MINI RESEARCH ANALISA HASIL SCREENING PENYAKIT TIDAK MENULAR PADA ANGGOTA KPPS DESA TIMBULHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Sewon I Bantul
Disusun oleh: Ridham Ismu Prahantyo
20174011008
Bella Trisnawati
20174011057
Sugeng Riyanto
20174011114
Ananta Humar Pramodana
20174011116
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019
HALAMAN PENGESAHAN MINI RESEARCH
ANALISA HASIL SCREENING PENYAKIT TIDAK MENULAR PADA ANGGOTA KPPS DESA TIMBULHARJO SEWON BANTUL YOGYAKARTA Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal
Mengetahui, Dosen Pembimbing IKM FKIK UMY
Dr. dr. H. Kusbaryanto, M. Kes NIK. 19650807199701173022
Mengetahui, Pembimbing IKM
Kepala Puskesmas
Puskesmas Sewon I
Puskesmas Sewon I
dr. Endang Fitriani
dr. Anastasia Endar
NIP.
NIP.
1
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... 1 DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2 BAB I ......................................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3 A.
Latar Belakang ............................................................................................................ 3
B.
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
C.
Tujuan Penelitian......................................................................................................... 4
D.
Manfaat Penelitian....................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5 A.
Tinjauan Pustaka ......................................................................................................... 5 1.
Penyakit Tidak Menular .......................................................................................... 5
2.
Screening ............................................................................................................... 10
BAB III .................................................................................................................................... 15 METODE PENELITIAN ...................................................................................................... 15 A.
Desain Penelitian ..................................................................................................... 15
B.
Populasi dan sampel penelitian .............................................................................. 15
C.
Kriteria inklusi ekslusi ............................................................................................ 15
D.
Definisi Operasional ................................................................................................ 15
E.
Lokasi dan waktu .................................................................................................... 16
F.
Instrumen Penelitian ............................................................................................... 16
G.
Cara Pengumpulan Data ........................................................................................ 16
H.
Analisis Data ............................................................................................................ 17
BAB IV .................................................................................................................................... 18 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 18 A.
Karakteristik dasar..................................................................................................... 18
BAB V ..................................................................................................................................... 23 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 23 A.
Kesimpulan .............................................................................................................. 23
B.
Saran......................................................................................................................... 23
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting pada sektor kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian. Berdasarkan Global Status Report on Non-communicable Disease (WHO, 2011), sebanyak 63% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan penyakit pernafasan, dan 80%-nya terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income). Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan kasus kematian terbanyak di wilayah Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. WHO memperkirakan, secara global, kasus kematian akibat penyakit tidak menular akan meningkat sebanyak 15% dalam kurun waktu 1 dekade (2010 – 2020). Peningkatan kasus kematian tertinggi berada di wilayah Afrika, Asia Tenggara, dan Mediterania Timur dengan persentase lebih dari 20%. Penyakit tidak menular sangat berkaitan dengan gaya hidup yang tidak sehat dan dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya, seperti: kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik, konsumsi minuman berakohol, dan diet tidak sehat. Diet tidak sehat seperti asupan kalori berlebih dan kontaminasi bahan berbahaya. Faktor risiko penyakit tidak menular tersebut saling terkait satu sama lain. Jika asupan makanan dengan kalori berlebih berisiko menyebabkan kegemukan. Hal itu berujung pada gangguan kesehatan, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, dan stroke. Untuk mengendalikannya dilakukan deteksi dini dan diintervensi secara dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir. Penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian utama di dunia adalah penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat penyakit tidak menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat penyakit tidak menular), penyakit pernafasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta kematian), dan diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah (WHO, 2011).
3
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisa Hasil Screening Penyakit Tidak Menular pada Anggota KPPS Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana hasil screening penyakit tidak menular pada anggota KPPS Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hasil screening penyakit tidak menular pada anggota KPPS Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Pendidikan Profesi Dokter Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melihat gambaran hasil screening penyakit tidak menular pada anggota KPPS Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. 2. Manfaat bagi Pemerintah Hasil penelitan ini dapat digunakan untuk menjadi bahan evaluasi dan peningkatan mutu dan pelayanan Puskesmas Sewon I. 3. Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan kesadaran masyarakat terhadap penyakit tidak menular. 4. Manfaat Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat digunakan segabai acuan dan sumber data bagi peneliti selanjutnya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Tidak Menular a. Definisi Penyakit tidak menular adalah penyakit kronik atau bersifat kronik (menahun) atau berlangsung lama, tetapi ada juga yang berlangsung mendadak misalnya pada kasus keracunan, penyakit kanker tubuh yang terpapar unsur kimia dan lain –lain. Penyakit tidak menular merupakan penyakit non infeksi karena penyebabnya bukan berasal dari mikroorganisme. Penyakit tidak menular adalah penyakit degenerative karena berhubungan dengan proses degenerasi (usia tua) dan merupakan Non Communicable Disease karena dapat terjadi melalui gaya hidup, yaitu yang menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. b. Jenis Penyakit Tidak Menular a) Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat 5
pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (kardiovaskular). Diagnosis hipertensi berdasarkan JNC (Joint National Committee) 8: Kategori
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Optimal
<120
<80
Normal
<130
<85
Normal tinggi
130-139
85-89
Hipertensi derajat 1
140-159
90-99
Hipertensi derajat 2
160-179
100-109
≥180
≥110
Hipertensi derajat 3
b) Diabetes Mellitus Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012, diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Kesimpulannya diabetes melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia, oeterosklerotik, mikroangiopati dan neuripoati. Hiperglikemia terjadi akibat dari kekurangan insulin atau menurunya kerja insulin. Klasifikasi diabetes mellitus Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari
6
luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah: autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga diabetes melitus (ADA, 2012).
Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2 adalah: obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2012).
Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg (ADA, 2012).
Diabetes tipe spesifik karena penyebab yang lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini (ADA, 2012). Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronis.
Komplikasi
akut
meliputi:
Ketoasidosis
diabetik,
hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni, 2011).Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.
7
c. Pencegahan Penyakit Tidak Menular Mengatasi masalah kesehatan masih menjadi sebuah tantangan serius di Indonesia. Kini setidaknya masih ada triple burden atau tiga masalah kesehatan penting terkait pemberantasan penyakit infeksi, bertambahnya kasus penyakit tidak menular dan kemunculan kembali jenis penyakit yang seharusnya telah berhasil diatasi. Perubahan pola hidup masyarakat yang makin modern menjadi salah satu dasar GERMAS atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Penyakit menular seperti diare, tuberkulosa hingga demam berdarah dahulu menjadi kasus kesehatan yang banyak ditemui; kini telah terjadi perubahan yang ditandai pada banyaknya kasus penyakit tidak menular seperti diabetes, kanker dan jantung koroner. GERMAS adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi GERMAS ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan untuk program infrastruktur dengan basis masyarakat. Setidaknya terdapat 7 langkah penting dalam rangka menjalankan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Ketujuh langkah tersebut merupakan bagian penting dari pembiasaan pola hidup sehat dalam masyarakat guna mencegah berbagai masalah kesehatan yang beresiko dialami oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini 7 langkah GERMAS yang dapat menjadi panduan menjalani pola hidup yang lebih sehat. 1. Melakukan Aktivitas Fisik Perilaku kehidupan modern seringkali membuat banyak orang minim melakukan aktivitas fisik; baik itu aktivitas fisik karena bekerja maupun berolah raga. Kemudahan – kemudahan dalam kehidupan sehari – hari karena bantuan teknologi dan minimnya waktu karena banyaknya kesibukan telah menjadikan banyak orang menjalani gaya hidup yang kurang sehat. Bagian germas aktivitas fisik merupakan salah satu gerakan yang diutamakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan seseorang. 8
2. Budaya Konsumsi Buah dan Sayur Keinginan untuk makan makanan praktis dan enak seringkali menjadikan berkurangnya konsumsi sayur dan buah yang sebenarnya jauh lebih sehat dan bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa jenis makanan dan minuman seperti junk food dan minuman bersoda sebaiknya dikurangi atau dihentikan konsumsinya. Menambah jumlah konsumsi buah dan sayur merupakan contoh GERMAS yang dapat dilakukan oleh siapapun. 3. Tidak Merokok Merokok merupakan kebiasaan yang banyak memberi dampak buruk bagi kesehatan. Berhenti merokok menjadi bagian penting dari gerakan hidup sehat dan akan berdampak tidak pada diri perokok; tetapi juga bagi orang – orang di sekitarnya. Meminta bantuan ahli melalui hipnosis atau metode bantuan berhenti merokok yang lain dapat menjadi alternatif untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut. 4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Minuman beralkohol memiliki efek buruk yang serupa dengan merokok; baik itu efek buruk bagi kesehatan hingga efek sosial pada orang – orang di sekitarnya. 5. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala Salah satu bagian dari arti GERMAS sebagai gerakan masyarakat hidup sehat adalah dengan lebih baik dalam mengelola kesehatan. Salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tidak hanya datang ke rumah sakit atau puskesmas ketika sakit saja. Langkah ini dapat memudahkan mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan lebih dini. 6. Menjaga Kebersihan Lingkungan Bagian penting dari germas hidup sehat juga berkaitan dengan meningkatkan kualitas lingkungan; salah satunya dengan lebih serius menjaga kebersihan lingkungan. Menjaga kebersihan lingkungan dalam skala kecil seperti tingkat rumah tangga dapat dilakukan dengan pengelolaan sampah. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan guna mengurangi resiko kesehatan seperti mencegah perkembangan vektor penyakit yang ada di lingkungan sekitar. 9
7. Menggunakan Jamban Aspek sanitasi menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat hidup sehat; salah satunya dengan menggunakan jamban sebagai sarana pembuangan kotoran. Aktivitas buang kotoran di luar jamban dapat meningkatkan resiko penularan berbagai jenis penyakit sekaligus menurunkan kualitas lingkungan. Secara umum, tujuan GERMAS adalah menjalani hidup yang lebih sehat. Gaya hidup sehat akan memberi banyak manfaat, mulai dari peningkatan kualitas kesehatan hingga peningkatan produktivitas seseorang. Hal penting lain yang tidak boleh dilupakan dari gaya hidup sehat adalah lingkungan yang bersih dan sehat serta berkurangnya resiko membuang lebih banyak uang untuk biaya berobat ketika sakit. 2. Screening Screening adalah proses yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit – penyakit yang tidak diketahui/tidak terdeteksi dengan menggunakan berbagai test/uji yang dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah skala yang besar. Tujuan Screening kesehatan dibagi menjadi : a. Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terdapat pada orang yang tampak sehat, tapi mungkin menderita penyakit (population risk) b. Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga mudah disembuhkan dan tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya dan tidak menjadi sumber penularan. Sasaran utama Screening kesehatan adalah masyarakat dengan penyakit kronis, antara lain: 1. Infeksi bakteri (Lepra, TBC, dll) 2. Infeksi Virus (hepatitis) 3. Penyakit non infeksi: Hipertensi, Diabetus mellitus, Penyakit jantung, Karsinoma serviks, Prostat, Glaukoma 4. AIDS 10
3. Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM) a. Kebijakan Nasional Penanggulangan PTM Kerangka konsep pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular didasari oleh kerangka dasar Blum, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Kebijakan Pencegahan dan penanggulangan PTM ini ditujukan pada penyakit-penyakit yang mempunyai faktor resiko yang sama yaitu: jantung, stroke, hipertensi, diabetes militus, penyumbatan saluran napas kronis.
b. Tujuan Memacu kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan PTM untuk nmenurunkan kejadian penyakit tidak menular (PTM) dan meningkatkan kualitas hidup sehat masyarakat yang berada di semua tatanan c. Bagaimana caranya Dengan cara menghilangkan atau mengurangi faktor resiko PTM dan memperhatikan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan. Departemen kesehatan, melalui Pusat promosi kesehatan memfokuskan pada:
Meningkatkan upaya kesehatan melalui promotif dan preventif baik Pusat maupun Provinsi dan Kabupaten.
Melakukan intervensi secara terpadu pada 3 faktor resiko yang utama yaitu: rokok, aktifitas fisik dan diet seimbang.
Melakukan jejaring pencegahan dan penanggulangan PTM.
Mencoba mempersiapkan strategi penanganan secara nasional dan daerah terhadap diet, aktivitas fisik, dan rokok.
Mengembangkan System Surveilans Perilaku Beresiko Terpadu (SSPBT) PTM.
Kampanye pencegahan dan penanggulangan PTM tingkat nasional maupun local spesifik.
Untuk di masa datang upaya pencegahan PTM akan sangat penting karena hal ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu rokok, diet seimbang dan aktivitas fisik. 11
Pencegahan PTM perlu didukung oleh para semua pihak terutama para penentu kebijakan baik nasional maupun local. Tanpa itu semua akan menjadi sia-sia saja. d. Sasaran Penentu kebijakan baik di pusat maupun di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Penentu kebijakan pada sektor terkait baik di Pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). e. Organisasi profesi yang ada. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sektor Swasta serta Masyarakat. f. Landasan Hukum Promosi dan Pencegahan PTM tentunya mengacu pada landasan hukum yang sudah ada secara Nasional yaitu:
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Struktur Organisasi dan tatalaksana Departemen Kesehatan RI.
Program Pembangunan Nasional (PROPENAS)
Sistem Kesehatan Nasional.
Surat Keputusan menteri Kesehatan tahun 1999 tentang Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 Depkes RI tahun 1999.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Global Strategy for The Prevention and Control of Non Communicable Diseases (WHO tahun 2000).
12
Megacountry Health Promotion Network Initiatives (Geneva, Desember 2002).
g. Kebijakan
Promosi dan pencegahan PTM dilakukan pada seluruh fase kehidupan, melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media Massa, dunia usaha/swasta.
Upaya promosi dan pencegahan PTM tersebut ditekankan pada masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang beresiko (at risk) dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased population) dan masyarakat
yang
menderita
kecacatan
dan
memerlukan
rehabilitasi
(Rehabilitated population).
Penanggulangan PTM mengutamakan pencegahan timbulnya faktor resiko utama dengan meningkatkan aktivitas fisik, menu makanan seimbang dan tidak merokok.
Promosi dan pencegahan PTM juga dikembangkan melalui upaya-upaya yang mendorong/memfasilitasi diterbitkannya kebijakan public yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
Promosi dan Pencegahan PTM dilakukan melalui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.
Promosi dan pencegahan PTM merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan penanggulangan PTM.
Promosi dan pencegahan PTM perlu didukung oleh tenaga profesional melalui peningkatan kemampuan secara terus menerus (capacity building).
Promosi dan pencegahan PTM dikembangkan dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah, potensi dan social budaya untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan di bidang penanggulangan PTM.
h. Strategi
Sasaran Promosi dan pencegahan PTM secara operasional di lakukan pada beberapa tatanan (Rumah tangga, Tempat kerja, tempat pelayanan kesehatan, tempat sekolah, tempat umum, dll) Area yang menjadi perhatian adalah Diet seimbang, Merokok, Aktivitas fisik dan kesehatan lainnya yang mendukung. 13
Strategi promosi dan pencegahan PTM secara umum meliputi Advokasi, Bina suasana dan Pemberdayaan masyarakat. Di Tingkat Pusat lebih banyak dilakukan pada advokasi dan bina suasana. Sedangkan di tingkat kabupaten/Kota lebih ditekankan pada pemberdayaan masyarakat? 3 (tiga) strategi untuk semua hanya materinya beda. Ingat otonomi daerah, sosial budaya, local spesifik dan sebagainya.
Mendorong dan memfasilitasi adanya kebijakan public berwawasan kesehatan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
Mendorong dan memfasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar institusi penyelenggara promosi dan mitra potensi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
Meningkatkan peran aktif tenaga promosi kesehatan di dalam upaya penanggulangan PTM secara komprehensif baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif di masing-masing institusi pelayanan.
Meningkatkan Kapasitas tenaga profesional bidang promosi kesehatan baik di pusat maupun daerah khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemeliharaan kesehatan mandiri masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
Melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pemecahan masalah PTM yang dihadapi untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lingkungannya dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
Mengembangkan daerah kajian teknologi promosi kesehatan tepat guna dalam penanggulangan PTM.
14
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational descriptive dimana peneliti hanya melakukan observasi tanpa memberikan intervensi terhadap variable yang diteliti untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan screening Penyakit Tidak Menular pada Anggota KPPS Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. B. Populasi dan sampel penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh peserta KPPS di Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu populasi yang dijadikan sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria tertentu dengan tujuan agar sampel yang diambil bisa lebih representatif dengan kriteria yang telah ditentukan dimana sampel pada penelitian ini adalah warga yang medaftar KPPS di Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. C. Kriteria inklusi ekslusi
Kriteria Inklusi : Semua warga yang mendaftar KPPS yang datang di tempat
Kriteria Eksklusi : Warga yang mendaftar KPPS namun tidak datang di tempat
D. Definisi Operasional 1. Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular adalah penyakit kronik atau bersifat kronik (menahun) atau berlangsung lama dan merupakan Non Communicable Disease karena dapat terjadi melalui gaya hidup, yaitu yang menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. Pada penelitian ini, penyakit tidak menular yang difokuskan adalah hipertensi dan diabetes mellitus
15
2. Screening Screening adalah Proses yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi penyakit – penyakit yang tidak diketahui/tidak terdeteksi dengan menggunakan berbagai test/uji yang dapat diterapkan secara tepat dalam sebuah skala yang besar. Data yang diambil adalah faktor risiko asap rokok, aktifitas fisik 150 menit perminggu, konsumsi buah dan sayur tiap hari, dan konsumsi alkohol.
E. Lokasi dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Desa Timbulharjo, Sewon, Bantul pada tanggal 15 Maret 2019 pada jam 14.30 – 19.00 WIB. F. Instrumen Penelitian Kartu skrining faktor risiko penyakit tidak menular dinas kesehatan kabupaten Bantul. G. Cara Pengumpulan Data
Gambar 1. Skema Cara Pengumpulan Data 16
H. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menguraikan data - data yang didapat dari hasil pelaksanaan screening berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan. Data yang didapat dianalisa dengan menggunakan program Microsoft Excel kemudian dihitung presentasenya dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel. Untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk narasi.
17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dasar Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran penyakit tidak menular pada anggota KPPS di desa Timbulharjo Sewon, Bantul, Yogyakarta. Responden pada penelitian ini adalah seluruh peserta KPPS di Desa Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian observational descriptive. Responden pada penelitian ini berjumlah 314, semua subjek memenuhi kriteria inklusi, sehingga total sampel 314 responden. Tabel 1. Distribusi frekuensi responden menurut kelompok jenis kelamin
Jenis kelamin
Jumlah
%
Laki-laki
289
92.04%
25
7.96%
Total 314
Perempuan
Tabel 1 menjelaskan karakteristik subjek penelitian. Laki-laki berjumlah 289 responden (92.04%) dan perempuan berjumlah 25 responden (7.96%).
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden dengan hipertensi
Hipertensi Ya Tidak
Jumlah
%
116
36.94%
198
63.06%
Total 314
Tabel 2 menjelaskan frekuensi responden dengan hipertensi. Seratus enam belas responden dengan hipertensi (36.94%), dan 198 responden yang tidak memiliki hipertensi (63.06%).
18
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden dengan Diabetes Melitus
Diabetes Melitus
Jumlah
%
Ya
18
5.73%
Tidak
296
94.27%
Total 314
Tabel 3 menjelaskan frekuensi responden dengan diabetes melitus. Delapan belas responden memiliki diabetes mellitus (5.73%), dan 296 responden tidak memiliki diabetes mellitus (94.27%).
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden dengan hipertensi dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alkohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu
Risiko asap rokok Aktifitas fisik 150
Ya (%)
Tidak (%)
Jumlah
51 (43.96)
65 (56.04)
116
53 (45.69)
63 (54.31)
116
81 (69.83)
35 (30.17)
116
0 (0)
116 (100)
116
menit per minggu Konsumsi sayur buah tiap hari Konsumsi alkohol
Tabel 4 menjelaskan frekuensi responden dengan hipertensi dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alcohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu.
19
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden dengan Diabetes Mellitus dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alkohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu
Risiko asap rokok Aktifitas fisik 150
Ya (%)
Tidak (%)
Jumlah
10 (55.55)
8 (44.45)
18
9 (50.00)
9 (50.00)
18
11 (61.11)
7 (38.89)
18
0 (0)
18 (100)
18
menit per minggu Konsumsi sayur buah tiap hari Konsumsi alkohol
Tabel 5 menjelaskan frekuensi responden dengan diabetes mellitus dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alcohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu.
B. Pembahasan Tabel 1 menjelaskan karakteristik subjek penelitian. Laki-laki berjumlah 289 responden (92.04%) dan perempuan berjumlah 25 responden (7.96%). Tabel 2 menjelaskan frekuensi responden dengan hipertensi. Seratus enam belas responden dengan hipertensi (36.94%), dan 198 responden yang tidak memiliki hipertensi (63.06%). Tabel 3 menjelaskan frekuensi responden dengan gula darah sewaktu lebih dari 200. Delapan belas responden memiliki gula darah lebih dari 200 (5.73%), dan 271 responden memiliki gula darah kurang dari 200 (94.27%). Tabel 4 menjelaskan frekuensi responden dengan hipertensi dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alcohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu. Data menunjukkan 61 responden yang mengalami hipertensi memiliki faktor risiko asap rokok (43.96%), dan 65 responden yang mengalami hipertensi tidak memiliki faktor risiko asap rokok (56.04%). Lima puluh tiga responden melakukan aktifitas fisik 150 menit per minggu (45.69%), dan 63 responden tidak melakukan aktifitas fisik 150 menit perminggu (54.31%). Delapan puluh satu 20
responden mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari (69.83%), dan 35 responden tidak mengkonsumsi buah dan sayur tiap hari (30.17%). Dari 116 responden tidak ada yang mengkonsumsi alkohol. Tabel 5 menjelaskan frekuensi responden dengan gula darah sewaktu >200 dengan risiko asap rokok, konsumsi sayur dan buah tiap hari, konsumsi alcohol, dan aktifitas fisik 150 menit per minggu. Data menunjukkan 10 responden memiliki risiko asap rokok (55.55%), dan 8 responden tidak memiliki risiko asap rokok (44.45%). Sembilan responden melakukan aktifitas fisik 150 menit perminggu (50%), 9 responden tidak melakukan aktifitas fisik 150 menit perminggu (50%). Sebelas responden mengkonsumsi sayur dan buah tiap hari (61.11%), 7 responden tidak mengkonsumsi sayur dan buah tiap hari (38.89%). Dari 18 responden dengan gula darah sewaktu >200, tidak ada yang mengkonsumsi alkohol. Data penelitian menunjukkan frekuensi hipertensi pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 36.94%. Menurut data riskesdas tahun 2018 di Indonesia tentang prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun dari tahun 2007-2018, didapat prevalensi sebanyak 25.8% pada tahun 2007, sebanyak 31.7% pada tahun 2013, dan 34.1% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan angka frekuensi hipertensi pada anggota KPPS di Timbulharjo masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Data penelitian menunjukkan frekuensi diabetes mellitus pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 5.73%. menurut data PERKENI tahun 2011 di Indonesia tentang prevalensi diabetes mellitus pada penduduk umur ≥15 tahun dari tahun 2013-2018, didapat prevalensi sebanyak 6.9% pada tahun 2013, dan sebanyak 8.5% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan frekuensi diabetes mellitus pada anggota KPPS di Timbulharo lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional. Data penelitian menunjukkan frekuensi faktor risiko asap rokok responden dengan hipertensi pada anggota KPPS timbulharjo sebanyak 43.96%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebanyak 55.55%. Dibandingkan dengan data riskesdas tahun 2018 di Indonesia tentang prevalensi merokok penduduk umur ≥10 tahun pada tahun 2018, didapat prevalensi sebanyak 28.8%. Hal ini menunjukkan frekuensi faktor risiko asap rokok pada kedua sampel anggota KPPS di Timbulharjo sangat tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Data penelitian menunjukkan frekuensi aktifitas fisik kurang dari 150 menit perminggu responden dengan hipertensi pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 21
54.31%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebanyak 50%. Dibandingkan dengan data riskesdas tahun 2018 di Indonesia tentang proporsi aktifitas fisik kurang pada penduduk umur ≥10 tahun pada tahun 2018, didapat prevalensi sebanyak 26.1% pada tahun 2013, dan sebanyak 33.5% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan frekuensi aktifitas fisik kurang dari 150 menit perminggu masih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Data penelitian menunjukkan frekuensi tidak mengkonsumsi sayur dan buah tiap hari responden dengan hipertensi pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 30.17%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebayak 38.89%. Dibandingkan dengan data riskesdas tahun 2018 di Indonesia tentang proporsi konsumsi buah/sayur kurang dari 5 porsi pada penduduk umur ≥5 tahun pada tahun 2018, didapat sebanyak 95.5% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan frekuensi konsumsi sayur dan buah sangat baik dibandingkan dengan data nasional. Data penelitian menunjukkan tidak didapatkan anggota KPPS yang mengkonsumsi alkohol baik dari responden dengan hipertensi maupun responden dengan diabetes mellitus. Dibandingkan dengan data riskesdas tahun 2018 di Indonesia tentang proporsi konsumsi minuman beralkohol pada penduduk usia >10 tahun pada tahun 2018, didapat sebanyak 3% pada tahun 2007 dan 3.3% pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan frekuensi konsumsi alkohol lebih baik dibandingkan dengan data nasional.
22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Frekuensi hipertensi pada anggota KPPS di Timbulharjo masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional yaitu frekuensi hipertensi pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 36.94%. 2. Frekuensi diabetes mellitus pada anggota KPPS di Timbulharo lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional yaitu frekuensi diabetes mellitus pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 5.73%. 3. Frekuensi faktor risiko asap rokok pada kedua sampel anggota KPPS di Timbulharjo sangat tinggi dibandingkan dengan angka nasional yaitu responden dengan hipertensi pada anggota KPPS timbulharjo sebanyak 43.96%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebanyak 55.55%. 4. Frekuensi aktifitas fisik kurang dari 150 menit perminggu masih tinggi dibandingkan dengan angka nasional yaitu responden dengan hipertensi pada anggota KPPS Timbulharjo sebanyak 54.31%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebanyak 50%. 5. Frekuensi konsumsi sayur dan buah sangat baik dibandingkan dengan data nasional yaitu anggota KPPS yang tidak mengkonsumsi sayur dan buah tiap hari pada responden dengan hipertensi sebanyak 30.17%, sedangkan pada responden dengan diabetes mellitus sebayak 38.89%. 6. Frekuensi konsumsi alkohol anggota KPPS lebih baik dibandingkan dengan data nasional yaitu tidak didapatkan anggota KPPS yang mengkonsumsi alkohol baik dari responden dengan hipertensi maupun responden dengan diabetes mellitus. B. Saran 1. Screening lebih lanjut diperlukan untuk deteksi dini dari penyakit tidak menular. 2. Screening secara rutin diperlukan untuk mencegah komplikasi dari penyakit tidak menular.
23
DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2. Center For Disease Control and Prevention. (2011). Body Mass Index: Considerations for
Practitioners.
Diakses
6
April
2016,
dari
http://www.cdc.gov/healtyweight/assessing/bmi/adult_bmi/index.html. 3. Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta 4. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. 2017. GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat). Diakses 24 Maret 2019, dari http://promkes.kemkes.go.id/germas 5. I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC 6. James PA, Ortiz E, et al. 2014 evidence - based guideline for the management of high blood pressure in adults: (JNC8). 7. Kemenkes RI. 2014c. Permenkes RI No 75 Tahun 2014 tentang puskesmas. Jakarta: DepkesRI. 8. Kemenkes RI. 2019. Permenkes RI No 4 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI. 9. Palmer, A. & Williams, B. 2007. Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga 10. World Health Organization, 2000. Klasifikasi Berat Badan Penduduk Asia Dewasa. Diakses 6 April 2016, dari WHO Geneva http://www.who.int/ 11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018, Hasil Utama Riskesdas 2018; Kementerian Kesehatan RI.
24