MULTIKULTURALISME DAN STRATIFIKASI ETNIK BUDAYA DI INDONESIA (Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Sistem Sosial Indonesia) Dosen Pengampu : Sulistyaningsih
Disusun Oleh : Suci Rosyanadewi 08720002
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL & HUMANIORA JURUSAN SOSIOLOGI 2009 PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara yang kaya akan segala hal di antaranya, suku bangsa, etnis, kaya akan hasil alam dan yang paling penting kaya akan budaya nya. Namun di balik itu semua. Indonesia masih sangat sulit untuk meyatukan budaya yang ada tersebut. Harus diakui bahwa indonesia merupakan sebuah konsep yang terdiri dari keberagaman etnik, setiap kelompok etnis atau komunitas menempati sebuah wilayah yang menjadi tempat hidupnya. Yang secara tradisional diterima dan di akui kelompok etnis lain sebagai hak ulayat. Lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultural yang berbedabeda. Perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat kedaerahan seringkali disebut sebagai masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. KESADARAN multikultur sebenarnya sudah muncul sejak negara Republik Indonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme kemudian ditekankan. Alhasil sampai saat ini, wawasan multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Multikultur baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya mengkritik penerapan demokrasi. Pada penerapannya, demokrasi ternyata hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana demokrasi itu ternyata bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. "Singkatnya, multikultur adalah wacana yang mengkritik wacana yang dilupakan dalam demokrasi. Agar multikultur tidak menjadi sekadar jargon, orang harus tahu definisinya. Ada juga pemahaman yang memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur justru disalahartikan yang mempertegas batas identitas antarindividu. Bahkan ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli. Multikultur, adalah wacana yang mengandung berbagai macam kepentingan hubungan kekuasaan. Wacana tersebut kemudian dikembangkan dan didukung oleh media. "Keberagaman di Indonesia itu sudah lama ada. Tetapi multikultur adalah soal bagaimana memahami kebudayaan itu sendiri. Saat ini, orang masih menganut
totemisme dan perbedaan dinilai bukan hal yang menyenangkan. Setiap kelompok lalu mulai membuat teritorial, jika bahasa Indonesia saja bisa lintas batas, seharusnya konstruksi budaya juga demikian. Struktur masyarakat indonesia di tandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal,ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan kedaerahan. Secra vertikal, struktur masyarakat indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah yang cukup tajam. Masalah-masalah yang bersumber pada perbedan etnik di Indonesia sesungguhnya telah lama diakui oleh pemerintah namaun di pendam dengan alasan SARA. Selama lima tahun terakhir masalah yang ditimbulkan perbedaan etnik bahkan mencuat di berbagai daerah terutama akibat dari ketimpangan akses terhadap sumber daya alam/ekonomi, ketidakadilan hukum, dan akhirnya masalah etnik menjelma menjadi masalah struktural dalam Sistem Sosial Indonesia.
PEMBAHASAN
Masyarakat multikultural yang mengarah kepada menguatnya basis masing-masing etnik menekankan kesukubangsaan dan kebudayaan. Masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas suku bangsa yang didasari prasangka yang menghasikan stratifikasi sosial, secara primordial yang subjektif dan dapat mengarah kepada pembentukan stigma sosial satu suku atas suku lain. Dengan adanya maslah-masalah seperti. Multikultural di Indonesia, sistem stratifikasi sosial, etnisitas dan kelas sosial, definisi luas etnisitas dan kelompok etnis, humanisme,agama dan politisasi, yang pada akhirnya sampai pada konflik Etnik. Hal-hal inilah yang akan di bahas lebh jelas lagi dalam pembahasan sistem sosial indonesia. A. Multikultural di Indonesia Di Indonesia konsep ”masyarakat kultural” sebenarnya telah di bayangkan Founding Fathers yang berideologi demokrasi. Dalam mendesain apa yang dinilai sebagai kebudayaan bangsa. Mereka memberi penjelasan kepada pasal 32 UUD 1945 dengan peryataan: ”kebudayaan bangsa indonesia adalah
puncak-puncak
kebudayaan
di
daerah-daerah”
dalam
perkembanganya, kebijaksanaan politik kebudayaan nasional. Kebudayaan daerah yang menjadi satuan keunggulan etnik yang beragam (kebudayan suku bangsa) ditiadakan, selanjutnya yang ada adlaha kebudayaa di setiap provinsi. Indonesia juga multikultural dilihat dari sudut adanya komunitas masyarakay hidup di pedesaan, pegunungan, lembah, dataran, dan pantai yang dapat hidup berdampingan begitu pula perbedaan masyarakat kota yang metropolitan dapat hidup dengan komunitas multikultural, karena berorientasi pada budaya modern yang globalized dan masyarakat pedesaan. Peningkatan keragaman budaya masyarakat juga terjadi berkaitan dengan proses migrasi. Faktor-faktor semacam migrasi. Proses migrasi tersebut mengarah pada penungkatan keragaman etnik, agama, ras, meningkatkan heteregonitas komposisi penduduk acapkali menimbulkan friksi sosial.
Dalam
masyarakat
multikultural
masing-masing
budaya
bersifat
otonom.sehingga tampak sebagai bentuk masyarakat multieknik. Masyarakat multikultural dalam perkembanganya akan bersinggungan dengan konsep hidup bersama, untuk mencari kehidupan bersama. Dengan berbagai karakternya Indonesia dapat disebut juga sebagai bangsa dengan elemen pendukung multikultural. Di negeri ini berkembang sekiatar 300 kelompok etnis dengan bahasa pengantar
komunikasi
berbeda. Pada pertengahan tahun 1980-an saja terdapat 14 etnis besar yang masing-masing memilik populasi lebih dari satu juta orang. Demikian pula dari sisi kepercayaan religius, masyarakat indonesia terbagi dalam empat agama besar di dunia: islam, protestan, katolik, hindu, budha. Indonesia juga di pandang sebagai bangsa multikulturali drai sisi kehidupan masyarakat pedesaan, suku-suku tradisional bersamaan dengan kehidupan masyarakat perkotaan yang berorientasi pada kebudayaan modern global dan kebudayaan post modern. B. Sistem Stratifikasi Sosial Meskipun komunitas mausia tidak di rancan sesuai rencana namun mereka tetap terogarisir. Ada prosedur-prosedur yang diakui dalam mencari kerja, mengaplikasikan hak, memasukan anggota baru dalam kelompok, meminilmalkan persaingan dan konflik, dan membuat peraturan-peraturan. Pemahamam semacam ini yang di bakukan dalam adat dan hukum disebut norma konvensional, dan totalitas norma-norma ini menimbulkan struktur sosial. Cara dimana manusia di klasifikasikan dan dirangking merupakan bagian penting dari struktur masyarakat. Disemua masyarakat terdapat klasifikasi pada diri manusia. Mereka dibedakan satu dengan yang lainya dalam hal etnik, budaya, usia, jenis kelamin dan kemampuan alamiah. Dibanyak masyarakat wanita di posisikan subordinat dan orang-orang dengan bakat khusus diberi tanggung jawab tambhan tetapi di luar ini kriteria klasifikasi berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Di sebagian masyarakat manusia di klasipikasikan berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan. Sementara
dalam masyarakat lain merka di klasifikasikan berdasarkan sejarah keluarga mereka (masyarakat feodalis), dan berdasarkan susunan hierarkis. Dengan demikian tiap-tiap orang di klasifikasikan dalam beberap cara tetapi kriteria yang paling penting adalah kriteria yang menentukan statusnya dalam masyarakat. Ketika berbicra tentang stratifikasi sosial, para ahlii sosiologi akan menunjuk pada rangking kategori masyarakat. Bukan rangking individu karena kategori sossiologi merupakan hasil perbandingan individu dalam masyarakatnya. Beberapa orang hidup dalam kenyamanan sementara lainyasebagian hak-haknya tercabut. Karena status sosial mereka. Status merujuk pada pijakan seseorang dalam masyarakatnya. Dalam masyarakat yang terstratifikasi,posisi di rangking berdaarkan susunan hierarki. karena ada banyak kriteria untuk klasifikasi. Ada beberapa jenis stratifikasi sosial salah satu yang paling dikenal adlah sistem kelas, seperti halnya sistem kelas di perancis yang palin pertama di kembangakan di inggris setelah terjadi revolusi industri. Dalam kelas ini erat kaitanya dengan hakhak previelegenya- dengan gelar aristroraksinya dan kekayaan lainya . Stratifkasi sosial yang berlangsung di lingkungan masyarakat tampaknya terpelihara akibat oleh sistem aspirasi masyarakat, sehngga melahirkan diskriminasi hak-hak pada umumnya. C. Etnisitas dan kelas sosial Salah satu yang sering muncul dalam literatur etnisitas bukanlah kelas. Etnisitas dalam kaitanya dengan hubungan kekuasaan, sebagai simbol yang ada pada level kelas. Seperti contoh di perkotaan banyak golongan etnis di sanadengan kata lain dari semua etnis di indonesia berkumpul di sana dan diantara mereka sering terjadi kelas sosial. Seperti halnya ada etnis yang kedudukan kelasnya lebih tinggi di banding etnis-etnis lainya seperti perbedaan kekayaan materi yang mereka punya. D. Definisi Luas Etnik dan Kelompok Etnis.
Etnik merupakan konsep yang pekat dari sisi pemahaman proses sosial . pada perkembangan ini mempunyai pengertian yang menyempit dan meluas. Sementara pendapat misalnya menyebutkan bahwa etnik juga bermakna bangsa. Selain istils “ethnic” terdapat pula istilah “ethnicism” yang merujuk pada sejumlah sifat yang menjadi etnis tertentu.pad akhirnya akan tampak bahwa “etnocentric” merupakan suatu penanda utama bahwa hal itu berkaitan dengan kelompok atau ras yang di anggap paling penting. Kajian etnik dalam tulisan ini sebagian adalah hasil dari cara-cara bagaiman enisitas dan kelompok etnik sering di definisikan. Lebih membatasi dari konseptualitas kelompok etnis ke kelompok minoritas. Dan sering kali kelompok tertentu lagi. Lalu apa yang di maksud dengan kelompok etnik. Individu-individu yang ada.
Dalam kelompok etnik sama-sama memiliki perasaan identitas
kelompok lain. Jika kita menerima definisi kelompok etnik ini, individu adalah etnik dalam pengertian bahwa dia saling membagi nilai. Pola-pola perilaku, dan sifat-sifat budaya dari kelompok etnik tertentu. Kelompok lain ,seperti kelompok keagamaan,kelas sosial, regional. E. Humanis, agamis, politisasi. Tidak bisa tidak, agar agama-agama mampu menghadapi tantangan masa depan yang berupa globalisasi, ia harus benar-benar bersifat humanistik serta terbuka. Artinya, ketika melakukan dialog perlu ditanamkan sebuah keyakinan bahwa kebenaran suatu agama adalah milik masing-masing pemeluknya. Sementara itu, penghargaan dan penghormatan atas agama lain adalah prioritas mutlak dalam mewujudkan kebersamaan dan perbedaan. Tanpa adanya sikap saling mengormati, tampaknya kita semakin terperosok pada keyakinan yang membabi-buta atas agama tertentu di alam yang plural ini. Dan, kita akan terjebak pada potensi-potensi kekerasan yang jelas-jelas menodai rasa kemanusiaan kita. Tugas penting agama- agama adalah bersama
mencari makna kemanusiaan. Yang terjadi pada masyarakat kita selama ini adalah ketakutan mental, minimnya sikap saling menghormati dalam beragama. Ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan dalam agama. Sikap agama terhadap masalah kemanusiaan, akan menjadi tolok ukur profetis agama di tengah masyarakat. Kehilangan fungsi profetis ini otomatis menghilangkan fungsi agama di tengah masyarakat. F. Konflik Etnik Sering kali agama di jadikan alasan penyebab terjadinya konfik antar etnik, seperti halnya Tragedi Sampit. Kerusuhan sampit sama sekali bukanlah kerusuhan agama. Konflik ini jelas karena faktor benturan budaya dan juga masalah kesenjangan sosial antara masyarakat asli setempat dengan masyarakat pendatang. Sangat tidak arif dan sangat tidak bijaksana pihakpihak yang mengkaitkan masalah ini dengan isu agama. MESKIPUN kasus Sampit
tidak menampakkan relasi struktural yang
signifikan, tetapi secara substantif jelas kasus itu memiliki kesamaan, yaitu suatu konflik sosial yang berlanjut pada tindakan kekerasan yang melibatkan orang-orang Madura. Semua orang, sadar atau tidak, seakan-akan sudah memahami, bahwa kasus Sampit adalah konflik antar-etnik. Untuk mendeteksinya tidaklah terlalu sulit karena simbol-simbol etnisitas dengan mudahnya diobral dan dikemas untuk memperkuat citra yang sudah telanjur terbentuk itu. Padahal, dari beberapa sumber, terlalu naif jika kasus Sampit hanya dimaknai sebagai konflik bermotif etnisitas.
KESIMPULAN
Pluralitas di Indonesia adalah berkah tak ternilai harganya dari Tuhan Yang Maha Kuasa. sayangnya, manusia sering salah menerjemahkan rahmat tersebut sehingga kerap menjadi bencana. Bukanlah Tuhan yang menganugerahkan bencana, melainkan manusia yang memiliki cara pandang sempit (miopik) yang sering menyelewengkan rahmat tersebut menjadi bencana. Agama dan keberagamaan merupakan tolok ukur dan pintu gerbang (avant garde) menilai bagaimana pandangan pluralitas ditegakkan. Bagaimana individu dan kelompok tertentu memandang individu dan kelompok lainnya. Semangat keberagamaan yang cenderung memuja fundamentalisme menjadi akar masalah serius seringnya pluralitas berpeluang menjadi bencana daripada rahmat. CATATAN KRITIS Tidak ada afiliasi Etnik yang bisa mengatur perilaku dalam semua situasi jika ada. Ikatan garis etnik yang yang memungkinkan munculnya masyarakat multietnik tidak bisa berkembang. Masalah-masalah institusional dan ideologi juga mempercepat pertumbuhan konflik etnik. Penyebaran ilai-nilai kesetaraan (equality) membuat subordinasi etnik tidak lagi sah dan memicu kelompok etnik di banyak tempat untuk sama-sama dalam kesetaraan. Dalam pengertian intelektual. Hubungan etnik adalah bidang yang sarat dengan dogma namun kurang dalam kesepakatan tentang prinsip utama. Umpamanya ada kegagalan untuk membedakan jenis-jenis hubungan etnik. Dalam banyak penelitian dikatakan bahwa hubungan etnik merupakan hubungan antara superior dengan subordinat. Globalisasi yang melanda dunia, disisi lain, memunculkan dua fenomena yang berjalan sejajar. Pertama terjadinya proses monokultur dengan adanya pendekatan budaya tingi (high-culture) yang secara sadar memaksakan kehendak untuk mengormati kekuasaan, sosial, politik, dan ekonomi. Masyarakat multikultular adalah suatu konsep untuk merujuk pada persfektif hubungan sosial yang beragam. DAFTAR PUSTAKA
Salim,Agus. 2006. Stratifikasi Etnik. Yogyakarta: Tiara Wacana. Koentjaningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan. Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia. Jakarta: PT Grafindo Persada.