Maulid Dan Masyarakat Banjar

  • Uploaded by: Irfan Noor, M.Hum
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Maulid Dan Masyarakat Banjar as PDF for free.

More details

  • Words: 1,351
  • Pages: 4
UPACARA BAAYUN MAWLID DALAM MASYARAKAT BANJAR

Oleh: Irfan Noor, M.Hum

Minggu pagi itu, tepatnya tanggal 24 April 2005 pukul 09.45, tidak seperti biasanya mesjid Jami' yang berlokasi di kelurahan Teluk Dalam kota Banjarmasin dipenuhi oleh jamaah. Konon, menurut salah satu jamaah, yang datang tidak hanya warga mesjid dan kota Banjarmasin sekitarnya, tapi juga warga Banjar yang bermukim di Hulu Sungai dan luar Kalimantan, seperti Sulawesi dan Jakarta. Rupanya hari itu pihak pengelola mesjid menyelenggarakan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Namun bukan karena peringatan itu yang menarik warga. Ada keunikan yang terjadi dalam penyelenggaraan Peringatan Maulid di Mesjid yang satu ini. Uniknya lantaran kegiatan tersebut diselenggarakan dalam rangka menggelar acara Baayun Anak. Itulah sebab acara atau upacara ini lebih dikenal dengan Baayun Mawlid karena dilaksanakan dalam acara Maulid Nabi. Menurut para tatuha Banjar, upacara ini sebenarnya telah dikenal masyarakat Banjar sejak berdirinya Kerajaan Banjar. Dahulu upacara ini hanya diperuntukkan pada anak-anak dari keluarga besar Kerajaan yang lahir di bulan Safar. Mereka melaksanakan upacara ini lantaran bulan Safar dipercaya sebagai bulan yang penuh dengan bala. Oleh karena itu, untuk menghindari tertimpanya bala pada anak tersebut, maka sang anak wajib diayun sebagai bentuk ritual tolak bala. Namun belakangan, upacara ini juga populer di kalangan masyarakat kebanyakan, khususnya orang Banjar yang berada di daerah Hulu Sungai. Peruntukan upacara ini juga tidak lagi hanya bagi anak yang lahir di bulan Safar tapi juga pada anak-anak yang lahir di bulan-bulan lainnya. Mereka umumnya mengikutkan anakanaknya untuk diayun agar si anak tumbuh menjadi anak sehat, tidak sakit-sakitan, dan menjadi orang yang shaleh, serta taat dalam beragama. Biasanya upacara baayun anak ini dilaksanakan di rumah-rumah atau di balai desa, tapi belakangan dilaksanakan di ruang utama mesjid. Mungkin alasannya untuk menghemat biaya karena di mesjid biasanya dilaksanakan secara bersama-sama dalam jumlah peserta yang banyak pula. Hari itu, misalnya, warga yang ingin mengikutsertakan anaknya untuk

1

acara Baayun Mawlid hanya dipungut biaya sebesar Rp. 50.000,- sebagai pengganti fasilitas upacara. Atau, boleh jadi dalam rangka menambah kekhidmatan acara tersebut melalui bentuk akulturasi agama-budaya. Di Mesjid Jami' Teluk Dalam sendiri, upacara ini berlangsung di ruang utama mesjid. Keriuhan dan kekhusu'an begitu mewarnai seluruh prosesi acara yang oleh masyarakat setempat telah dilangsungkan dalam dua tahun terakhir ini di mesjid tersebut. Menurut mereka, upacara Baayun Mawlid yang diselenggarakan di mesjid tersebut berasal dari kecamatan Banua Halat, kabupaten Rantau. Awalnya, upacara ini diperkenalkan kepada pengelola Mesjid ini oleh salah satu jamaah yang pernah bertugas sebagai guru agama di kecamatan Banua Halat tersebut. Gayung pun bersambut. Tepat pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 2004 yang lalu, diselenggarakan upacara Baayun Mawlid ini untuk pertama kalinya. Sebelumnya, hampir tidak pernah terdengar adanya upacara sejenis di kota ini. Hingga saat ini, upacara Baayun Mawlid ini mulai populer dan marak diselenggarakan di beberapa tempat di kota Banjarmasin setelah hampir terlupakan dalam rentang waktu yang lama. Hari itu, bertempat di bagian tengah ruang utama mesjid tersebut telah berjajar dalam bentuk huruf "U" ayunan-ayunan yang telah berisi anak yang berusia sekitar 3 bulan hingga 2 tahun. Jumlah ayunan-ayunan itu semuanya berjumlah 22 buah. Tiap ayunan dibuat dari tiga lapis kain, yakni kain kuning pada bagian luar, kemudian kain putih, dan bagian dalam tapih bahalai (sarung panjang wanita bercorak batik Jawa). Sementara tali pengikat tiap ayunan tersebut dihiasi oleh janur dan anyaman kembang. Tidak kurang dari sembilan jenis janur yang menghiasi tali pengikat ayunan tersebut. Ada yang berbentuk burung, bunga, lipan, rantai, dan sebagainya. Selain itu, di tiap ayunan itu sendiri, terdapat nama anak yang menempati ayunan tersebut. Di bawah jajaran ayunan-ayunan tersebut, masing-masingnya, terdapat "syarat" upacara yang dibuat dalam dua bentuk, yang setelah selesai acara boleh dibawa pulang. Masyarakat Banjar biasa menyebutnya sebagai "piduduk". Bentuk yang tersaji dalam piring makan diisi dengan nasi ketan, kue apam, kue cucur, inti kelapa, telur rebus ayam kampung, papari, pisang, dan tape ketan, sedangkan yang tersaji dalam ember ukuran kecil diisi dengan beras, buah kelapa yang sudah dikupas kulitnya, sebungkus garam, dan gula merah. Sementara di setiap tiang utama mesjid itu sendiri juga diletakkan "piduduk" pada dua buah piring makan, yakni piring yang berisi dengan beras ketan putih yang di tengah-tengahnya

2

dihiasi dengan inti kelapa, dan piring yang berisi beras kuning yang di tengah-tengahnya juga di letakkan inti kelapa. Jamaahnya sendiri yang menghadiri dan menyaksikan acara tersebut memadati bagian sisi jajaran ayunan tersebut. Khusus untuk jamaah laki-laki berjajar pada bagian depan ruang utama mesjid tersebut, tepatnya di barisan muka jajaran ayunan. Sementara jamaah perempuan berada di sisi kiri-kanan dan belakang ayunan. Sebagian jamaah lagi, baik anak-anak ataupun orang tua, juga ada yang memadati bagian luar mesjid. Adapun prosesi acara ini dimulai dengan pembacaan Syair Maulid yang dipimpin oleh seorang Tuan Guru (Ulama) dengan diiringi irama tetabuhan rebana dari sekelompok remaja mesjid tersebut. Hari itu, Syair Maulid yang dibaca adalah Syair Mawlud al-Habsyi. Tidak ada keharusan untuk membaca Syair ini. Biasanya hanya tergantung pada kebiasaan masing-masing kampung. Umumnya jika tidak membaca Syair Mawlud al-Habsyi, pilihan jatuh pada Syair Mawlud Barjanzi, Mawlud Syaraf al-Anam, atau Mawlud al-Dayba'i. Kesahduan irama suara jamaah yang sedang khusu' membaca Syair Mawlud alHabsyi tersebut begitu membahana sampai ke luar mesjid. Bahkan, kesahduan yang dirasakan oleh para jamaah ini tampaknya juga dirasakan juga oleh anak-anak yang sedang berada dalam ayunan-ayunan tersebut. Tidak ada tangis yang terdengar selama acara tersebut berlangsung. Syair-Syair pujian tersebut rupanya mampu meninabobokan mereka yang sebelum acara itu dimulai tampak rewel. Suasana berubah makin khusu' ketika pembacaan Syair tersebut memasuki kalimat "asyraqal". Ada kepercayaan dari orang-orang yang suka membaca Syair Maulud bahwa saat dibacakan kalimat itu adalah saat hadirnya ruh Nabi Muhammad di tengah-tengah jama'ah. Dipercaya sekali oleh mereka bahwa Ruh Nabi itu hadir dalam rangka menebar keberkahan bagi mereka yang hadir. Oleh karena itulah, biasanya pada saat kalimat itu dibacakan jamaah langsung berdiri sebagai simbol penghormatan atas kehadiran Ruh Nabi. Dalam momen pembacaan kalimat "asyraqal" itu, kekhusu'an tampak sekali pada ibu-ibu pemiliki anak yang sedang diayun itu. Mereka begitu khidmat ikut melantunkan kalimat-kalimat itu sambil mengangkat anaknya ke pangkuan. Pada saat yang bersamaan Tuan Guru yang memimpin pembacaan Syair Maulud berjalan ke arah ibu-ibu untuk memberikan tampung tawar pada masing-masing anak tersebut. Tampung Tawar adalah tahap prosesi dalam memberi berkat dari acara tersebut dengan mengusap jidat setiap anak dan mencipratinya dengan air khusus. Biasanya di sini disebut dengan air "tutungkal", yang terdiri dari campuran air, minyak buburih, dan rempah-rempah. Begitu selesai tahap prosesi

3

ini, jamaah kembali duduk, dan ditutup dengan pembacaan do'a, yakni do'a khatam almawlud. Begitu selesai pembacaan Syair Maulud ini, acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Alquran oleh seorang Qori yang ditunjuk panitia. Kehidmatan acara ini terus berlanjut hingga acara ceramah agama yang di sampaikan oleh seorang da'i yang cukup terkenal di kota ini. Inti ceramahnya adalah sekitar hikmah penyelenggaraan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dari suasana acara yang penuh khidmat tersebut, tiba-tiba berubah menjadi riuh ketika usai acara ceramah panitia mempersilahkan para jamaah naik ke lantai II mesjid tersebut. Di lantai atas itu, jamaah dipersilahkan untuk makan bersama. Hari itu, makanan yang disediakan memang cukup istimewa. Tiap jamaah disediakan sepiring nasi samin dengan dilengkapi lauk gulai kambing. Tampak rona-rona kebahagiaan sedang mengurat wajah-wajah setiap jamaah yang sedang menikmati hidangan maulid tersebut. Ada kelapangan yang dalam di hati masing-masing jamaah karena telah menunaikan kebiasaan adat turun-temurun mereka tanpa harus bersitegang dengan keyakinan religius yang mereka anut. Keharmonisan adat dengan agama tampak sekali dalam upacara Baayun Mawlid yang diselenggarakan Mesjid Jami' Teluk Dalam ini. Tidak ada kekhawatiran di antara mereka jika di kemudian hari acara ini akan dianggap bid'ah oleh kelompok-kelompok tertentu. Hal ini karena upacara Baayun Mawlid dalam masyarakat Banjar merupakan salah satu ritual adat yang sangat terkait dengan sistem kepercayaan yang dianut. Upacara jenis ini dapat dikategorikan sebagai ritual peralihan tahap kehidupan seseorang menjadi anak manusia. Dari segi pelaksanaannya, ada perpaduan yang sangat kental antara ritual adat dengan kepercayaan religius tentang kehadiran Ruh Nabi Muhammad SAW dalam menebar berkah ketika dibacakannya Syair-Syair Pujian Rasul. Pemaknaan terhadap Peringatan Maulid Nabi pun tidak lagi sebatas serimonial. Lebih jauh mereka memaknai Peringatan ini sebagai sebuah usaha meraih harapan akan kehidupan umat manusia yang lebih baik di kemudian hari. Sebuah harapan di tengah-tengah galaunya infrastruktur modern yang tidak lagi mampu menjamin masa depan umat manusia ! []

4

Related Documents


More Documents from ""