NASI BERLAUK GARAM ( serial ayat-ayat dhu’afa) Oleh : Syamsi Sarman
Siang itu aku dan tim BAZ Tarakan akan mengantarkan bantuan pakaian sekolah beserta perlengkapannya kepada seorang anak dhuafa di pesisir timur Kota Tarakan. Menurut data dan pantauan kami, keluarga ini memang layak dibantu. Rumah kayunya dibangun di bantaran sungai dengan konstruksi seadanya. Bahan bangunan yang menempel berasal dari kayu dan papan sisa-sisa cor bangunan, memberi kesan kumuh dan miring tak beraturan. Namun siapa yang menyangka di dalam bangunan reot itulah tinggal satu keluarga yang terdiri dari Bapak, Ibu, seorang anak laki-laki seusia SMP dan seorang gadis kecil yang baru mau masuk SD. Mereka sedang menikmati makan siang ketika kami datang menyantroni rumah kecil itu. Bapak dan ibu itu nampak terkejut dan salah tingkah melihat kedatangan kami. Kami memahami sikap kikuk itu dan segera bersikap yang wajar dihadapan mereka. Tampak oleh kami menu serba putih yang sedang mereka kelilingi. Sepintas di mata kami piring plastik mirip melamin itu hanya berisi nasi putih saja. Ah, dugaan itu ternyata meleset. Di piring itu juga ada lauknya yang warnanya serupa dengan nasinya, yaitu garam dapur. Sempat tertegun sejenak, lalu kupinta salah seorang teman untuk segera membelikan makanan dari restauran siap saji. Hanya beberapa saat saja temanku itu datang membawa paket fried chicken. Langsung aja kami buka dan suguhkan di hadapan mereka. Kami pun ikut duduk menggembirakan suasana makan siang di rumah itu. Subhanallah, gadis kecil yang imut-imut itu kegirangan memegang sepotong paha ayam. Ia menyantapnya dengan penuh hasrat sambil sesekali dipandanginya potongan ayam yang enak itu. Begitu pula si Bapak dan Ibu, walaupun terkesan malu-malu merekapun menghabiskan makanan itu dengan penuh suka cita. Kupandangi satu-satu wajah teman-teman dalam tim BAZ itu. Tampak bola mata yang berkaca-kaca demi memandangi lahapnya keluarga dhuafa ini melahap makan siang mereka. Kurasakan apa yang mereka rasakan, keterharuan yang teramat dalam menyaksikan keterbatasan keluarga ini memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya. Namun satu hal yang membuat kami bangga, bahwa keluarga ini memiliki semangat hidup yang besar. Anak-anak mereka berkemauan keras untuk sekolah. Sang Bapak pun tidak semata meminta santunan belaka. Ia lebih suka diberikan modal untuk berkesempatan berusaha demi menyambung hidup keluarganya. Akhirnya kamipun meninggalkan rumah keluarga dhuafa ini dengan rasa haru dan bahagia. Haru, demi melihat keadaan yang sangat memprihatinkan. Namun mereka berusaha tegar menjalani keterhimpitan hidup. Bahagia rasanya, ketika kami bisa menyalurkan bantuan dari BAZ guna meringankan beban kekurangannya. Terbetik dalam ingatan kami para muzakki yang telah menyetorkan zakatnya melalui BAZ Tarakan. Zakat yang telah kami salurkan itu, semoga mereka mendapat balasan kebajikan dari Allah swt. Berkah hartanya dan mulia hatinya. Amin ya Allah.