Maulid Dan Haul.docx

  • Uploaded by: Muhammad Sholikhin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Maulid Dan Haul.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,613
  • Pages: 12
ANTARA MAULID DAN HAUL RASULULLAH, DAN PENGARUHNYA BAGI BUDAYA AGAMA DI INDONESIA Oleh: Muhammad Sholikhin Mengapa Nabi tidak di hauli, namun di maulidi? Sementara para auliya’ dan ulama al-shalih dihauli? Jawaban sederhana, Rasulullah sudah dijamin Surga oleh Allah sejak lahir, bahkan sejak sebelum lahir. Sedangkan yang lain, termasuk ulama dan auliya tidak ada jaminan. Untuk bisa dihauli adalah sosok yang bisa menjadi tauladan, dan hingga ia wafat, banyak orang yang menyaksikan kebaikannya. Haul untuk mengenang jasa, mengingat kebaikan, dan mentauladaninya, selain tentunya kita akan menyusul dan berharap berkah dan karamahnya. Contoh auliya’ yang paling sering dihauli adalah Syaikh ‘Abdul Qadir alJailani, pada tanggal 11 Rabi’utstsani. Bahkan kemudian setiap tanggal 11 bulan Hijri selalu dibacakan manaqibnya. Selain alasan tersebut, terdapat alasan yang lebih mendasar lagi. Bahwa wafatnya Nabi adalah kesedihan mendalam bagi semua sahabat, bahkan alam seluruhnya. Sejak Ramadhan tahun wafatnya Rasulullah (menurut KH. Maimoen Zuber. Dan menurut Husein Haikal, terjadi pada saat Rasul sudah sakit keras. Haikal: 1992: 569), Beliau sudah memberitahukan sinyal kepada anaknya Sayidatina Fathimah. Dan kemudian Fathimah bersedih hati dan menangis. Baru kemudian Rasulullah memberikan kabar bahwa manusia yang pertama kali menyusul beliau nanti adalah Fathimah, kemudian Fathimah tersenyum (Shihab, 2014; 1094), karena dialah yang pertama kali bertemu Rasulullah dengan menyusul kewafatannya. Dan enam bulan setelah Rasulullah wafat, maka Fathimah menyusul Rasulullah (AlMishri, 2014:1006).

‫بب‬ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫بب ب‬ ‫ي َقجب باَّلج ز‬ ‫ت َإب بن باَّ َككنب باَّ َأجززجواجج َالنب ب‬ ‫جعب بزن َجمزسب بكروق َجحب بندثَّجبزتبن َجعاَّئجشب بكة َأكمم َالزكمب بزؤمنب ج‬ ‫ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب ب‬ ‫ت َفجاَّبطجمبةك‬ ‫صنلىَّ َاللنكه َجعلجزيِمَه َجوجسلنجم َعزنجدكه َججيِمَععاَّ َ جزل َتكبغجباَّجدزر َمنباَّ َجواحبجدةة َفجبأجقزببْجبلج ز‬ ‫ج‬ ‫جعلجزيِمَبجه باَّ َالنس بجلم َجتزبشببيِ َجل َجواللنببه َجم باَّ َجتزجفببىَّ َبمزش بجيِمَتكبجهاَّ َبم بزن َبمزش بيِمَجبة َجركسببوُبل َاللنببه‬ ‫صبنلىَّ َاللنبه َعلجيِمَب ب‬ ‫ن‬ َّ‫ب َقجباَّجل َجمزرجحبْعباَّ َبباَّبزبنجبت َكثبنب َأجزجلججسبجها‬ ‫ب‬ ‫ح‬ ‫ر‬ َ َّ‫ا‬ ‫ب‬ ‫ه‬ َ‫آ‬ ‫ر‬ َ َّ‫ا‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫ف‬ َ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫و‬ َ ‫ه‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج ج ج‬ ‫ك جز جج ج‬ ‫عن َيبيِمَنببه َأجو َعن َ ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ َّ‫ت َبكجكباَّعء َجشببديِعدا َفجبلجنمباَّ َجرجأىَ َكحززنجبجهبا‬ ‫ب‬ ‫ك‬ ْ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ف‬ َ َّ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ر‬ َّ‫ا‬ ‫ب‬ ‫س‬ َ ‫ث‬ َ ‫ه‬ ‫ل‬ َّ‫ا‬ ‫ش‬ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫ك‬ ‫ج ن ج جج ز‬ ‫جز ج ز جز ج‬ 1

‫صب ب‬ ‫ت َجلبجاَّ َأجنجباَّ َبمبزن َبجب ز ب‬ ‫ك‬ ‫يبب َنبجسباَّئببه َجخ ن‬ ‫جسباَّنرجهاَّ َالثناَّنبيِمَجبجة َفجببإجذا َبهبجيِ َتج ز‬ ‫ضبجح ك‬ ‫ك َفجبكقزلب ك‬ ‫ب ب‬ ‫ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ َّ‫يبب َفجبلجنمبا‬ ‫صنلىَّ َاللنبكه َجعلجزيِمَبه َجوجسبلنجم َباَّلبسببر َمبزن َبجبزيِمَننجباَّ َكثبنب َأجنزبت َتجبزبْك ج‬ ‫جركسوُكل َاللنه َ ج‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫صنلىَّ َاللنكه َجعلجزيِمَه َجوجسلنجم َجسأجزلتكبجهاَّ َجعنماَّ َجساَّنرك َقجاَّلج ز‬ ‫ت َجماَّ َككزنب ك‬ ‫قجاَّجم َجركسوُكل َاللنه َ ج‬ ‫ب ب‬ ‫ب ب‬ ‫صنلىَّ َاللنكه َجعلجزيِمَبه َجوجسلنجم َبسبنركه َفجبلجنمباَّ َتكبكوُ جب‬ َّ‫ت َجلبجا‬ ‫ف َقكبزلب ك‬ ‫لكفزشجيِ َجعجلىَّ َجركسوُل َاللنه َ ج‬ ‫ب‬ ‫ك َببجاَّ َبل َعلجيِمَ ب ب‬ ‫جعزمت َجعلجيِمَ ب‬ ‫ت َأجنمباَّ َازلجن َفجبنجبجعبزم‬ ‫ك َمزن َازلجببق َلجنمباَّ َأجزخبْجبزرتبنب َقجباَّلج ز‬ ‫جز‬ ‫جز ك ز‬ ‫ب‬ ‫ي َجسباَّنربن َبفبب َازلجزمببر َازلجنوبل َفجببإ نكه َأجزخبْجبجربنبب َأجنن َبج زببيِبجل‬ ‫فجأجزخبْجبجرتزبن َقجاَّلج ز‬ ‫ت َأجنماَّ َح ج‬ ‫جكاَّجن َيِبعاَّبرضه َباَّلزكقرآَبن َككنل َسنج ق‬ ‫ب‬ ‫ضببن َبببه َالزجعباَّجم َجمنرتجب ز ب‬ ‫ن‬ ‫يبب َجوجل‬ ‫ر‬ َّ‫ا‬ ‫ع‬ َ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ق‬ َ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫إ‬ ‫و‬ َ ‫ة‬ ‫ر‬ ‫م‬ َ ‫ة‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ز‬ ‫ن‬ ‫ج ج ج ك ججج‬ ‫كج ك ك ز‬ ‫أجرىَ َازلججل َإبنل َقجزد َاقزبتجبرب َفجاَّتنبقيِ َاللنه َواصب ببيِرِ َفجبإبن َنب‬ ‫ف َأجنجاَّ َلجب ب‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫م َال‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫جج ز‬ ‫جج‬ ‫ج‬ ‫زج‬ ‫جج‬ ‫قجاَّلجت َفجببْجكيِمَبت َبجكباَّبئيِ َالنببذيِرِ َرأجيِب ب‬ ‫ت َفجبلجنمباَّ َجرجأىَ َجججزبعبيِ َجسباَّنربن َالثناَّنبيِمَجبجة َقجباَّجل‬ ‫جز‬ ‫ز ج ز ك ك‬ ‫يِ باَّ َفجاَّبطم بكة َأججل َتجبرض بي َأجزن َتجكك بوُبن َس بيِمَبجدجة َنبس باَّبء َالزم بزؤبمنب‬ ‫ي َأجزو َجس بيِمَبجدجة َنبجس باَّبء‬ ‫ج ك ج‬ ‫ز ج زج‬ ‫ج‬ ‫ج ج‬ ‫ َوابن ب‬:‫ِ َوف َروايِة َمسلم‬.‫هبذبه َازلكنمبة‬ ‫ك َأجنوكل َأجزهلبزيِ َكلكزوُقعاَّ َب زب‬ ‫ج‬ ‫ج‬ dari Masruq telah menceritakan kepadaku Ummul Mukminin Aisyah dia berkata; ‘Suatu ketika kami para istri Nabi SAW sedang berkumpul dan berada di sisi beliau, dan tidak ada seorang pun yang tidak hadir saat itu. Lalu datanglah Fatimah ‘alaihi salam dengan berjalan kaki. Demi Allah, cara berjalannya persis dengan cara jalannya Rasulullah SAW. Ketika melihatnya, beliau menyambutnya dengan mengucapkan: “Selamat datang hai puteriku!” Setelah itu beliau mempersilahkannya untuk duduk di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Lalu beliau bisikkan sesuatu kepadanya hingga ia (Fatimah) menangis tersedu-sedu. Ketika melihat kesedihan Fatimah, beliau sekali lagi membisikkan sesuatu kepadanya hingga ia tersenyum gembira. Lalu saya (Aisyah) bertanya kepadanya ketika aku masih berada di sekitar isteri-isteri beliau-; ‘Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memberikan keistimewaan kepadamu dengan membisikkan suatu rahasia di hadapan para istri beliau hingga kamu menangis sedih.’ -Setelah Rasulullah berdiri dan berlalu dari tempat itu-, saya pun bertanya kepada Fatimah ‘Sebenarnya apa yang dibisikkan Rasulullah kepadamu? ‘ Fatimah menjawab; ‘Sungguh saya tidak ingin menyebarkan rahasia yang telah dibisikkan Rasulullah kepada saya.’ ‘Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, saya bertanya kepadanya; ‘Saya hanya ingin menanyakan kepadamu tentang apa yang telah dibisikkan Rasulullah kepadamu yang dulu kamu tidak mau 2

menjelaskannya kepadaku.’ Fatimah menjawab; ‘Sekarang, saya akan memberitahukan. Lalu Fatimah memberitahukan kepadaku, katanya; ‘Dulu, ketika Rasulullah SAW membisikkan sesuatu kepadaku, untuk yang pertama kali, beliau memberitahukan bahwa Jibril biasanya bertadarus Al Qur’an satu atau dua kali dalam setiap tahun dan kini beliau bertadarus kepadanya sebanyak dua kali, maka aku tahu bahwa ajalku telah dekat. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya sebaik-baik pendahulumu adalah aku.’ Fatimah berkata; ‘Mendengar bisikan itu, maka saya pun menangis, seperti yang kamu lihat dulu. Ketika beliau melihat kesedihanku, maka beliau pun membisikkan yang kedua kalinya kepadaku, sabdanya: ‘Hai Fatimah, tidak maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-orang mukmin atau menjadi sebaik-baik wanita umat ini? ‘ Dalam riwayat Imam Muslim, “dan Engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang menyusulku.” (Bukhari [3426]; Muslim [2450]). Sampailah kemudian bulan Dzulhijjah. Pada forum wuquf ‘Arafah haji wada’, beliau membacakan surat al-Maidah tentang sempurnanya Islam. Giliran Abu Bakar yang kemudian manangis, karena dengan ayat tersebut berarti wahyu sudah tidak turun, dan artinya bahwa Rasulullah harus memenuhi panggilan Yang Mengutusnya, kembali ke hadirat-Nya (Haikal, 1992: 557). Riwayat yang dikutip Husain Haikal itu lemah. Karena ayat 3 surat Al-Maidah yang turun pada hari Haji Wada’ bukanlah ayat yang terakhir kali turun, sebab wahyu yang terakhir turun adalah Qs. AlBaqarah/2:281 (Shihab, 2014:1057).

‫جواتنبكقوُا َيِجبزوُعماَّ َتكبزرججكعوُجن َفبيِمَببه َإبجلبب َاللنببه َكثبنب َتكبجوُنف َككبمل َنجبزفب ق‬ ‫ت َجوكهبزم َجل‬ ‫س َجمباَّ َجكجسببْج ز‬ ‫يِكظزلجكموُجن‬ Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya. (Qs. AlBaqarah/2:281). Jika Qs. al-Maidah/5: 3 turun 3 bulan sebelum Rasulullah wafat, maka Qs. AlBaqarah/2:281 turun 9 malam sebelum Rasulullah wafat (Tafsir Hadaiq al-Rauh wa al-Raihan, 4/101). Quraish Shihab menyebut beberapa perbedaan pendapat ulama terkait jarak berapa hari tersebut antara beberapa hari, satu minggu dan tiga minggu (Al-Mishbah, 1/600). Namun yang jelas ayat itulah yang terakhir turun, sehingga dalam sakitnya Rasulullah menyebutkan pilihan yang ditawarkan Allah, dimana Rasulullah memilih bertemu Allah. Adapun Qs. al-Maidah/5: 3 turun pada haji Wada’ disebut istimewa karena pernyataan penyempurnaan hukum-hukum keagamaan itu, menurut Ibn Abbas, terjadi pada hari yang bertepatan dengan lima harui raya sekaligus, yaitu hari Jum’at, hari 3

‘Arafah, hari raya Yahudi, hari raya Nasrani dan hari raya Majusi. Sesuatu yang tidak pernah terjadi baik sebelum dan sesudahnya (Tafsir Hadaiq al-Rauh wa al-Raihan, 7/113). Menurut riwayat yang lebih shahih, ditengah sakitnya, Rasul keluar rumah dengan kepala terikat perban, dan beliau mengemukakan bahwa seorang hamba telah diberi pilihan oleh Allah antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu ia memilih apa yang ada di sisi Allah. Saat itulah Abu Bakar menangis, karena dia tahu bahwa yang dimaksud Rasulullah adalah dirinya sendiri, dan menyatakan dirinya dan anakanaknya rela menjadi tebusan (Shahih Tarikh Ath-Thabari, 2/618-620). Dan nyatanya 3 bulan pasca haji wada’ itulah kemudian Rasulullah wafat. Sehingga kita tidak boleh menghauli wafatnya Rasulullah, karena akan menyakitkan dan bahkan menantang paling tidak Abu Bakar dan Fathimah. Setelah sakit demam tinggi sejak Shafar 11 H, maka Beliau wafat 3 bulan setelah haji wada’ (Hitti, 2010:150). Namun ada yang meriwayatkan, Nabi mulai sakit sejak tahun 7 H setelah perang Khaibar (Shihab, 2014: 1073). Pengaruh racun dari perang Khaibar itu masih dirasakan Nabi menjelang wafatnya (Al-Mishri, 2014:1007). Sepulang haji Wada’, Rasul tinggal di Madinah sepanjang bulan Dzulhijah, Muharram, Shafar (Tarikh Thabari, 3/183; Shahih Tarikh Ath-Thabari, 2/614). Pada suatu malam, Rasul berziarah ke Baqi’ untuk mendoakan ahli Baqi’, dan sejak itu beliau mulai sakit keras. Kemudian 7 atau 8 hari sesudahnya beliau wafat (Shahih Tarikh Ath-Thab: 3ari, 2/616). Para ahli tarikh sepakat bahwa beliau wafat pada hari Senin bulan Rabi’ul Awal tahun 11 H. Namun tanggal dan pekannya saling berbeda pendapat. Yang jelas menurut Ibn Hisyam dan Imam al-Bukhari, pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, pada saat Subuh, beliau masih membuka tabir kamar ‘Aisyah untuk melihat kaum Muslimin yangakan shalat Subuh di imami Abu Bakar (Ibn Hisyam, 2009: 2/449). Itulah pandangan terakhir Rasulullah kepada umatnya.

‫ب َقبجب باَّجل َح ب بندثَّجبن َأجنجب بس َبب ب بن َماَّلببب ب ق‬ ‫جع ب بن َاببزب ببن َبش ب بهاَّ ق‬ ‫ك َجربض ب بجيِ َاللن ب بكه َجعزنبكه ب بأجنن‬ ‫ج‬ ‫كزكج‬ ‫ج‬ ‫ز‬ ‫الزمسلببمي َببيِمَبنباَّ َهبم َبفبب َصبجلبة َالزفجببر َبمبن َيِ بوُب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫ج‬ ِ‫صببلي‬ ِ‫ي‬ َ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫ك‬ ‫ب‬ َ ُ‫بو‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫أ‬ ‫و‬ َ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫بن‬ َّ‫ث‬ ‫ل‬ ‫م َا‬ ‫ز‬ ‫ز‬ ‫ك ز ج جز ج ك ز ج ج ز ز ج ز ج ز ج ك ج ك ج‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ف َبسب زبتبجر‬ ‫صبنلىَّ َاللنبكه َجعلجزيِمَبه َجوجسبلنجم َقجبزد َجكجشب ج‬ ‫جلبكزم َجلزب َيِجبزفججبأزكهزم َإبنل َجركسببوُكل َاللنبه َ ج‬ ‫صبجل ب‬ ‫حجربة َعاَّئبشبجة َفجبنجظجبر َإبلجيِمَبهبم َوهبم َبفب َصبكفوُ ب‬ ‫ك‬ ‫ح‬ ‫ب‬ ‫ض‬ ِ‫ي‬ َ ‫م‬ ‫ب‬ ‫س‬ ْ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ت‬ َ ‫ب‬ ‫ث‬ َ ‫ة‬ ‫ف َال‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫ز‬ ‫ك زج ج ج‬ ‫ج جج ج ك‬ ‫ج ز ز جك ز ك‬ ‫ف َوظجبنن َأجنن َرسبوُجل َاللن ب‬ ‫فجبنججكص َأجببوُ َبزكبقر َعلجبىَّ َعبقبْبيِمَببه َلبيِمَ ب‬ َّ‫ص نلى‬ َ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ‫ل َال‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫جك‬ ‫ج‬ ‫ج ك ج ج ج جز ج ج‬ 4

‫صبجل ب‬ ‫اللنبكه َجعلجزيِمَببه َوسبلنم َيِبريِبكد َأجزن َجيزبرج َإب‬ ‫ج‬ ‫س َجوجهبنم َالزكمزسبلبكموُجن‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫أ‬ َ ‫ل‬ َّ‫ا‬ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫ب‬ ‫ف‬ َ ‫ة‬ ‫ب َال‬ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ن‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫جج جك‬ ‫كج‬ ‫ة‬ ‫أجزن َيِبزفتتبنبوُا َبفبب َ بب‬ ‫ب ب‬ ‫صبنلىَّ َاللنبكه َجعلجزيِمَببه َجوجسبلنجم َفجأججشباَّجر‬ ‫ج جك‬ ‫صبجلتزم َفجبجرعحباَّ َبجركسببوُل َاللنبه َ ج‬ ‫ج‬ ‫إبلجيِمَبهم َبيِمَبدبه َرسوُكل َاللنبه َصنلىَّ َاللنه َعلجيِمَبه َوسلنم َأجزن َأجب‬ ‫م‬ ‫صبجلتجككزم َكثبنب َجدجخبجل‬ َ ‫ا‬ ُ‫و‬ ‫ت‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ز ز ج جك‬ ‫ك جز جج ج‬ ‫ازلكزججرجة َجوأجزرجخىَّ َالبسزتبجر‬ dari Ibnu Syihab dia berkata; Telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik ra. bahwa ketika kaum muslimin melaksanakan shalat fajar pada hari senin dengan di imami Abu Bakar, tidaklah ada yang mengagetkan mereka kecuali karena Rasulullah SAW menyingkapkan tirai Aisyah. Lalu beliau melihat mereka yang pada waktu mereka sedang berbaris di shaf shalat pun tersenyum puas. Kemudian Abu Bakar mundur ke belakang untuk bergabung dengan shaf karena ia menduga Rasulullah SAW keluar untuk shalat. Anas berkata; Kaum Muslimin pada waktu itu merasa tergoda shalatnya karena gembira dengan kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun Rasulullah SAW memberi isyarat dengan tangannya kepada mereka agar mereka menyempurnakan shalatnya. Kemudian beliau masuk kamar dan menutup tirainya lagi. (Bukhari [4183]). Menurut Imam Thabari, berdasarkan kesaksian Anas bin Malik, pada hari itulah sebagai hari wafat Rasulullah, pada saat matahari mulai terik (sekitar waktu bakda Dluha), setelah pada shalat Subuh pagi harinya, Rasulullah gembira melihat sikap mereka dalam shalat (Shahih Tarikh Ath-Thabari 2/623,631). Rasulullah sempat tersenyum dan tertawa bahagia memandang mereka yang berbaris berjamaah shalat (Al-Mishri, 2014:1003). Para sahabat sehabisa shalat Subuh pulang dengan perasaan bahagia, karena mengira Rasul sudah sembuh. Mereka tidak menyadari jika senyum indah itu adalah senyuman terakhir, yang menggandung pesan menjaga jamaah shalat. Maka wajar jika ketika mendengar berita wafatnya Rasulullah, para sahabat sangat sedih, tergoncang, terduduk dan tidak mampu bangkit lagi, lidah kelu, bahkan sampai ada yang tidak percaya (Al-Mishri, 2014:1009). Menurut Philip K Hitti, hari itu bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 (Hitti, 2010/150). Nampaknya data ini kurang tepat, karena tanggal tersebut adalah hari Jum’at, tanggal 9 atau 10 Rabi’ul Awwal. Jadi seharusnya adalah Senin (Legi) tanggal 11 Juni 632, yang bertepatan dengan 12 atau 13 Rabi’ul Awwal. Selisih satu hari perhitungan antara hijri dan jawi atau masihi biasa terjadi. Sedangkan berita-berita tentang kelahiran Nabi merupakan tabsyir bagi seluruh alam, yang bahkan sudah tercantum di dalam berbagai kitab-kitab suci sebelumnya (Qs. Ali Imran/3:81; A. Yusuf Ali, 1993: 1/144 c. 416; Shihab, 2014:217). Jumhur ulama berpendapat beliau dilahirkan pada Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah 5

(Tarikh Ibn Khaldun, 2/407; Ibn Hisyam, 1/900), yang kemungkinan bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M (Mubarakfuri, 1997:45), atau Senin (Legi) tanggal 7 Mei 570 M. Beliau lahir di rumah kediaman Abu Thalib di tempat Syi’b Bani Hasyim, yang kemudian dinamakan rumah Muhammad bin Yusuf, saudara alHajjaj bin Yusuf, dan sekarang adalah Perpustakaan Umum (Al-Mishri, 2014:54). Kelahiran beliau dan kehadiran dengan risalahnya dinantikan oleh dunia. Sehingga pada saat beliau dilahirkan, semua orang bergembira, bahkan termasuk Abu Lahab. Saking senangnya, maka Abu Lahab memerdekakan seorang budak kesayangannya, yang menjadi juru susu terbaik di jazirah Arab waktu itu, yaitu Tsuwaibah untuk menyusukan Nabi Muhammad (Shahih al-Bukhari [4813,5057]). Tsuwaibah pernah menyusukan Sayidina Hamzah (Mubarakfuri, 1997:46). Tentu saja bergembira hati dan senang dengan kelahiran Nabi ini berpahala besar. Terbukti bahwa, menurut riwayat ‘Urwah, Abu Lahab setiap malam dan hari Senin dientaskan dari siksa neraka, atau diberi kesenangan dengan air minum dari ibu jarinya, hanya karena pernah merasa gembira dengan kelahiran Rasulullah dengan membebaskan budak (Al-Mishri, 2014:55; al-Mausu’ah al-Yusufiyyah, 136). Allah berfirman:

‫ضبل َاللنبه َوبرزحتببه َفجبْبجذلب‬ ‫ك َفجبزليِمَجبزفجركحوُا َكهجوُ َجخزيِمَبةر َبمناَّ َ جزيجمكعوُجن‬ ‫قكزل َبجف ز‬ ‫ج‬ ‫جج ج‬ Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Qs. Yunus/10:58). Makna dari fadhl dan rahmah memang banyak, yang berkisar antara al-Qur’an, Islam, Rasulullah, ilmu, ahli al-Qur’an, bahkan Ali bin Abi Thalib (al-Durr alMantsur, 7/667-669). Diantara maknanya dikemukakan oleh Abu Syaikh yang meriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa yang dimaksud fadhl Allah adalah ilmu, dan yang dimaksud rahmat Allah adalah Rasulullah Muhammad SAW (al-Durr alMantsur, 7/668). Jika pun makna fadhl itu adalah Islam, dan rahmat bermakna alQur’an (al-Shafwah al-Tafasir, 1/588; Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, 1/176), toh keduanya hadir di dunia ini melalui kelahiran Nabi Muhammad juga. Artinya dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW kita diperintahkan untuk bergembira, merasa senang, dan berbahagia. Pada masyarakat kita, rasa senang ini diwujudkan dengan banyak membaca shalawat, riwayat hidupnya, bersedekah, dan pada sebagian masyarakat muslim Jawa melakukan bubakan dan kenduri. Artinya kecintaan dan kegembiraan akan Rasulullah tidak hanya berhenti pada ranah keagamaan, namun juga diejawantahkan dalam

6

karakter dan tindakan sosial, kemasyarakatan dan kecintaan pada tumpah darah kelahirannya. Pada segi yang lain, peristiwa kelahiran Nabi ternyata mendatangkan efek pada tatanan budaya masyarakat, diantaranya dengan memancarnya cahaya sinar dari ibundanya Sayidatina Aminah hingga sampai ke Syam, saat melahirkan Rasulullah (Al-Mishri, 2014:56-57). Hal yang paling menonjol adalah dalam masalah nasab atau keturunan. Dalam tradisi Arab Jahiliyah, nasab adalah harus pancer laki-laki. “Anak dari anak perempuanmu bukanlah keturunanmu, namun keturunan laki-laki lain”. Demikian adagium masyarakat Arab waktu itu. Artinya memiliki anak perempuan adalah berarti pemutus mata rantai nasab. Rasulullah Muhammad oleh Allah ditakdirkan hanya dari anak perempuannyalah, keturunan beliau terus berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok bumi. Pada saatnya nanti, tidak ada sejengkal bumi pun yang tidak dihuni oleh keturunan beliau yang mulia. Sehingga masyarakat Jahiliyah waktu itu menyebut Nabi sebagai al-abtar (yang terputus keturunannya), yang diantaranya dituduhkan oleh al-‘Ash bin Wa’il, karena wafatnya Sayidina Qasim (Shafwat al-Tafasir, 3/611-612). Lalu Allah menurunkan surat al-Kautsar yang menegaskan bahwa beliau pemilik alKautsar, sebuah sungai atau telaga yang mereka masuk surga mau tidak mau harus mencelupkan diri ke dalamnya. Al-Kautsar itu sendiri diantara makna dan maksudnya adalah kebaikan yang banyak dari kenabian, al-Qur’an, syafa’at dan semacamnya (Tafsir al-Jalalain, 602). Mereka yang tidak disentuhkan oleh air telaga al-Kautsar, maka dipastikan akan mendiami neraka. Untuk itu, maka sarana paling utama adalah shalat menyembah Tuhan dan kemauan berkurban dengan hartanya. Artinya orang muslim yang ingin masuk surga haruslah mampu mengeluarkan kurban, bukan menjadi penikmat daging kurban. Nah, mereka yang menyatakan bahwa Nabi terputus keturunannya, maka merekalah yang sebenarnya terputus dari nikmat dan telaga alKautsar, terputus dari segala kebaikan, dan terputus dari semua balasan kebajikan (Tafsir al-Jalalain, 602). Dari Fathimah, kemudian lahirlah dua laki-laki kebanggaan Rasulullah, yakni Sayidina Hasan dan Sayidina Husain yang dinyatakan Rasulullah sebagai ( ِ‫كهجاَّ َجرزيجاَّنجبتجباَّيِر‬

َّ‫)بمب ب بزن َالب ب بمدنزبيِمَجا‬,

‫ج‬

“keduanya adalah kebanggaanku atau aroma keharumanku di dunia”

(Shahih al-Bukhari [5535]). Oleh Rasulullah keduanya disebut sebagai “ibnaini”, dua orang anakku. Kedunya yang merupakan cucu Rasul diakui sebagai anaknya, dan Rasulullah membanggakan keduanya sebagai pemuda penghulu Surga. Maka terkait keduanya, Rasulullah menyatakan barang siapa yang mencintai keduanya, berarti ia mencintai Rasulullah. Dan mereka yang mencintai Rasulullah berarti dicintai oleh

7

Allah, dan mereka yang dicintai Allah dipastikan masuk surga. Salah satu bentuk kecintaan itu adalah mengikuti tarekat sufi dalam beragama. Tarekat yang besar di Indonesia adalah Qodiriyyah dari Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani al-Hasani, dan Naqsyabandiyah dari Syaikh Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandi al-Husaini. Kemudian di Nusantara, keduanya digabungkan dalam tarekat Qadiriyyah wa alNaqsyabandiyah (TQN). Artinya, kecintaan terhadap Hasan dan Husein diikat dalam satu tarekat.

‫ل َأقاَ أ‬ ‫ماَ َأقاَ أ‬ ُ‫ل َأ أببببو‬ ‫مأر َأر ض‬ ‫ه َع أن نهب أ‬ ‫ي َالل ل ب‬ ‫ن َع ب أ‬ ‫ض أ‬ ‫عأ ن‬ ‫ن َاب ن ض‬ ‫م َضفي‬ ‫ه َع أل أي ن ض‬ ‫م د‬ ‫م أ‬ ‫ه َوأ أ‬ ‫سل ل أ‬ ‫صللىَّ َالل ل ب‬ ‫ح ل‬ ‫ر َانرقبببوُا َ ب‬ ‫دا َ أ‬ ‫ب أأك ن ر‬ ‫ل َب أي نت ضهض‬ ‫أهن ض‬ dari Ibnu ‘Umar ra, berkata, Abu Bakar berkata; “Peliharalah hubungan dengan Muhammad SAW dengan cara menjaga hubungan dengan ahli bait beliau”. (Shahih al-Bukhari [3468]). Siapakah ahlul bait secara tekstual menurut kitab suci? ‘Aisyah meriwayatkan hadits berikut ini, terkait ahlul bait yang utama.

‫عاَئ ض أ‬ ‫شببةَ َ أ‬ ‫عببن َ أ‬ ‫ه َع أل أي نببهض‬ ‫خببأر أ‬ ‫صببللىَّ َالل لبب ب‬ ‫ي َ أ‬ ‫ج َالن لب ضبب ي‬ ‫مببنر ل‬ ‫حبب ل‬ ‫ن َ أ‬ ‫دا د‬ ‫ل َ ض‬ ‫ه َ ض‬ ‫ة َوأع أل أي ن ض‬ ‫مأر ل‬ ‫م َغ أ أ‬ ‫وأ أ‬ ‫ط َ ب‬ ‫سل ل أ‬ ‫مبب ن‬ ‫شببعنرر‬ ‫أ‬ ‫أأ‬ ‫خل بأ‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ه َث لب‬ ‫جبباَأء‬ ‫ل‬ ‫ع‬ َ ‫ن‬ ‫ب‬ َ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ل‬ ‫ء َا‬ ‫أ‬ َ‫جا‬ ‫ف‬ َ ‫د‬ ُ‫و‬ ‫س‬ ‫ي َفأأد ن أ‬ ‫أ‬ ‫ض‬ ‫م َ أ‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫ي‬ ‫أ ب ب‬ ‫ن أ‬ ‫خ أ‬ َ‫ة‬ ‫ن َأفببد أ أ‬ ‫مبب ب‬ ‫م َ أ‬ ‫سببي ن‬ ‫ال ن ب‬ ‫ح أ‬ ‫ت َأفاَط ض أ‬ ‫جبباَأء ن‬ ‫ه َبثبب ل‬ ‫مأعبب ب‬ ‫ل َ أ‬ ‫ب‬ ‫فأأ أدخل أهاَ َث بم َجاَأء َعلببي َفأببأ أ‬ ‫أ‬ ‫م َقأبباَ أ‬ ‫ب‬ َ‫مببا‬ ‫بب‬ ‫ث‬ َ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫خ‬ ‫د‬ ‫أ‬ ‫ل َإ ضن أل‬ ‫ن‬ ‫ن أ أ ل أ‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫أض ي‬ ‫هبب أ‬ ‫ت‬ ‫س َأ أ ن‬ ‫ل َال نب أنيبب ض‬ ‫م َالرر ن‬ ‫ه َل ضي بذ نه ض أ‬ ‫ريِ ب‬ ‫ب َع أن نك ب ن‬ ‫د َالل ل ب‬ ‫ج أ‬ ‫يِ ب ض‬ .‫م َت أط نضهيدرا‬ ‫وأيِ بط أهرأرك ب ن‬ Dari Aisyah RA, dia berkata, “Pada suatu pagi, Rasulullah SAW keluar dari rumahnya dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Tak lama kemudian, datanglah Hasan bin Ali. Lalu Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Kemudian datanglah Husain dan beliau pun masuk bersamanya ke dalam rumah. Setelah itu datanglah Fatimah RA dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Akhirnya, datanglah Ali RA dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Lalu beliau membaca ayat Al Qur’an yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa darimu hai ahlul bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya.” {Al Ahzaab: 33} (Muslim [2424]). 8

Pada hadits tersebut jelas bahwa yang dimaksud sebagai ahlul bait adalah Sayidina ‘Ali bin Abi Thalib, Sayidatina Fatimah Al-Zahra, Sayidina Hasan dan Sayidina Husain. Cara paling mudah membina hubungan dengan mereka adalah dengan mencintainya, atau paling tidak berusaha mencintainya, melalui cara menyampaikan al-Fatihah, berbuat kebaikan untuk keduanya dan sebagainya. Hal ini sebagaimana doa Rasulullah terkait dengan Sayidina Hasan dan Husain berikut:

‫ع أن َأ أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ُ‫سبو‬ ‫ر‬ َ ‫ع‬ ‫م‬ َ ‫ت‬ ‫ج‬ ‫ر‬ ‫خ‬ َ ‫ل‬ َ‫قا‬ َ ‫ة‬ ‫ر‬ ِ‫ي‬ ‫ر‬ ‫ه‬ َ ‫بي‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫ب‬ ‫ل َالل لببهض‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫أ‬ ‫ب‬ ‫ض‬ ‫ض‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ أ‬ ‫ن‬ ‫م َضفي َ أ‬ ‫طاَئ ض أ‬ ‫ةَ َ ض‬ ‫ف ر‬ ‫ه َع أل أي ن ض‬ ‫ه َوأ أ‬ ‫سل ل أ‬ ‫صللىَّ َالل ل ب‬ ‫أ‬ ‫م ن‬ ‫ن َالن لأهبباَرض‬ ‫ب‬ ‫ق َب أضنبي‬ ‫سبوُ أ‬ ‫حلتبىَّ َ أ‬ ‫ه َ أ‬ ‫جباَأء َ ب‬ ‫مب ب‬ ‫مضنبي َوأأل َأك أل ر ب‬ ‫أل َيِ بك أل ر ب‬ َ‫ة‬ ‫قأي نن ب أ‬ ‫قاَ أ‬ ‫مب أ‬ ‫حت لببىَّ َأ أت أببىَّ َ ض‬ ‫صببأر أ‬ ‫ف َ أ‬ ‫خب أبباَأء َأفاَط ض أ‬ ‫ع َث ب ل‬ ‫م َان ن أ‬ ‫أ‬ ‫ل َ أ أث أم َ ل بك أ أ‬ ‫قاَ أ‬ ‫ه‬ ‫فأ أ‬ ‫ع َ يِ أعنضني َ أ‬ ‫م َ ل بك أ ب‬ ‫ب‬ ‫ح أ‬ ‫سدناَ َ فأظ أن ألناَ َ أن ل ب‬ ‫ع َ أث أ ل‬ ‫ل‬ ‫إنماَ َتحبسه َأ ب‬ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫أ‬ َ‫خاَدبا‬ َ ‫ه‬ ‫بب‬ ‫س‬ ‫ب‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫و‬ َ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫بب‬ ‫س‬ ‫غ‬ ‫ت‬ َ ‫ن‬ ‫ل‬ َ ‫ه‬ ‫م‬ ‫سبب أ‬ ‫أ‬ ‫ض‬ ‫ن ب ر ب أب ض أ ب ض‬ ‫ضل أ أ ن ض ب ب ي ب‬ ‫ث َأ أ‬ ‫ق َك ببب ي‬ ‫ل‬ ‫بب‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫ع‬ ‫ببىَّ َا‬ ‫ت‬ ‫ح‬ َ َّ‫عى‬ ‫بب‬ ‫س‬ ِ‫ي‬ َ ‫ء‬ ‫أ‬ َ‫ببا‬ ‫ج‬ َ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫أ ل‬ ‫أ ن أ‬ ‫م َيِ أل نب أ ن ن أ‬ ‫أأ أ‬ ‫فأل أ ن‬ ‫سوُ ب‬ ‫قاَ أ‬ َّ‫صببللى‬ ‫ه َفأ أ‬ ‫صاَ ض‬ ‫أوا ض‬ ‫ل َالل لبب ض‬ ‫د َ ض‬ ‫ح ر‬ ‫ل َأر ب‬ ‫حب أ ب‬ ‫من نهب أ‬ ‫ه َ أأ‬ ‫ماَ َ أ‬ ‫الل لببه َع أل أيببه َوسببل لم َالل لهببم َإنببي َأ ب‬ ‫أ‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ح‬ ‫أ‬ ‫بب‬ ‫ف‬ َ ‫ه‬ ‫بب‬ ‫ب‬ ‫ح‬ ‫ض‬ ‫ض‬ ‫ب ل ضر‬ ‫ل ب‬ ‫ي ب‬ ‫ن ض أ أ أ‬ ‫ب‬ ‫وأ أ‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ح‬ ِ‫ي‬ َ ‫ن‬ ‫م‬ َ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ح‬ ‫ض‬ ‫أ ن ض ن أ ن ب ي ب‬ Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Pada suatu siang saya keluar bersama Rasulullah SAW. Beliau tidak berbicara kepada saya dan saya pun tidak berbicara kepada beliau hingga beliau mendatangi pasar Bani Qainuqa’. Kemudian beliau pulang dan mendatangi tenda Fatimah RA seraya bertanya, ‘Apakah ada Luka’? Apakah ada Luka’?’ {Yang dimaksud dengan Luka’ adalah Hasan RA} Kami menduga bahwasanya Hasan sedang dibawa oleh ibunya untuk dimandikan dan dipakaikan seutas kalung tanpa permata. Tak lama kemudian Hasan muncul dan akhirnya keduanya {Rasulullah dan Hasan} saling berpelukan. Kemudian Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, sungguh saya mencintainya. Oleh karena itu, cintailah ia dan cintailah orang yang mencintainya.” (Muslim 7/130 [2421]). Setelah Fatimah, maka Hasan dan Husain adalah yang dipanggil Rasul untuk dicium dan dinasehati khusus menjelang wafatnya (Al-Mishrri, 2014:1006), karena kecinttaannya. Maka ketika kita mencintai keduanya, maka kita didoakan oleh Rasulullah agar Allah mencintai kita, karena kecintaan kita kepada keduanya. Di Hadramaut, haul besar-besaran untuk Sayidina Husein dan keturunannya dilaksanakan pada bulan Sya’ban sejak masa Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir, 9

walaupun seecara turunn-temurun sudah ada tradisi ziarah ke makam Nabi Hud sejak sebelum Islam. Acara tersebut diawali pada tanggal 8 Sya’ban dengan mandi di Sungai Hud yang bersumber di lembah ‘Idhim dan Sar dan meminum airnya, shalat Dluha di Hasha’ Umar al-Muhlar, sebuah batu besar yang diyakini sebagai tempat peribadatan al-Imam al-Syaikh Umar Muhdhar bin Abdurrahman Assegaf, dan kemudian beraiarah di makam Nabi Hud di Wadi al-Ahqaff Hadramaut (Mauladdawilah, 2012: 71-78). Pusat utama para habaib al-Husaini adalah di kota Tarim, sejak kedatangan Syaikh ‘Ali bin Alwi Khali’ Qasam dan Imam al-Muhajir (Mauladdawilah, 2012: 116118), yang menjadi kakek buyut sebagian ulama Walisongo. Kota ini terkenal sebagai pusat kediaman banyak al-Sa’adah al-’Alawiyah. Sehingga sejak zaman Walisongo, bulan Sya’ban menjadi bulan yang keramat bagi masyarakat muslim Jawa. Maklum, diantara sembilan Wali yang terkenal, empat diantaranya adalah al-Husaini, yakni Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Kudus dan Sunan Gunungjati. Yang lain lebih mempresentasikan diri dengan kejawaan, misalnya Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Drajat. Sedang Sunan Bonang dan Sunan Gresik menengahi diantara kedua corak budaya itu. Sebagaimana di Hadramaut para Wali di Nusantara juga memelopori haul pada bulan Sya’ban, sehingga kemudian bulan Sya’ban di Jawa di sebut bulan Arwah atau Ruwah. Simbol haul akbar itu dilaksanakan dalam bentuk ritual nyadran atau pesadranan. Artinya haul dan sadranan di bulan Ruwah adalah wujud dari rasa cinta terhadap ahlul bait Rasulullah, utamanya Sayidina Hasan dan Husein. Dari uraian tersebut nampaklah bahwa ruang kiprah keagamaan tidak bisa dipisahkan dari ruang kiprah kemanusiaan. Islam tidak mengenal apa yang disebut sebagai sekuler. Karena ruang semangat agama akan mewarnai keseluruhan kiprah manusia dalam kehidupan keseharian. Ajaran mendasar agama lalu menjadi sifat dari sikap manusia. Jika istilah manusia itu adalah an-nas, an-nis, an-nisa dan al-insan yang bermakna harmoni, dekat, intim dan akrab, maka tugas kita berarti adalah menciptakan kedamaian, harmoni dan keselamatan bersama di alam ini. Hal ini selaras dengan kehadiran Rasulullah dengan ajarannya yang rahmatan lil ‘alamin. Maka pada konteks praktek kehidupan keseharian, kita bisa memakai kaidah, “al-muhafadzah ‘alal qadim al-shalih, wal akhdzu bil jadidil ashlah, wal ishlah ila ma huwal ashlah, tsummal ashlah fal ashlah”.

DAFTAR RUJUKAN Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, terj. Ali Audah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. 10

Muhammad al-Amin bin ‘Abdullah al-Urami al-’Alawi al-Harari al-Syafi’i, Tafsir Hadaiq al-Rauh wa al-Raihan fi Rawabi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar Thauq alNajah, 2007. M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih. Tangerang: Lentera Hati, 2014. M. Quraish Shihab, Mtafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2007. Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, tahqiq, Muhammad bin Thahir AlBarzanji, terj. Beni Hamzah-Sholihin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2011. Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi, 2010. Abi ‘Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Kairo: Dar Ibn al-Jauzi, 2010. Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Kairo: Dar Ibn al-Jauzi, 2009. Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah. Jakarta: Litera Antar Nusa, 1992. ‘Abd al-Malik bin Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, tahqiq wa tashhih, Hilmi bin Isma’il al-Rasyidi. Iskandariyyah-Kairo: Dar al-’Aqidah, 2009. Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Ya Tarim wa Ahluha Tarim Kota Pusat Peradaban Islam. Malang: Pustaka Basma, 2012. Abdurrahman bin Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun. Beirut: Dar al-Fikr, 2001. Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997. Al-‘Allamah Jalal al-Din al-Mahalli – al-‘Allamah Jalal al-Din al-Suyuthi, Tafsir alJalalain bihamisy al-Qur’an al-Karim. Damaskus: Dar al-Fajr al-Islami, 2002. Al-‘Allamah Jalal al-Din al-Mahalli – al-‘Allamah Jalal al-Din al-Suyuthi, Tafsir alQur’an al-‘Adzim. Surabaya: Dar al-‘Ilm, t.t. Imam Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur al-Tafsir bi al-Ma’tsur. Yamamah: Markaz Hijr lil-Buhuts wa al-Dirasat al-‘Arabiyyah wa al-Islamiyyah, 2003. Al-Syaikh Yusuf Khaththar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah fi Bayan Adillah al-Shufiyyah. Damaskus: Muwafaqat Wizarat al-I’lam, 2002. 11

Muhammad ‘Ali al-Shabuni, al-Shafwat al-Tafasir Tafsir lil-Qur’an al-‘Adzim. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1999. Syekh Mahmud Al-Mishri, Sirah Rasulullah SAW Perjalanan Hidup Manusia Mulia, terj. Kamaluddin Irsyad, dkk. Solo: Tinta Medina, 2014.

12

Related Documents

Maulid Dan Haul.docx
November 2019 14
Maulid Dan Masyarakat Banjar
November 2019 24
Undangan Maulid
June 2020 21
Maulid Nabi
May 2020 31
Maulid Diba.docx
April 2020 18

More Documents from "ahmad mukhlish"

Maulid Dan Haul.docx
November 2019 14
01 Isl & Tsw
October 2019 23
Cover.docx
June 2020 4