Mutiara Ramadhan Haluan MURAH HATI OLEH : H.MAS’OED ABIDIN
Firman Allah, “…. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. Fushilat: 34). Berbuat kebaikan adalah membuktikan seorang memiliki sifat murah hati. Sifat murah hati saat bergaul dengan manusia, menjadikan seorang makin arif. Ketika dia bergaul dan bergumul dengan orang yang jahil bodoh sekalipun, ia mampu mengendalikan diri. Kejahilan adalah durhaka kepada Allah, dan memberi kekuasaan kepada hawa nafsu untuk mengalahkan kebenaran dan mengalahkan akal sehat. “…Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk memenuhi keinginan mereka, dan tentulah aku termasuk orang-orang yang jahil.” (Q.S. Yusuf: 33) Kejahilan adalah menganggap enteng masalah yang serius dan mengejek akan kebenaran. Kejahilan milik bangsa yang buruk akhlaknya. Allah mengabarkan ketika Nabi Musa a.s memerintahkan kaumnya agar menyembelih sapi betina, maka mereka berkata, “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” (Q.S. Al Baqarah: 67). Hamba Allah yang terpuji selalu menjaga lidah, waktu, umur, dan melindungi lembaran-lembaran kebaikan yang sudah ada dan selalu mengisi dengan kebaikan-kebaikan yang lain. Orang yang terpuji perangainya, selalu menghindari keburukan dan tidak mendatangkan manfaat bagi mereka. Hakikat Shaum Ramadhan, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah,’siapa saja yang masih berkata bohong dan mengamalkan hal yang tak berguna selama dia berpuasa, sesungguhnya Allah tidak mengahajatkan orang itu meninggalkan makan dan minumnya’. Amatlah jelas bahwa kalimat bohong, sumpah serapah, dan ucapan yang tidak senonoh akan merusak nilai shaum Ramadhan kita. Maka, mengucapkan kata-kata yang baik artinya membebaskan diri dari kata-kata yang mengandung dosa, celaan, fitnah dan rasa dendam. Inilah kualitas satu masyarakat yang berbudaya.
1
Bangsa yang punya darjah dan muruah bangsa yang tinggi, tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan yang sama. Meskipun mereka sanggup melakukan dan punya hak untuk membalasnya. Ini juga menjadi bukti kesabaran yang tinggi, yang dapat dijadikan ukuran satu martabat. Orang yang memiliki akhlaq sempurna, tidak melumuri lidahnya dengan kata-kata yang sia-sia, bahkan selalu menghindar dari hal yang percuma (lagha) itu.. Waktu tidak di buang-buang hanya untuk melayani sesuatu yang tidak bermanfaat. Begitulah sikap mukmin yang baik yang dilahirkan oleh ibadah shaum Ramadhan. Allah SWT memerintahkan kita untuk tetap berlaku baik. Bahkan berbuat yang lebih baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, agar dia berbalik menjadi teman yang setia. “… Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Q.S. Fushilat: 34). Tidak dapat dimungkiri, bahwa manusia itu menjadi tawanan dari kebaikan. Jika kita berbuat baik kepada seseorang, maka kebaikan itu akan mengikat dirinya dengan diri kita, sebagaimana yang dikatakan seorang bijak ; “Tundukkan hati manusia dengan berbuat baik kepadanya. Karena hanya kebaikan yang dapat menundukkan hati manusia”. Rasulullah SAW memberikan satu resep paling ampuh dalam menguatkan ikatan hidup bermasyarakat, seperti dapat kita simak hadits Rasulullah SAW berikut ini ; “Bersabda Nabi SAW kepada ‘Uqbah bin ‘Amir r.a, “Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan budi pekrti ahli dunia dan akhrat yang paling utama? Yaitu: Melakukan silaturrahmi (menghubungkan kekeluargaan) dengan orang yang telah memutuskannya, memberi kepad orang yang tidak pernah memberimu, dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu”,(H.R. Hakim). Nabi Isa pernah melewati sekumpulan Yahudi yang terbiasa melontarkan kata-kata tidak senonoh. Beliau menanggapi perkataan mereka dengan kebaikan. Bahkan beliau berkata, “Segala sesuatu yang keluar dari mulut sesungguhnya menampakkan apa yang ada di dalamnya”. Kita dapat memahami sindiran ini, bahwa kalimat buruk yang keluar dari mulut seseorang membuktikan watak orang itu. Wa Allahu A’lam bi as Shawab. Wassalam,
[email protected]
2