Menyusuri Pembelajaran Sains 1 Mengembangkan Konsepsi Siswa

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menyusuri Pembelajaran Sains 1 Mengembangkan Konsepsi Siswa as PDF for free.

More details

  • Words: 690
  • Pages: 2
Mengembangkan konsepsi anak-anak dalam sains Leo Sutrisno Secara umum, suatu konsepsi merupakan suatu pengertian, suatu makna yang dimiliki oleh seseorang. Konsepsi yang dimiliki anak-anak mungkin terbatas pada perhatiannya terhadap lingkungan di sekitarnya. Konsepsi mereka tentang listrik, misalnya, hanya sekitar lampu, kabel, dan skaklar. Konsepsi yang dimiliki oleh seorang guru fisika sekolah menengah tentang listrik tentu jauh lebih luas dan mendalam dari pada itu. Konsepsi yang dimiliki seseorang, pada dasarnya, berkembang. Setiap tataran baru selalu diawali dari kesadarannya tentang sesuatu yang baru dan selanjutnya akan menjadi perluasan dari konsepsi yang telah dimiliki sebelumnya. Para guru, terutama mereka yang mengajar di SD secara tetap membawa para siswanya ke dalam situasi baru yang memungkinkan para siswanya memperoleh makna yang baru. Karena itu, sejumlah situasi pembelajaran, langkah pertama dalam belajar dirancang untuk menumbuhkan kesadaran siswa. Misalnya, seorang guru meletakkan sebatang magnet dan beberapa alat listrik di meja guru dengan harapan agar memancing perhatian para siswa. Jika para siswanya menyadari bahwa ada benda baru di atas meja guru, maka rasa ingin tahu timbul dan berarti proses belajar mulai. Pada suatu waktu, rombongan siswa kelas dua SD pergi ke museum. Misalnya, dalam perjalanan itu melewati suatu tempat yang akan dibangun gedung baru. Di tempat itu ada sebuah ‘mobil keruk’ yang sedang menggali tanah. Segera, para siswa bertanya-tanya. “Ada apa di dalam tanah itu?”. Kini, tergatung pada keputusan gurunya, apakah pelajaran berikutnya akan membicarakan ‘tanah yang sedang digali itu’ atau terus melaju ke materi yang te;ah dirancang sebelumnya. Tetapi, di dalam museum itu, tentu terpajang sejumlah contoh batu-batuan yang dapat dipakai untuk menarik lebih minat para siswa tehadap tanah tersebut. Awal belajar anak dibangun di atas fondasi pengalaman dan kesadarannya tentang sesuatu. Gurunya bertindak sebagai pemberi pedoman. Gurunya bertindak sebagai seorang arsitek yang mengawasi agar bangunan struktur mental yang koheren terbuat dari batu bata dan semen pengalaman. Itu, berarti, konsepsi yang satu berhubungan dengan konsepsi yang lain.. Mereka menjadi ‘tahu’. Mereka menjadi ‘mengerti’. Dengan begitu, dalam diri para siswa terbangun suatu ‘bangunan’ pengetahuan. Setiap menyadari ada sesuatu yang baru, pada diri anak-anak timbul paling tidak dua macam pertanyaan, yaitu “Apa itu?” dan “Bagaimana itu terjadi?”. Ada satu pertanyaan lagi yang juga muncul bagai anak-anak tertentu, “Mengapa itu terjadi?”. Jawaban dari ketiga kertanyaan ini akan koheren bila diikat oleh pengalaman si anak. Dengan begitu, jawaban-jawaban itu akan menjadi lebih bermakna bagi dirinya. Ambil sebuah ilsutrasi. Dalam perjalanan ke sekolah seorang siswa memungut dua serpihan batu. Gurunya yang bertindak sebagai arsitek, pertama-tama menyuruh anak itu menunjukkan kedua serpihan batu tersebut kepada teman-temannya dan kemudian

meletakkannya di meja guru. Guru tersebut, melanjutkan langkahnya dengan bertanya, ‘Siapa lagi, besok yang akan membawa serpihan batu ke sekolah?’. Ternyata, hari berikutnya, akan terkumpul puluhan serpihan batuk yang lain. Sementara itu, guru telah mempersiapkan martil kecil dan kaca pembesar. Tentu saja juga disiapkan sejumlah buku referensi selain buku ajar wajib. Ia menuntun para siswanya dengan mengajukan pertanyaan, “Mengapa ada kasar ada yang halus?”; “Mengapa yang ada berat dan ada yang ringan?”. Dengan cara itu, para siswa tentu akan terdorong untuk menggunakan martil dan kaca pembesar dalam memlanjutkan pengalamannya dengan bebatuan itu. Akhirnya, diperolehlah : 1. Ada beberapa batu yang lebih berat dari yang lain. 2. Ada beberapa batu yang lebih halus dari pada yang lain 3. Ada beberapa batu yang berbintik-bintik hitam ada yang tidak 4. Ada beberapa batu yang berbintik-bintik putih mengkilap ada yang tidak 5. dsb Pengetahuan seprti ini bersifat tentative yang siap untuk direvisi di kemudian hari manakala alat yang digunakan menjadi lebih baik dan lebih cocok, prosedur yang dilakukan lebih cermat dan seksama dsb. Selain itu, pengetahuan semacam ini juga meberikan ruang perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lain. Ada ruang unutk saling control dan saling menghargai. Pengetahuan tentang batuan seperti ini, bagi siswa SD kelas rendah tentu lebih bermakna dari pada dari pada menghapalkan sejumlah istilah teknis sesuai dengan yang terpapar pada bukur ajar ‘standar’ terbitan penerbit Erlangga, Yudistira, Intan Pariwara atau yang lainnya. Pengetahuan seperti itu, yang dibangun dengan batu bata dan semen pengalaman tentu akan lebih kokoh dari pada sekedar reproduksi kembali yang telah dikatakan oleh para gurunya yang sangat taat azas sesuai dengan rancangan belajar yang telah dibuat sebelumnya atau foto kopi dari ‘senior’-nya. Semoga!

Related Documents