Materi Pai Tentang Ruju'

  • Uploaded by: Muhammad Iqbal
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Materi Pai Tentang Ruju' as PDF for free.

More details

  • Words: 2,117
  • Pages: 5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berumah tangga tidak akan pernah terlepas dari masalah, baik dari luar maupun dalam yaitu dari pihak suami maupun istri, yang akan berakibat terjadi konflik diantara rumah tangga tersebut, Sehingga mengakibatkan terjadinya perceraian, Dan apabila telah terjadi perceraian, maka Islam sangat menganjurkan untuk rujuk. Karena didalam rujuk terdapat sebuah anugerah yang sangat besar dan sangat indah sehingga dengan rujuk akan dapat mengembalikan hubungan suami istri yang terputus sehingga dapat menciptakan keharmonisan di dalam rumah tangga tersebut. Akan tetapi, apabila seorang suami merujuk sang istri dengan maksud untuk menganiaya sehingga dapat menimbulkan kemudhoratan bagi istrinya, maka rujuk yang semacam ini sangat dilarang dalam agama Islam. Sebagaimana Allah telah berfirman yang artinya “Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu iddahnya hampir habis, maka rujuklah mereka secara baik atau ceraikanlah secara baik pula. Jangan kamu rujuki mereka untuk memberi kemudhoratan, karena hal itu berarti kamu menganiaya mereka. Siapa yang berbuat demikian, sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri”. (Q.S Al-Baqarah:231) Dan Apabila suami menjatuhkan talaknya di waktu istrinya sedang haid maka ia wajib merujuk istrinya kembali. Karena talak di waktu haid ini tidak sesuai dengan syari’at atau disebut dengan dengan talak bid’iy. Sebagaimana Rasulullah bersabda dari Ibn Umar yang artinya “Perintahlah agar ia merujuk istrinya lalu menahannya hingga suci dari haid, kemudian haid, kemudian suci lagi. Kemudian jika, ia bermaksud untuk tidak mentalaknya, hendaaklah ia memelihara istrinya itu. Dan jika ia bermaksud mentalaknya, hendaklah ia mentalaknya sebelum ia dicampuri. Itulah iddah yang dijinkan Allah bagi suami untuk mentalak istrinya”. (Mutafaq “alaih) BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN RUJUK Secara lughat Ruju’/Raj’ah berarti “kembali” (Amir Syarifudin, 2003: hlm 135). Sedangkan menurut istilah mengembalikan ikatan dan hukum perkawinan secara penuh setelah terjadinya talak raj’i, yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddah (A. Hufaf Ibry, 2004 : hlm 204). Dalam istilah hukum Islam, para fuqaha tidak membedakan antara istilah ruju’ dan raj’ah. Imam Taqiyuddin memberi definisi rujuk sebagai berikut: َ َ ََ َ‫ّ إ‬ َّ ‫ص‬ ‫َخْصُو‬ ‫ٍ م‬ ‫وجْه‬ ‫ٍ ع‬ ‫ِن‬ ‫بائ‬ ‫ْر‬ ‫ٍ غَي‬ ‫طلق‬ ‫عد‬ َْ ‫ِ ب‬ ‫كاح‬ ‫لى الن‬ ‫َد‬ ‫ِ الر‬ ‫َن‬ ‫ٌ ع‬ ‫َة‬ ‫بار‬ ‫ع‬ ِ َ ‫لى‬ َ َ َِ ٍْ ِ ِ Artinya : Rujuk ialah kembali kepada pernikahan setelah talak yang bukan ba’in dengan cara tertentu. Ulama hanafiyah memberi definii rujuk sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Abu Zahrah sebagai berikut: َ ّ ‫ِ ال‬ َّ َُ ّ ‫طلق‬ ‫َة‬ ‫ِد‬ ‫ِ ع‬ ‫ناء‬ َْ ‫َث‬ ‫فى أ‬ ‫كاح‬ ‫ة الن‬ ‫تلم‬ ‫اس‬ ِ ِ ِْ ِ ِ ِ Artinya : Melestarikan perkawinan dalam masa iddah talak. Ali Hasbillah mendefinisikan rujuk sebagai: َ ّ ‫ِ ال‬ َّ َ‫ب‬ ّ ‫عي‬ ‫ِ الر‬ ‫طلق‬ ‫َة‬ ‫ِد‬ ‫ِ ع‬ ‫ناء‬ َْ ‫َث‬ ‫فى أ‬ ‫كاح‬ ‫ِ الن‬ ‫ْك‬ ‫ِل‬ ‫ء م‬ ُ‫قا‬ ‫ْت‬ ‫اس‬ ِ ِْ‫َج‬ ِ ِ ِ ِْ ّ ّ ِ Artinya : Menetapkan kembali ikatan perkawinan dalam masa iddah talak raj’i.Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa rujuk adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan cara tertentu. (Hasanuddin AF, 1996: hlm 650) Para ulama sepakat bahwa, wanita yang dirujuk itu hendaknya berada dalam masa ‘iddah dari talak raj’i. Dengan demikian, wanita yang ditalak ba’in sekalipun belum dicampuri tidak boleh dirujuk, sebab wanita tersebut tidak mempunyai ‘iddah.

Juga tidak diperbolehkan merujuk yang ditalak tiga karena untuk kembali kepadanya dibutuhkan seorang muhallil. Demikian pula halnya dengan wanita yang ditalak melalui khulu’, karena sudah terputusnya tali perkawinan antara mereka berdua (M. Jawad MUgniyah, 2008: hlm 481). B. DASAR HUKUM RUJUK Hak merujuk mantan suami terhadap istrinya yang ditalak raj’I tersebut diatur berdasarkan firman Allah: £`åkçJs9qãèç/ur ‘,ymr& £`ÏdÏjŠt&diamsÎ/ ’Îû y7Ï9ºsɶ ÷bÎ) (#ÿrߊ#u‘r& ……$[s»n=ô¹Î) ÇËËÑÈ Artinya: “Suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (iddah), jika mereka menghendaki perbaikan.” (Q.S Al-Baqarah: 228) Berdasarkan firman Allah itu pula, anda dapat memahami bahwa mantan suami tidak dibenarkan menggunakan haknya itu dengan tujuan yang tidak baik. Ia dilarang merujuk mantan istrinya itu misalnya dengan maksud menyengsarakannya atau mempermainkannya karena hal itu perbuatan yang dzalim. Dalam kasus sejenis ini, mantan istri, menurut pendapat Zahiriyah dan Ibn Taimiyah, sebaiknya mengadukan nasibnya ke pengadilan agar pengadilan tidak mensyahkannya rujuk yang dilakukan suaminya itu Firman Allah Swt.: Artinya : “Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu iddahnya hamper habis, maka rujuklah mereka secara baik atau ceraikanlah mereka secara baik-baik pula. Jangan kamu rujuko mereka untuk memberi kemudoratan, karena hal itu kamu menganiaya mereka. Siapa yang berbuat demikian, sesungguhnya ia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri”. (Q.S Al-Baqarah: 231) Apabila suami menjatuhkan talaknya di waktu istri sedang haid maka ia wajib merujuk istriya kembali. Talak di waktu ini tidak sesuai dengan tuntunan syari’at atau disebut dengan talak bid’iy. Ketentuan ini sesuai dengan hadits dari Ibn Umar, bahwa ia menalak istrinya di waktu ia haid lalu umar bertanya kepada Rasulullah. Rasulullah bersabda : َ ِْ َْ َ َُ َُ َ ْ َ ْ َّ‫ها ح‬ ّ ُ ‫َة‬ ‫ِد‬ ‫َ ع‬ ‫لك‬ ‫َت‬ ‫سى ف‬ ‫ْ ي‬ ‫َن‬ ‫َ أ‬ ‫بل‬ َ‫شا‬ ‫ِن‬ ‫و إ‬ ‫عد‬ َْ ‫َ ب‬ ‫َك‬ ‫ْس‬ ‫َم‬ ‫ء أ‬ َ‫شا‬ ‫ِن‬ ‫م إ‬ ‫َ ث‬ ‫َر‬ ‫َطْه‬ ‫تى ت‬ ‫ْسِك‬ ‫ُم‬ ‫لي‬ ‫ها ث‬ ِْ ‫راج‬ ‫لي‬ ‫ُ ف‬ ‫ْه‬ ‫ُر‬ ‫م‬ ِ ‫م‬ ّ‫م‬ َ ُ ََ َْ‫ء ق‬ ّ ّ ََ َ‫ع‬ َُ َ َ َ َ ْ َ ّ َ َ ُ ‫ء )متفق عليه‬ ُ‫سا‬ ّ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫له‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ط‬ ‫ت‬ ْ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ه‬ ‫الل‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫أ‬ ‫تي‬ ‫ل‬ ‫)ال‬ ِ ِ َ ُ ََ Artinya: Perintahkanlah ia agar merujuk istrinya lalu menahannya hingga suci dari haid, kemudian haid, dan kemudian suci lagi. Kemudian, jika ia bermaksud untuk tidak mentalak, hendaklah ia memelihara istrinya itu. Dan jika ia bermaksud mentalaknya, hendaklah ia mentalaknya sebelum ia dicampuri. Itulah iddah yang diijinkan Allah bagi suami untuk mentalak istrinya. (H.R Muttafaqun Alaih) (Hasanuddin AF, 1996: hlm 650) C. HUKUM RUJUK 1. Wajib, terhadap suami yang menalak salah seorang istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak. 2. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri. 3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya (suami istri). 4. Sunnat, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya, atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri). (H.M Suparta, 2004: hlm 133). 5. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk asli. (Sulaiman rasyid, 418: hlm 418) D. RUKUN DAN SYARAT RUJUK 1. Istri, Keadaan istri disyaratkan:1. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus putus pertalian antara keduanya, si istri tidak mempunyai iddah sebagaimana yang telah dijelaskan . 2. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia rujuk kepada salah seorang dari pada mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukkan, maka rujuknya tidak sah. 3. Talaknya adalah talak raj’i. Jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak

tiga, maka ia tak dapat dirujuk lagi. 4. Rujuk itu terjadi sewaktu pada masa iddah Firman Allah Swt.: £`åkçJs9qãèç/ur ‘,ymr& £`ÏdÏjŠt&diamsÎ/ ’Îû y7Ï9ºsɶ ÷bÎ) (#ÿrߊ#u‘r& ……$[s»n=ô¹Î) ÇËËÑÈ “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu.” (Al-Baqarah:228) 2. Suami. Keadaan suami disyaratkan: a. Baligh b. Sehat akalnya c. Atas kemuan sendiri (tidak dipaksa) 3. Saksi. Dalam hal ini para ulama berselisih paham, apakah saksi itu wajib menjadi rukun atau sunnat. Sebagian menyatakan wajib, melainkan haya sunnah. (M. Suparta, 2004: hlm 134) Firman Allah Swt: #sɶÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã&diams÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í‘$sù 7$rã&diams÷èyJÎ/ (#r߉Íkô¬r&ur ô“ursɶ 5Aô‰tã óOä3ZÏiB (#qßJŠÏ%r&ur noy‰»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºsɶ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur Ì&diamsÅzFy$# 4 `tBur È,¬Gtƒ ©!$# @yèøgs† ¼ã&©! %[`t&diamsøƒxC ÇËÈ Artinya: “Apabila iddah mereka telah hamper habis, hendaklah kamu rujuk dengan baik, atau teruskan perceraian secara baik pula, dan yang demikian hendaklah kamu persaksikan kepada orang yang adil di antara kamu, dan orang yang menjadi saksi itu hendaklah dilakukan kesaksiannya itu karena Allah.” (At-Talaq:2) 4. Sigat (lafaz). Sigat ada dua, yaitu: 1. Terang-terangan, misalnya dikatakan, “Saya kembali kepada istri saya” atau “Saya rujuk Kepadamu”.2. Melalui sindiran, misalnya “saya pegang engkau,” atau “saya kawin engkau,” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau untuk lainnya. Sigat itu sebaiknya merupakan perkataan tunai, berarti tidak digantungkan dengan sesuatu. Umpamanya dikatakan, “saya kembali padamu jika engkau suka,” atau “Kembali kepadamu kalau si anu datang.” Rujuk yang digantungkan dengan kalimat seperti itu tidak sah. E. CARA MERUJUK Rujuk dapat dilakukan oleh mantan suami melalui dua cara: 1. Dengan perbuatannya. Misalnya, dalam masa iddah, suami melakukan hubungan kelamin dengan istrinya atau melakukan hal-hal yang menimbulkan rangsangan birahi seperti mencuim atau memandang istrinya dengan pandangan yang mengundang nafsu. Hal tersebut dianggap sebagai rujuk, baik inisiatif itu datang dari pihak suami maupun dari pihak istri yang kemudian disetujui oleh suami. Demikianlah kesepakatan jumhur Ulama. Mengenai perlu tidaknya perbuatan tersebut dibarengi dengan niat rujuk, para ulama pun berbeda pendapat. Menurut Imam Malik, perbuatan tersebut harus disertai dengan niat. Sedangkan menurut mayoritah Ulama, tidak perlu niat karena wanita yang ditalak raj’I itu masih bestatus hokum sebagai istrinya dan termasuk dalam rangkaian firman Allah yang artinya “Kecuali pada istri-istri mereka”. 2. Dengan ucapan dan tulisan, baik dinyatakan dengantegas (sharih) maupun hanya sekedar sindiran (kinayah). Contoh redaksi rujuk yang dinyatakan suami secara tegas kepada istrinya ialah “Saya rujuk kepaamu”. Redaksi seperti itu tidak diisyaratkan adanya niat,. Sedangkan contoh redaksi rujuk denga sindiran ialah: “Saya ingin memandang kamu”. Jika suami merujuk dengan menggunakan redaksi sindiran seperti ini, disyaratkan harus diikuti denganniat waktu mengucapkannya atau menulikannya. Al-syafi’iy dan Imam Yahya berpendapat bahwa rujuk hanya sah dilakukan dengan caraucapan dan tulisan . Oleh karena itu, menurutnya, rujuk tidak sah bila

dilakukan dengan melalui hubungn kelamin, sungguhpun hal itu diniatkan rujuk. Walaupun bukan merupakan suatu keharusan, pada saat suami menyatakan hendaknya ada dua orang saksi yang adil. Rujuk yang dilakukan oleh suami tersebut, baik melalui perbuatan, ucapan maupun tulisan, baru dianggap sah apabila si istri memenuhi beberapa syarat: 1. Istri telah dicampuri oleh mantan suamiya. Dalam halini, tentunya anda masih ingat bahwa jika talak terjadi pada istri yang sama sekali belum dicampuri oleh suamiya maka tidak terdapat iddah. Sedangkan rujuk itu sendiri, sebagaimana yang anda pahami dari defenisinya, hanya terjadi dalam masa iddah. 2. Istri dalam masa iddah. Jika sudah selesai masa iddah maka untuk kembali kepada mantan istrinya, suami harus mengatakan akad nikah baru lngkap dengan segala rukun syaratnya. 3. Istri dalam talak raj’i. (Hasanuddin Af, 1996: hlm 650). F. HIKMAH RUJUK Diisyaratkannya rujuk oleh Allah terhadap suami yang hendak kembali kapada mantan istrinya, mengandung beberapa hikmah yang di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Rujuk merupakan sarana untuk menyatukan kembali hubungan suami istri yang sudah retak dengan cara ringan dan praktis, baik dari segi biaya, waktu maupun tenaga dan pikirn. 2. Rujuk dengan tidak melakukan akad nikah baru lebih menjamin rahasia keluarga. Masyarakat tidak banyak yang mengetahui bahwa di dalam keluarga itu sebenarnya telah terjadi keretakan hubungan antara suami istri. Jika ketidak harmonisan hubungan tersebut sampai diketahui oleh orang lain, tentunya keluarga akan merasa malu atau dihantui perasaan-perasaan negative lainnya. 3. Rujuk dapat mengukuhkan kembali keeratan hubungan yang retak sehingga kesatuan dan keutuhan keluarga dapat senantiasa terpelihara. Tentunya anda bias bayangkan sendiri bagaimana nasib yang dialami anak-anak ketika orang tua mereka berpisah. 4. Rujuk dapat menghindari perbuatan dosa dan maksiat, baik yang mungkin dilakukan oleh mantan suami maupun istri. (M. Suparta, 2004: hlm 135).

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Rujuk adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi

talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan cara tertentu. Hukum rujuk adalah mubah (boleh), namun ada suatu hal yang dapat menjadikan hokum rujuk tersebut menjadi wajib, haram, makruh dan sunnah. Hikmah yang dapat diambil dari jual beli adalah : 1. Rujuk merupakan sarana untuk menyatukan kembali hubungan suami istri yang sudah retak dengan cara ringan dan praktis, baik dari segi biaya, waktu maupun tenaga dan pikirn. 2. Rujuk dengan tidak melakukan akad nikah baru lebih menjamin rahasia keluarga. Masyarakat tidak banyak yang mengetahui bahwa di dalam keluarga itu sebenarnya telah terjadi keretakan hubungan antara suami istri. Jika ketidak harmonisan hubungan tersebut sampai diketahui oleh orang lain, tentunya keluarga akan merasa malu atau dihantui perasaan-perasaan negative lainnya. 3. Rujuk dapat mengukuhkan kembali keeratan hubungan yang retak sehingga kesatuan dan keutuhan keluarga dapat senantiasa terpelihara. Tentunya anda bias bayangkan sendiri bagaimana nasib yang dialami anak-anak ketika orang tua mereka berpisah. 4. Rujuk dapat menghindari perbuatan dosa dan maksiat, baik yang mungkin dilakukan oleh mantan suami maupun istri.

DAFTAR PUSTAKA Agama, RI, Departemen, 2000, Al_Qur’an Terjemah, Bandung: Cv Penerbit Diponegoro. Hasanuddin, AF, 1996, Fiqih II, Jakarta: Direktorat Jederal Pembina Kelembagaan Agama Islam dan Universitas terbuka.Hufaf, Ibry, A, 2004, Fathul Qorib Al-Mujib, Surabaya: Tiga Dua. Mugniyah, Jawad, 2008, Fiqih Lima Mazhab, Surabaya: Lentera pustaka. Rasyid, Sulaiman, 2006, Fiqih Islam, Bandung: PT Sinar Baru Algensindo Suparta, 2004, Fiqih, Semarang: PT Karya Toha Putra. Syarifuddin, AMIR, Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenata Media.

Related Documents


More Documents from ""

Presentasi.pptx
June 2020 20
Jaras.pptx
June 2020 20
Presentasi (1).pptx
June 2020 15
Presentasi (1).pptx
June 2020 19
Defri Skn.docx
May 2020 3