Mata Pencarian Suku Akit Di Riau.docx

  • Uploaded by: mifta
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mata Pencarian Suku Akit Di Riau.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,783
  • Pages: 8
MATA PENCARIAN SUKU AKIT DI RIAU

OLEH: Mifthahus sya’adah

1601111074

Mimi Angriani

1601123736

Pais zatul

1601121338

Beni affandi Misliyanti

SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS RIAU 2018

Pada masa lampau kegiatan hidup mereka lebih banyak dilakukan di perairan laut dan muara-muara sungai. Mereka mendirikan rumah di atas rakit-rakit yang mudah di pindahkan dan satu tepian ke tepian lain. Daerah mereka termasuk ke dalam kepenghuluan Hutan Panjang, kecamatan Rupat, kabupaten Bengkalis. Jumlah populasinya sekitar 3.500 jiwa. Menurut cerita orang tua-tua mereka, nenek moyang orang Akit berasal dan salah satu anak suku Kit yang menghuni daratan Asia Belakang. Karena suatu alasan mereka mengembara ke selatan, melewati Semenanjung Malaka. Keadaan telah memaksa mereka mengenal gelombang dan asinnya air laut, tetapi juga kebebasan bergerak di atas rakit dan sampan. Dengan demikian mereka telah mulai mengembangkan kehidupan adaptif di perairan kepulauan Riau. Orang Akit menggantungkan kehidupannya kepada kegiatan berburu, menangkap ikan dan mengolah sagu. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah, dan kadangkala pakai perangkap. Teman setia mereka untuk perburuan macam itu adalah anjing. Orang Akit memiliki adat kebiasaan bersunat yang sebenarnya sudah jauh sebelum agama Islam masuk. Prinsip garis keturunan mereka cenderung patrilineal. Selesai upacara perkawinan seorang isteri segera dibawa oleh suaminya ke rumah mereka yang baru, atau menumpang sementara di rumah orang tua suami. Pemimpin otoriter boleh dikatakan tidak kenal dalam Masyarakat Suku Akit sederhana ini, tetapi karena pengaruh kesultanan Siak masa dulu sukubangsa Akit mengenal juga pemimpin kelompok yang disebut batin. Orang Akit dikenal pemberani dan berbahaya sekali dengan senjata sumpit beracunnya. Sehingga mereka diajak bekerja sama memerangi Belanda yang pada zaman itu sering menangkapi orang Akit untuk dijadikan budak. Mereka menyebut orang Melayu sebagai orang selam, maksudnya Islam. Sistem kepercayaan aslinya berorientasi kepada pemujaan roh nenek moyang. Pada masa sekarang sebagian orang Akit sudah memeluk agama Budha, terutama lewat perkawinan perempuan mereka dengan laki-laki keturunan Tionghoa. Orang Akit mengenal tiga tahapan penting dalam kehidupan manusia: 1. Hamil dan melahirkan bayi, 2. Perkawinan, 3. Kematian.

Tahap-tahap tersebut dianggap sebagi puncak-puncak peristiwa dalam hidup tetapi juga sebagai tahap-tahap yang paling berbahaya. Untuk itu ada sejumlah upacara yang bertujuan agar dalam peristiwa-peritiwa penting tersebut si pelaku dan keluargannya serta Masyarakat Suku Akit tempatnya hidup dapat selamat dari segala bahaya. Segala peristiwa penting yang menyangkut kehidupan manusia secara individual tersebut berlaku dalam kehidupan keluarga. Suatu keluarga Masyarakat suku Akit pada dasarnya adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka. Ada juga keluarga Masyarakat suku Akit yang luas, ditambah dengan salah satu orangtua istri atau suami, atau kemenakan yang menumpang sementara. Jumlah keluarga luas dalam Masyarakat Akit tidak banyak, karena keadaan seperti itu dianggap sebagai terkecualian untuk menolong orang jompo atau yang memerlukan pertolongan sementara. Salah satu ciri Masyarakat suku Akit sebagaiman dilihat oleh orang Melayu adalah agama mereka bersifat animistik. Agama asli Masyarakat suku Akit memang berdasarkan kepercayaan pada berbagai mahluk halus, ruh, dan berbagai kekuatan gaib dalam alam semesta, khususnya dalam lingkungan hidup manusia mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan hidup mereka. Mahluk gaib ini mereka namakan antu, Sedangkan Mozkowski (1908, 1909) dan Loeb (1935) menyebutkan bahwa Masyarakat suku Sakai percaya kepada Betara Guru. Masyarakat suku Akit dikenal oleh orang Melayu sebagai pembuat anyaman tikar dan rotan yang baik. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peralatan yang mereka gunakan dibuat dengan cara mengikat dan menganyam. Mereka menganyam berbagai wadah untuk menyimpan dan mengangkut barang dari rotan, daun rumbia, daun kapau, dan kulit kayu. Di masa lampau mereka juga membuat pakain dari kulit kayu yang dipukul sedemikian rupa sehingga menjadi tipis, halus seta kuat. Namun yang lebih unik lagi, dalam berbagai hal tersebut mereka tidak menggunakan paku sebagai pengaitnya. Selain menganyam yang merupakan keahlian dan kebiasaan hidup mereka sehari-hari, nampaknya tidak ada bentuk kerajinan lainnya. Kesenian yang biasa mereka nikmati Ungkapan adalah dikir (yang sebetulnya adalah upacara pengobatan secara ungkapan kesenian dalam bentuk nyanyian atau puisi tidak dikenal. Tetapi dongengdongeng yang bersifat fabel masih (sering diceritakan kepada anak-anak mereka). Terutama dongeng mengenai si kancil, dongeng ini mempunyai makna simbolik bagi identitas diri mereka yang terbelakang, hanya dengan kecerdikan sajalah mereka dapat mengatasi segala kesulitan hidup. Dalam kehidupan Masyarakat suku Akit setiap keluarga harus mempunyai sebidang ladang. Karena hanya dan hasil ladang itulah mereka dapat memenuhi kebutuhan makanan mereka sehari-hari. Juga, lahan di ladang itulah mereka hidup, yaitu

membangun rumah, membentuk keluarga, merasa aman dan menemukan jati diri mereka. Mereka dibesarkan di ladang dan membesarkan anak-anak mereka. Suku Akit atau Suku Akik merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah Provinsi Riau. Suku Akit merupakan suku asli yang mendiami di beberapa wilayah di riau 1. Pulau Rupat tepatnya di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. 2. Kabupaten Kepulauan Meranti tepatnya di Pulau Padang ( Sungai Labu,Kudap, Dedap, Selat Akar, Bagan Melibur, Kunsit). 3. Pulau Merbau (Cemaning, Ketapang, Renak Dungun). 4. Pulau Tebing tinggi (Tanjung Peranap, Aer mabuk,Kundur, Lalang, Sesap, Batin Suir) . 5. Pulau Rangsang (Api-api, Linau Kuning, Bungur-Kuala parit, Sonde,Sungai Rangsang, Tanjung sari, Sokop, Mereng, Bandaraya, Banau, Sipije). 6. Kabupaten Pelelawan tepatnya di Kecamatan Kuala Kampar Pulau Mendol.

Suku ini memeluk agama Animisme (aliran kepercayaan), Kong Hu Cu, Islam dan Kristen. Suku ini telah lama mendiami pulau ini sebelum suku-suku lainnya menjadikan pulau ini sebagai tempat tinggal. Mata pencarian Suku Akit adalah dari berburu dan meramu, serta nelayan. Untuk mempererat solidaritas dalam Suku Akit maka sejak tahun 2000 telah terbentuk Lembaga Adat Suku Asli Akit (LASA) di tingkat Kabupaten, tingkat Kecamatan dan tingkat desa/pedusunan. Saat ini Suku Akit telah banyak berbaur dengan masyarakat lainnya.

Pulau Rupat tepatnya di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Orang Akit terutama hidup dari hasil berburu, menangkap ikan dan mengolah sagu yang banyak tumbuh secara liar di pulau Rupat. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah dan kadangkala pakai perangkap. Senjata sumpit mereka gunakan untuk menjatuhkan burung atau keluang, tombak untuk menusuk binatang besar dan sebagai alat bela diri. Teman setia mereka untuk perburuan semacam itu adalah anjing. Setahun sekali mereka panen durian, selain itu mereka juga pandai membuat tuak dari air enau atau kelapa. Tidak heran kalau mereka biasa mabuk durian atau mabuk tuak. Kabupaten Kepulauan Meranti tepatnya di Pulau Padang ( Sungai Labu,Kudap, Dedap, Selat Akar, Bagan Melibur, Kunsit). Suku Akit kepulauan meranti memang istimewa karena keahliannya melaut. Mereka punya alat menangkap ikan yang agak berbeda, namanya Togok. Kepiawaian Suku akit saat melaut tidak perlu diragukan lagi. Cara mereka menangkap ikan pun berbeda Bukan dengan tapi dengan Togok. Togok merupakan alat penangkap ikan yang di pasang di tengah laut menjelang aer mulai pasang tinggi dengan kayu seperti pagar melengkung dan dibentang jaring halus di pagar kayu. Setelah aer mulai mengecil alias surut mereka mulai melihat alat penangkap ikan tersebut, ikan yang tertakap pun bermacam macam seperti udang,ikan, ketam,dan hewan laut lainya. Alat penangkat ikan ini memang agak berbeda dengan lainya tidak menguras tenaga,tapi hasilnya cukup memuaskan,dan cukup untuk penghasilan sehari hari, mata pencaharian dan hasil alam Sebagian besar dari masyarakat di suku asli Akit ini bertahan hidup dengan hasil laut serta hasil hutan yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Akit hidup dengan kegiatan yang ada . Selain itu, juga kegiatan menangkap ikan. Jadi, alam juga merupakan faktor pendukung paling utama dalam kelangsungan hidup masyarakat Akit. Tidak suku Akit saja yang memakai alat penangkap tradisional ini, tetapi dengan seiringnya waktu berjalan, orang-orang suku lain juga ikut menggunakan alat tradisonal ini. Banyak orang yang senang khususnya menggunakan Togok untuk mencari ikan, karena prosesnya yang cukup mudah dan bisa banyak menghasilkan ikan tanpa harus bersusah payah mendapatkan ikan dengan cara memancing.

Pulau Merbau (Cemaning, Ketapang, Renak Dungun). Mata pencaharian dari masyarakat Akit di desa merbau kabupaten kepulauan meranti yaitu mengumpulkan berbagai hasil hutan, meramu sagu, berburu binatang dan menangkap ikan. Namun, sistem perladangan yang berlaku secara menetap tidak diketahui orang asli Akit. Jumlah kebutuhan merupakan tolok ukur untuk pengambilan berbagai hasil hutan yang ada di bagian tepi pantai. Cara sederhana yang mereka lakukan untuk menangkap binatang laut atau ikan yaitu dengan memasang bubu. Bubu yang dimaksud adalah sebutan untuk alat perangkap ikan yang digunakan oleh orang Akit. Sementara itu, hasil yang mereka dapat dari aktivitas meramu sagu pada umumnya bisa memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu beberapa bulan. Sebagian besar dari masyarakat di suku asli Akit desa merbau ini bertahan hidup dengan hasil laut serta hasil hutan yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Akit hidup dengan kegitan berkebun kelapa dan karet. Selain itu, juga kegiatan menangkap ikan. Jadi, alam juga merupakan faktor pendukung paling utama dalam kelangsungan hidup masyarakat Akit di desa merbau. Bahkan, sudah hampir puluhan tahun hasil alam yang ada di suku asli Akit mereka optimalkan hasilnya. Contohnya pengoptimalan pada hutan laut dan hutan bakau. Selain itu, mereka juga bercocok tanam padi. Kebutuhan sehari-hari bisa mereka penuhi dengan panen beras yang terjadi setiap delapan bulan sekali. Sehingga kehidupan masyarkat suku akit sangatlah menarik untuk di teliti dan banyak mengajarkan apa itu rasa bersyukur dan tidak bergantung pada orng lain dan hidup mandiri. Akan tetapi, dengan kemajuan zaman sekarang kesederhanaan yang ada di suku asli Akit semakin saja terusik. Masyarakat Akit merasa tertinggal dengan berbagai kecanggihan modern yang ada,sehingga bnyk suku akit yang udah mulai pudar baik dalam tradisi maupun budaya,jadi pemerintah harus lebih memikirkan nasib suku akit agar mereka tidak musnah dan bisa menjaga kelestarian nya lagi.

Pulau Tebing tinggi (Tanjung Peranap, Aer mabuk,Kundur, Lalang, Sesap, Batin Suir) . Orang Akit terutama hidup dari hasil berburu, menangkap ikan dan mengolah sagu yang banyak tumbuh secara liar di pulau tebing tinggi. Mereka berburu babi hutan, kijang atau kancil dengan menggunakan sumpit bertombak, panah dan kadangkala pakai perangkap. Senjata sumpit mereka gunakan untuk menjatuhkan burung atau keluang, tombak untuk menusuk binatang besar dan sebagai alat bela diri. Teman setia mereka untuk perburuan semacam itu adalah anjing.

Sebagian besar dari masyarakat di suku asli Akit ini bertahan hidup dengan hasil laut serta hasil hutan yang ada di sekitar mereka. Masyarakat Akit hidup dengan kegitan berkebun kelapa dan karet. Selain itu, juga kegiatan menangkap ikan. Jadi, alam juga merupakan faktor pendukung paling utama dalam kelangsungan hidup masyarakat Akit. Bahkan, sudah hampir puluhan tahun hasil alam yang ada di suku asli Akit mereka optimalkan hasilnya. Contohnya pengoptimalan pada hutan laut dan hutan bakau. Selain itu, mereka juga bercocok tanam padi. Kebutuhan sehari-hari bisa mereka penuhi dengan panen beras yang terjadi setiap delapan bulan sekali. Akan tetapi, dengan kemajuan zaman sekarang kesederhanaan yang ada di suku asli Akit semakin saja terusik. Masyarakat Akit merasa tertinggal dengan berbagai kecanggihan modern yang ada. Suku akit sekarang sudah mau berbaur dengan orang sekitarnya, Walaupun orang tua hanya seorang petani sagu,nelayan, menjual atap anyaman dari pohon nipah, bahwa sekarang sudah ada suku akit yang sekolah sampai menjejak sarjana untuk merubah derjat kehidupan yang lebih tinggi seperti orang lainnya.

(suku akit di pulu rupat, Bengkalis, Riau, Indonesia)

Daftar Pustaka

https://id.pdfcoke.com/document/374686113/Suku-Akit-Riau https://koenhadi.wordpress.com/2009/06/04/suku-akit-di-riau/ https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Akik https://www.google.com/search?q=mata+pencaharian+suku+akit&safe=strict&source=l nms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjO5vPAg6_fAhUaf30KHVG7AFgQ_AUIDigB &biw=1366&bih=657#imgdii=cxl64LOfHXemEM:&imgrc=Zu5mXOn9quFCrM:

Related Documents


More Documents from "Margi Wisma"