MENGENAL POHON PAULOWNIA NAMA Paulownia bisa jadi terdengar asing di telinga orang Indonesia. Namun beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak saja negara di dunia dilanda demam Paulownia terutama bagi industri pulp, kertas dan pengolahan kayu lainnya. Tanaman ini sangat terkenal di Tiongkok untuk industri kehutanan atau penghijauan kembali dan juga banyak ditanam di pinggiran jalan. Di Jepang, Paulownia dikenal dengan nama ”Kiri Tree” dan sudah berjalan penanaman lebih dari satu juta pohon. Di Australia, perkebunan Paulownia beberapa tahun terakhir memasarkan kayu olahan yang berusia tanam antara 7-12 tahun. Tanaman ini dikenal bisa tumbuh di tanah tandus atau kering, membutuhkan banyak sinar dan tidak terlalu menyukai banyak air. Dari data penelitian ahli Stylex Holding International (SHI) Corporation, ketinggian tanaman kategori kayu keras yang berumur setahun ini bisa mencapai 4-7 meter. Kayunya berwarna cokelat keputihan dengan arah serat kayu lurus memanjang. Meski masuk kategori kayu keras atau kuat namun karakteristik kayu ini bobotnya cukup ringan. Sebenarnya sekitar tahun 2008-2009, Super Paulownia pernah akan dikembangkan di Sukabumi Jawa Barat bekerjasama dengan salah satu investor. Namun diperkirakan karena pengaruh krisis global akhirnya proyek dengan 180 ribu tanaman itu tidak dilanjutkan. Indonesia bisa jadi tertinggal dalam pengembangan Paulownia dibandingkan negara-negara lainnya. Meski ada beberapa tempat di mana Paulownia ditanam dan tumbuh selama periode sepuluh tahun sebelum dipanen sebagai kayu, tetapi di usia 4-6 tahun, khusus pada batang Super Paulownia sudah siap panen dan memiliki diameter sekitar 45 cm. Jika dilihat dari aspek penyerapan karbon dioksida (CO2), tanaman ini memiliki lembaran daun yang lebih lebar dimana khasiat penyerapan CO2 mencapai 10 kali lipat dibanding pohon lainnya seperti Albasia misalnya. Jumlah penyerapan CO2 selama siklus pertumbuhannya sangat besar. Dan selama periode panjang 60 tahun, penelitian yang dilakukan oleh ahli Universitas Hiroshima di Jepang menunjukkan bahwa tanaman ini mampu menyerap 3,5 kali lebih banyak karbon dioksida. Lalu dari aspek biaya produksi, setelah penebangan, akan tumbuh tunas baru sehingga tidak diperlukan pembibitan ulang sampai enam kali. Artinya diperlukan enam kali lima tahun atau 30 tahun kemudian baru dibutuhkan benih yang baru. Dipandang dari segi bisnis, cukup 4-6 tahun saja tanaman ini bisa dipanen sebagai kayu kualitas tinggi dan siap diolah menjadi furnitur dan bahan material bangunan. Kayu yang lentur dan tidak mudah terbakar atau terserang serangga, rayap dan jamur menjadi nilai tambah tersendiri.
Madu dan Wine Olahan lainnya adalah pellet chip yakni membuat kayu lapis dimana proses pengolahannya membutuhkan waktu lebih singkat. Nilai tambah bisnis lainnya, dari serbuk bunga Paulownia bisa dihasilkan madu berkualitas tinggi dan juga bisa difermentasikan menjadi wine. Tanaman ini rupanya juga bisa dijadikan kosmetik, minyak wangi dan suplemen kesehatan yang diambil dari kandungan minyak bunga Paulownia. Namun untuk olahan madu dan wine ini baru dikembangkan di Australia. Indonesia sebenarnya belum terlambat untuk melakukan percepatan budidaya Paulownia. Terjangkit ”demam” Paulownia seperti negara-negara lainnya? Kenapa tidak. Kondisi hutan kita yang banyak dihabisi untuk berbagai kepentingan ekonomi dan industri menjadi keprihatinan tersendiri. Pemanasan global pun tak bisa dihindari dan hutan negara ini sebenarnya bisa dihijaukan dengan Super Paulownia yang memiliki waktu tumbuh relatif cepat. Dan karena dalam waktu yang sangat singkat bisa menjadi kayu siap pakai maka hal ini jelas bisa membantu memenuhi kebutuhan kayu domestik. Selain untuk keperluan bangunan atau furnitur, menjamurnya tanaman ini juga bisa membuka lapangan bagi industri mebel dan alat musik. Ya, dari sejarah menyebutkan kayu Paulownia sejak lebih dari 4000 tahun lalu dipakai sebagai bahan dasar alat musik tradisional perkusi China.
Budidaya Pada pergantian musim gugur ke musim semi, hampir keseluruhan ranting pohon Paulownia ini dipenuhi bunga warna ungu violet sehingga terlihat sangat cantik dan menarik. Panjang bunganya antara 10-30 cm dan buahnya berbentuk tabung silinder yang ketika kering bakal meletupkan ribuan biji ke udara. Tanaman ini diklaim memiliki batang paling lurus dan volume produksi kayu olahan paling tinggi dibandingkan lainnya. Di Amerika, jenis Paulownia tomentata sangat populer sebagai peneduh dan hiasan taman karena lebih rindang. Sementara untuk industri kayu di dunia lebih memilih jenis Paulownia Elongata. Kayu yang dihasilkan dari tanaman ini cukup unik. Kayunya tidak mudah retak saat dipaku, tidak kempot, melintir ataupun retak saat pengeringan. Dari sisi ketahanan terhadap panas, kayu keras memiliki titik flame point pada 223 derajat Celcius, sedangkan kayu lunak sekitar 257 derajat Celcius. Tetapi kayu Paulownia memiliki flame point hingga 430 derajat Celcius. Bobotnya ringan tetapi kuat dan keras. Pada proses finishing tidak terjadi penolakan pada penyerapan warna, tidak seperti kayukayu berdamar alam dan kompatibel dengan semua proses finishing. Dari penelitian para ahli dari Universitas Hiroshima juga didapatkan, sel-sel dalam kayunya memiliki lapisan udara sehingga dengan menyediakan isolasi termal efektif, membantu menjaga suhu untuk waktu yang lama. Dengan kata lain mampu menopang suhu bahkan setelah AC dimatikan atau mempertahankan kehangatan bahkan setelah pemanas dimatikan. Pemakaian kayu di dinding atau lantai itu akan membantu menghemat biaya energi.
Kebanyakan bibit Paulownia yang diedarkan di pasaran berasal dari kultur jaringan. Mengingat potensi dan keuntungan budidaya tanaman yang booming ini cukup menarik, maka pembiakan secara vegetatif diperkirakan tidak akan bisa mengejar permintaan pasar. Tanaman ini berbunga dan berbuah di atas usia tiga tahun dan bijinya pun akan kurang ideal untuk bibit biakan vegetatif karena faktor kematangannya. Jadi dengan booming Paulownia yang baru beberapa tahun, masih sangat terbatas pemilik pohon di atas usia 5 tahun yang menjual bijinya untuk keperluan pembibitan. Kalaupun ada jumlahnya pasti relatif minim dan tidak akan mengejar permintaan dari seluruh dunia yang terus meningkat. Kendala yang dialami adalah soal tingkat keberhasilan tanam untuk bijinya sangat rendah, mungkin hanya 1-10% dari biji yang bisa berkecambah. Hal ini sangat alamiah mengingat dalam satu tabung buah Paulownia ada ribuan biji dan biasanya tanaman dengan jumlah biji sangat banyak dan dirancang tersebar saat buahnya meletup, rata-rata memiliki persentase perkecambahan cukup rendah bila dibanding tanaman ”berbiji besar”.