LAPORAN KASUS G4P1A2 33 TAHUN, HAMIL 32 MINGGU, JANIN 1 HIDUP INTRAUTERINE LETAK LINTANG DORSO INFERIOR PARTUS PREMATURUS IMMINENS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Tugurejo Semarang
Diajukan Kepada : dr. Jenny Jusuf, Msi,Med, Sp.OG Disusun oleh: Triasih Amalya
H2A014008P
Kepaniteraan Klinik DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2018 LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
Mini cex G4P1A2 33 TAHUN, HAMIL 32 MINGGU, JANIN 1 HIDUP INTRAUTERINE LETAK LINTANG DORSO INFERIOR PARTUS PREMATURUS IMMINENS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Tugurejo Semarang Disusun Oleh: Triasih Amalya H2A014008
Telah disetujui oleh Pembimbing: Tanggal : ........................................... Pembimbing Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Diajukan Kepada : dr. Jenny Jusuf, Msi,Med, Sp.OG
BAB I PENDAHULUAN Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram. Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran neonatal. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar dan risiko distres pernafasan/ gawat janin.1 Dua pertiga dari kasus kematian neonatus di Indonesia disebabkan oleh kelahiran preterm atau yang biasa disebut dengan prematur, tertinggi kedua setelah gangguan atau kelainan napas, dan 48% kematian neonatus kurang dari 1 bulan disebabkan oleh kelahiran preterm. Sedangkan di negara barat, 80% dari kematian neonatus disebabkan oleh prematuritas. Dan yang lebih buruk adalah 10% dari neonatus yang selamat memiliki kecacatan jangka panjang.1 Komplikasi dari persalinan preterm adalah penyebab tunggal langsung terbesar dari kematian neonatal, yang bertanggungjawab pada 35% dari 3,1 juta kematian pertahun dan penyebab kematian kedua paling sering pada kematian balita setelah pneumonia. Dilahirkan secara prematur juga meningkatkan risiko bayi meninggal dikarenakan penyebab lain, terutama dari infeksi neonatus. Persalinan preterm diperkirakan menjadi faktor risiko pada setidaknya 50% dari semua kematian neonatal .1 Maka diperlukan pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitif terhadap perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin dalam keadaan sehat dan hanya reaksi terhadap stess dari kontraksi uterus selama persalianan.
BAB II KASUS I.
IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. S
Umur
: 33 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir
: SMK
Alamat
: Karang Sari RT 11/03, Semarang
Tanggal masuk
: 16 September 2018
No. CM
: 41-28-80
Biaya pengobatan
: BPJS
Nama Suami
: Tn. L
Umur
: 39 th
Alamat
: Karang Sari RT 11/03, Semarang
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan Terakhir
: SMP
II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari 17 September 2018 pukul 01.30 WIB Keluhan utama : Kenceng-kenceng Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD tanggal 16 September 2017 sekitar puku 23.30 dengan keluhan kenceng-kenceng. Pasien
bercerita bahwa
sebelumnya terjadi KDRT, dalam kejadian tersebut pasien terpleset dan jatuh. Keluhan lain yang dirasakan nyeri perut bagian bawah hingga ke
punggung, menurut pasien gerakan janin berkurang sejak pukul 19.00. Jalan lahir : lendir dan darah (-) cairan mrembes dan ngepyok (-).
Riwayat haid : Menarche pada usia 15 tahun, Lama haid : 7 hari HPHT : 22 -01- 2018 HPL
: 29 -10- 2018
Riwayat nikah : Pasien menikah 1 kali dengan suami yang sekarang ± selama 6 tahun Riwayat obstetri : G4P1A2 Anak Tahun Tempat ke
Umur
Jenis
Kehamilan
Persalinan
Penolong Penyulit
Berat
Kondisi
Lahir
Anak
(gram) 1.
2012
RS
2.
2013
RS
3.
2017
4 4.
2018
Abortus (kuretase) 38 mgg
RS
SC
Plasenta
3800
previa
gr
Abortus (kuretase)
Riwayat ANC : Puskesmas satu bulan 1 x selama hamil Riwayat KB : diakui menggunakan pil KB Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit asma
: disangkal
-
Riwayat penyakit hipertensi
: disangkal
-
Riwayat penyakit diabetes mellitus
: disangkal
-
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Sehat
-
Riwayat alergi obat, alergi makanan
: disangkal
-
Riwayat operasi
: SC
-
Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu
: disangkal
-
Riwayat Infeksi Saluran Kemih
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga -
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
-
Riwayat DM
: disangkal
-
Riwayat HT
: disangkal
-
Riwayat Asma
: disangkal
-
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi -
Pasien seorang ibu rumah tangga, dan suami bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien tinggal bersama suami, dan orang tua. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan ekonomi : cukup
Riwayat Pribadi -
Merokok
: disangkal
-
Psikotropika
: disangkal
-
Alkohol
: disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 September 2018 pukul 01.00 WIB di Bangsal VK RSUD dr. Adhyatma MPH Semarang
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: kompos mentis
Vital sign
:
-
TD
: 110/70 mmHg
-
Nadi
: 80 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
-
RR
: 20 x/ menit
-
Suhu
: 36,70C
-
Status Gizi -
Kesan
: status gizi baik
Status Generalisata : -
Kepala
: bentuk mesocephal
-
Mata
: konjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
reflex cahaya (+/+), pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm). -
Telinga
: normotia, discharge (-/-), massa (-/-)
-
Hidung
: simetris, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),
septum di tengah, concha hiperemis (-/-). -
Mulut
: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-),
faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1). -
Leher
: pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah bening
membesar (-) -
Thoraks : Cor : Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra Perkusi
: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan
Pulmo : Inspeksi
: simetris, statis, dinamis, retraksi (-)
Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-
Abdomen
-
Ekstremitas
: sesuai status obstetrikus
Superior
Inferior
Oedema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Clubbing finger
-/-
-/-
Status obstetrikus : - Pemeriksaan luar : Inspeksi : Perut membuncit, tampak luka bekas sayatan operasi,membujur dan striae gravidarum (+) Genitalia Eksterna : air ketuban (-), Lendir darah (-) Palpasi : Pemeriksaan leopord I.
TFU setinggi pusat , teraba kosong
II. Teraba keras, bulat, ballotemen + (kepala)
di sisi kanan ibu.
Teraba lunak, besar, bulat ( bokong) di sisi kiri ibu III. Teraba panjang keras, seperti papan ( punggung janin) IV. Tidak dilakukan TFU: 23 cm TBJ : 1860 gram
Auskultasi : Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan setinggi umbilikus dengan frekuensi 12-11-12. (134 x/menit) - Pemeriksaan Dalam Tidak dilkukan
PERKEMBANGAN PASIEN Tanggal
Keadaan Umum
His, DJJ
Perkembangan,
Inisial
Plan 17/10/
110/80 mmHg
1x/10 menit
VT : -
2018
36,7 oC
” 10
PPV : -
(01.30)
Nadi : 80x/menit
11-11-12
Inf. RL 20 tpm
Hb : 10,70 g/dL
Pematangan paru 2 hari Dexamethasone 6mg/12jam im Nifedipin 3x10 mg P.O Vit. BC/C/SF 1tab/12jam
17/10/
110/80 mmHg
His (-)
VT : -
2018
36,5 oC
PPV : -
(06:00)
Nadi : 85x/menit
Inf. RL 20 tpm Dexamethasone 6mg/12jam Nifedipine 10mg/8jam P.O Vit. BC/C/SF 1tab/12jam
18/10/
110/70 mmHg
His (-)
VT : -
2018
36,8 oC
PPV : -
(06.00)
Nadi : 84x/menit
Inf. RL 20 tpm Dexamethasone 6mg/12jam Nifedipine 10mg/8jam P.O Vit. BC/C/SF 1tab/12jam
19/10/
110/70 mmHg
His
PPV :-
2018
36,5oC
Inf. RL 20 tpm
(06:00)
Nadi : 81x/menit
Dexamethasone 6mg/12jam Nifedipine 10mg/8jam P.O Vit. BC/C/SF 1tab/12jam
20/10/
110/70mmHg
2018
36,8oC
His (-) Obat Pulang :
(06:00)
Nadi : 84x/menit
- Vit. BC/C/SF tab 2x1 P.O - Nifedipine tab 3x1 P.O
PEMERIKSAAN PENUNJANG o
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Rujukan
Leukosit
9,89
103/uL
3,6-11
Eritrosit
3,73
106/uL
3,8-5,2
Hemoglobin
10,80
g/dL
11,7-15,5
Hematokrit
33,10
%
35-47
MCV
84,20
Fl
80-100
MCH
29,50
pg
26-34
MCHC
32,60
g/dl
32-36
Trombosit
298
03/uL
150-440
RDW
13,20
%
11,5-14-5
PLCR
20,3
%
-Eosinofil Absolute
0,06
103/uL
0,045-0,44
-Basofil Absolute
0,02
103/uL
0-0,2
Darah Rutin
Diff Count
o
-Netrofil Absolute
7,69
103/uL
1,8-8
P -Limfosit Absolute
1,75
103/uL
0,9-5,2
-Monosit Absolute
0,18
103/uL
0,16-1
-Eosinofil
3,70
%
2-4
-Basofil
0,30
%
0-1
-Netrofil
77,70
%
50-70
-Limfosit
16,20
%
25-40
-Monosit
5,30
%
2-8
HbsAg
(-)
(-)
Non Reaktif
GDS
80
Mmol/L
<125
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN :
-
USG
: Tampak janin I hidup intrauterine, letak lintang dorsoinferior
FM(+), FHM(+), FHR(+) 154 spm Usia kehamilan
: 32 minggu 2 hari
Letak Janin
: Letak lintang dorso inferior
TBJ
: 2480 gram
Biometri fetal
: BPD 8,67 cm, AC 30,11 cm, HC 30,47cm, FL 8,50
cm Implementasi plasenta fundus meluas ke korpus anterior tak sampai SBR.Liquor Amnii jernih kesan cukup , DIAGNOSIS KERJA G4P1A2, 33 tahun, hamil 32 minggu Janin1 hidup intra uterin Letak lintang dorsoinferior Partus prematurus imminens
IV. INITIAL PLAN a. Ip Dx G4P1A2, 33 tahun, hamil 32 minggu Janin1 hidup intra uterin Letak lintang dorsoinferior Partus prematurus imminens b. Ip Tx -
Infus RL 20 tpm
-
Dexamethasone 6mg/12jam (selama 48 jam)
-
Nifedipin 3x10 mg P.O – dilanjutkan Nifedipin 10mg/8jam P.O
c. Ip Mx -
Keadaan Umum
-
TTV
-
DJJ, His, PPV, Tanda tanda inpartu, d. Ip Ex
-
Menjelaskan rencana tindakan
-
Informed Concent kepada pasien dan keluarga tentang keadaan ibu serta janin
V.
Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit PROGNOSIS Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Quo ad Sanam
: dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
BAB III PEMBAHASAN Pada Anamnesis di dapatkan bahwa usia kehamilan pasien yaitu 32 minggu . Pasien mengeluh adanya kenceng – kenceng. Hal ini selaras dengan Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT) (ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang. Letak lintang pada pasien dapat dipastikan karena saat dilakukan pemeriksaan fisik dan USG sumbu bayi melintag dari sumbu ibu. Etiologi dan faktor risiko partus prematurus imminens pada pasien lebih dikarenakan faktor ibu yaitu riwayat trauma sebelumnya , adanya riwayat abortus sebelumnya, dan riwayat SC. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010), yaitu diantaranya yg sesuai dengan kasus Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain).Hal tersebut sesuai dengan kasus bahwa ibu mengeluh nyeri perut bagian bawah hingga ke punggung. Letak lintang pada kasus ini
salah satu faktor resikonya
adalah
abnormalitas struktur uterus karena adanya riwayat kuretase dan SC. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm pada kasus yaitu : 1. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap
8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg. 2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid, Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin : Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah: 1.
Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2.
Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT) (ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang.2 Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram.2 Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
B. Epidemiologi Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini .2 Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini
sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi.2
C. Etiologi dan Faktor Resiko Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu : 1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion 2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu : 1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdhhhominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus. 2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
D. Diagnosis Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010), yaitu: 1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari, 2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit, 3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain), 4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah, 5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, 6. Selaput amnion seringkali telah pecah, 7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika. Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage
of
Obstetricians
and
Gynecologists
(1997)
untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut: 1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks, 2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm, 3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI : 1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba.
E. Penatalaksanaan Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah3: 1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu : a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg. b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru. c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat
produksi
prostaglandin
dengan
menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual4. Kontraindikasi
relatif
penggunaan
tokolisis ialah
ketika
lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti: a. Oligohidramnion b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini c. Preeklamsia berat d. Hasil nonstrees test tidak reaktif e. Hasil contraction stress test positif f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik. 2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid, Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah: 3.
Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
4.
Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
5. Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
6. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik. Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis .
.
Kehamilan Letak Lintang5,6
1.
a. Pengertian :
Suatu keadaan janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada posisi yang lain. Biasanya bokong berada pada posisi sedikit lebih tinggi dari kepala janin, sedangkan bahu berada dalam pintu atas panggul.5,6 1) Terjadi jika sumbu panjang janin terletak melintang. Pada pemeriksaan abdomen, sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar (kepala atau bokong) pada simfisis pubis. Kepala biasanya teraba di daerah pinggang .5,6 b.
Tipe Letak Lintang
Menurut posisi punggung janin ada 4 macam menurut Myles (2007) yaitu: a) Punggung janin berada di depan (dorso anterior)
b) Punggung janin berada di belakang (dorso posterior)
c) Punggung janin berada di bawah (dorso inferior)
d) Punggung janin berada di atas (dorso superior)
Etiologi
c.
Faktor penyebab kehamilan letak lintang menurut Cunningham (2005), yaitu: a)
Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi menyebabkan otot uterus dan perut kendor mengakibatkan kurangnya fiksasi posisi pada janin.
b)
Prematuritas
c)
Plasenta previa
d)
Bentuk uterus abnormal, uterus arkuatus dengan adanya cekungan pada fundus uteri sehingga diameter transversal uterus
lebih
pendek dari diameter longitudinal uterus. e)
Hidramnion
cairan amnion yang berlebihan mengakibatkan
mobilitas janin yang lebih leluasa. f)
Panggul sempit
g)
Tumor daerah panggul
h)
Gemelli
i)
Tali pusat pendek pada dasarnya letak janin menyesuaikan dengan panjangnya atau pendeknya tali pusat
j)
Kelainan bentuk rahim
d. Diagnosis
Diagnosis letak lintang dapat ditegakkan dengan beberapa cara menurut Mochtar (2012), yaitu : a) Inspeksi : Perut membuncit ke samping.
b) Palpasi : Fundus uteri rendah dari seharusnya tua kehamilan c) Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau
bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul (PAP) d) Kepala (ballottement) teraba di kanan atau di kiri
e) Auskultasi : DJJ setinggi pusat kanan atau kiri.
f) Pemeriksaan dalam (VT) :Teraba tulang iga, dan kalau tangan menumbung
teraba tangan.
Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman. g) Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau
kekiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri. h) Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak
dada dengan klavikula. i) Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan
kecil dan ketuban utuh, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah. j) Foto rontgen : Tampak janin dalam letak lintang.
e. Komplikasi Letak Lintang
Komplikasi pada hamil letak lintang karena bagian terendah tidak menutup PAP, ketuban cenderung pecah sebelum waktunya dan dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat keduanya merupakan komplikasi yang gawat dan memerlukan tindakan segera Komplikasi letak lintang menurut Bowes (2006), yaitu :
1) Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah rupture uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstrasi, partus lama, ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum. 2) Bagi janin
Angka kematian tinggi (25 - 49%), yang dapat disebabkan oleh :
a) Prolapsus funiculi
b) Trauma partus
c) Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
d) Ketuban pecah dini
f. Penatalaksanaan Ibu Hamil Letak Lintang
1) Penatalaksanaan ibu hamil letak lintang menurut Saifuddin (2006), meliputi : a) Posisi knee chest
Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dari dada menempel pada kasur pada kehamilan sekitar 28 sampai 30 minggu dilakukan posisi knee chest 3-4 kali per hari selama 15 menit. b) Posisi trendelenburg
Berbaring dengan posisi kepala ibu lebih rendah dari kaki 2) Penatalaksanaan ibu hamil letak lintang menurut Chapman (2006), meliputi : c) Versi sefalik eksternal
Metode ini adalah mengubah posisi janin dari luar tubuh ibu. Hati-hati saat berusaha memutar bayi secara eksternal, bahkan bila
persalinan
telah
mulai
biasanya
masih
bisa
berhasil.Menurut Chan (2004) versi sefalik eksternal dapat dilakukan
pada
umur
kehamilan
34-36
minggu
untuk
primigravida dan umur kehamilan lebih dari 38 minggu untuk multigravida.
d)
Seksio sesaria
Diindikasikan bila ada hal-hal sebagai berikut :
(1) Tali pusat menumbung
(2) Versi sefalik eksternal tidak berhasil
(3) Persalinan telah lanjut dan/atau pecah ketuban
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo.
2.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
3.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
4.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
5.
Cunningham, F.G, et al. Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw – Hill Companies. 2007.
6.
Supono. Pimpinan persalinan letak lintang. Dalam : Ilmu kebidanan bagian patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi / Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Umum Pusat dr. Muhammad Hoesin, Palembang.
7.
Marmi, dkk. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2011.