anak dari ibu hamil didaerah difisiensi iodium mempunyai kemampuan yang tidak berbeda. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh penelitian petrus (2003), pembentukan sel otak berlangsung sejak janin berusia 12 minggu dalam kandungan hingga bayi berusia 6 bulan dan pembelahan sel otak berlangsung sejak bayi berusia 6 bulan hingga usia 3 tahun. Defisiensi iodium didalam fetus merupakan hasil dari defisiensi iodium ibu, konsekuensi defisiensi iodium selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya kerusakan sintesis hormon tiroid dari ibu dan anak, sedangkan periode pertumbuhan terjadi pada selama kehamilan dan 2 tahun setelah lahir (Delange dan Hetzel, 2004). Yasin (1989) melaporkan studinya di daerah endemis berat bahwa meskipun kretin secara klinis tidak terlihat lagi, namun hipotiroid pada neonatus secara luas masih terjadi. Pernyataan tersebut berasal dari 841 ibu bersalin 23% mempunyai TSH>5.1uU/ml, sedangkan 16.4% neonatus dengan TSH>20uU/ml dan 2.3% TSH>20 uU/ml. Jadi prestasi belajar siswa yang setelah dilakukan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna karena siswa sejak dalam kandungan ibu sudah mengalami defisiensi iodium, sehingga anak yang dilahirkan tidak ada perbedaan yang berarti kemampuan otaknya. Djokomoeljanto, 1974 (cit: Hartono dan Djokomoeljanto, 1993) Di daerah replete yaitu daerah yang dulu sebagai daerah endemik dan sekarang dalam keadaan non endemik maka masih terlihat akibat GAKI yeng berupa minimal brain dysfunction dan gangguan perkembangan neuro-physical-mental. Akibat utama hipotiroid waktu saraf berkembang selama dalam kandungan ibu hingga 3 tahun post-natal bersifat menetap. Pengaruh dari defisiensi iodium terhadap janin di daerah endemik berat tidak hanya menyebabkan kretin endemik namun juga menimbulkan gangguan-ganguan yang lebih ringan (kretin subklinik). Kretin sub

klinik jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kretin endemik dan populasi non kretin di daerah defisiensi iodium berat akan terganggu perkembangan mentalnya. Dirumuskan, �di daerah dimana ada defisiensi iodium berat, penduduk normal tidak selalu normal�. Seperti kondisi wilayah subyek penelitian, prestasi belajar siswa yang tidak berbeda dikarenakan subyek penelitian diambil dari daerah yang sama yaitu pada daerah endemik berat. 2. Kecenderungan (trend) Nilai Rata-rata Siswa Penderita Gondok dan Bukan Penderita Gondok Grafik 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata untuk anak penderita gondok mengalami peningkatan prestasi apabila dilihat dari klas I sampai kelas VI, beda halnya dengan anak yang tidak menderita gondok cenderung fluktuatif (grafik. 7). Apabila dilihat dari besaran angka rata-rata siswa penderita gondok nilai rataratanya lebih rendah dari nilai rata-rata kelas. Pada tingkatan kelas VI nilai rata-rata cenderung sama antara penderita dan bukan penderita gondok . Hal ini bisa dimungkinkan terjadi karena munculnya motivasi siswa untuk menghadapi ujian akhir. Bahri (2004) , motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktifitas nyata untuk mencapai tujuan. Menurut Walgito (2004), motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Sedangkan aspek dari motivasi tersebut adalah Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut, untuk hal ini adalah keinginan lulus sekolah. Pada penelitian ini peneliti tidak mengukur jenis dan bentuk motivasi siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Tiwari (1996) menyatakan bahwa anak dengan defisiensi iodium berat lebih lambat belajar dan memiliki motivasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan dengan defisiensi sedang. Perkembangkan fungsi kognitif anak dengan defisiensi iodium agak terhambat sehingga kemampuan konsentrasinya juga rendah. Jadi sesuai dengan penelitian ini anak dengan pembesaran gondok mempunyai nilai rata-rata dibawah rata-rata kelas dan rata-rata siswa yang tidak gondok secara umum. Hal menarik yang perlu dicermati adalah nilai rata-rata anak yang tidak menderita gondok, dari nilai rata-rata 5 mata pelajaran yang diamati mengalami penurunan dengan titik terendah pada saat duduk di kelas IV nilai rata-rata terendah pada mata pelajaran IPA dan IPS. Kelas V dan kelas VI sudah kembali pada posisi diatas nilai rata-rata anak yang menderita gondok. Hal tersebut sebenarnya juga

dialami oleh anak penderita gondok namun penurunannya tidak setajam anak yang Nilai Rata-rata tidakmenderitagondok.Penurunanterjadidimungkinkankarenaadanyaperubahan sistim pembelajaran saat siswa duduk di kelas IV yaitu dari sistem caturwulan ke sistem semesteran. Selain hal tersebut, apabila dilihat usia siswa ketika duduk di kelas IV lebih kurang 10 tahun, menurut Hurllock (1999) usia tersebut adalah saat mengalami penurunan perkembangan anak jika dibandingkan masa sebelumnya , anakmengalamiemosiyanghebatkarenaemosicenderungkurangmenyenangkan maka pada periode ini menjadi periode ketidakseimbangannya. Pada umumnya anak mula-mula bergairah ke sekolah namun pada saat akhir kelas dua banyak yang merasa bosan, mengembangkan sikap menentang dan kritis terhadap tugastugas akademis meskipun anak masih menyukai kegiatan non akademis. Grafik 6. Rata-rata nilai Penderita Gondok 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 PPKn 6.2 B.I MTMTK 6 IPA 5.8 IPS 1 2 3 4 5 6 Kelas Grafik 7. Nilai Rata -rata Sisw a Tidak Menderita Gondok 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7 7.2 7.4 1 2 3 4 5 6 KELAS NILAI RATA-RATA PPKn B.I MTMTK IPA IPS

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Angka kejadian gondok siswa lulusan Sekolah Dasar di Kecamatan Cangkringandaripenelitian observasional dengandisain kohortretrospektif ini adalah 66.2 % dengan jumlah sampel 65 anak dari 5 SD yang belum mendapat intervensi kapsul iodium. 2. Tidak ada perbedaan bermakna prestasi belajar (nilai raport kelas I � VI) siswa lulusan Sekolah Dasar yang menderita dan tidak menderita gondok . 3. Kecenderungan grafik prestasi belajar siswa yang menderita gondok naik tiap tahapan kelas. 4. Kecenderungan grafik prestasi belajar siswa yang tidak menderita gondok fluktuatif, titik terendah nilai rata-rata pada kelas IV dan semua pelajaran mengalami penurunan pada kelas IV. B. SARAN 1. Model penelitian yang mebandingkan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar perlu memperhitungkan lokasi sampel, karena membandingkan pada satu wilyah defisiensi iodium tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. 2. Indikator penentuan status gondok dengan cara palpasi masih perlu dipertimbangkan, selain tingkat subyektifitas yang tinggi tidak dapat menggambarkan status metabolik tubuh. 3. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa di daerah endemik gondok dengan menggunakan indikator selain nilai raport.

DAFTAR PUSTAKA Almatsier,S.2003, PrinsipDasarIlmuGizi,PT.GramediaPustakaUtama,Jakarta. Bahri,S. 2004. Psikologi Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Depkes, 1998. Profil Kesehatan Indonesia 1998. Pusat Data Kesehatan. Jakarta. Depkeskab.Sleman, 2003. Profil Kesehatan tahun 2003. Sleman. HartonoB,danDjokomoeljanto.1993. SpektrumDisfungsiPerkembanganHemisfer Otak di Daerah Defisiensi Iodium. Kumpulan Naskah lengkap Simposium GAKI. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. Hartono,B. 2002, Perkembangan Fetus Dalam Kondisi DefesiensiYodium dan Cukup Yodium, Jurnal GAKY Indonesia Vol.1 No.1 April 2002. Jakarta. --------. 2002. Manifestasi Klinik Derajat Ringan dari Kretin Endemik. Jurnal GAKY Indonesia Vol.4,No.2, April 2002. Hetzel, B.S. Delange. 2004. TowardtheGlobalEliminationofBrainDamageDueto IodineDeficiency.OxfordUniversityPress,YMALibraryBuilding,NewDelhi. Hurlock, E.B. Psikologi Perkembangan. Jakarta Penerbit Erlangga Edisi Kelima Kristiani&Yayi,1990. GondokdanKecerdasanAnakSekolahDasardiKecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat. Petrus. 2003. Status Gizi, Intelegensi dan Prestasi Belajar Murid Sekolah Dasar Suku Banjau di Kecamatan Tenanggea Kabupaten Kendari. Tesis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Sullivan, Kevin M., Warwick May, Dale Nordenberg, Robin Houston and Glen F.Maberly, 1997, Use of Thyroid Stimulating Hormone Testing in Newborns to Identy Iodine Deficiency, The Journal of Nutrition :127(!)p55-58. Thaha, A.R., Djunadi M.D., Nurhaedar,J. 2001. Analisis Faktor Risiko Coastal Goiter, Kumpulan naskah pertemuan ilmiah nasional GAKY. Balai Penerbit Undip. Tiwari, B.O. Godbole,M.M, Chattopadyay,N. Mandal,A., Mithal. 1996. A Learning Disabilities and Poor Motivation to Achieve due to Prologed Iodine Deficiency. Amirican Journals of Clinical Nutrition. Walgito, B. 2003. Pengantar Psikologi. Penerbit Andi . Yogyakarta.