Musibah

  • Uploaded by: Noer Salim
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Musibah as PDF for free.

More details

  • Words: 861
  • Pages: 2
Apakah/Mengapa Kejadian Gempa Sumtera, Jawa dihubungkan dengan Ayat Al Qur’an? 11 Oktober 2009 SUMBER: Blog Sains-Inrelegion Pertanyaan yang aneh tapi nyata. Facebook dan blog-blog dan berita lainnya tergerak untuk membuat hubungan kejadian luar biasa dengan sejumlah ayat-ayat suci. Bahkan beberapa tokoh agama juga tergerak minatnya untuk juga ikut menghubung-hubungkan. Semua jawaban akhirnya akan berpulang pada wallahu a’lam, atau Allah Swt yang lebih mengetahui. Kita boleh jadi sedikit tahu, sedikit memahami, sedikit menghubung-hubungkan, dan sejumlah kebetulan lainnya yang betul-betul. Sebelum dibahas lanjut, mari kita berpatokan pada penjelasan AQ 6:59 Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). (terj. Depag) Ini merupakan komitmen dari wallahu a’lam. Saya sendiri tidak berani menyalahkan dan apalagi membenarkan semua keterhubungan yang dibuat oleh kita dalam segala keterbatasan logika dan pengetahuan. Namun, saya percaya bahwa segala apa yang terjadi di permukaan bumi ini, di luar, atau di dalamnya semuanya adalah by design. Tidak ada kebetulan dan semua adalah keniscayaan. Tidak ada yang tidak memiliki ukuran dan potensi untuk terjadinya sebuah kejadian sederhana sampai menjadi sebuah resultante bencana yang luar biasa. Dan semuanya sudah “tertulis” dalam kitab yang nyata. Tertulis seperti apa, wallahu a’lam. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan segala sumber turutannya memahamkan kita bagaimana konsepsikonsepsi sebagian kecil dari ilmu Allah dipahamkan kepada manusia. Waktu gempa dan ayat? Pertanyaan yang bergulir pada kejadian gempa (yang menelan korban jiwa besar) adalah waktu yang dipakai oleh stasiun pengamat gempa, kecepatan gelombang gempa saat tiba gempa (ke permukaan bumi) dan waktu terjadinya gempa dari pusat gempa di kedalaman bumi. Jadi, setidaknya ada 3 komponen yang perlu dilihat (dalam pengetahuan kita) : pusat gempa, perjalanan gelombang gempa ke tempat kejadian, dan kedalaman kejadian gempa. Tempat Gempa, diperkirakan berdasarkan laporan stasiun pengamat gempa di kedalaman sekian sampai sekian. Kalau disebut kedalaman 70 km ya artinya antara 67-100 atau kalau disebut 30 km antara 0-34 km. Artinya ada unsur ketidak pastian, karena alat yang dimiliki memiliki faktor koreksi dan perkiraan. Waktu kejadian, waktu kejadian dalam beberapa kasus ini dihubungkan dengan perhitungan kalendar matahari (teristial day). Matahari dan Bulan dalam Al Qur’an memang disebutkan sebagai alat bantu bagi manusia untuk melakukan perhitungan. Al Kahfi juga menjelaskan antara perbedaan waktu hitung pemuda yang tidur dalam gua, 300 tahun dan 9 tahun lagi. Meskipun keduanya (matahari dan bulan) digunakan sebagai alat hitung manusia, namun Al Qur’an dalam pembahasan aturan dan kelengkapannya menggunakan perhitungan kalender bulan (Hijriah), bukan matahari (Syamsiah). Jadi, mengapa hitungan pada hubungan ini menggunakan ayat dalam hitungan waktu masehi?, bahkan lebih spesifik lagi menggunakan WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat). Bagaimana dengan kejadian gempa di Nabire?, apakah menggunakan WIT?, atau Bali dimana antara Kota Banyuwangi dan Kota Negara (Bali) yang jaraknya terpisah beberapa kilometer, tapi waktunya berselisih satu jam?. Informasi dan Keterhubungan? Pertanyaan berikutnya yang menggeluti pikiran adalah, gempa ini dicatat dengan ketepatan waktu berapa oleh BMG, menit atau sampai detik, kalau misal jam 12.58.29 dan 29.59.01 dicatatnya bagaimana?. Bahwa pada suatu peristiwa dilakukan perhitungan seperti yang dilakukan oleh rekan menggunakan kelipatan 19 bisa direnungi lebih ke dalam. Sejumlah kejadian alam semesta (seperti komet Halley, tiba 76 tahun sekali, alias habis dibagi 19). Kita dapat memahami bahwa semua unsur kejadian adalah kombinasi matematis yang tidak sederhana (dan bisa disederhanakan dengan sejumlah pengabaian perhitungan). Dengan kata lain, kejadian besar kecil, baik buruk, tentu ada mekanisme yang mengendalikannya.

Namun : Kalau ayat AQ 17:16 digunakan untuk menjelaskan : Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Untuk menjelaskan kejadian di Padang dan sekitarnya. Maka pertanyaan berikutnya (kalau kita membenarkannya) maka “Nagari Padang” masuk kriteria ini, … Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya?. (ayat yang menjelaskan tentang negeri yang dihancurkan juga menerangkan kaum mana yang dihancurkan oleh Allah). Dengan kata ayat menjelaskan tentang kebijakan Allah untuk mengambil keputusan atas perilaku sebuah negeri !. Bukankah kita tidak tahu, bukankah kita tidak dibenarkan berprasangka, terlebih lagi jika prasangka itu menggunakan “pembenaran” ayat suci !. Subhanallah, bagaimana pula perasaan saudara-saudara kita yang terkena musibah terhadap pernyataan ini?. Perlukah/Pantaskah?. Wah, susah juga ya menjawabnya. Namun, tentu saja kita sebagai ummat Islam yang dari padanya kita diajarkan melihat ilmu dan pengetahuan perlu bertanya : apakah dampak sosial/budaya terhadap kitab Al Qur’an dan pandangan manusia jika kejadian-kejadian musibah besar (atau kecil) dikaitkan dengan cara ini. Bagaimana kalau kita mempercayai dan meyakininya. Bagaimana kalau hitungan serupa atau sejenisnya disampaikan oleh yang berkompeten (tokoh) untuk kejadian yang belum terjadi? Begitu juga hitungan-hitungan waktunya. Tentu, tulisan ini sama sekali tidak meremehkan musibah atau bencana dari sudut pandang rahmat Allah atau azab, namun setidaknya menghubungkan informasi dengan kejadian dengan dasar argumentasi yang kebenarnnya kita juga kita juga masih terperangah sebaiknya kita simpan saja. Ada kekhawatiran, bahwa syiar dengan model ini bisa menimbulkan sisi yang berbeda dengan apa yang sebenarnya sehngga kita terperangkap dalam keterperdayaan…… Wallahu a’lam.

Related Documents


More Documents from "Muhammad Mukhlisin, Lc"

Gempa
June 2020 33
Keimanan
June 2020 32
Musibah
June 2020 30
Store Monitor
November 2019 46
Data Riset 2
April 2020 34