2. Manifestasi Oral dari Penyakit Infeksi karena Virus 2.1 Herpes Simplex Virus (HSV) Membran mukosa mulut dapat terinfeksi oleh satu dari beberapa jenis virus yang berbeda, masing – masing menunjukkan gambaran klinis yang relatif berbeda. Virus Herpes adalah sekelompok besar virus yang berbentuk inti DNA yang diselubungi oleh kapsul dan sarung. Tujuh tipe dari virus herpes dikenal patogen terhadap manusia, dan enam dari ke tujuh tipe virus tersebut berhubungan dengan penyakit pada daerah kepala dan leher 1.
Herpes simplex pada regio kepala dan leher Primer Herpes Simplex (HSV-I) tipe 1 merupakan virus yang paling umum menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Paling sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun tetapi dapat terjadi pada pasien yang lebih tua. Infeksi primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-klinis (tanpa tandatanda atau gejala klinis). Herpes simplex virus hampir di mana-mana di populasi umum; lebih dari 90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap herpes simplex virus oleh dekade keempat kehidupan. Sekali seseorang terinfeksi, virus menyebar ke daerah massa jaringan saraf, ganglia (misalnya, trigeminal ganglion), di mana ia tetap laten namun dapat diaktifkan kapan saja sesuai kondisi. Kedua herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat menyebabkan infeksi orofacial dan infeksi kelamin, tetapi HSV-I lebih sering bertanggung jawab atas lesi di dalam dan sekitar mulut.
2.1.1 Acute Herpetic Gingivostomatitis Etiologi Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus terbesar di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Sumber infeksi mungkin dari individu yang virusnya asimptomatik di saliva atau mendapat infeksi kambuhan, seperti herpes labialis. HSV pada mulanya menginfeksi sel epitel tidak berkeratin pada mukosa oral untuk menghasilkan intra epithelial blisters. Seperti infeksi primer, HSV terletak tersembunyi di jaringan saraf dan jaringan orofasial. Pemeriksaan status antibodi mengungkapkan bahwa lebih dari 60 % populasi di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan infeksi HSV pada anak berumur 16 tahun. Gambaran Klinis Gingivostomatitis ulseratif akut terjadi sebagai akibat replikasi virus dalam jaringan yang terkena. Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian gejala diawali dengan demam. Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan perih atau gatal terutama pada saat makan dan minum. Gusi dapat membengkak dan mudah berdarah.
Vesikuler dapat terjadi
di seluruh
mulut.
Mereka
mungkin
memiliki
penampilan bintik-bintik di daerah kontak dengan rahang atas. Menyentuhnya atau mencoba untuk mengkonsumsi makanan bisa menyebabkan rasa sakit parah.
Di dalam rongga mulut dapat timbul vesikel (gelembung) berukuran kecil yang umumnya berkelompok dan dapat dijumpai di bagian dalam bibir, lidah, tenggorokan, langit-langit dan di bagian dalam pipi. Selanjutnya vesikel ini akan pecah dan menjadi ulkus (luka) yang dipermukaannya terdapat semacam lapisan kekuningan. Pada saat inilah rentan terjadi penularan karena vesikel tersebut mengeluarkan cairan yang mengandung jutaan virus herpes simpleks. Kelenjar getah bening setempat yaitu di sekitar leher dapat membesar dan saat ditekan terasa lunak.
Herpes gingivostomatitis Bibir dan gingiva dan mukosa buccal terlibat tetapi kadang-kadang juga lidah dan retropharynx. Lesi individual dapat dimulai sebagai vesikula tetapi mungkin meluas ke mukosa dan lapisan kulit dalam, menyukai penyebaran sistemik. Ada reaksi inflamasi lebih besar dan akibatnya edema dan eritema. Diagnosa Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat kali lipat antibodi. Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan hasil. Chair- side kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu beberapa menit pada lesi smear/ coreng menggunakan immunofluoressence yang tersedia, tapi terbatas pada biaya.
Biopsi
jarang
digunakan
tapi
jika
dilakukan
akan
memperlihatkan vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi dengan
multinucleated giant cells yang menggambarkan viral- infected keratinocytes. Perawatan Pasien, dan anak- anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar dan diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk membatasi bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di daerah lainnya. Terapi supportive symptomatic termasuk obat kumur clorhexidine, terapi analgesik, soft diet, dan cukup minum. Menggunakan acyclovir, agen antivirus dengan melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis standard 200mg acyclovir, 5 kali sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk anak dibawah 2 tahun. Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus dilakukan. Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup asupan cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik untuk mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam adalah gejala.
Pada kasus yang parah
mungkin perlu untuk menggunakan anestesi topikal seperti lidokain atau diphenhyclramine. Pasien sering dapat mentolerir cairan dingin, dan mereka dapat membantu dalam mencegah dehidrasi. 2.1.2 Chronic Herpetic Simplex Etiologi Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak, sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Diagnosis
Tempat prediliksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital. Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.
Infeksi Herpes Simplex Knonis
Perawatan Pengobatan bersifat simtomatik. Aspirin atau asetaminofen dapat diminum untuk mengatasi demam dan mengatur keseimbangan cairan tubuh. Untuk pasien yang mengalami kesulitan makan dan minum, dapat diberikan topikal anastesi, seperti dyclonine hyrocloride 0,5%. Untuk pengobatan sistemik dapat diberikan asiklovir 5 x 400 mg/hari selama 5-10 hari. 2.1.3 Recurrent HSV
Infeksi herpes berulang berkembang di sekitar sepertiga dari pasien yang memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang paling sering kambuhan. Biasanya dilihat sebagai sekumpulan vesikel muncul di sekitar bibir setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan rangsangan mekanis mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.
Herpes simplex labialis
Etiologi Infeksi herpes labialis yang berulang ( recurrent herpes labialis (RHL) merupakan infeksi recurrent intraoral herpes simplex (RIH) terjadi pada pasien yang mengalami infeksi herpes simplex sebelumnya dan yang memiliki serum antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi yang berulang ini terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa. Herpes yang berulang tidak merupakan infeksi tetapi virus yang aktif kembali dari masa laten di jaringan saraf. Herpes simplex dikultur dari trigeminal ganglion dari cadavers manusia, dan lesi herpes yang berulang biasanya tampak setelah pembedahan ganglion. Herpes recurrent mungkin dapat diaktifkan oleh trauma bibir, demam, sunburn, immunosuppression dan menstruasi. Perjalanan virus menginfeksi sel epitel, penyebarannya dari sel ke sel untuk menyebabkan sebuah lesi.
Seluruh pasien yang mengalami infeksi herpes primer tidak mengalami herpes recurrent. Jumlah pasien dengan riwayat infeksi genital primer dengan HSV1 yang kemudian mengalami infeksi HSV recurrent kira-kira 15%. Rata- rata angka kambuhan untuk infeksi HSV1 oral antara 20-40%. Gambaran Klinis
Fever blister
Cold sore" atau "fever blister" merupakan suatu lesi vesikuler mukosa biasanya terletak di sekitar lubang seperti bibir dan hidung. Sering beberapa lesi muncul secara serentak atau berturut-turut. Sering ada riwayat infeksi saluran pernafasan sebelumnya atau demam, paparan sinar matahari atau dingin, atau trauma ke daerah, tetapi apakah pada kenyataannya pengaruh ini mengaktifkan virus tetap tidak jelas. Cold sore atau fever blisters, diperparah oleh faktor presipitasi demam, menstruasi, sinar UV, dan mungkin stres emosional. Lesi didahului oleh periode prodormal yaitu tingling atau burning. Diiringi dengan edema di tempat lesi, diikuti dengan formasi cluster vesikel kecil. Masing- masing vesikel berdiameter 1-3 mm, dengan ukuran cluster 1-2 cm. Ukuran lesi secara umum tergantung imun individu.
Lesi pada penderita Herpes
Diagnosa Jika pada tes laboratorium dapat dipastikan, RIH dapat dibedakan dari RAS dengan cytology smears dari lesi baru. Cairan dari lesi herpes menunjukkan sel dengan ballooning degeneration dan multinucleated giant cells; sedangkan pada lesi RAS tidak. Untuk hasil yang lebih akurat, dapat di test dengan cytology smears untuk HSV dengan menggunakan fluorescein- antigen HSV. Kultur virus juga digunakan untuk membedakan herpes simplex dari lesi virus lainnya, terutama infeksi varicella zoster. Perawatan Infeksi herpes kambuhan pada bibir dan mulut jarang dibandingkan gangguan sementara
pada individu normal. Pasien yang sering
mengalami , besar, nyeri atau lesi yang kotor harus berkonsultasi. Pertama dokter harus mencoba untuk memperkecil pemicunya. Beberapa kambuhan dapat dikurangi dengan menggunkan unblock selama terpapar sinar matahari. Obat- obatan dapat menekan formasi dan mempercepat waktu penyembuhan dari lesi recurrent yang baru. Acyclovir, obat antiherpes, aman dan efektif. Obat antivirus yang baru seperti valacyclovir, prodrug dari acyclovir, dan famciclovir, prodrug dari penciclovir, memiliki bioavailabilitas yang lebih besar dari pada acyclovir, tapi tidak mengurangi masa laten HSV. Tetapi , pada percobaan tikus, famciclovir
dapat menekan HSV laten. Keefektivan obat antiherpes untuk mencegah kambuhan genital HSV. Acyclovir 400mg dua kali sehari, valaciclovir 250 mg dua kali sehari dan famciclovir 250mg yang lebih efektiv pada kambuhan genital. Penggunaan antiherpes nucleoside analog
untuk
mencegah
dan
mengobati
RHL namun
sangat
controversial. Terapi sistemik seharusnya tidak digunakan untuk pengobatan berkala atau RHL yang biasa, tapi kadang- kadang digunakan untuk mencegah lesi pada pasien mudah terjangkit sebelum resiko yang tinggi seperti berski dengan ketinggian yang tinggi atau sebelum menjalani prosedur seperti dermabrasi atau pembedahan nervus trigeminal. Beberapa dokter menganjurkan menggunakan terapi antiherpes suppressive untuk persentase kecil pada pasien RHL yang sering mengalami peristiwa deforming pada RHL. Acyclovir 400 mg dua kali sehari terbukti mengurangi frekuensi dan keganasan RHL. Acyclovir maupun penciclovir tersedia pada sediaan topical, digunakan pada untuk mempercepat waktu penyembuhan pada RHL kurang dari 2 hari. 2.2 Varicella Zoster Virus (VZV) Varicella zoster (VZV) adalah virus herpes, dan seperti virus herpes lainnya menyebabkan infeksi utama maupun infeksi kambuhan dan tetap tersembunyi dalam neuron-neuron yang ada dalam sensori ganglia. VZV adalah penyebab utama pada infeksi klinis mayor pada manusia. Chicken pox (varisella) dan shingles (herpes zoster (HZ)). Chicken pox adalah infeksi primer yang disamaratakan yang terjadi pertama kali pada orang yang kontak dengan virus. Hal ini dapat di analogikan pada gingivostomatitis herpetic akut dari virus herpes simplex. Setelah penyakit primer ini disembuhkan, VZV menjadi laten dalam akar dorsal ganglia dari nervus spinal atau ekstramedullary ganglia dari nervus cranial. Seorang anak yang tidak kontak dengan VZV dapat mengalami chicken pox setelah kontak dengan orang yang terkena HZ.
2.2.1 Chicken Pox Etiologi Cacar air, juga dikenal sebagai varicella, adalah sangat menular dan infeksi terbatas diri yang paling sering mempengaruhi anak-anak antara usia 5-10 tahun. Penyakit memiliki distribusi di seluruh dunia. Cacar air disebabkan oleh virus Varicella-zooster. Masa inkubasi penyakit ini berlangsung antara 10 s/d 21 hari (biasanya 14 s/d 16 hari).
Gambaran Klinis Anak-anak yang sehat umumnya mengalami satu atau dua hari dari demam, sakit tenggorokan, dan malaise sekitar dua minggu setelah paparan VZV. Selanjutnya, 3 sampai 5 hari kemudian muncul gejala yang khas yaitu ruam pada awalnya berkembang di dada dan kemudian menyebar selama tujuh hingga 10 hari ke luar untuk kepala, lengan, dan kaki. Ruamnya terdiri dari papul kecil di seluruh badan yang cepat berubah menjadi vesikel (“benjolan” berisi air). Selanjutnya, vesikel yang pecah akan ditutupi krusta (keropeng). Biasanya, seluruh lesi akan penuh ditutupi krusta dalam waktu 10 hari. Lesi tersebut dapat muncul dimana saja tetapi umumnya di kulit kepala, wajah, badan, mulut, dan konjungtiva.
Manifestasi Oral pada penderita chicken pox
Pada puncak penyakit, pasien mungkin memiliki lebih dari 300 lesi kulit pada satu waktu Setelah semua luka berkerak di atas, orang tidak lagi menular. Jarang menyebabkan luka jaringan parut permanen, kecuali infeksi sekunder berkembang (lihat di bawah). Lesi mungkin umumnya dapat ditemukan di mulut dan mungkin juga melibatkan alat kelamin. Diagnosa Diagnosis varicella terutama gejala klinis karena biasanya dapat didiagnosis dengan gejala-gejala saja. Jika diagnosis masih belum jelas setelah
pemeriksaan
fisik,
tes diagnostik
mungkin diperlukan
penyelidikan lebih lanjut, konfirmasi diagnosis dapat dicari melalui pemeriksaan baik di dalam cairan vesikel, atau dengan tes darah untuk bukti respon kekebalan yang akut. Cairan vesikuler dapat diperiksa dengan Tsanck smear, atau lebih baik dengan pemeriksaan untuk antibodi fluorescent langsung. Cairan juga dapat dikultur, yaitu usaha yang dibuat untuk menumbuhkan virus dari sampel fluida. Tes darah dapat digunakan untuk mengidentifikasi respon terhadap infeksi akut (IgM) atau sebelumnya berikutnya infeksi dan kekebalan (IgG).
Chicken pox pada batang tubuh, mukosa oral dan wajah
Diagnosis prenatal janin infeksi varicella dapat dilakukan dengan menggunakan USG, meskipun penundaan dari 5 minggu-minggu setelah infeksi ibu primer disarankan. Sebuah PCR (DNA) ujian ibu cairan ketuban juga dapat dilakukan, meskipun risiko aborsi spontan karena amniosentesis prosedur yang lebih tinggi daripada risiko bayi sindrom varicella janin berkembang. Faktor-faktor risiko Cacar Air (Varicella) Antara 75 - 90% dari kasus cacar air terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun. Sebelum pengenalan vaksin, sekitar 4 juta kasus cacar dilaporkan di AS setiap tahun. Dapat ditularkan dari kontak langsung dengan luka yang terbuka. (Pakaian, selimut, dan bendabenda lain seperti itu yang biasanya tidak menyebarkan penyakit.) Seorang pasien dengan cacar air dapat menularkan penyakit dari sekitar 2 hari sebelum munculnya bercak-bercak sampai akhir tahap melepuh. Periode ini berlangsung sekitar 5-7 hari.
Setelah kering
bentuk scabs, penyakit ini tidak menyebar. Sebagian besar sekolah membiarkan anak-anak dengan cacar air kembali 10 hari setelah onset.
Beberapa anak-anak memerlukan untuk tinggal di rumah sampai kulitnya telah benar-benar bersih, meskipun hal ini tidak diperlukan untuk mencegah penularan. Potensial komplikasi * Varicella pneumonia * Ensefalitis * Asceptic meningitis * Bakteri superinfections * Miokarditis * Glomerulonefritis * Purpura fulminans * Reye's syndrome * Cacat bawaan Perawatan Cacar air biasanya merupakan penyakit yang ringan dan dapat sembuh sendiri. Pada anak normal (tidak mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh), tidak ada terapi khusus. Cukup calamine lotion, kompres dingin. Apabila anak mengalami gatal hebat, dapat diberikan antihistamin oral di malam hari untuk meningkatkan kualitas tidur anak. Jika mengalami demam, dokter anda dapat merekomendasikan acetaminophen atau ibuprofen. Dan apabila tampak mengalami dehidrasi dan tidak dapat minum cairan, dapat dilakukan melalui cairan intravena cairan IV baik di ruang gawat darurat atau sebagai pasien di rumah sakit. Upayakan agar vesikel tidak pecah, kulit tidak digaruk sehingga anak terhindar dari risiko terjadinya infeksi sekunder. Potonglah kuku si anak. Bakteri sekunder infeksi kulit dapat diobati dengan antibiotik. Karena virus penyebab cacar air, tidak ada antibiotik yang dapat menyembuhkan penyakit. Bagi orang-orang yang memiliki infeksi berat, sebuah agen antivirus yang disebut asiklovir (zovirax) telah terbukti dapat mempersingkat durasi dan keparahan gejala bila diberikan segera setelah timbul ruam. Acyclovir dapat diberikan
melalui mulut atau dengan IV untuk membantu orang-orang beresiko terkena infeksi parah.
Infeksi VZV neonatal dapat diobati dengan VZIG (varicella zoster immune globulin) - sebuah bentuk yang sangat terkonsentrasi VZV anti-globulin gamma. Ketersediaan VZIG cepat menurun karena satusatunya produsen produk telah berhenti produksi. Alternatif produk, VariZIG, tersedia pada protokol penelitian.
2.2.2 Zoster Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktifasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Saat virus ini mendapatkan stimulus, maka terjadilah reaktivasi dan menyebabkan herpes zoster. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang-orang dengan imunosupresi.
Herpes Zoster
Gambaran Klinis Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi dua dari saraf trigeminus secara khas akan menyebabkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak keluar dari raphe palatum. Malaise, demam, dan penderitaan yang cukup berat dapat menyertai herpes zoster. Pasien sering kali datang dengan sakit hebat 1 sampai 2 hari sebelum vesikelvesikel virusnya timbul.
1. Dapat menyerang pria dan wanita tapi biasanya pada orang dewasa, kadang-kadang pada anak-anak. 2. Daerah tersering adalah torakal.
Selain mengenai N. Spinalis, juga dapat menyerang ganglion Gasseri dan Geniculatum. Neuralgia dapat beberapa hari sebelum kelainan kulit atau bersama-sama, kadang-kadang didahului oleh demam. 3. Kelainan kulit mula-mula berbentuk eritema yang kemudian menjadi papel yang akan bersatu membentuk bulae. Isi vesikel mula-mula jernih dan translusen, setelah beberapa hari menjadi keruh. Bila bercampur darah disebut : herpes zoster. 4. Bila terjadi absorbs, vesikel menjadi krusta yang berwarna coklat yang kemudian rontok dalam beberapa hari dengan meninggalkan macula yang berangsur-angsur akan menghilang. Bila tidak terjadi absorbs tetapi vsikel pecah, maka infeksi ekunder mudah terjadi yang menyebabkan ulsera atau nekrosis dan menyembuh dengan sikatriks yang dalam. Bila herpes zoster hanya pada stadium papel, disebut herpes abortif. 5. Herpes zoster biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar, limfe regional. Pada herpes zoster torakal dan di lengan, kelenjar limfe aksila besar. Jika menyerang perut bawah dan tungkai akan menyebabkan pembesaran kelenjar inguinal. Dan jika menyerang muka maka kelenjar pre aurikuler membesar. 6. Neuralgia hebat pada orang tua. Neuralgia pos herpetic dapat terasa beberapa minggu-bulan setelah erupsi hilang. Kadang-kadang terjadi paralisis, yang sering adalah paralisis fasialis. Herpes zoster supra orbitalis dapat disertai paralisis otot intrinsic dan ekstrinsik mata. Diagnosa Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, dan lebih sering pada orang dewasa. Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodomal,
baik sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala prodomal local (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang erimatosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi warna keruh, lalu dapat menjadi pustule dan krusta. Masa tunasnya 7-12 hari. Pada masa aktif penyakit ini, timbul lesilesi baru yang kirra-kira berlangsung selama seminggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi, jarang timbul kelainan motorik. Kelainan pada wajah sering disebabkan karena gangguan pada saraf trigeminus atau saraf fasialis. Postherpetic neuralgia adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Kecenderungan ini terjadi pada pasien yang terkena herpes zoster di atas usia 40 tahun. Cytology adalah metoda evaluasi yang cepat yang dapat digunakan dalam kasus-kasus dimana diagnosa tidak meyakinkan. Fluorescentantibody yang tercemar melumasi dengan menggunakan fluorescein yang di konjugasi dengan monoclonal antibody lebih dapt diandalkan dari pada cytology rutin dan hasilnya positif pada lebih dari 80% kasus. Metoda diagnosa yang paling akurat adalah isolasi virus dalam kultur jaringan tetapi tes ini lebih m,ahal dan hasilnya membutuhkan waktu berhari-hari. Demonstrasi dari titer antibody yang meningkat jarang diperlukan untuk diagnosa kecuali dalam kasus zoster sine eruptione, dimana hal itu merupakan
satu-satunya cara untuk mengkonfirmasi
dicurigai/diduga. Perawatan Perawatan secara umum
kasus yang
-
Meredakan rasa sakit – aspirin, atau parasetamol, atau ibuprofen biasanya sudah memadai. Tablet aspirin dan papaveretum, setiap 2 atau 4 jam, efeknya sedikit lebih kuat. Jika rasa sakit hebat, dapat dipertimbangkan pemberian narkotik. Dextromoramide 5-10 mg setiap 4 sampai 6 jam secara oral akan sangat membantu. Buprenorphine sebaiknya dihindari untuk lansia karena efek sampingnya.
-
Infeksi sekunder – larutan kumur klorheksidine dapat mengurangi meluasnya infeksi sekunder. Sedangkan larutan kumur tetrasiklin saja atau tetrasiklin dengan sirup amphotericin sebaiknya digunakan untuk kasus-kasus yang lebih berat. Jika ada tanda-tanda penyebaran infeksi sistemik disertai dengan meningkatnya pireksa, dan limfadenopati servikal, maka perlu diberikan antibiotic spectrum luas, contohnya, amoksisilin 250 – 500 mg tiga kali sehari selama lima hari.
-
Penanganan secara umum – pasien mungkin menjadi lemah karena kekurangan cairan dan kalori. Infuse intravena harus diberikan untuk mengembalikan keseimbangan cairan. Pemberian makanan secara parenteral tidak perlu dilakukan. Untuk membantu pasien makan dan minum, dapat diberikan larutan kumur benzydamine hydrochloride (Diffam) yang digunakan sebelum makan.
-
Depresi sering kali menyertai herpes dan bisa muncul pada awal penyakit. Depresi dapat sangat mendalam dan banyak pasien lansia yang
ingin
mengakhiri
hidupnya.
Obat
antidepresi
seperti
amitryptiline, 25 – 50 mg sehari bersama dengan sodium valproate 200 mg 3 kali per hari dapat membantu baik dalam mengontrol rasa sakit dan depresi, maupun mengurangi kemungkinan terjadinya neuralgia pascaherpetik. Pada pria lansia, hindari pemakaian obat trisiklik bila ada riwayat penyakit prostat. Pada kasus neuralgia pascaherpatik dapat diberikan dosis obat psikotropik yang sama. Krem analgesic yang dioleskan pada bagian yang terlibat akan mengurangi rasa sakit.
Penatalaksanaan : 1. Istirahat total 2. Untuk mengurangi neuralgia diberikan analgetik 3. Untuk mencegah pecahnya vesikel diberikan salisil 2% 4. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic-lokal, misalnya salep kloramfenikol 2% 5. Larutan kumur seperti pada ulserasi 6. Steroid sistemik – prednisone 60 mg per hari dalam dosis terbagi dan dikurangi sampai nol dalam sepuluh hari, dapat menghilangkan serangan dini yang berulang atau menyembuhkan penyakit dalam tiga sampai empat hari. Steroid sistemik sebaiknya diberikan di bawah pengawasan dokter. Penanganan sebaiknya diarahkan pada pemendekan masa penyakit, pencegahan postherpetic neuralgia pada pasien berusia 50tahun, dan pencegahan disseminasi pada pasien immunocompromised. Acyclovir atau valacyclovir
atau
famcyclovir
mempercepat
penyembuhan
dan
menurunkan insiden neuralgia postherpetic. Obat-obat terbaru memiliki bioavabilitas yang lebih hebat dan lebih efektif pada pengobatan HZ. Penggunaan sistemik kortikosteroid untuk mencegah postherpetic neuralgia pada pasien diatas 50tahun masih controversial, pengamatan data
terakhir
menunjukkan
penurunan
rasa
sakit
dan
kecacatan/ketidakmampuan selama 2 minggu pertama tetapi tidak berpengaruh pada insiden atau kerasnya postherpetic neuralgia. Sebagian ahli klinis menganjurklan penggunaan kombinasi antara intralesional steroid dan anestetik local untuk menurunkan waktu penyembuhan dan mencegah neuralgia postherpetic, tetapi ini belum dilakukan.
Terapi yang efektif bagi neuralgia postherpetic termasuk pemakaian capsalcin, satu zat yang diambil dari cabe pedas. Topical capsaicin memang aman tetapi harus digunakan untuk periode waktu yang lebih lama agar efektif dan bisa menyebabkan sensasi kulit yang terbakar. Ketika terapi topical tidak efektif, penggunaan tricyclin antidepressant atau gabapentin dianjurkan. Neurolysis bedah atau kimiawi mungkin diperlukan dalam kasus yang sukar disembuhkan.