Nasihat

  • Uploaded by: abu abdirrahman
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nasihat as PDF for free.

More details

  • Words: 11,211
  • Pages: 62
NASIHAT-NASIHAT UNTUK KAUM MUSLIMIN

NASEHAT UNTUK IKHWAN DAN AKHWAT Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Salah satu upaya untuk menjaga shalat fajar tepat pada waktunya dan melaksanakannya secara berjamaah, maka hendaklah seseorang bersegera untuk tidur dan tidak begadang terlalu malam. Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membenci tidur sebelum Isyak dan ngobrol sesudahnya. Disyariatkan bagi mukminin dan mukminat mencurahkan segala kemampuannya untuk menjaga shalat agar tepat pada waktunya tidak begadang setelah Isyak, karena hal itu terkadang menjadikan seseorang ketiduran -ketinggalan Shalat Fajar--. Seyogyanyalah pada saat-saat yang perlu dicermati ini kita saling tolong menolong agar bisa melaksanakannya. Sebagaimana layaknya tolong menolong antar anggota keluarga dalam menunaikan urusan shalat Fajar ini. Allah berfirman : "Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran". (AlMaidah : 2) "Artinya : Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benarbenar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". (Al-Ashr : 1-3). Wajib bagi kaum muslimin saling memberi nasehat dan berwasiat tentang kebenaran, tolong menolong dalam kebaikan, dan amar ma'ruf nahi mungkar sebelum terjadinya hukuman dari Allah. Telah ada hadist shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkenan dengan perkara tersebut : 2

"Artinya : Sesungguhnya manusia, apabila melihat kemungkaran dan tidak berupaya untuk merubahnya, dikhawatirkan Allah akan menyegerakan hukuman bagi mereke secara umum". "Artinya : Ad-dien itu adalah nasihat, ad-dien itu adalah nasihat, ad-dien itu adalah nasihat'. (Nasihat artinya sucinya hati atau ikhlas). Maka bertanyalah sahabat, 'Untuk siapa Ya Rasulullah ?'. Nabi menjawab : 'Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan Imam-imam kaum muslimin, serta kaum muslimin semuanya". Berkata Jarir bin Abdullah Al-Bajaliy Radhiyallahu anhu. "Artinya : Aku membai'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menegakan shalat, menunaikan zakat dan nasehat untuk setiap muslim". Disyari'atkan bagi setiap muslim manakala mendengar ajaran yang berfaedah agar menyampaikannya kepada yang lain, demikian pula muslimat agar supaya menyampaikan kepada yang lain, manakala mendengar ilmu yang bermanfaat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi, "Sampaikan ajaran dariku sekalipun hanya satu ayat". Adalah Nabi manakala berkhotbah di hadapan manusia beliau bersabda : "Hendaklah orang yang menyaksikan (hadir) menyampaikan kepada yang tidak hadir, adakalanya seorang penyampai ajaran (mubaligh) tidak lebih menguasai dari yang sekedar mendengar". Sabdanya lagi : "Artinya : Barangsiapa meniti jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan permudah baginya jalan menuju jannah". Termasuk dalam hadits ini adalah, bagi siapa saja yang datang ke masjid, atau tempat yang terdapat disana halaqah ilmu dan pengajaran ilmu yang bermanfaat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Artinya : Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kabaikan, maka Allah fahamkan dia terhadap agama. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 3

"Artinya : Allah pasti melihat dengan kasih sayang-Nya terhadap seseorang yang mendengar perkataanku (Nabi), lalu meresponnya dengan baik kemudian melaksanakannya sebagaimana yang di dengar, adakalanya pembicara (mubaligh) itu lebih pandai daripada pendengar adakalanya mubaligh itu menyampaikan kepada yang lebih pandai darinya". "Artinya : Tidalah suatu kaum itu berkumpul di rumahrumah Allah, kemudian mereka membaca kitabullah dan saling mengajarkan di antara mereka kecuali rasa tenang akan turun kepada mereka, mereka akan Allah dengan rahmat dan akan dikelilingi Malaikat serta mereka diingat Allah tentang apa-apa yang ada di sisi-Nya". Ini menunjukkan disyariatkannya berlomba dalam halaqah ilmu, menaruh perhatian besar terhadapnya, dan tamak untuk berkumpul dalam rangka tilawatul qur'an dan saling mengajarkannya. Diantaranya ialah mendengarkan acara-acara keagamaan, penyampaian hadits-hadits yang bermanfaat, penyiaran tilawah qur'an yang dipandu oleh mereka yang dipandang mampu dalam bidang ilmu agama dan bashirah (hujjah) serta kebaikan aqidah. Sebagaimana sudah dimaklumi, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah, sudah semestinya dilakukan berdasarkan ilmu. Manusia tidak akan mengerti hakekat ibadah yang telah dibebankan kepadanya kecuali dengan belajar dan mendalami agama. Allah berfirman : "Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (AdzDzariyat : 56). Ibadah yang bagaimanakah yang diwajibkan kepada kita untuk mempelajari dan mempelajarinya ? Yaitu segala sesuatu yang disyari'atkan Allah dan dicintainya untuk dilakukan hamba-Nya, seperti shalat, zakat, shiyam dan selainnya. Kemudian Allah berfirman : 4

"Artinya : Dan orang-orang yang membayar zakat". Zakat adalah haqqul mal, Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengeluarkan zakat dari sebagian hartanya kepada yang berhak menerima. Allah mewajibkan bagi pembayar zakat agar ikhlas karena Allah berharap pahalaNya serta takut terhadap hukumannya. Allah berfirman : "Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin". (At-taubah : 60). Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya : "Artinya : Mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya". Setelah Allah menyebutkan shalat, zakat, loyalitas diantara kaum mukmin, amar ma'ruf nahi mungkar, Allah berfirman : "Artinya : Mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya". Yaitu, (taat) dalam segala sesuatu, seperti taat dalam masalah amar ma'ruf nahi mungkar, shalat dan zakat. Pendek kata, mentaati Allah dalam segala hal. Demikian sifat mukminin dan mukminat, yaitu mereka selalu mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya dimanapun mereka berada. Agama seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan ketaatan yang utuh kepada-Nya. Allah berfirman : "Artinya : Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat karunia Allah". Kemudian Allah menjelaskan bahwasanya orang-orang yang istiqamah dalam agamanya, menunaikan kewajiban terhadap Allah, mentaati-Nya dan mentaati Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam, mereka itulah yang berhak mendapat karunia di dunia dan di akhirat karena ketaatannya kepada Allah, keimanan dengan-Nya serta pelaksanaan kewajiban terhadap-Nya. Hal itu juga menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi orang yang berpaling, lalai dan orang-orang yang mengabaikan kewajiban, maka bagi mereka sama halnya 5

dengan menyodorkan dirinya untuk di adzab Allah dan dimurkai-Nya. Rahmat Allah bisa diperoleh dengan amal shalih dan kesungguhan dalam mentaati Allah dan menegakkan perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berpaling serta mengikuti hawa nafsu atau setan, maka baginya naar pada hari kiamat. Allah berfirman : "Artinya : Adapun orang-orang yang melampui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya narlah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya janahlah tempata tinggal(nya)". (An-Naziat : 38-41). Kita memohon kepada Allah dengan Asma'ul Husna-Nya dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, semoga Allah menunjukkan kita dan segenap kaum muslimin kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, semoga Allah memperbaiki hati kita dan amal kita sekalian, semoga Allah memberi rezeki berupa kemampuan melaksanakan Tawashau bil haq dan tawashau bish shabr, tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, mengutamakan akhirat atas dunia, mempunyai keinginan untuk tetap memiliki keselamatan hati dan amal, ambisi untuk bermanfaat bagi kaum muslimin di manapun mereka berada. Kita memohon kepada Allah semoga Dia memenangkan agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, membimbing para pemimpin kaum muslimin keseluruhan, memperbaiki hati dan amal mereka, memberi mereka pemahaman agama dan kelapangan hati untuk berhukum dan memutuskan perkara dengan syari'at-Nya, tetap istiqamah di jalan-Nya. Mudah-mudahan Allah senantiasa melindungi kita dan seluruh kaum muslimin di segala penjuru dari berbagai macam fitnah dan ujian, menghinakan musuh-musuh 6

Islam di manapun mereka berada, membatasi ruang lingkup kekuasaan mereka, serta menolong ikhwanikhwan kita para mujahidin fie sabilillah di setiap tempat. Sesungguhnya Allah pemimpin kaum muslimin dan Maha Kuasa atasnya. Wa shalallahu wasallam 'ala nabiyina Muhammadin wa alihi shahbihi ajma'iin. Disalin dari buku Akhlaqul Mukminin wal Mukminat, dengan edisi Indonesia Akhlak Salaf, Mukminin dan Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, hal. 50-58, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Ihsan Hukum ISBAL (menjulurkan Kain/pakaian di bawah mata kaki) Allah menghalalkan pakaian sebagai penutup aurat, juga sebagai perhiasan tetapi penghalalan tersebut memiliki batasanbatasan tertentu yang tidak boleh dilanggar. “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al A’raaf: 26)

7

Berlebihan dalam memanjangkan pakaian bagi laki-laki tidak dibenarkan dalam Islam. Maka kita sebagai orang yang mengaku muslim tidak selayaknya sengaja mengulurkan pakaian bawah (celana) kita dari batas yang ditentukan. Unsur kesengajaan inilah yang dilarang, baik disertai kesombongan (kebanggaan atas mode) ataupun tidak, karena Rasulullah melarangnya tetapi tentunya tidak sama antara dosa Isbal (memanjangkan) yang disertai kesombongan dan Isbal yang tidak disertai kesombongan. A. Isbal karena Sombong Merupakan Dosa. 1. Dalil – dalil dari Al Qur’an Allah berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekalian tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan setinggi gunung.” (Al Israa: 37) “Sesungguhnya Alah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman: 18) 2. Dalil – dalil dari Hadits Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya (sampai menutupi mata 8

kaki) karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari & Muslim) “Allah tidak melihat (dengan disertai rahmat) di hari kiamat kepada orang yang menyeret kain sarungnya dengan sombong.” (HR. Bukhari & Muslim) “Isbal itu ada pada sarung, gamis, dan sorban. Barangsiapa menyeret sebagian darinya dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan An Nasa’i dengan sanad shahih) B. Isbal bukan karena sombong Ketiga hadits diatas memakai taqyid (batasan) dengan kesombongan, tetapi ada juga larangan isbal meskipun tidak disertai kesombongan. Bahkan Isbal itu sendiri sudah mengandung unsur kesombongan baik bermaksud sombong atau tidak, apalagi kalau sudah mengikuti trend. Kita simak hadits-hadits berikut ini: 1. Dari Abu Dzar Al Ghifary d , Rasulullah j bersabda: “Tiga kelompok orang yang tidak akan dilihat oleh-Nya, juga tidak akan di bersihkan dan bagi mereka adzab yang 9

pedih.” Rasulullah mengulang-ngulang perkataannya itu tiga kali. Abu dzar berkata, “Sungguh celaka dan rugi mereka itu ! siapa gerangan mereka itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “ (1) Al Musbil (Orang yang memanjangkan pakaiannya sampai menutupi mata kaki.) (2) Al Mannan (orang yang suka memberi sesuatu, tapi suka mengungkit-mengungkit pemberiannya) (3) dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah bohong.” (HR. Muslim, Abu dawud dan lainnya) 2. Dari Abu Hurairah t , ia berkata: “Tatkala seorang laki-laki shalat dengan meng-isbalkan kain sarungnya, Rasulullah j berkata kepadanya: “Pergi berwudhulah kamu!” diapun pergi berwudhu, kemudian datang, Rasulullah j bersabda: “Pergilah kamu berwudhu!” Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah, kenapa engkau menyuruhnya berwudhu kemudian engkau membiarkannya?” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya dia itu shalat dengan mengisbalkan kain sarungnya dan sesungguhnya Allah tidak menerima shalat laki-laki yang isbal.” (HR. Abu dawud dengan sanad shahih dengan syarat Muslim)

10

Jika seseorang berkata: “Saya Isbal tanpa kesombongan.” Kita katakan kepadanya bahwa isbal itu sendiri – meskipun tanpa niat sombong – merupakan kesombongan, karena model pakaian seperti itu penuh dengan unsure kesombongan. Apalagi jika mengikuti trend mode orang kafir. 3. Rasulullah r bersabda : “Dan Hindarilah meng-isbalkan kain, karena hal itu termasuk kesombongan dan sesungguhnya Allah tidak suka kesombongan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih, Tirmidzi berkata: “Hadits Hasan Shahih”) 3. Al Hafizh Ibnu Hajar, di dalam kitab Fathul Bari mengatakan: “Sesungguhnya isbal pasti akan berbentuk menjulurkan pakaian (hingga menutupi mata kaki), sedangkan menjulurkan pakaian pasti membawa konsekuensi pada kesombongan, sekalipun pelakunya tidak bermaksud sombong. Ini didukung oleh riwayat dari Ibnu Umar d yang marfu’ (terangkat sampai) kepada Nabi j , bahwa beliau bersabda: “…Hati-hatilah kamu, jangan sekali-kali kamu memanjangkan kain (hingga menutupi mata kaki), sesungguhnya memanjangkan kain merupakan pangkal kesombongan.” 11

(Hadits shahih, silakan lihat di dalam kitab Fathul Bari) Ada yang mengatakan isbal itu tidak haram, jika tanpa kesombongan. Pendapat ini salah, sebab Rasulullah j mengatakan bahwa isbal itu sendiri merupakan madzhar (fenomena) kesombongan, meskipun hati kita tidak bermaksud begitu / tidak berniat sombong. Pertanyaannya, manakah yang lebih kuat? Pendapat orang tersebut atau perkataan Rasulullah j ? sedangkan Rasulullah j berbicara berdasarkan wahyu Alah, lihatlah firman Allah berikut ini : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (An Najm:3-4) C. Ancaman Neraka bagi orang yang melakukan Isbal, sekalipun bukan karena sombong. Hadits dari Abu Hurairah d , bahwasanya Rasulullah j bersabda : “Kain yang (menutupi) sampai bawah mata kaki, maka mata kaki itu di neraka.” 12

(HR Bukhari) Jadi, panjang maksimal pakaian (bawah) laki-laki muslim adalah sampai mata kaki saja, tidak boleh lebih dari itu. D. Perintah meninggikan/ mengangkat kain di atas mata kaki a. Dari Jabir bin Sulaim, bahwasanya Rasulullah j bersabda : “Angkatlah kainmu sampai dengan setengah betis, kalau engkau tidak mau maka sampai kedua mata kaki. Dan hindarilah meng-isbal-kan kain, karena hal itu termasuk kesombongan dan sesungguhnya Allah tidak suka kesombongan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih. Tirmidzi berkata: “hadits hasan shahih”) b. Dari Amr bin Syarid d , ia berkata : Rasulullah j melihat dari kejauhan seseorang yang menjulurkan kainnya (hingga menutupi mata kaki), kemudian beliau bersegera sambil berlari-lari kecil menuju kepadanya, lalu bersabda: “Angkat (tinggikanlah) kainmu, dan takutlah kepada Allah” (HR Ahmad serta yang lainnya. Dan hadits ini serta dengan persyaratan Bukhari – Muslim) hadits ini memperlihatkan betapa bersemangatnya Rasulullah ρ ketika 13

hendak menegur seseorang yang mengisbalkan pakaiannya. Menurut kaidah bahwa pada asalnya perintah itu menunjukkan wajib, berdasarkan firman Allah: “Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah-Nya tajut akan ditimpa fitnah (kekafiran) atau ditimpa azab yang pedih.” (An Nur: 63)

B. Larangan Isbal secara mutlak 1. dari Mughirah bin Syu’bah d , ia berkata: Rasulullah j bersabda : “Wahai Sufyan bin Sahl, jangan engkau isbal, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang musbil.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah dan dihasan-kan oleh Syaikh Al Albani) 2. dari Jabir bin Sulaim, sesungguhnya Rasulullah j bersabda kepadanya : “hati-hatilah, jangan sekali-kali kamu menjulurkan kain (hingga menutupi mata kaki), karena sesungguhnya menjulurkan kain (hingga menutupi mata kaki) merupakan pangkal kesombongan yang tidak sukai Allah.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih. Tirmidzi berkata: “hadits hasan shahih”) 14

3. menurut kaidah bahwa pada asalnya , suatu larangan menunjukkan pengharaman, berdasarkan sabda Rasulullah j : “Apabila aku perintahkan kamu dengan suatu perintah, maka datangi (patuhilah) perintah itu semampu kalian, dan apabila aku larang kamu terhadap sesuatu, maka tinggalkanlah larangan itu.” (HR Bukhari dan Muslim) Artinya jika ada perintah dari Rasulullah j maka dikerjakan semampunya. Tapi jika ada larangan dari Rasulullah j maka harus ditinggalkan atau dengan kata lain larangan tidak boleh ditinggalkan dengan semampunya tapi harus benar-benar ditinggalkan. Karena hadits-hadits di atas berisi tentang larangan-larangan dari Rasulullah j , maka larangan tersebut harus dijauhi dan tidak keringanan baginya. C. Batasan kain (bagian bawah ) untuk laki-laki Dari Abu Sa’id Al Khudry d , dia berkata: “Rasulullah j bersabda : “Batas kainnya orang muslim laki-laki itu sampai dengan setengah betisnya. Tidak dosa jika terletak diantara setengah betis dan kedua mata kakinya. Adapun yang ada dibawah mata kaki 15

maka itu bagiannya ada di neraka. Barangsiapa yang emnjulurkan sarung (kain)nya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat.” (HR Ahmad, Abu Daud dengan sanad shahih, Ibnu Majah, dan Malik) D. Bagaimana dengan kaos kaki Memakai kaos kaki bukan termasuk isbal, sebab isbal ialah memanjangkan pakaian (celana, sarung, gamis) yang dipakai dari atas. Wallahu a’lam E. Syubhat Ada sebagian orang yang suka isbal dengan berdalil pada kisah Abu Bakar t , beliau berkata: “Wahai Rasulullah , sesungguhnya sarung saya mengulur (dengan sendirinya) kecuali kalau saya terus memperhatikan dengan memeganginya.” Maka Rasulullah j berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau bukan termasuk orang yang melakukannya dengan disertai kesombongan.” (HR Bukhari) Berdalil dengan hadits ini untuk membolehkan isbal adalah keliru , dia entah lupa atau tidak tahu makna kata “mengulur dengan sendirinya”. Abu Bakar d tidak sengaja mengulurkan kain sarungnya, ini tentu saja berbeda dengan membuat atau memesan 16

pakaian yang melebihi mata kaki. Janganlah kita mencari-cari alasan dengan meninggalkan dalil-dalil yang jelas dan shahih. F. Bahwa Umat diperintah untuk beruswah (mengambil Suri teladan dari Nabi r ) Allah berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat.” (Al Ahdzb: 21) Dalam hal ini, Nabi j sebagai manusia yang paling bertakwa dan sebagai insan pilihan, pakaiannya adalah setengah betis. (HR Ahmad dan Tirmidzi dengan sanad shahih) Rasulullah j tatkala melihat orang yang isbal untuk menutupi aib kakinya, beliau langsung memegang ujung kain bajunya serta bertawadhu’ karena Allah sambil berkata: “Hamba-Mu…” lalu berkata kepada orang yang menjulurkan kain karena untuk menutupi cacat kakinya itu: “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang isbal.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Thabrani dan para perawinya tsiqah jadi hadits ini derajatnya shahih) Suatu hari Rasulullah j melihat Ubaid bin Khalid mengenakan kain panjang melebihi 17

kedua mata kakinya, Rasulullah j langsung mengatakan kepadanya.” Apakah kamu tidak mendapatkan contoh dalam diri saya?” (HR Tirmidzi dan An Nasa’i) Jika kita mencintai Rasulullah j kita harus mengikuti petunjuknya dan jangan mencari-cari alasan yang tidak syar’i. Ingatlah seorang shahabat Rasulullah yang memanjangkan pakaian bawahnya, ketika dikatakan oleh Rasulullah j . “Sebaik-baik laki-laki adalah Khuraim Al Asadiy, seandainya tidak terlalu panjang rambut dan tidak isbal kainnya.” Maka tatkala perkataan itu sampai kepada Khuraim, dia langsung memotong rambut (kepalanya) dan mengangkat kainnya. (HR Abu Daud dengan sanad hasan , kecuali Qois ibn Bisyr yang masih diperselisihkan tapi Imam Muslim telah meriwayatkan hadits lewat beliau (yakni lewat Qois ibn Bisyr)) Itulah kepatuhan Khuraim, dia langsung menanggapi ungkapan Rasulullah j dengan melaksanakan perintah Rasulullah j , tanpa mengatakan “Saya Isbal bukan karena sombong”…inilah ciri muslim sejati. Akhirnya marilah kita renungkan… Rasulullah j adalah manusia yang paling taqwa dan yang paling jauh dari kesombongan. Beliau orang paling tawadhu’. Tapi beliau menaikkan 18

pakaiannya di atas mata kakinya bahkan sampai separuh betis. (“Bahwasanya pakaian beliau Rasulullah j sampai setengah betis.” HR Ahmad dan Tirmidzi di dalam kitab Asy Syama’il dan selain keduanya, hadits ini shahih) Rasulullah j dan para shahabatnya d saja mau melakukan hal ini. Bagaimana dengan kita? Apakah kita adalah orang yang lebih baik dari mereka?

MERAJALELANYA BUNYI-BUNYIAN [MUSIK] SERTA DIANGGAP HALAL Oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MUKADIMAH Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti, terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan, riba dan sejenisnya. Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga 19

merupakan seruan untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak. ________________________________ Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka. 'Ada yang bertanya kepada Rasulullah'. Wahai Rasulullah, kapankah hal itu terjadi.? Beliau menjawab. 'Apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan penyanyipenyanyi wanita". [Bagian awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350 dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-Haitsami berkata : 'Diriwayatkan oleh Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Abiz Zunad yang padanya terdapat kelemahan, sedangkan perawi-perawi yang lain bagi salah satu jalannya adalah perawi-perawi shahih'. Majma'uz Zawaid 8:10. Al-Albani berkata : 'Shahih'. Shahih AlJami' Ash-Shaghir 3:216 hadits no. 3559] Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata di mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal, mereka itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyipenyanyi) dalam hadits diatas. Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah diancam akan ditimpa tanah longsor, kerusuhan (penyakit muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas. Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin 20

Ammar (ia berkata) : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalal kan perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada kaum yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para pengembala dengan kambingnya menggunjingi mereka, lantas mereka di datangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami esok hari'. Kemudian pada malam harinya Allah membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka, sedang yang lain (yang tidak binasa) diubah wajahnya menjadi monyet dan babi sampai hari kiamat".[Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah, Bab Maa Jaa-a fi Man Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi Ismihi 10:51]. Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi' (terputus sanad atau jalan periwayatannya), tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid [AlMuhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad Syakir, Mansyurat Al-Maktab At-Tijari, Beirut]. Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan bahwa pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi [Tahdzib As-Sunan 5:270-272]. [1] Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits darinya. Apabila beliau meriwayatkan 21

hadits darinya secara mu'an'an (dengan menggunakan perkataan 'an /dari) maka hal itu telah disepakati sebagai muttashil karena antara Bukhari dan Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila beliau (Bukhari) berkata : "Telah berkata Hisyam" maka hal itu sama sekali tidak berbeda dengan kalau beliau berkata, "dari Hisyam ....." [2] Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, "Al-Hasan telah memberitahu-kan kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami" dengan isnadnya dan matannya. [3] Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam. Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu. [4] Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar dari Hisyam, maka beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa hadits ini menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak menyebut perantara antara beliau dengan Hisyam. Hal ini dimungkinkan karena telah demikian masyhur perantaraperantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan demikian hadits tersebut sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam. [5] Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, "Telah berkata si Fulan", maka hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.

22

[6] Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah dengannya, tidak sekedar menjadikannya syahid (saksi atau pendukung terhadap hadits lain yang semakna), dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa diragukan lagi. Ibnu Shalah[1] berkata : "Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu Muhammad bin Hazm Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu Malik". Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut, kemudian berkata. "Hadits tersebut sudah terkenal dari orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau berbuat demikian karena beliau telah meyebutkannya pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya yang bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan lain yang tidak laik dikatakan haditsnya munqathi'. Wallahu a'lam. [Muqaddimah Ibnush Shalah Fii 'Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52]. Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya sebagian orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan untuk memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas bahwa hadits-hadist yang melarangnya adalah shahih, dan umat ini diancam dengan bermacam-macam siksaan apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan (almalahi) dan merajalela pula kemaksiatan. [Disalin dari buku Asyratus Sa'ah Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusub bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal. 108111 terbitan Pustaka Mantiq Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir Fadholi] 23

_________ Foot Note. [1] Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu Amr Utsman bin Abdur Rahman Asy-Syahrazuri yang terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang ahli agama yang zuhud dan wara' serta ahli ibadah, mengikuti jejak Salaf yang Shalih. Beliau memiliki banyak karangan dalam ilmu hadits dan fiqih, dan memimpin pengajian di Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat pada tahun 643H [Al-Bidayah Wan-Nihayah 13:168]

Tsa'labah Bin Hathib Yazid bin Abdul Qadir Jawas KATA PENGANTAR Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani). Menjunjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 24

Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat dengan maksud untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut. HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB "Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku". Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah AlBaahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)".

25

Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'. Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan. Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta 26

Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !. Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat : "Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)". (At-Taubah : 75-76). Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : "Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka. KETERANGAN : Hadits ini sangat Lemah Sekali. 27

Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah : 1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.  Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata : "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).  Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).  Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".  Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan orang yang kuat". (Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, AlJarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 :314). 2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.  Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib :258).  Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134). Para Ulama yang melemahkan haditshadits ini diantaranya ialah :  Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).

28









Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272) Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266). Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi : "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:6667). Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).

RIWAYAT YANG BENAR Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :  Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat 3:36.  Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.  Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208  Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab AlIshaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198 Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid AlHalabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr". Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar. 29

"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah". (Hadits Riwayat Ahmad 3:396). SIKAP KITA Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti : 1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek. 3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya. Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda : "Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia". (Hadits Riwayat Thabrani) Wallaahu a'lam bish shawaab MENGGAPAI KEHIDUPAN BAHAGIA Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'dy

30

Muqaddimah Segala puji bagi Allah, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Semoga shalawat dan salam tetap atas beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya. Amma ba'du. Ketenangan hati, kebahagiaannya dan hilangnya kegundahan adalah keinginan setiap orang. Dengan itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan tenteram dapat dicapai. Dan untuk mendapatkan itu semua ada beberapa faktor yang harus dipenuhi. Ada faktor diniyah (keagamaan), faktor alami dan faktor amaliah (amal, pekerjaan). Hanya orang-orang mu'min saja yang mampu memenuhi tiga faktor tersebut. Adapun selain orang-orang mu'min, maka, kalaupun dari satu segi, sebagian dari faktor-faktor tersebut dapat dicapai dengan jasa dan usaha para cendekiawan mereka; akan tetapi banyak segi-segi lain yang lebih bermanfaat, lebih kuat dan lebih baik -baik jangka pendek atau jangka panjangyang tidak mampu mereka dapatkan. Dalam buku kecil ini saya akan menyebutkan apa yang ada dalam benak saya sehubungan dengan faktor-faktor yang menunjang tercapainya kebahagiaan sebagai cita-cita utama yang diinginkan oleh setiap orang. Ada sebagian orang yang sudah memenuhi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut, sehingga dapat hidup dengan tenang dan baik. Ada sebagian lagi sama sekali tidak memenuhi faktor-faktor tersebut, sehingga dia hidup sengsara dan tidak bahagia. Dan ada lagi yang setengahsetengah. Hanya Allah lah yang mampu memberikan 31

taufik dan pertolongan untuk menggapai semua kebaikan dan menolak setiap kemudharatan.

Pasal pertama : Iman dan Amal Shalih 1. Faktor paling penting dan paling mendasar untuk menggapai bahagia adalah: Iman dan amal shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik lakilaki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh-nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97) Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberita-kan dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpul-kan antara iman dan amal shalih untuk mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan balasan yang baik pula di dunia dan akhirat. Sebabnya sudah jelas, karena orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan iman yang benar yang dapat membuahkan amal shalih dan dapat memperbaiki kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan keduniaan dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan. Kemungkinan baik yang mendatang-kan kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan bu-ruk yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan kesedihan. 32

Kebahagiaan dan kesenangan mereka sambut dengan menerimanya, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Dan bila mereka berhasil menerima dan mempergunakannya dengan cara semacam itu, maka akan timbullah sebagai buahnya --dari akumulasi suka cita dan keinginan untuk mempertahankan kebera-daan dan keberkahan nikmat tersebut serta harapan untuk memperoleh pahala syukur-- hal-hal besar lainnya yang kebaikan dan keberkahannya melebihi kebahagiaan dan kesenangan yang pertama. Begitu pula dengan cobaan, kemudharatan, kesempitan dan keruwetan. Yang mampu dia atasi dia pecahkan, yang hanya dapat dia minimalisasi dia lakukan dan yang tidak boleh tidak harus dia hadapi dia hadapi dengan kesabaran. Dan sebagai dampak dari akumulasi 'kemampuan menghadang ujian plus percobaan dan kekuatan' juga akumulasi dari 'kesabaran plus pengharapan akan pahala' maka mereka akan mendapatkan hal-hal besar lainnya yang dengan hal-hal tersebut semua ujian dan cobaan apapun tidak akan terasa bahkan akan berubah menjadi kesenangan dan harapan-harapan baik serta keinginan untuk mendapatkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahu wa a'ala. Seperti yang diungkapkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, beliau bersabda: "Sungguh luar biasa urusan seorang mu'min itu. Sesungguh-nya setiap urusannya (akan mendatangkan) kebaikan. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan untuknya. Bila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu adalah kebaikan untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapa pun kecuali untuk seorang mu'min." (HR. Muslim) 33

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa seorang mu'min akan dilipatgandakan kebaikannya dan buah amal-amalnya dalam kondisi yang dia hadapi, dalam kondisi nikmat atau musibah. Oleh karena itu, anda bisa mendapati dua orang yang mendapatkan ujian yang sama atau nikmat yang sama, tetapi ternyata, keduanya berbeda dalam cara menghadapinya. Hal itu kembali pada perbedaan keduanya dalam kualitas iman dan amal shalihnya. Yang satu dapat menghadapi kondisi nikmat atau musibah dengan syukur dan sabar, sehingga dia merasa senang dan suka cita. Sementara kesumpekan, keruwetan, kegundahan, perasaan sempit dada dan kesulitan hidup juga akan hilang, dan akhirnya dia bisa mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini. Adapun orang satunya lagi, dia sambut kondisi nikmat dengan keangkuhan, menolak kebenaran dengan kezhaliman, sehingga moral dan tingkah lakunya menjadi melenceng. Dia sambut kondisi nikmat itu seperti hewan, dengan penuh tamak dan loba. Walaupun demikian, hatinya tetap tidak merasa tenang bahkan terasa seperti dicabik-cabik dari segala penjuru. Dia khawatir kalau apa yang dia nikmati hilang, dia khawatir akan banyaknya tantangan-tantangan yang timbul menghadangnya, dia khawatir dan tidak tenang. Karena hawa nafsu itu tidak akan berhenti pada batas tertentu, tapi dia akan terus ingin mendapatkan yang lainnya lagi yang barangkali bisa dia raih, bisa juga tidak. Kalau berhasil diraih, kekhawatirankekhawatiran yang pertama tadi akan menghampirinya. Dia juga akan sambut musibah yang menghadangnya dengan kegoncangan, kegundahan, rasa takut dan jengkel. 34

Bila sudah demikian, jangan tanyakan lagi bagaimana dia akan ditimpa kesulitan hidup, ditimpa penyakit-penyakit saraf dan perasaan takut yang mengkhawatirkan. Karena dia saat itu tidak mengharapkan pahala dari Allah dan tidak punya kesabaran yang dapat menghibur dan membuat penderitaannya berkurang. Hal di atas dapat kita saksikan sendiri dalam kenyataan. Bila anda renungi kondisi orang-orang sekarang ini, anda akan melihat bahwa perbedaan yang besar antara seorang mu'min yang bekerja dan bertindak dengan konsekwensi keimanannya dengan yang tidak demikian, yaitu bahwa agama itu sangat mendorong dan menganjurkan agar orang bersifat qona'ah (menerima) dengan rezeki Allah Subhanahu wa Ta'ala, karunia dan kemurahanNya yang bermacam ragam. Seorang mu'min --bila ditimpa penyakit, kefakiran dan berbagai musibah yang dapat menimpa setiap orang-dengan keimanannya, juga dengan sifat qona'ah dan kerelaannya atas apa yang diberikan Allah kepadanya, dia akan tetap terlihat tenang. Hatinya tidak menuntut mencapai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada di atasnya. Dan barangkali kebahagiaan, kesenangan dan ketenangannya melebihi orang yang berhasil meraih tuntutan-tuntutan duniawinya tetapi tidak qana'ah. Sebagaimana anda juga dapat menyaksikan orang yang bertindak dan beramal tidak sesuai dengan konsekwensi keimanan, bila ditimpa sedikit kekurangan atau tidak berhasil meraih sebagian tuntutan duniawinya, dia merasa di puncak kesengsaraan dan kesusahan. Contoh lain, apabila terjadi hal yang menakutkan atau hal-hal yang mengganggu lainnya, anda akan lihat bahwa orang yang benar iman-nya, hatinya kuat, jiwanya tenang, dia mampu 35

mengurus dan menjalani apa yang menimpanya dengan kemampuan pikiran, perkataan dan amalnya. Semua itu akan memper-kuat dirinya bila berhadapan dengan gangguan atau musibah yang menimpanya. Kondisi semacam inilah yang dapat menenangkan manusia dan menguatkan hatinya. Sebaliknya kondisi orang yang tidak mempunyai iman, bila terjadi suatu hal yang menakutkan, hatinya gundah, urat sarafnya menegang, pikirannya kacau, rasa takut dan khawatir masuk ke dalam dirinya. Berkumpullah pada diri-nya perasaan takut dari luar dengan kegoncangan batinnya yang sulit untuk diketahui hakikatnya. Orang dengan tipe semacam itu --bila tidak didukung faktorfaktor alamiah dengan banyak latihan-- akan kehilangan semangat dan stres. Sebab dia tidak mempunyai iman yang dapat mendorongnya bersikap sabar, khususnya dalam kondisi-kondisi tegang dan menyedihkan. Orang baik dan orang jahat juga orang mu'min dan orang kafir, sama-sama berpotensi untuk belajar dan bisa berani. Juga sama-sama mempunyai potensi kejiwaan yang dapat melunakkan dan meringankan hal-hal yang menakut-kan. Hanya saja, seorang mu'min mempunyai keunggulan dengan imannya, kesabaran dan tawakkalnya kepada Allah serta harapannya untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal-hal inilah yang menambah rasa keberaniannya, memperingan beban takutnya juga me-ringankan musibah yang menimpanya. Seperti difirman-kan Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderita-nya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan." (An-Nisa': 104) 36

Selain itu dia akan mendapatkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan 'kebersamaanNya'. Dan hal itu dapat menghancurkan perasaan takutnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46) 2. Termasuk di antara faktor-faktor yang dapat menghilangkan kesedihan, musibah dan kegoncangan hati adalah: Berbuat baik kepada makhluk, baik dengan perkataan, perbuatan dan berbagai macam perbuatan baik lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kese-dihan dan musibah dari orang shalih dan orang yang jahat sesuai dengan perbuatan baik yang dilakukan. Hanya saja bagi seorang mu'min akan mendapatkan porsi yang lebih sempurna. Dan yang membedakan seorang mu'min dari yang lainnya, bahwa kebaikan yang dia lakukan didorong oleh keikhlasan dan harapan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan hal itu memudahkan baginya mendapatkan kebaikan yang dia inginkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga akan menolak hal-hal yang tidak dia sukai karena berkah keikhlasan dan harapan mereka akan pahalaNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114) 37

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menginformasikan bahwa hal-hal yang disebutkan tadi semuanya akan bernilai kebaikan bagi orang yang melakukannya. Dan sebuah kebaikan biasanya mendatangkan kebaikan serta menolak keburukan. Seorang mu'min yang hanya mengharapkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendapatkan balasan yang besar yang di antaranya adalah dalam bentuk hilangnya kesedihan, musibah, dan hal-hal yang mengganggu lainnya.

Pasal kedua : Aktifitas, Ilmu Dan Konsentrasi Di antara faktor yang dapat mengatasi goncangan jiwa karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah: "Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat." Aktifitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah, jiwanya menjadi senang dan sema-ngatnya pun bertambah. Faktor-faktor semacam ini bisa berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya. Hanya saja, orang yang beriman unggul dengan keimanan dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan perbuatan baik yang dia lakukan. Jika yang dia lakukan berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah ibadah. Jika berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut 38

sangat berperan dalam menghilangkan kesedihan dan berbagai macam musibah. Betapa banyak orang yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit. Ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan diri dengan aktifitas-aktifitas pentingnya. Karena itu hendaklah kita memilih kesibukan yang disenangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian ini dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu a'lam. Di antara hal yang juga dapat menolak kesedihan dan kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn. Al-Huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali. AlHam artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal yang akan datang. Dengan demikian, seorang hamba akan menjadi "Ibnu Yaumih" (putra harinya), dia akan giat dan bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya. Dengan demikian dia akan terhibur dari kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya berdo'a, pada hakikatnya dia memberikan dorongan -tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat dan kesungguhan mencapai prestasi dan menolak kegagalan sebagaimana yang diminta dalam do'a. Karena do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha men-dapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat. 39

Dan dia juga berdo'a memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan: 'Seandainya saya bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.' Tapi katakanlah: 'Allah sudah mentakdirkan dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab, sesungguhnya perkataan 'Seandainya ...' akan mem-buka (pintu) perbuatan syaithan." (HR. Muslim) Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya. Semua itu dikumpulkan dengan perintah pasrah terhadap hal-hal yang sudah berlalu dan selalu memperhatikan qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi urusan manusia menjadi dua bagian: Pertama, bagian yang dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapatkannya, menolaknya atau meringankannya. Bagian kedua adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi seperti di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan menerima. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperhatikan sikap semacam ini adalah faktor memperoleh kesenangan dan melenyapkan kesedihan.

40

Pasal ketiga : Dzikir, Ingat Nikmat, dan Melihat ke Bawah Termasuk faktor utama yang mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala itu memberikan pengaruh ajaib untuk mendapatkan sikap lapang dada dan ketenangan serta menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang." (Ar-Ra'du: 28) Dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di antaranya pula adalah: "Ingat dan membicara-kan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak maupun yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba untuk selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat mulia dan berkedudukan terpuji, bahkan walaupun dia berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai macam ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan antara nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyaknya tidak dapat dihitung dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.

41

Bahkan, bila ada musibah yang menimpa hamba lalu dia hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka akan ringanlah bebannya. Sementara, harapannya mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah bersabar dan rela, akan mengubah sesuatu yang pahit menjadi manis. Manisnya pahala membuatnya lupa akan pahitnya sikap sabar. Termasuk faktor yang sangat mendukung dalam hal ini adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian." (HR. Bukhari dan Muslim) Bila seorang hamba meletakkan di depan matanya cara pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya mengungguli sebagian besar orang dalam masalah kesehatan dan rezkinya, bagaimana pun kondisi dia sebenarnya. Dengan demikian akan hilanglah kegelisahan, kesedihan dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan senangnya serta harapannya untuk mendapatkan juga nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada orangorang yang ada di atasnya. Setiap kali seorang hamba merenungi nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun tidak tampak, urusan agama maupun duniawi, dia akan mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah berbagai bencana. Dan pasti, hal ini dapat menghilangkan 42

kesedihan dan mendatangkan kebahagiaan serta kesenangan.

Pasal keempat : Ikhtiar dan Do'a Termasuk hal-hal yang dapat mendatangkan kesenangan dan menghilangkan kesedihan adalah "Berusaha menghilangkan faktor yang menyebabkan kesedihan tersebut serta berusaha mencari faktor yang dapat mendatangkan kesenangan yang diinginkan." Caranya yaitu melupakan musibah-musibah yang sudah berlalu dan tidak mungkin bisa diatasi. Juga harus memahami, menyibukkan pikiran dengan hal-hal tersebut adalah perbuatan sia-sia, tidak berguna, dan gila. Dengan demikian dia berusaha agar hatinya tidak lagi memikirkan hal-hal tersebut, berusaha menghilangkan kegelisahan hatinya kekurangan, perasaan takut atau lainnya dari kekhawatiran yang dia bayangkan pada masa depan. Maka dia memahami bahwa masa depan tidak bisa diketahui, termasuk di dalamnya masalah kebaikan, kejelekan, harapan-harapan dan musibah. Semuanya berada di Tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Manusia tidak kuasa apa-apa kecuali berusaha mendapatkan kebaikan dan menolak kemudharatan. Dengan demikian seorang hamba mengetahui, bila dia tidak gelisah memikirkan nasibnya yang akan datang, bertawakkal kepada Allah untuk memperbaiki nasibnya serta merasa tentram dengannya, maka hatinya akan tenang, kondisinya akan membaik dan akan hilang kesedihan dan kegelisahannya. 43

Termasuk hal yang paling berguna untuk me-nyambut masa depan yang baik adalah : Menggunakan do'a yang pernah dipanjatkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan pokokku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang ke sanalah tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian itu keterlepasan bagiku dari setiap keburukan." (HR. Muslim) Begitu pula do'a beliau: "Ya Allah, aku mengharapkan rahmatMu, maka janganlah Kau pasrahkan (urusan)ku pada diriku sendiri walau sekejap mata. Dan perbaikilah urusanku semuanya. Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Engkau." (HR. Abu Daud dengan sanad shahih) Bila seorang hamba memanjatkan do'a ini -untuk kebaikan agama dan dunianya pada masa yang akan datang- disertai hati yang hadir, niat yang benar dan memang berusaha untuk itu, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do'a, harapan dan apa yang dia usahakan. Berubahlah kesedihannya menjadi kebahagiaan dan kesenangan.

Pasal kelima : Siap Mental 44

Termasuk faktor-faktor yang bermanfaat meng-hilangkan kegelisahan dan kesedihan, saat ditimpa musibah adalah: "Berusaha meringankannya dengan cara memperkirakan kemungkinan terburuk yang bakal terjadi kemudian mempersiapkan mental untuk menghadapinya." Bila sudah dipikirkan, hendaklah berusaha meminimalisir persoalan sesuai kemampuannya. Dengan kesiapan mental berikut usaha yang maksimal, akan hilanglah kesedihannya. Sebaliknya, berusaha untuk meraih kebaikan dan menolak kemudharatan, semampu yang dia lakukan. Bila seorang hamba dihadapkan dengan ketakutan, sakit, kekurangan, atau tidak dapat meraih keinginannya yang bermacam-macam, hendaklah dia hadapi dengan tenang dan kesiapan mental, bahkan untuk menghadapi yang lebih berat sekalipun. Sebab, kesiapan mental menghadapi musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan menghilangkan bobotnya. Terutama, bila ia berusaha melawan, sesuai kemampuan. Sehingga dia dapat memadukan antara kesiapan mental dan usaha maksimal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari musibah yang datang. Dia dapat berusaha untuk selalu memperbaharui kekuatannya menghadapi musibah disertai dengan tawakkal dan yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak diragukan lagi, yang demikian ini berperan besar mendatangkan kesenangan dan kelapangan dada serta pahala yang cepat (di dunia) ataupun yang lambat (di akhirat). Ini adalah fakta, banyak yang telah membuktikannya.

Pasal keenam : Tegar dan Tawakkal 45

Salah satu cara ampuh untuk pengobatan pe-nyakit saraf/kejiwaan bahkan juga penyakit-penyakit fisik, adalah dengan menghadirkan: "Hati yang kuat, tegar dan tidak terpengaruhi oleh ilusi dan khayalan pikiran-pikiran negatif." Sebab, bila seseorang sudah mau menerima khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan penyakit dan lain sebagainya, atau perasaan marah dan merasa terganggu sekali karena hal-hal yang menyakitkan atau karena memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan hilang; semua itu akan menenggelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani maupun jasmani dan menghancurkan jiwanya. Dampak buruk dan bahayanya sudah banyak diketahui oleh orang-orang. Jika hati bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada prasangkaprasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin serta mengharapkan sekali karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka akan terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa. Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan. Banyak rumah sakit yang penuh dengan pasien yang sakit karena prasangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan. Banyak orang yang kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan hal tersebut --apalagi orang yang memang lemah hatinya--. Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan dan kegilaan! Orang yang sehat dan selamat adalah yang diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan diberiNya taufik untuk berusaha mendapatkan faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

46

"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkannya." (Ath-Thalaq: 3) Artinya Allah akan mencukupkan untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya. Maka orang yang bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepadaNya, dia yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tenang karena percaya akan janjiNya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kesehatan dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan kepada kita kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal total. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjamin pelaku-nya dengan segala kebaikan dan menolak segala musibah dan kesedihan.

Pasal ketujuh : Tidak Membenci Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari 47

perilakunya, dia tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim) Dalam hadits ini ada dua pelajaran penting: Pertama Hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sa-yang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikankebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-kekurangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang. Kedua Hendaklah kita berusaha menghilangkan ke-sedihan dan kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga ter-cipta ketenangan di antara kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya, melihat orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya, menutup mata dari kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang yang terjalin antara keduanya menjadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya harus dijaga. 48

Banyak orang mempunyai idealisme tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai cobaan dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi gelisah dan keruh perasaannya ketika menghadapi masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka hanya mempersiapkan mental untuk menghadapi masalahmasalah besar dan tidak untuk menghadapi masalah kecil. Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mempersiapkan dirinya menghadapi masalahmasalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia juga mengharap agar urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri walaupun hanya sekejap mata. Saat itulah masalah kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya tenteram dan hatinya tenang.

Pasal kedelapan : Tidak Larut Bersedih, Mengukur Nikmat dengan Musibah Orang yang berakal mengetahui bahwa kehidupan dia yang sebenarnya adalah kehidupan (yang dia jalani dengan) bahagia dan ketenangan. Kehidupan ini pendek sekali, maka tidak sepantasnya dia memperpendeknya dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan. Sebab, hal ini bertentangan dengan definisi kehidupan yang sebenarnya. Oleh karenanya dia kikir untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya buat bersedih dan bersusah saja. Dalam hal ini tidak berbeda antara orang yang baik dan orang yang jahat. Hanya saja orang mu'min dapat merealisasikan dengan lebih sempurna dan dengan balasan pahala yang lebih di dunia dan akhirat. 49

Seorang hamba --apabila ditimpa dengan musibah atau takut akan sebuah musibah-- hendaklah membanding-kan antara nikmat-nikmat yang dia dapatkan, baik dalam urusan agama atau dunia dengan musibah yang sedang menimpanya. Dengan membandingkannya akan jelas baginya betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang menimpanya. Hendaklah dia juga membandingkan antara kemung-kinan bahaya yang akan menimpanya dengan banyaknya kemungkinan akan dapat selamat darinya. Janganlah sampai kemungkinan yang lemah dapat mengalahkan kemungkinan-kemungkinan kuat dan banyak. Dengan demikian, akan hilanglah kesedihan dan perasaan takutnya. Hendaklah dia memperkirakan kemungkinan paling besar yang dapat menimpanya, kemudian menyiapkan mental untuk menghadapinya bila memang terjadi, berusaha mencegah apa-apa yang masih belum terjadi dan menghilangkan atau meminimalisir musibah yang sudah terjadi. Termasuk hal-hal yang bermanfaat adalah Kita harus tahu bahwa gangguan yang dilakukan oleh orang lain kepada kita, --khususnya dalam bentuk kata-kata kotor-- tidak akan membahayakan kita, tetapi akan membahayakan dia sendiri. Kecuali jika kita menyibukkan diri dengan memperhatikannya, menenggelamkan pe-rasaan kita dengannya, saat itu gangguan tersebut akan membahayakan kita sebagaimana juga membahayakan mereka. Bila tidak diperhatikan, sedikit pun tidak akan membahayakan. Ketahuilah, kehidupan kita mengikuti pikiran kita. Bila pikiran kita berisi dorongan untuk memikirkan hal-hal 50

yang bermanfaat bagi diri kita, baik dalam hal agama maupun dunia maka kehidupan kita akan menjadi baik dan bahagia. Begitu pula sebaliknya. Termasuk hal yang berguna untuk mengusir kesedihan adalah "Menguatkan keinginan untuk tidak mengharapkan terima kasih selain dari Allah". Bila kita berbuat baik pada orang yang mempunyai atau tidak mempunyai hak pada kita, maka ketahuilah bahwa yang terjadi adalah mu'amalah antara kita dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Janganlah kita mengharapkan ucapan terima kasih orang yang kita berbuat baik kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al-Insan: 9) Hal ini utamanya dilakukan saat kita bermu'amalah dengan keluarga, anak-anak kita dan semua orang yang mempunyai hubungan kuat dengan kita. Bila kita membulatkan tekad untuk menyingkirkan musibah dari mereka, maka sungguh kita telah menyenangkan diri mereka dan diri kita juga. Dan termasuk faktor yang dapat men-datangkan ketenangan adalah melakukan fadhilah (amal kebaikan) sesuai dengan dorongan jiwa tanpa ada paksaan/keterpaksaan yang biasanya mendatangkan kegelisah-an dan membuat kita gagal mendapatkan fadhilah itu sendiri. Sebab saat itu kita telah melalui jalan yang berliku. Ini adalah hikmah. Dan hendaklah kita dapat mengambil dari kejadian musibah itu hal-hal yang positif yang dengan demikian kesenangan akan lebih terasa, sementara kesedihan akan hilang.

51

Jadikanlah hal-hal yang bermanfaat itu selalu berada di depan mata kita, dan hendaklah kita berusaha untuk melakukannya. Janganlah kita menoleh pada hal-hal yang tidak berguna yang dapat mengundang kesedihan dan kesusahan. Jadikanlah ketenangan dan konsentrasi jiwa sebagai penolong kita untuk melakukan hal-hal yang penting. Termasuk hal-hal yang berguna pula adalah: "Menyelesaikan tugas-tugas dengan segera dan mengosongkan diri dari tugas-tugas tersebut pada masa yang akan datang." Sebab, bila ada tugas yang tidak diselesaikan dengan segera akan bertumpuklah pada kita tugas-tugas yang terdahulu dan berkumpul dengan tugastugas berikutnya, sehingga bebannya menjadi berat. Bila kita selesaikan setiap tugas pada waktunya, kita bisa menghadapi masalah-masalah yang akan datang dengan pikiran dan kekuatan yang masih fress (segar). Hendaklah kita memilih di antara aktifitas-aktifitas positif kita, yang paling penting dahulu kemudian yang penting. Dan perhatikanlah apa keinginan kita. Sebab, menyalahi hal tersebut kan menimbulkan kebosanan dan perasaan tak enak. Untuk hal itu pergunakanlah pikiran yang sehat dan musyawarah. Tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah. Telitilah apa yang kita inginkan dengan seksama. Bila sudah jelas ada kemaslahatannya dan kita sudah bertekad melaksanakannya hendaklah kita bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala senang kepada orangorang yang bertawakkal.

52

Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan Majdi As-Sayyid Ibrahim

Kata Pengantar Insya Allah untuk Masalah-47 s.d Masalah-50, kami akan mengangkat seruan-seruan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ditujukan kepada wanita-wanita Mukminah, baik berupa peringatan ataupun berupa perintah-perintah yang dikhususkan bagi mereka. Dan artikel-artikel tersebut kami ambil dari buku 50 Wasiat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bagi Wanita, oleh Majdi AsSayyid Ibrahim, terbitan Pustaka Al-Kautsar, cetakan kelima. Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan "Artinya : Dari Ummu Al-Ala', dia berkata : "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjengukku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak". (Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092) WahaiUkhtiMukminah.! Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau 53

anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ? Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu AlAla' Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya. Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah. "Artinya : Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gununggunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur". (Asy-Syura : 32-33) Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. FirmanNya. "Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". (Al-Baqarah : 177) 54

Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firmanNya. "Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar". (Ali Imran : 146) Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipatgandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya. "Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". (An-Nahl : 96) "Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (Az-Zumar : 10) Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah. "Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): 'Salamun 'alaikum bima shabartum'. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu". (Ar-Ra'd : 23-24) Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?

55

Dari Shuhaib radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya". (Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud) Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikanlah riwayat ini. "Artinya : Dari Sa'id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ? Beliau menjawab: Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya". (Isnadnya shahih, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172) "Artinya : Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. 'Aku memasuki tempat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku 56

merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata. 'Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimu'. Beliau berkata: 'Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami'. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ? Beliau menjawab: 'Para nabi. Aku bertanya. 'Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: 'Kemudian orangorang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan". (Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby) Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : "Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun". (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan AdzDzahaby) Selagi engkau bertanya : "Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb?". Dapat kami jawab : "Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi 57

Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ummul 'Ala dan Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud pernah berkata. "Aku memasuki tempat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata. 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata. "Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam". Abdullah bin Mas'ud berkata. "Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?" Beliau menjawab. "Benar". Kemudian beliau berkata. "Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daundaunnya". (Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127) Dari Abi Sa'id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata. "Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya". (Ditakhrij AlBukhari 7/148-149, Muslim 16/130) Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa 58

kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. "Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran". Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini. "Artinya : Dari Atha' bin Abu Rabbah, dia berkata. "Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. 'Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga ? Aku menjawab. 'Ya'. Dia (Ibnu Abbas) berkata. "Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata. 'Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata. 'Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo'a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu fiat'. Lalu wanita itu berkata. 'Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. 'Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo'alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka'. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut". (Ditakhrij AlBukhari 7/150. Muslim 16/131) Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engkau ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar. Dari Anas bin Malik, dia berkata. "Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata. 59

"Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman. 'Apabila Aku menguji hamba-Ku (dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga". (Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalam Ath-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam AlFath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang, dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya.) Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya. "Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu ?" Sebagian orang Salaf yang shalih berkata : "Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakanakan dia mengadukan Rabb-nya". Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga. Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. "Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan 60

(merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit". Ukhti Muslimah! Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah AlAndalusy : "Asy-Syaibany pernah berkata. 'Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata. 'Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata. 'Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan. Kalau dia seorang teman, berarti dia berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini, 'sambil menunjuk ke arah matanya', demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) : "Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku". Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do'a". (Al-Aqdud-Farid, 2/282) Abud-Darda' Radhiyallahu anhu berkata. "Apabila Allah telah menetapkan suatu takdir, maka yang paling dicintaiNya adalah meridhai takdir-Nya". (Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125) Perbaharuilah imanmu dengan lafazh la ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang 61

menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan : "Andaikan saja hal ini tidak terjadi", tatkala menghadapi takdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.

62

Related Documents

Nasihat
November 2019 53
Nasihat...
June 2020 30
Nasihat
May 2020 37
Pantun Nasihat
October 2019 36
Pantun Nasihat
October 2019 46
Pantun Nasihat
October 2019 47

More Documents from "Nur Ain Mohd Amin"