Mencari Sosok Pemimpin Ideal, Jelang Pemilu 2009 Thursday, 12 March 2009 Sejak merdeka tahun 1945 hingga kini, Indonesia telah mengalami pergantian enam presiden. Dengan gaya, kemampuan dan latar belakang yang berbeda. Mulai dari seorang Ir, Jenderal, Prof. Dr, KH, Ibu RT hingga Jenderal dan Dr sekaligus. Semuanya dinilai belum ideal. Lantas seperti apakah pemimpin yang ideal itu? Sesuatu yang ideal biasanya memang menarik perhatian dan oleh karenanya banyak orang yang berminat untuk mencari dan mendapatkannya. Sebaliknya suatu kegagalan akan dihindari dan dijauhi oleh manusia agar tidak menimpanya. Wacana memilih pemimpin ideal biasanya sering didengungkan menjelang musim pemilu. Seperti yang sudah dijadwalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada 9 April 2009 yang akan datang rakyat Indonesia akan memilih wakil-wakil mereka di legislatif dan kemudian akan memilih kepala negara untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan. Namun apakah mudah menemukan sosok pemimpin ideal itu? Dan kalaupun bisa sudah adakah orangnya saat ini? “Mencari pemimpin itu sulit, peluangnya juga tidak selalu ada. Jadi, untuk mencari pemimpin yang ideal, memang yang bukan saja memiliki keilmuan, tapi juga legitimasi. Karena itu, ketika kita mencoba mencari pemimpin di kalangan umat Islam, ternyata tidak ketemu” ungkap Ketua MUI Pusat, KH. Ma’ruf Amin di selasela Sarasehan Nasional Mencari Pemimpin Penyelamat Nasional antara Harapan dan Tantangan di Jakarta, Kamis (12/2). Tetapi bukan berarti pemimpin Islam itu tidak ada. Umat Islam akan bisa menemukan pemimpin yang Islami. Apalagi, kata kiyai Ma’ruf, jumlah umat Islam sangat besar dan sistem politik di negeri ini memungkinkan lahirnya pemimpin Islam. ‘’Saya kira, kita semua menginginkan munculnya pemimpin yang berwawasan, berkomitmen tinggi, punya kompetensi serta memiliki keberpihakan kepada umat,’‘ kata Irsyad Sudiro di tempat yang sama. Hanya saja, anggota Fraksi Golkar DPR itu mempertanyakan, mengapa sosok yang diidamkan, belum juga mengemuka. Padahal, dengan jumlah umat Islam Indonesia yang besar, serta didukung parpol maupun Ormas Islam, mestinya akan lahir pemimpin Islami yang mampu menyelamatkan bangsa dari krisis multidimensi. “Pemimpin ideal umat Islam itu sebenarnya ada. Cuma belum dimunculkan”, kata H. Bambang Setyo, Ketua Presidium Masyarakat Peduli Syariah (MPS), ketika dihubungi Suara Islam, (1/3). Karena itu, kata Bambang, MPS akan melauncing Gerakan Nasional Penegakan Syariah Islam Dalam Pengelolaan Bangsa dan Negara Untuk Kejayaan NKRI. Gerakan ini dilakukan sebagai upaya menemukan alternatif calon presiden pro-syariah. Negeri kita mengalami krisis multidimensi. Jika kita memang bersyukur atas kemerdekaan, sesuai dengan pembukaan UUD kita, mestinya negeri ini dikelola berdasarkan aturan Allah. Dan itu hanya bisa dilakukan jika calon pemimpinnya prosyariah”, papar Wakil Sekretaris Majelis Syura Partai Bulan Bintang itu. Kriteria Pemimpin Ideal Bagi Indonesia, sebuah negara muslim terbesar di dunia, yang memiliki segala potensi untuk kemajuan dan kejayaan Islam, memiliki pemimpin yang ideal adalah sebuah keharusan. Agar potensi yang dimiliki oleh negara ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan asing/penjajah. Dengan melihat realitas gagalnya kepemimpinan di negeri ini selama enam puluh
empat tahun yang dikelola secara bergantian oleh enam orang presiden, maka idealnya kepala negara yang akan memimpin negeri ini harus memenuhi setidaknya lima kritera pemimpin muslim. Pertama, memenuhi syarat-syarat menurut syariat Islam, yaitu Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil/tidak fasik (konsisten dalam menjalankan aturan Islam), merdeka, dan mampu melaksanakan amanat kepemimpinan. Selain syarat-syarat in‘iqâd (legalitas) yang menentukan sah-tidaknya akad tersebut, kepala negara juga diutamakan (bukan wajib) memiliki syarat afdhaliyah (prioritas) seperti mujtahid, pemberani, dan politikus ulung. Kedua, menjadikan kekuasaan negeri ini independen/mandiri, yaitu hanya bersandar kepada umat Islam dan negeri-negeri Islam, bukan pada salah satu negara kafir imperialis atau di bawah pengaruh orang-orang kafir, alias tidak membebek. Seorang penguasa Muslim harus mampu melepaskan negerinya dari cengkeraman dan dominasi kekuatan asing baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, dan budaya. Allah SWT berfirman: ”Allah sekali-kali tidak akan pernah memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin.” (QS an-Nisa’ [4]: 141). Ketiga, menjadikan keamanan umat Islam di negeri ini adalah keamanan Islam, bukan keamanan non Islam. Artinya, pemeliharaan keamanan mereka dari gangguan luar dan dalam negeri berasal dari kekuatan umat Islam sebagai suatu kekuatan Islam semata. Karenanya, seorang pemimpin Islam tidak boleh mengizinkan adanya pengaruh negara kafir imperialis terhadap tentara dan polisi, tidak membolehkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayahnya, dan tidak memberikan kekuatan keamanan kecuali kepada umat Islam. Keempat, segera menerapkan Islam secara serentak dan menyeluruh serta segera mengemban dakwah Islam. Allah swt berfirman: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka”. (QS. Al-Mâidah [5]: 49) Kelima, mencegah terjadinya disintegrasi dan menyatukan wilayah-wilayah umat Islam yang telah tercerai berai, tidak hanya di Indonesia, melainkan di seluruh dunia sehingga umat Islam kuat dan bersatu dalam satu kekuatan. Sebab, umat Islam adalah satu tubuh dan kepemimpinannya pun harus satu. Nabi saw. bersabda: Jika dibaiat dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim). Jika beberapa kriteria tersebut dimiliki oleh pemimpin maka Islam dan umat Islam akan kuat. Sebab, yang sampai kepada kekuasaan bukan sekadar kaum Muslim, melainkan Islam itu sendiri yang diemban oleh pemimpin tersebut. Pemimpin demikian merupakan pelurus kebengkokan, penggilas kezaliman, pembenah kerusakan, penguat orang lemah, penolong orang yang teraniaya, dan penghapus kesedihan. Dia berdiri di antara Allah dan hamba-hamba-Nya, mendengarkan firmanNya dan nasihat rakyat, menaati-Nya dalam menunjuki mereka. Dialah orang yang memerintah rakyat bukan dengan pemerintahan jahiliyah, tidak menempuh jalan orang-orang zalim, dan tidak mengutamakan orang-orang besar daripada orang-orang lemah. Dialah bapak anak yatim dan lumbung orang-orang miskin sehingga mendidik yang kecil dan menyantuni yang besar di antara mereka. Umat yang Menentukan
Syariat Islam menegaskan bahwa kekuasaan ada di tangan umat. Hal ini diwujudkan melalui pengangkatan kepala negara oleh umat. Dasarnya adalah Ijma Sahabat yang menunjukkan bahwa para khalifah (kepala negara dalam pemerintahan Islam) diangkat oleh umat. Di samping itu, banyak hadis tentang baiat yang menegaskan hal tersebut, antara lain: ”Kami telah membaiat Rasulullah saw. untuk setia mendengarkan dan menaati perintahnya, baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam keadaan yang kami senangi ataupun tidak kami senangi”. (HR Muslim). Dengan demikian, kepala negara merupakan perwujudan dari kekuasaan di tangan umat untuk mewujudkan kedaulatan di tangan syariat. Umat sangat menentukan apakah hukum yang diterapkan adalah hukum Islam ataukah hukum thâghût; apakah kedaulatan tetap berada di tangan manusia seperti selama ini terjadi ataukah diubah menjadi kedaulatan di tangan syariat; apakah negeri-negeri Muslim tetap tercerai-berai bahkan menjadi semakin terpecah dengan disintegrasi ataukah semakin menyatu dalam kekhilafahan. Semuanya bergantung pada umat, apakah mereka memilih pemimpin yang tetap melanggengkan sistem demokrasi-sekular dengan pemimpin yang gagal ataukah sistem Islam dengan pemimpin yang meneladani kepemimpinan Rasulullah. Saatnya umat memunculkan dan memilih pemimpin yang sesuai dengan kritera di atas, untuk kejayaan Islam dan umat Islam. Wallâhu a‘lam. (Shodiq Ramadhan/mj/www.suara-islam.com) http://www.suara-islam.com/index.php/Suara-Utama/Mencari-Sosok-Pemimpin-Ideal.html