Nama Tuhan di Sebuah Kuis SEBUAH kuis televisi memberi pertanyaan sebagai berikut: apakah si anu adalah menteri tertua dalam kabinet anu. Pertanyaan ini segera membingungkan peserta kuis. Mimik kebingungannya jelas sekali. Dalam kebingungan itulah dia menenteramkan diri dengan bacaan basmallah: bismillah, dengan nama Allah. Jika diteruskan maksud si penjawab ini tentu akan bermakna sebagai berikut: dengan nama Allah, semoga jawaban saya ini benar. Jika diteruskan lagi, jawaban itu akan bertambah menjadi: dengan nama Allah, semoga jawaban saya ini benar, meski saya ngawur. Meski ngawur yang penting nama Allah sudah saya sebut. Karena saya percaya, Allah Maha Pengasih dan Penyayang serta Maha Pemurah. Meski saya benar-benar tidak tahu karena saya tidak cukup ilmu untuk menebak umur pak menteri ini, apalagi mendata umur semua menteri dalam kabinet, maka sebaiknya saya serahkan urusan ini langsung kepada Allah yang Maha Tahu dan Maha Melihat. Untuk itulah nama Allah perlu saya bawa-bawa dalam kuis ini. Kuis berhadiah lagi! Begitu barangkali peta bawah sadar si penjawab. Apa hasilnya? Jawaban peserta ini, meski sudah pakai basmallah tetap saja salah. Jadi, terbukti sudah tentang sifat Maha Pengasih Allah itu dengan justru tidak mengabulkan pihak yang telah merayu-Nya sepanjang orang ini tak cukup ilmu atas sesuatu. Meski telah dibujuk, Tuhan menolak untuk bertindak tidak adil. Selamanya, kebodohan hanya membuahkan ketidaktahuan. Jika sudah bodoh masih tega membawa-bawa nama Tuhan hanya agar ia pintar mendadak, ini sungguh keterlaluan. Dan jika proses dari tidak tahu menjadi tahu cukup hanya dengan menyebut nama Tuhan, sikap ini benar-benar hendak meremehkan Tuhan yang seolah-olah gampang dibujuk dan dirayu. Cara manusia dalam membawa-bawa nama Tuhan ini sering demikian percaya diri. Seorang petinju yang kebetulan beragam Islam, bisa demikian habis-habisan mengeksploitasi Tuhan. Ia bisa muncul dengan sajadah terbang sambil diiringi adzan. Di tengah ring ia bersyahadat, memuji Allah dan Rasulnnya. Luar biasa kecintaan petinju ini pada agamnya, tapi eee, akhirnya kalah juga. Lagi-lagi begitu dingin cara Tuhan ini mendemonstrasikan keadilan-Nya. Tak peduli apakah nama-Nya di sebut dan dipuja-dipuji, tak peduli apakah orang berdoa secara demonstratif atau sembunyi-sembunyi, Ia tetap memberikan kemenangan bagi petinju yang lebih keras jotosannya, lebih bagus staminanya dan lehih baik tekniknya. Orang-orang yang luas ilmunya itu, lepas dari ia angkuh atau rendah hati, iman atau ingkar, tak menghalangi Tuhan untuk menepati janji-Nya dalam mengangkat derajat mereka naik beberapa tingkat. Jadi, betapa Tuhan lebih meminta manusia untuk lebih dulu mematuhi hukum-Nya ketimbang buru-buru memuja nama-Nya. Tuhan tidak ingin para hamba-Nya bersikap gampangan dan menjadi penipu. Karena ada tingkat pemujaan formal, besar sekali risiko penggampangan dan penipuan itu. Menyebut kata Allah ribuan kali jauh lebih ''gampang'' ketimbang harus bekerja keras menafkai keluarga, menyekolahkan anak-anak, dan mendidik mereka menjadi anak-anak yang baik. Rasanya Tuhan tidak memerintahkan manusia cuma sibuk memujaNya tapi lupa menepati aturan-Nya. Karena pemujaan Tuhan tanpa kepatuhan atas peraturan Tuhan adalah sebuah penipuan. (03) (PrieGS/)