Na Tki.docx

  • Uploaded by: Fildza Fadhillah Widyantovichiena
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Na Tki.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,680
  • Pages: 8
TUGAS PERANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN “NASKAH AKADEMIK”

Oleh : 1. 2. 3. 4. 5.

Fildza Fadhillah Anggi Herman Nurhikmadatul Ulfa Rona Fitriati Hasanah Dayana Agustin

Kelas 3.1 Lokal F2.5

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemerintah membuka peluang bagi sebagian masyarakat Indonesia untuk mencari peluang dan penghidupan di negara lain dengan menjadi tenaga kerja migran di luar negeri dikarenakan kemampuan pemerintah dan sektor swasta dalam menciptakan lapangan kerja masih terbatas, sementara jumlah angkatan kerja sedemikian besar sehingga mengakibatkan tingkat pengangguran masih tinggi. Penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan kebijakan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, khususnya terhadap tenaga kerja dan keluarganya. Penempatan TKI ke luar negeri di satu sisi dapat dilihat sebagai hal yang positif karena dapat membuka peluang kerja namun seiring dengan meningkatnya pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri meningkat pula permasalahan terhadap TKI seperti perselisihan antara TKI dan majikan menyangkut gaji. Isu TKI yang dianiaya mencuat kembali ke hadapan publik yang menimpa Sumiati, seorang TKI yang bekerja di Arab Saudi. Pada saat bersamaan, terjadi kasus pembunuhan atas Kikim Komariah, seorang TKI yang terbunuh di Arab Saudi. Banyaknya permasalahan yang dialami oleh TKI kita di luar negeri memberikan gambaran betapa perlindungan hukum yang diberikan kepada TKI masih jauh dari harapan, meskipun perlindungan hukum kepada TKI yang bekerja di luar negeri. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri telah mengatur perlindungan bagi calon TKI atau TKI yang bekerja di luar negeri selama masa pra penempatan, selama masa bekerja di luar negeri (penempatan), dan selama masa kepulangan TKI ke kampung halamannya di Indonesia (purna penempatan). Beberapa perjanjian internasional, yang diharapkan dapat digunakan untuk memberikan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri, telah diratifikasi/aksesi oleh Indonesia, seperti Konvensi ILO tentang Migrant Workers. Perangkat hukum yang disebutkan di atas ternyata dalam praktek belum cukup efektif memberikan perlindungan terhadap TKI kita yang bekerja di luar negeri. Oleh karena itulah maka beberapa kelompok masyarakat mendorong dilakukannnya perubahan dan penyempurnaan atas Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Selain karena belum efektifnya pelaksanaan UU No. 39 Tahun 2004 tersebut, ada beberapa perkembangan lain yang mendorong perlunya perubahan atas UU No. 39 Tahun 2004, yaitu adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 019-020/PUU-III/2005 dan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Selain itu, diharapkan dalam

melakukan perubahan atas UU No. 39 tahun 2004 memperhatikan pula ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. B. Identifikasi Masalah Kasus yang menimpa TKI terutama yang bekerja di sektor informal (sebagai pembantu rumah tangga) dari waktu ke waktu terus bermunculan. Beberapa permasalahan yang dialami oleh TKI di luar negeri yang teridentifikasi, diantaranya adalah: ketidakpastian mengenai upah (besarnya upah, besarnya potongan upah, upah yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja, upah tidak dibayar), jaminan kesehatan, jaminan ganti rugi kecelakaan kerja, hak libur/cuti, hak untuk memegang paspor sendiri, dan lain-lain. Menanggapi berbagai permasalahan TKI yang terus saja muncul, menimbulkan keinginan berbagai pihak untuk segera merevisi atau mengamandemen UU Nomor 39 Tahun 2004 Selain menyangkut isu-isu yang bersifat parsial seperti yang diuraikan di atas, terdapat pula beberapa isu yang lebih mendasar dan strategis yang memerlukan pembahasan yang komprehensif, diantaranya adalah: 1. Menentukan asas-asas yang harus melandasi norma-norma yang akan menjadi materi muatan dalam UU perubahan 2. Bagaimana/apa peran yang harus diambil oleh negara dan swasta (PPTKIS) dalam proses penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri. Sampai sejauh mana dan hal-hal apa saja yang harus menjadi tanggung jawa pemerintah dan PPTKIS? C. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan Pembuatan Naskah Akademik RUU Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri bertujuan untuk memberikan landasan teori/akademis terhadap materi-materi hukum atau norma norma hukum yang akan dimuat di dalam RUU Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. 2. Kegunaan Naskah Akademik akan berguna sebagai salah satu sumber atau acuan dalam pembahasan RUU Perubahan atas UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sehingga pembahasan di DPR akan lebih terfokus dan lebih efisien. D. Metoda Penelitian 1. Analisis yuridis normatif Dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya. Pengumpulan data diperoleh dari kajian pustaka dengan melakukan kajian hukum secara komprehensif terhadap Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 2. Yuridis Empiris Untuk menyusun Naskah Akademik ini menggunakan juga data primer yang diperoleh dari hasil diskusi dalam rapat-rapat Tim Penyusunan Naskah Akademik RUU Perubahan atas Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

BAB II ASAS-ASAS DALAM PENYUSUNAN NORMA Dalam upaya mewujudkan optimalisasi perlindungan TKI baik selama pra penempatan, pada masa penempatan, maupun pada purna penempatan, dibutuhkan pelaksanaan penempatan TKI yang adil, efisien, dan akuntabel. Untuk maksud tersebut, pelaksanaan penempatan TKI harus senantiasa memperhatikan beberapa asas. A. Asas Perlindungan Asas Perlindungan merupakan asas yang mengamanatkan agar hak atas perlindungan setiap calon TKI serta setiap TKI yang sedang dalam masa penempatan maupun pada purna-penempatan dijamin oleh setiap ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-undang yang akan mengatur penempatan dan perlindungan TKI. Asas Perlindungan ini bermuara pada upaya pencegahan agar persoalan-persoalan TKI yang pada saat ini telah bersifat laten dan menyengsarakan TKI, tidak terjadi lagi pada masa mendatang. B. Asas Keterbukaan Asas Keterbukaan disini merupakan asas yang mengamanatkan agar masyarakat, khususnya, para pemangku kepentingan dijamin haknya untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diperlakukan secara diskriminatif. Asas Keterbukaan ini bermuara pada upaya pencegahan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat, praktek tindakan diskriminatif, human trafficking, korupsi, kolusi, dan nepotisme. C. Asas Keadilan Asas Keadilan pada dasarnya merupakan asas yang mengamanatkan agar dalam setiap proses penempatan TKI, setiap pemangku kepentingan tidak merugikan pihak lain dan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Asas ini bermuara pada upaya pencegahan (preventif) maupun penindakan (repressif) terhadap tindakan-tindakan yang bersifat diskriminatif, perampasan hak, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, dan lain-lain. D. Asas Kepastian Hukum Asas Kepastian Hukum pada dasarnya merupakan asas yang mengamanatkan agar dalam proses penempatan TKI, para pemangku kepentingan merasakan adanya kepastian pada saat menghadapi persoalan hukum, baik pada saat menuntut hak maupun pada saat melaksanakan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Asas Kepastian Hukum disini bermuara pada upaya agar perumusan kaedah hukum dalam proses penempatan TKI tidak tumpang tindih, selalu konsisten antara ketentuan hukum yang satu dengan lainnya, serta mencegah perumusan kaedah hukum yang multitafsir, serta mencegah terjadinya inkonsistensi dalam law enforcement. E. Asas Efisiensi Asas Efisiensi pada dasarnya merupakan asas yang mengamanatkan agar dalam proses penempatan TKI, para pemangku kepentingan didayagunakan serta dihasilgunakan secara maksimal. Asas Efisiensi disini bermuara pada upaya mencegah terjadinya proses penempatan TKI yang berjalan tanpa kepastian akibat percaloan, pengurusan dokumen yang berbelit-belit, biaya tinggi, dan lain sebagainya. F. Asas Akuntabilitas

Asas akuntabilitas pada dasarnya merupakan asas yang mengamanatkan agar setiap kegiatan penempatan TKI dan hasil akhir dari kegiatan penempatan TKI harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Asas akuntabilitas disini bermuara pada upaya agar setiap proses penempatan TKI dilaksanakan dengan menempatkan posisi TKI sebagai manusia dengan segala harkat dan martabatnya. Dengan demikian kaedah-kaedah hukum yang menjamin TKI mendapatkan pelayanan yang maksimal merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT 1. Pasal 13 ayat (1) huruf e, yang mensyaratkan bahwa untuk memperoleh Surat Ijin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI) maka Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) harus mempunyai unit pelatihan kerja sendiri. Ketentuan ini menimbulkan polemik di masyarakat. Di satu sisi, persyaratan ini memberatkan PPTKIS karena membutuhkan modal yang cukup besar, sementara proses ijin yang diajukan belum tentu disetujui oleh pemerintah, karena masih banyak persyaratan lain yang harus dipenuhi. Sehingga dalam praktek banyak PPTKIS yang tidak mempunyai unit pelatihan kerja. 2. Dengan diterimanya permohonan judicial review terhadap ketentuan pasal 35 point d oleh Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan mengenai syarat minimal pendidikan bagi calon TKI tidak berlaku lagi. Hal ini menimbulkan persoalan karena sebagian pihak memandang bahwa syarat pendidikan merupakan syarat penting untuk mengurangi dan menekan tingkat penyalahgunaan TKI oleh pihak-pihak tertentu. 3. Ada beberapa pasal yang tidak tegas dalam upaya memberikan perlindungan kepada TKI. Misalnya pasal 20 ayat (1) mewajibkan PPTKIS untuk mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan. Ketentuan yang bersifat memaksa ini tidak disertai dengan ancaman hukuman. Demikian pula Pasal 21 ayat (1) yang menetapkan bahwa PPTKIS dapat membentuk kantor cabang di luar wilayah domisili kantor pusatnya. Kata “dapat” (bukan wajib) dalam rumusan pasal tersebut menyebabkan banyak PPTKIS tidak mempunyai kantor cabang. 4. Adanya ketentuan-ketentuan di dalam UU No. 39 Tahun 2004 yang tidak mencantumkan sanksi dan tidak dirumuskan sebagai kewajiban, padahal persoalan yang diatur sangat urgent dalam memberikan perlindungan kepada TKI, seperti ketentuan Pasal 25 dan Pasal 37. 5. Adanya ketentuan-ketentuan yang mencantumkan sanksi secara tidak proporsional, misalnya Pasal 103. 6. Tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam UU No. 39 Tahun 2004 yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk membuat perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral yang memberikan perlindungan kepada TKI. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, SOSIOLOGIS 1. Landasan Filosofis Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 memberikan landasan filosofis mengenai perlunya jaminan atas pekerjaan yang layak bagi setiap warga Negara. Hak atas pekerjaan adalah hak asasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati, yang pada hakekatnya merupakan implementasi Sila kedua Pancasila “Kemanusian yang adil dan beradab”.Sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan kepada Negara untuk melindungi segenap warga Negara bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, maka Negara mempunyai posisi sentral dan penting untuk memberikan dan mewujudkan perlindungan bagi setiap warga Negara termasuk warga Negara Indonesia yang ingin memperoleh pekerjaan di luar negeri. Dalam kaitan ini, Negara harus memposisikan TKI sebagai manusia Indonesia dengan segala harkat dan martabatnya, dan bukan komoditi. 2. Landasan Yuridis Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, sebagai hasil amandemen kedua, menegaskan mengenai hak dari setiap orang untuk bekerja, serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Sebagai pelaksanaan pasal-pasal UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan amanat UU Nomor 13 Tahun 2003, Indonesia kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dalam pelaksanaannya, UU Nomor 39 Tahun 2004 ternyata tidak efektif dan tidak memberikan kepastian hukum. Oleh karena itu, perlu dilakukan amandemen terhadap UU Nomor 39 Tahun 2004 agar dapat lebih memberikan kepastian hukum terhadap TKI sejak dari pra penempatan, masa penempatan dan pasca penempatan. 3. Landasan Sosiologis Keterbatasan lowongan pekerjaan di dalam negeri menyebabkan banyak Warga Negara Indonesia mencari pekerjaan di luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah Warga Negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri semakin meningkat. Perlakuan yang sewenang-wenang sangat mungkin dialami oleh TKI yang mempunyai pendidikan relatif rendah dan tidak mempunyai keterampilan. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan kita ini ke depan, harus mampu memberikan perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN MATERI MUATAN Dalam upaya lebih meningkatkan pelayanan proses penempatan dan perlindungan terhadap TKI selama pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan dan untuk membentuk sistem penempatan dan perlindungan TKI yang mudah, murah, cepat, aman dan tidak berbelit-belit perlu dilakukan perubahan Undang-undang No. 39 Tahun 2004. Beberapa substansi yang perlu dilakukan perubahan diantaranya : A. HAK DAN KEWAJIBAN TKI Hak-hak dari TKI yang diatur di dalam Pasal 8 huruf b menyangkut masalah informasi. Dalam prakteknya TKI tidak memperoleh akses dalam pelaksanaannya, sehingga banyak TKI lebih mendengar para calo TKI menyangkut informasi kerja di luar negeri. Di dalam Pasal 8 huruf g, hak TKI tentang jaminan perlindungan hukum atas tindakan yang merendahkan harkat dan martabatnya, pada implementasinya jaminan perlindungan tersebut tidak terealisasi. Di dalam Pasal 9 huruf d, diatur mengenai kewajiban memberitahukan atau melaporkan kedatangan dan kepulangan TKI kepada perwakilan RI di negara tujuan. Dalam prakteknya, banyak TKI yang dikirimkan ke luar negeri tidak melaporkan kedatangan dan kepulangannya ke tanah air. Kantor perwakilan RI di negara penempatan TKI, seringkali tidak mendapatkan laporan kedatangan dan kepulangan TKI, bahkan kantor perwakilan baru mengetahui ada TKI yang bekerja di sana setelah ada kasus yang menimpa pekerja Indonesia.

B.

C.

D.

E.

F.

Oleh karena itu dalam perubahan UU ini harus dicantumkan siapa yang harus memastikan dan memikul tanggung jawab apabila hak dan kewajiban TKI tersebut tidak dilaksanakan atau tidak dipenuhi. PERAN PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PENEMPATAN TKI DI LUAR NEGERI Perlu evaluasi dan analisis yang mendalam mengenai peran yang harus diambil oleh pemerintah dan swasta dalam proses penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri. Sampai sejauh mana dan hal-hal apa saja yang harus menjadi tanggung jawab pemerintah dan swasta? Peran dan tanggung jawab pemerintahpun harus diatur secara jelas mengingat dalam pelayanan penempatan dan perlindungan TKI melibatkan berbagai instansi agar tidak menimbulkan dualisme pelayanan penempatan dan perlindungan TKI. PERAN PERWAKILAN RI PADA MASA PENEMPATAN Mengingat bahwa PPTKIS nantinya hanya akan berperan dalam mencari job order, dan tidak lagi mempunyai peran pada masa penempatan maupun pada masa purna penempatan, maka peran Perwakilan RI di luar negeri dalam memberikan perlindungan kepada TKI kita harus lebih ditingkatkan dan dioptimalkan. Pasal-pasal menyangkut kewajiban PPTKIS di luar negeri seperti persyaratan memiliki perwakilan luar negeri (perwalu) dan mitra usaha yang ada dalam UU sekarang tidak lagi relevan dan harus dihapuskan. Sebaliknya, peran Perwakilan RI harus diatur lebih terperinci dan tegas dalam Undang-undang Perubahan yang akan datang. PERSYARATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TKI Dengan diterimanya permohonan judicial review terhadap ketentuan Pasal 35 point d oleh Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan mengenai syarat minimal pendidikan bagi calon TKI tidak berlaku lagi. Hal ini menimbulkan persoalan karena sebagian pihak memandang bahwa syarat pendidikan merupakan syarat penting untuk mengurangi dan menekan tingkat permasalahan yang dialami oleh TKI. Merupakan kenyataan di dalam praktek bahwa mereka yang berpendidikan relatif rendah, terutama TKI yang bekerja di sektor informal sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi oleh pihak majikannya, PPTKIS dan pihak-pihak lain. Untuk itu dalam perubahan UU Nomor 39 tahun 2004 perlu ada pengaturan yang mengarah pada peningkatan kompetensi TKI, di mana calon TKI harus memiliki kompetensi atas jabatan/pekerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi. Dengan memiliki kompetensi tersebut, maka TKI tidak akan mudah dieksploitasi dan sekaligus dapat memenuhi kualifikasi/kompetensi kerja sebagaimana diminta oleh pengguna. LARANGAN BAGI PEGAWAI KEMENAKER/BNP2TKI/KEMENLU Dalam rangka mengefektifkan Undang-Undang yang baru nanti, perlu adanya ketentuan yang mengatur larangan bagi Pegawai/Pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, Kementerian Luar Negeri, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, hingga kepada keluarga dan kerabat dari Pegawai/Pejabat tersebut untuk melakukan bisnis penempatan TKI ke luar negeri, dengan ancaman sanksi pidana. PENINGKATAN PERLINDUNGAN TKI PADA PRA, MASA DAN PURNA PENEMPATAN UU nomor 39 tahun 2004 lebih banyak mengatur masalah proses penempatan, kurang mengatur masalah perlindungan padahal perlindungan perlu ada pengaturan yang lebih konperhensif, detail dan lebih menjabarkan bentuk-bentuk perlindungan pada masa pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan. Dengan memperhatikan permasalahan permasalahan yang menimpa para TKI, baik semasa pra penempatan, masa pemenpatan dan purna penempatan, maka dalam perubahan UU 39 Tahun 2004, perlu pengaturan yang lebih menekankan pada perlindungan TKI.

BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri memiliki kompleksitas permasalahan yang harus diselesaikan secara komprehensif. Perubahan mendasar yang harus dilakukan adalah memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah dalam proses penempatan dan perlindungan TKI baik pada masa pra penempatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan. B. SARAN 1. Masalah perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian public dan bersifat mendesak, maka RUU perubahan UU Nomor 39 Tahun 2004 perlu segera diajukan dan dibahas di DPR 2. Untuk memperkuat perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri maka pemerintah melalui perwakilan RI di luar negeri lebih pro aktif membuat perjanjianperjanjian perlindungan TKI dengan negara penempatan TKI.

Related Documents

Na
October 2019 47
Na
April 2020 40
Na
November 2019 50

More Documents from ""