Mengelola Transformasi Bisnis.docx

  • Uploaded by: John Baptiste
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mengelola Transformasi Bisnis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,451
  • Pages: 13
MENGELOLA TRANSFORMASI BISNIS Persaingan bisnis akan semakin tajam dan keras. Hanya perusahaan yang kuat, sehat dan kompetitif yang dapat bertahan. Diperlukan perubahan-perubahan fundamental agar tetap eksis. The Jakarta Consulting Group (JCG) telah mengembangkan satu model transformasi bisnis yang rinci, komprehensif dan terintegrasi untuk membantu setiap perusahaan dalam menghadapi tantangan bisnis di masa depan. Transformasi bisnis adalah seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh suatu korporasi untuk memposisikan diri agar lebih baik dalam menyikapi dan menjawab tantangan-tantangan bisnis baru, lingkungan usaha yang berubah secara cepat maupun keinginan-keinginan baru yang muncul dari dalam perusahaan. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, pola pandang dan pola tindak perusahaan, strategi bisnis, budaya perusahaan maupun perilaku dan kemampuan organisasi.

JCG FRAMEWORK OF BUSINESS TRANSFORMATION Sebagai pola pikir dan kerangka acuan dalam melakukan transformasi bisnis yang terintegrasi, JCG mengembangkan Framework of Business Transformation seperti terlihat dalam gambar dibawah ini.

JCG Framework of Business Transformation ini terdiri dari dua unsur. Pertama JCG Value Chain of Business Transformation, yang berisi tahapan-tahapan yang harus dilakukan agar perubahan yang dilakukan dapat menciptakan nilai. Kedua. JCG Implemetation Process of Business Transformation, yang berisi langkahlangkah yang diperlukan dalam melaksanakan bisnis secara terencana dan baik. JCG Value Chain of Business Transformation meliputi lima tahap, yaitu tahapan pertama, visioning dan strategic positioning serta corporate strategy development; tahap kedua, peningkatan kemampuan organisasi; tahap ketiga, pengembangan sumberdaya manusia; tahap keempat, pemantapan budaya perusahaan; dan tahap kelima, pencapaian sasaran perusahaan dan penciptaan nilai. Tahap pertama adalah visioning, strategic positioning dan corporate strategy developmentuntuk menetapkan arah dan tujuan perusahaan serta memposisikan diri agar lebih kompetitif.Tahap kedua, peningkatan kemampuan organisasi. Tahap ketiga, pengembangan sumberdaya manusia untuk melakukan perubahan

mendasar pada pengelolaan dan kesisteman sumberdaya manusia. Tahap keempat, pemantapan budaya perusahaan diperlukan agar seluruh kekuatan perusahaan dapat ‘diikat’ menjadi satu dan diarahkan kepada sasaran yang diinginkan. Budaya perusahaan merupakan pola pikir, pola tindak dan perilaku organisasi beserta sumberdaya manusianya di dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Tahap kelima, pencapaian sasaran perusahaan dan penciptaan nilai ditujukan untuk menerapkan kiat-kiat bisnis terbaik di dalam melaksanakan strategi bisnis dan kegiatan operasi agar tercipta nilai yang besar.

KERANGKA KERJA TRANSFORMASI BISNIS Dalam pelaksanaan transformasi bisnis, setiap tahap harus dilakukan secara utuh dan runtut. Proses pelaksanaannya dapat memakai JCG Implementation Process of Business Transformation seperti diagram di bawah ini.

Berawal dengan visioning dan positioning yang intinya adalah upaya memposisikan diri dengan metoda scenario planning. Tujuannya untuk mengindentifikasikan segala kemungkinan yang dapat terjadi di masa depan sehingga kebijakan-kebijakan bisnis dan operasional dapat ditetapkan secara lebih baik dan dini. Isu-isu strategis yang akan dihadapi oleh perusahaan dikumpulkan dan dikaji dengan analisa SWOT dan kajian iklim usaha. Dengan demikian skenario masa depan yang paling tepat bagi perusahaan dapat ditetapkan sebagai skenario idaman. Dari skenario idaman inilah dapat dijabarkan menjadi Visi, Misi dan Tatanilai baru, rencana korporat jangka panjang dan strategi bisnis yang tepat, serta peta jalan (road map) lengkap dengan target-target pencapaian (milestones) yang diperlukan didalam melaksanakan bisnisnya. Tahap selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan organisasi,. Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, penyusunan strategi korporat dan rencana bisnis yang lebih terfokus dan terintegrasi. Kedua, rencana bisnis dengan ukuran kinerja yang jelas dan menantang. Ketiga, kemampuan untuk melaksanakan strategi menjadi kenyataan. Keempat, aplikasi good corporate governance. Kelima, keselarasan yang kuat antara korporat dan unit-unit bisnis. Keenam, penerapan konsep dan aplikasi Manajemen Mutu Terpadu sebagai “pola hidup dan pola tindak”. Ketujuh, struktur organisasi berdasarkan proses yang utuh. Kedelapan, lingkungan kerja berdasarkan team-based. Kesembilan, konsep organisasi yang ramping (“lean and mean”. Kesepuluh, kesisteman organisasi yang menunjang. Kesebelas, kemampuan menciptakan nilai yang tinggi. Keduabelas, kemampuan untuk memupuk modal usaha; serta terakhir adalah penetapan kebijakan strategic outsourcing yang tepat guna. Di dalam upaya pengembangan sumberdaya manusia perlu diterapkan konsep manajemen sumberdaya manusia yang terintegrasi dan selalu mengacu kepada Visi, Misi, Tatanilai dan strategi bisnis perusahaan. Kaji ulang kesisteman sumberdaya manusia perlu dilakukan secara terintegrasi mulai dari manpower planning, rekruitmen, pelatihan dan pengembangan karir, sistem penilaian kinerja, kompensasi, sampai dengan rencana redeployment.

Pemantapan budaya perusahaan merupakan faktor sangat penting karena budaya menjadi isi, jiwa dan perilaku perusahaan dan pekerjanya serta merupakan motor penggerak perusahaan di dalam menyikapi tantangan bisnis. Budaya perusahaan juga merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam membangun citra dan reputasi perusahaan. Untuk dapat mengetahui budaya perusahaan sekarang dan budaya yang diinginkan dapat dilakukan beberapa survai dan kajian, antara lain: survai pendapat karyawan, audit budaya dan citra, dan force field analysis. Dari kajian-kajian tersebut dapat ditentukan unsur-unsur pembangun budaya dan citra sebagai basis untuk melakukan perbaikan dan pemantapan menuju budaya baru. Langkah terakhir adalah memasukkan budaya baru kedalam kesisteman perusahaan. Tahapan akhir dari transformasi bisnis adalah tahapan pencapaian sasaran bisnis danpenciptaan nilai. Dalam tahap ini diperlukan pelaksanaan operasi yang mengikuti standard operating procedures (SOP) yang baku dan diterapkan secara konsisten, aplikasi manajemen mutu terpadu, manajemen kontrol beaya, dan akuntabilitas. Sebagai tolok ukur keberhasilan dapat dipergunakan JCG Transformational Scorecard, yang terdiri dari lima kelompok tolok ukur, yaitu: ukuran kinerja finansial, tingkat kepuasan pelanggan, kinerja sumberdaya manusia dan kemampuan belajar, kinerja kesisteman organisasi, dan kinerja operasional. Seluruh tahapan di atas dapat dilakukan dengan sangat efisien dan efektif dengan bantuan teknologi informasi sebagai process dan business enablers. Ada dua elemen besar dalam teknologi informasi, yang pertama adalah informasi dan yang kedua adalah teknologi. Kedua elemen tersebut apabila dikemas dengan benar akan menjadi teknologi informasi yang dapat memberikan nilai tambah yang besar kepada proses kerja. Demikian pula, informasi yang dimiliki oleh perusahaan akan dapat dikelola dengan lebih baik dengan menghilangkan kesalahan manusia apabila dibantu dengan teknologi informasi yang tepat. Untuk mempunyai sistem teknologi informasi yang sempurna, perusahaan perlu melewati tiga tahapan. Tahapan pertama adalah penyempurnaan proses kerja; tahapan kedua adalah mengetahui kebutuhan pengguna; dan tahapan ketiga adalah penggabungan proses kerja, kebutuhan dan teknologi yang ada. Dengan penggabungan tersebut, proses kerja organisasi dapat lebih efektif dan efisien.

TRANSFORMASI BISNIS SEBAGAI RESPONS TERHADAP TANTANGAN Perusahaan yang melakukan transformasi bisnis secara fundamental, utuh dan berkesinambungan memperoleh banyak manfaat, antara lain: perusahaan dapat memfokuskan diri kepada bidang bisnis yang lebih menjanjikan (business repositioning), menciptakan daya tahan dan daya saing yang lebih besar, meningkatkan kemampuan organisasi agar dapat memiliki daya dukung yang lebih kuat, menciptakan nilai dan penghasilan finansial yang lebih besar serta berpeluang lebih besar menjadi perusahaan bertaraf kelas dunia. JCG berpendapat bahwa hanya perusahaan yang mampu merubah dirinya dalam menghadapi tantangan bisnis kedepan yang akan “survive”. “It is much better that you initiate the change now before the external competition changes your company” (by force)

[Management Scope]

3 Kunci Sukses Transformasi Bisnis di Era Digital Tak dapat dipungkiri, perkembangan teknologi informasi menuntut setiap pelaku usaha untuk melakukan transformasi bisnis. Hal tersebut karena perkembangan teknologi mendorong kompetisi bisnis yang semakin ketat serta perubahan perilaku konsumen. Pelaku usaha yang tidak mampu atau bahkan tak mau melakukan transformasi bisnis maka harus siap-siap menghadapi terjangan gelombang disrupsi. Transformasi bisnis memang bukan perkara mudah. Tak jarang, pelaku usaha yang sudah siap melakukan perubahan harus menghadapi transformasi yang tak berjalan mulus dan berakhir pada kegagalan. Hal itu tentu akan memberi dampak negatif karena ongkos tranformasi tidak murah. Sebenarnya, apa kunci sukses agar transformasi bisnis bisa berjalan mulus dan efektif? Simak ulasan tiga kunci sukses transformasi bisnis berikut ini. 1. Adaptasi Kunci sukses pertama yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha untuk sukses dalam transformasi bisnis adalah sikap adatif terhadap perubahan yang terjadi. Sebagaimana disampaikan oleh Charles Darwin: bukan yang terkuat, terbesar, atau terpandai, melainkan yang paling adaptif menghadapi perubahan yang akan dapat bertahan. Sikap adaptif inilah yang tengah diupayakan secara mati-matian oleh beberapa perusahaan dewasa ini. Anda bisa melihat perusahaan-perusahaan besar di sektor perbankan melakukan berbagai inovasi teknologi dan transformasi digital dalam menghadapi kehadiran fintech. Atau perusahaan-perusahaan besar di sektor transportasi yang berupaya adaptif mengikuti perkembangan teknologi dalam menyiasati gempuran perusahaan taksi online. 2. Kolaborasi Kunci sukses kedua transfromasi bisnis adalah sikap kolaborasi. Saat ini pelaku usaha sangat disarankan untuk memilih jalan kolaborasi daripada berjuang melawan gelombang disrupsi. Sebagaimana disampaikan oleh pepatah dari Afrika: jika ingin pergi cepat, pergilah sendiri. Namun jika ingin pergi jauh, pergilah bersama-sama. Anda bisa meniru kerendahan hati Blue Bird yang memilih untuk melakukan kolaborasi dengan Go-Jek. Pada Maret 2017, Blue Bird melakukan kerja sama dengan Go-Jek yang menghasilkan produk bernama Go-Bluebird. 3. Berbagi Terakhir, setiap pelaku usaha harus memiliki sikap untuk selalu berbagi dalam menghadapi era digital yang serba terbuka seperti saat ini. Berbagi bukan hanya

soal materi, namun juga soal pengalaman dan pengetahuan. Berbagi juga bukan hanya dalam ruang lingkup media sosial, namun juga pertemuan dan tatap muka langsung, Salah satu wadah terbaik untuk berbagi adalah kegiatan Accelerate bpm’online Global Tour 2018 yang akan digelar di The Westin, Jakarta, pada tanggal 30 Agustus 2018 mendatang. Di tempat ini Anda akan bertemu dengan para pemimpin teknologi dan bisnis yang saling berbagi ide, gagasan, dan pengalaman tentang bagaimana mengakselerasi pertumbuhan bisnis serta mengetahui cara agar perusahaan dapat bertransformasi dan beradaptasi dengan lebih cepat dengan memanfaatkan teknologi. Kegiatan yang digelar mulai pukul 09.00 hingga 14.00 WIB ini akan berlangsung dalam beberapa format seperti seminar, presentasi utama, lokakarya, dan tanya jawab. Kegiatan ini tidak dipungut biaya bagi pelanggan dan mitra. Para calon peserta yang tertarik mengikuti kegiatan ini dapat mendaftarkan diri di daftar.

Transformasi Bisnis di Era Disrupsi Secara akal sehat, tidak mungkin manusia biasa mengalahkan superhero yang memiliki kemampuan jauh di atas manusia biasa. Kendati begitu, dalam film layar lebar Batman vs Superman, ternyata Batman yang sebenarnya manusia biasa, bisa mengalahkan Superman yang memiliki kekuatan bawaan sebagai superhero. Menurut sejarah ceritanya, Superman (Clark Kent) memang sudah memiliki kekuatan super sejak kecil. Pasalnya, Clark Kent adalah "manusia" yang berasal dari Planet Krypton. Semua orang Krypton akan memiliki kekuatan super jika berada di bumi. Sementara itu, Batman (Bruce Wayne) hanyalah seorang manusia biasa yang lahir dari keluarga kaya raya. Saat masih kecil, Bruce termasuk anak penakut dan sempat jatuh ke dalam sumur tua yang berisi banyak kelelawar. Setelah melalui jatuh bangun kehidupan dan berkelana mencari ilmu bela diri, Bruce bertransformasi menjadi kesatria tangguh. Meski begitu, Bruce—sebagai Batman—tidak akan mampu masuk ke dalam jajaran superhero jika tidak didampingi Alfred sebagai rekan, mentor, dan pengasuhnya, serta dibekali teknologi canggih yang dikembangkan oleh perusahaan milik keluarganya, Wayne Enterprise. Dalam laga melawan Superman, Batman mengerahkan semua sumber daya berupa kekuatan, kecerdasan, kelihaian, kecanggihan teknologi, kerja sama, pengetahuan tentang medan perang, serta kelemahan lawannya. Sementara itu, Superman tampaknya terlalu percaya diri (overconfident) dengan menjalankan strategi business as usual-nya dengan mengandalkan kekuatan supernya saja. Pelajaran bagi Pebisnis Cerita Batman vs Superman tersebut ada relevansinya bagi dunia bisnis yang sedang berada pada era disrupsi. Superman mencerminkan perusahaanperusahaan petahana yang sudah mapan. Mereka memiliki kekuatan super dan merasa posisi mereka sudah kuat tak terkalahkan sehingga cenderung terlalu percaya diri (overconfident). Mereka terbiasa bekerja dengan cara-cara lama yang dulunya berhasil membawa mereka sukses ke posisi saat ini. Mereka tidak sadar atau tidak mau menerima kenyataan bahwa zaman telah berubah. Di era ekonomi baru yang ditandai dengan disrupsi di berbagai bidang ini, menggunakan cara-cara lama dan hanya mengandalkan kekuatan tidak akan cukup. Para petahana di bidang transportasi (taksi) sudah merasakan pahit getirnya "kejutan Batman" dari para startup transportasi online, saat nasi telah menjadi bubur. Para pebisnis petahana bisa belajar dari Bruce "Batman" Wayne dalam hal bertransformasi. Transformasi yang dilakukan Batman dilaksanakan secara

terpadu dan menyeluruh. Dalam bahasa bisnis, transformasi yang perlu dilakukan oleh para pemimpin bisnis terhadap perusahaannya dalam menghadapi era disrupsi saat ini mencakup lima hal. Agar mudah diingat, saya akan pinjam istilah komputer untuk memaparkannya. Pertama, transformasi brainware. Ini maksudnya adalah membangun kapasitas modal manusia (human capital). Dalam era perubahan yang serba cepat dan banyak hal bisa berubah menjadi usang, perusahaan memerlukan sumber daya manusia dengan hard skills (teknik dan fisik) dan soft skills (self management, berelasi dengan orang lain, dan berinteraksi dengan lingkungan alam) yang sesuai dengan pekerjaannya. Kedua, transformasi software. Software atau "piranti lunak" yang dimaksud di sini adalah organisasi dan cara kerja. Kebanyakan perusahaan petahana besar telah membangun organisasi birokratis yang berlapis-lapis sehingga pengambilan keputusan dan tindakan relatif lama. Di tengah perubahan yang serba cepat saat ini, diperlukan organisasi dan cara kerja yang fleksibel, cepat mengambil keputusan dan tindakan. Untuk itu, dibutuhkan organisasi yang lebih bersifat adhocracy(sebagai lawan dari bureaucracy) berstruktur matrix (sumber daya vs tugas) dengan mengandalkan pendekatan taskforce (gugus tugas) lintas divisi atau lintas silo. Kata kunci untuk transformasi softwareini: membuat perusahaan menjadi bisa bergerak cepat, lincah, dan gesit (quick, agile, and nimble). Ketiga, hardware. Seperti halnya Bruce memanfaatkan teknologi yang tepat dan tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik manusianya, perusahaan perlu menggunakan teknologi yang tepat dalam bersaing. Teknologi yang tepat bukan hanya sekadar perangkat keras (komputer dan sebagainya) melainkan juga teknologi seperti big data analytics untuk menyediakan produk dan jasa yang tepat sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan yang beragam dan cepat berubah. Keempat, interface atau marketware. Produk atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan saat ini bisa jadi sudah berubah dan berbeda dengan produk atau jasa yang sebelumnya pernah membawa perusahaan menjadi besar seperti saat ini. Sesuai dengan anjuran Marshall Goldsmith kepada para pemimpin bisnis: what got you here won’t take you there. Perusahaan juga wajib menyesuaikan produk dan jasanya sesuai dengan perkembangan zaman. Disrupsi yang telah dialami industri taksi dan retail, juga yang sedang berlangsung di industri jasa keuangan, telah membuktikan hal itu. Kelima, operating system atau cultureware. Kesuksesan bisa berbahaya karena berpotensi menimbulkan rasa puas diri. Menurut perusahaan konsultan multinasional terkemuka, McKinsey & Co, perusahaan petahana yang terdisrupsi cenderung secara tidak disadari membentuk "budaya" 6C yang perlu

ditransformasi, yaitu complacency (puas diri), conventional mindset (sikap pikir yang konvensional), cannibalization fears (takut kanibalisasi produk/jasa yang ada), channel conflict fears (takut terjadi saluran distribusi yang saling silang), curse of the deep pocket (kutukan karena merasa aman sudah punya banyak uang), dan current income focus (berfokus hanya pada penghasilan jangka pendek selama masa jabatannya). Operating system juga mengacu kepada model bisnis yang digunakan. Dalam era ekonomi lama, kepemilikan aset khususnya aset kasat mata (tangible assets) merupakan pencipta nilai tambah dan ukuran keberhasilan. Dalam era ekonomi baru dan ekonomi digital saat ini, perusahaan transportasi online tidak perlu memiliki mobil atau motor untuk berhasil. Perusahaan reservasi hotel tidak perlu memiliki hotel untuk berhasil. Kesimpulannya, kepemilikan tidaklah menjadi pencipta nilai tambah. Akses terhadap penguasaan penggunaan aset tersebutlah yang menjadi kunci pencipta nilai tambah. Dengan menjalankan transformasi terpadu dan menyeluruh tersebut, perusahaan bisa bertransformasi dari Bruce Wayne yang frustrasi dan tak berdaya terhadap era disrupsi, menjadi Batman yang bisa mengalahkan tantangan ekonomi digital setangguh Superman. Selamat mencoba.

Kunci Sukses Transformasi Bisnis Transformasi bisnis merupakan kunci sukses bagi sebuah entitas bisnis untuk mengarungi medan kompetisi yang makin ketat. Apa saja faktor utama kunci keberhasilan transformasi di BUMN dan perusahaan swasta. Apa saja prasyarat yang harus dipenuhi agar transformasi berjalan lancar. Reporter SWA, Rangga Wiraspati mewawancarai Budi Soetjipto, Dekan Sampoerna School of Business:

Apa saja faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam transformasi bisnis (syarat dan prasayaratnya)? Nomor satu adalah pemimpin, karena ia menjadi inspirator dan driver. Jika pemimpin tidak mendukung maka sulit. Pemimpin puncak adalah aset utama perusahaan dalam proses transformasi bisnis. Kedua, yang tidak kalah penting adalah dukungan karyawan. Memang transformasi harus bermula dari pucuk pimpinan, tetapi partisipasi karyawan tidak bisa diabaikan. Ketiga, aspek konstekstual, yaitu lingkungan. Pengaruhnya berasal dari macam-macam, bisa krisis, persaingan, dsb. Keempat, sistem yang dapat membuat transformasi bisnis berjalan secara berkesinambungan. Sistem yang dimaksud dapat berupa knowledge management. Jadi sistem itu bisa dibilang habit (kebiasaan) yang harus dibangun perusahaan untuk memajukan karyawan dan perusahaannya.

Apa fondasi atau pilar yang harus dibangun lebih dulu ketika sebuah perusahaan sedang melakukan transformasi? Menurut saya dua pilar yang mendahului adalah pemimpin puncak dan lingkungan. Percuma jika pimpinan teriak-teriak tentang perubahan jika lingkungan sekitar perusahaan adem ayem saja. Jadi, bawahan akan berkomentar mengapa harus berubah jika keadaan baik-baik saja. Biasanya hal ini terjadi pada perusahaan yang merupakan pemain satu-satunya di sebuah area. Contohnya PLN dan Angkasapura II. Kemudian lingkungan tanpa pemimpin (kepemimpinan) pun akan kacau balau. Jika seorang pemimpin tidak peduli, maka lingkungan (bawahan) pun tidak bisa apa-apa dan perusahaan akan jatuh.

Menurut Anda, apa saja yang bisa menjadi kunci sukses dalam sebuah transformasi bisnis? Bagi saya adalah persistensi, karena transformasi bisnis dengan syarat dan prasyaratnya tidak memakan waktu yang sebentar, hitungannya tahunan. Jika di tengah jalan sudah patah semangat maka transformasi bisnis kemungkinan besar akan gagal.

Transformasi bisnis memiliki cakupan luas, investasi besar, dan waktu perencanaan yang panjang. Menurut Anda, indikator apa yang bisa dipakai untuk melihat sukses tidaknya sebuah transformasi bisnis? Untuk jangka pendek, indikatornya adalah perubahan kinerja. Berhasil tidaknya sebuah transformasi bisnis pada akhirnya akan dinilai melalui revenue, laba, omset, dll. Perubahan sekecil apapun akan dibandingkan dengan keadaan sebelum transformasi. Kemudian indikator kedua adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku SDM tentunya ke arah yang lebih baik meskipun tidak harus signifikan. Perubahan perilaku itu harus dilihat ada atau tidak di perusahaan. Caranya bisa dilakukan melalui observasi, survei, ataupun assesment .

Bagaimana pentingnya peran CEO ataupun chairman dalam transformasi bisnis perusahaan? Pertama ia akan memberikan inspirasi. Inspirasi adalah bagaimana ia menyampaikan kondisi yang menunjukkan adanya urgensi untuk perubahan kepada seluruh karyawan. Pemimpin harus memiliki kiat untuk mengkomunikasikan kompetisi yang sedang dihadapi perusahaan dengan bahasa yang simpel bagi karyawannya. Kedua, pemimpin sebagai driver, ia harus walk the talk. Ketika ia menyerukan perubahan perilaku kepada karyawannya ia sendiri harus mengubah perilakunya karena ia adalah pendorong perubahan. Jadi ia ikut berubah bersama karyawan.

Bagaimana seharusnya seorang pimpinan perusahaan berperan sebagai pemimpin transformasional? Jika perusahaan diibaratkan dengan kesebelasan sepakbola, maka ia adalah kapten. Lebih jauh lagi ia adalah pemain tengah yang berfungsi sebagai playmaker, ia mengalirkan bola dari belakang ke depan.

Apa saja sistem pendukung yang dibutuhkan? Ada dua jenis sistem pendukung, yaitu soft system dan hard system. Soft system berupa corporate culture. Perusahaan harus membuat suasana di mana perubahan dipandang sebagai sebuah kebiasaan oleh karyawannya, bukan sebuah problem. Hard system adalah perangkat seperti SOP, peraturan, prosedur, dsb. Inti hard system adalah mekanisme yang sebisa mungkin diotomatisasi. Seringkali jika terjadi pergantian kepemimpinan maka perangkat-perangkat tersebut pun berganti. Jika hard systemsudah ditetapkan dan diotomatisasi, maka seorang pemimpin baru pun akan berpikir keras untuk mengganti sistem yang sudah ada.

Bagaimana cara memobilisasi sistem pendukung tersebut?

Baik soft system dan hard system harus memperkuat satu sama lain, istilahnya reinforcing. Misalnya budaya sebuah perusahaan menekankan pada learning spirit, tetapi perangkat sistem manajemen tidak mendukung hal tersebut, akhirnya sistem pendukung tidak sinkron. Perlu ada penyelarasan dari dua sistem tersebut.

Apa yang biasanya menyebabkan kegagalan dari transformasi bisnis? Pertama, kegagalan transformasi diakibatkan oleh tidak adanya persistensi. Jika sebuah perusahaan cepat menyerah dalam proses transformasinya maka ia akan kehilangan kesempatan. Jika tidak ingin klien lari ke perusahaan lain maka perusahaan harus konsisten dalam proses panjang transformasi, sebab pesaingnya juga konsisten. Klien pun konsisten dalam pemenuhan kebutuhannya. Ketika sebuah perusahaan sudah tertinggal ketika proses transformasi berlangsung, ia akan cepat kehabisan napas dalam mengejar kompetitornya. Kedua, kendala lain yang dapat mengakibatkan kegagalan transformasi adalah pemimpin yang tidak pro perubahan pada saat terjadi pergantian kepemimpinan. Ketiga, ketidakselarasan antara soft system dan hard system yang dapat menyebabkan kebingungan di karyawan terutama yang di bawah. Keempat, bawahan yang tidak punya kapabilitas. Perubahan tentu menuntut peningkatan kapasitas, jika SDM tidak disiapkan tentu transformasi bisa gagal.

Dalam pengamatan Anda, apa kendala bagi BUMN dalam transformasi bisnis? Gonta-ganti direksi, terutama pergantian yang terlalu pendek jangka waktunya, juga masa jabatan pemimpin yang terlalu pendek. Kedua, pool of talents yang dianggap change leader oleh direksi. Padahal tidak semua talenta itu adalah change leader, proses pemilihannya pun bercampur dengan kepentingan politik sehingga bisa saja yang terpilih adalah yang bukan change leader. Jika itu yang terjadi maka transformasi bisnis tersendat.

Bagi BUMN apa antisipasi yang harus dilakukan terhadap kendala-kendala itu? Pemerintah sebagai pemilik harus mempunyai talent management system pada level direksi. Di Kementerian BUMN perlu ada semacam detasemen khusus yang memantau kualitas top level management di BUMN, sehingga mereka bisa menempatkan calon-calon pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing BUMN.

Upaya antisipasi kendala transformasi bisnis bagi kalangan swasta?

Menurut saya yang diperlukan kalangan swasta adalah belief, bahwa perubahan itu perlu dan tidak bisa dihindari. Seringkali perusahaan swasta termasuk market leader itu terlena, tidak bergerak untuk terus berinovasi. Kondisi itu tentu berbahaya untuk perusahaan swasta yang sudah mapan, karena kita tidak pernah tahu kapan badai akan datang.

Seperti apa tahapan ideal dalam sebuah transformasi bisnis? Apa jenjang-jenjang yang mesti dilalui? Tahapan pertama adalah kesadaran dan pemahaman akan kondisi riil yang tengah dihadapi perusahaan. Kedua adalah bagaimana membuat kesadaran tersebut menjadi urgensi untuk melakukan perubahan. Di situlah bagaimana perusahaan membangun komunikasi (packaging urgensi) terhadap semua unit di dalamnya menjadi sangat krusial. Ketiga, perencanaan transformasi. Keempat, mobilisasi dari atas sampai ke bawah. Terakhir, pelaksanaan atau eksekusi. Selanjutnya tentu evaluasi, apakah dibutuhkan perubahan lagi atau tidak.

Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam sebuah transformasi bisnis? Tidak boleh yang paling utama adalah pemimpin tidak melakukan apa yang mereka minta kepada pegawainya untuk dilakukan, tidak walk the talk. Kedua yang tidak boleh dilakukan adalah ketika SDM tidak siap secara mental dan kapabilitas. Ketiga adalah ketika sistem pendukung tidak sinkron. Sementara itu, yang boleh dilakukan tentunya kebalikan ketiga hal tadi. Untuk menyiapkan SDM bisa melalui pelatihan.

Related Documents

Transformasi
November 2019 33
Transformasi
June 2020 18
Transformasi
May 2020 25
Transformasi Geometri.docx
November 2019 30
Transformasi Laplace.docx
October 2019 25

More Documents from "Julianti Mety"