BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur. Bayi prematur adalah bayi yang lahir di bawah dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2.500 gram (Manuaba, 2008). Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008). Prematuritas merupakan kasus terbesar dari semua pasien yang masuk ke NICU. Prematuritas menjadikan bayi beresiko tidak saja untuk komplikasi neonatal ( mis. Hiperbilirubinemia dan sindrom gawat napas, yang paling tinggi pada bayi preterm ) namun juga untuk faktor risiko tinggi lainnya ( mis. Anomali bawaan yang dikaitkan dengan prematuritas ). Kebanyakan aspek mengenai neonatus risiko tinggi ada hubungannya dengan insidens prematuritas, namun penyebab sebenarnya prematuritas tidak diketahui pada sebagian besar kasus. Insidens prematuritas paling rendah pada kelas ekonomi menengah ke atas, karena wanita hamil biasanya dalam kondisi kesehatan yang baik, cukup gizi, dan mendapat asuhan pranatal awal dan komprehensif. Insidensnya tertinggi terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah dengan kombinasi dengan keadaan yang buruk. Faktor lain seperti kehamilan multipel, hipertensi akibaat kehamilan, dan masalah plasenta yang mengganggu perjalanan normal
2
gestasi sebelum perkembangan fetal selesai, berperan terhadap sebagian besar kelahiran preterm. Banyak perhatian telah ditujukan pada efek intervensi perkembangan awal baik pada bayi normal dan preterm. Bayi merespon berbagai jenis rangsangan sedangkan lingkungan dan aktivitas NICU menimbulkan rangsang nerlebihan. Konsekuensinya, bayi di NICU rentan terhadap rangsang tidak perlu yang bisa berbahaya. Misalnya, tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh peralatan pemantau, alarm, dan aktivitas unit umum ternyata berhubungan dengan insiden perdarahan intra kranial, terutama pada bayi BBLER dan BBLSR. Personel harus berusaha mengurangi aktivitas yang menimbulkan kebisingan, seperti menutup pintu ( termasuk pintu inkubator ), menyetel radio keras-keras, dan menangani peralatan ( Zahr dan DeTraversy, 1995 ). Nutrisi merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi baru lahir. Namun, pada bayi prematur terjadi beberapa hambatan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisinya dikarenakan sistem organ pencernaan yang belum matang. Fungsi menelan dan menghisap yang belum sempurna menyebabkan bayi prematur memerlukan bantuan dalam pemberian nutrisi enteral. Perkembangan enzim yang belum sempurna, pengosongan lambung yang lebih lambat, dan toleransi rendah terhadap osmolaritas formula akan mempengaruhi frekuensi, jumlah, dan jenis nutrisi enteral yang tersedia (Mizuno, Ueda. 2003). Pemberian makan dengan gavage merupakan cara aman untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi yang usia gestasinya kurang dari 32 minggu atau beratnya 1500 gram. Bayi tersebut biasanya terlalu lemah untuk mengisap dengan efektif, tidak mampu mengkoordinasi penelanan dan tidak memiliki refleks muntah. Pemberian makan dengan gavage dapat diberikan melalui tetesan kontinu yang diatur melalui pompa infus atau dengan bolus makanan intermiten. Studi memperlihatkan bahwa bila diberikan infus gavage kontinu, konsentrasi lemak susu total harus
3
diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian melalui gavage intermiten atau bolus EMM dilakukan bila memungkinkan ( Schanler, 1995 ). B.
TUJUAN 1.
Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi dan menganalisis trend dan isu dan riset dalam proses asuhan keperawatan di NICU dan PICU.
2.
Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui definisi bayi prematur. b) Untuk mengetahui Perawatan Kulit Ke Kulit Pada Bayi Prematur. c) Untuk mengetahui pemberian makan melalui NGT pada bayi prematur. d) Untuk mengetahui pemberian ASI melalui gavage pada bayi prematur.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan teori 1.1. Bayi Prematur a.
Definisi Bayi Prematur Definisi Bayi Prematur Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur. Bayi prematur adalah bayi yang lahir di bawah dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2.500 gram (Manuaba, 2008). Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir (Wong, 2008). Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu, dengan berat badan lahir rendah (Whaley dan Wong, 2004).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat lahir kurang dari 2500 gram (Royyan, 2012). Sebagian besar organ tubuh belum berfungsi dengan baik, karena kelahiran yang masih sangat dini. Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir.
5
b.
Penyebab Kelahiran Bayi Prematur Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur diantaranya: Faktor Ibu Keadaan
ibu
yang
sering
menyebabkan
kelahiran
prematur diantaranya
yaitu
malnutrisi,
riwayat
kelahiran
prematur sebelumnya,
antepartum, uterus,
Ketuban
hidramnion,
Pecah penyakit
perdarahan
Dini (KPD),
kelainan
jantung, hipertensi atau
penyakit kronik lainnya, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, preeklamsi berat dan eklamsi, infeksi, trauma dan lain-lain (Proverawati dan Sulistyorini, 2010). Faktor Janin Keadaan
janin
yang
dapat
menyebabkan
kelahiran
prematur yaitu gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung Pertumbuhan
janin),
infeksi
intrauterin,
Janin Terhambat (PJT), dan gemili
(Indrasanto, 2008). Faktor Plasenta Berat
plasenta
berkurang
atau
berongga
dapat
mempengaruhi kelahiran bayi prematur, begitu juga luas permukaan plasenta. Sindrom tranfusi bayi kembar atau sindrom parabiotik juga mempengaruhi bayi prematur (Proverawati dan Sulistyorini, 2010). Faktor Sosial Ekonomi Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah, karena keadaan gizinya yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang (Proverawati dan Sulistyorini, 2010).
6
Faktor Khusus : serviks inkompeten Persalinan prematur berulang, overistensi uterus, kehamilan ganda, kehamilan dengan hidramnion (Manuaba et al, 2007) Terjadi produksi prostaglandin. Secara anatomis kutub bawah persambungan selaput janin dengan desidua yang menutupi koralis servikalis tersambung dengan vagina. Meskipun demikian susunan anatomis ini menyediakan jalan masuk bagi penyebaran mikroorganisme ke dalam jaringan intrauteri dan kemudian menginvasi kantong amnion. Mikroorganisme ini menginduksi pembentukan sitokinin yang memicu produksi prostaglandin dan mendorong terminasi kehamilan lebih dini (Cunningham, 2006). Terjadi pada wanita multipara, karena adanya jaringan parut uterus akibat kehamilan dan persalinan sebelumnya (berulang). Yang menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup uterus lebih luas. Plasenta yang melekat tidak adekuat ini mengakibatkan isoferitin
yang merupakan
protein hasil produki sel limfosils T untuk menghambat reaktivitas
uterus
dan
melindungi
buah
kehamilan
diproduksi sediki. Sehingga dengan keadaan demikian risiko untuk mengalami persalinan prematur menjadi lebih besar (Raymond, 2006). Wanita yang pernah melahirkan lebih dari 1 kali atau yang termasuk paritas tinggi mempunyai risiko lebih tinggi mengalami partus prematur karena menurunnya fungsi alat reproduksi dan meningkatkan pula risiko terjadinya perdarahan antepartum yang dapat menyebabkan terminasi kehamilan lebih awal (Saifudin, 2008).
7
c.
Klasifikasi bayi prematur Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu, Menurut World Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi yang baru lahir dikategorikan menjadi prematur, normal, dan lebih bulan. Kelahiran prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa dibagi menjadi 3. Usia kehamilan ini dihitung dari hari pertama setelah siklus menstruasi terakhir (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). Bayi prematur diklasifikasikan dalam tiga golongan, antara lain: 1) Bayi Derajat Prematur di Garis Batas (Border Line Prematur) Berat badan bayi 2500 gr dengan masa gestasi 37 minggu. Masalah yang sering muncul pada golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, kesulitan menyusu, ikterik, respiratory distress syndrome (RDS) mungkin muncul. Lipatan pada kaki sedikit, payudara lebih kecil, lanugo banyak, dan genitalia kurang berkembang. 2) Bayi Prematur Sedang (Moderately Prematur) Masa gestasi antara 31–36 minggu dengan berat badan 1500–2500 gram. Masalah yang biasa muncul dalam golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, pengaturan glukosa, RDS, ikterik, anemia, infeksi, kesulitan menyusu. Seperti pada bayi prematur di garis batas tetapi lebih parah, kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak. 3)
Bayi Sangat Prematur (Extremely Prematur) Masa gestasi antara 24 – 30 minggu dengan berat badan berkisar antara 500-1400 gram. Hampir semua bayi prematur dalam golongan ini memiliki masalah komplikasi yang berat. Ukuran kecil dan tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis, dan sering kali kedua matanya masih berdempetan.
8
d. Komplikasi pada Bayi Prematur 1) Gangguan pernafasan a) Respiratory distress syndrome (RDS) Respiratory
distress
syndrome
(RDS)
merupakan
sindromgan gangguan pernafasan. Gangguan kesehatan yang dialami bayi prematur cukup rentan dan bisa mengancam jiwanya. Ancaman yang paling berbahaya adalah kesulitan bernapas. Hal ini akibat paru-paru serta seluruh sistem pernapasannya, seperti otot dada dan pusat pernapasan di otak, serta belum dapat bekerja secara sempurna atau imatur (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005). b) Asfiksia Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menimbulkan gangguan lebih lanjut. Bayi prematur merupakan salah satu penyebab terjadinya asfiksia (Manuaba, 2008). c) Aspirasi Mekonium Merupakan penyakit paru yang berat yang ditandai dengan pneumonitis kimiawi dan obstruksi mekanis jalan napas. Penyakit ini terjadi akibat inhalasi cairan amnion yang tercemar
mekonium
peripartum
sehingga
terjadi
peradangan jaringan paru dan hipoksia. Pada keadaan yang berat proses patologis berubah menjadi hipertensi pulmonal peristen, morbiditas lain dan kematian. Bahkan dengan terapi yang tepat, bayi yang parah sering kali meninggal atau menderita kerusakan neurologis jangka panjang (Cunningham et al, 2005). d) Retrolental Fibroplasia Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi akan
9
memberikan vasokonstriksi pembuluh darah retina. Setelah bernapas dengan udara yang biasa maka pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh poliferasi kapiler kapiler ke daerah yang iskemi sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi, dan parut retina sehingga bayi menjadi buta (Prawirohardjo, 2006). 2) Gangguan Metabolik a) Hipotermia Bayi prematur akan dengan cepat kehilangan panas tubuh dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas tubuh belum berfungsi dengan baik. Kemampuan untuk mempertahankan panas tubuh bayi prematur terbatas karena pertumbuhan otot- otot yang belum memadai dan lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh (Surasmi, Handayani dan Kusuma, 2003). b) Hipoglikemia Hipoglikemia pada bayi prematur terjadi karena jumlah glukosa yang rendah karena cadangan glikogen belum mencukupi. Glukosa berfungsi sebagai makanan otak pada tahun pertama kelahiran pertumbuhan otak sangat cepat sehingga sebagian besar glukosa dalam darah digunakan untuk metabolisme (Surasmi, Handayani dan Kusuma, 2003). 3) Gangguan Imunitas a) Gangguan Imunologi Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi
terhadap
peradangan
(Prawirohardjo, 2006).
masih
belum
baik
10
b) Ikterus Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir dan berbagai jaringan karena tingginya zat warna empedu Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering ditemukan pda bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis tetapi dapat juga patologis karena fungsi hati yang belum matang (imatur) menyebabkan gangguan pemecahan bilirubin dan menyebabkan hiperbilirubinea. Bayi yang mengalami ikterus patologis memerlukan tindakan dan penanganan lebih lanjut (Manuaba, 2009). 4) Gangguan Sistem Peredaran Darah a) Perdarahan intraventricular haemorrhage (IVH) Perdarahan kecil dalam lapisan germinal ventrikel leteral
otak
sering
dijumpai
pada
pemeriksaan
ultrasonografi bayi prematur, terutama yang mengalami asfiksia atau masalah pernapasan yang berat yang mengakibatkan hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia pada bayi. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah sehingga mudah terjadi perdarahan pada otak (Prawirohardjo, 2006). b) Anemia Anemia fisiologik pada bayi prematur disebabkan oleh supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah akibat pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu anemia
pada
bayi
prematur
terjadi
lebih
dini
(Cunningham et al, 2005). c) Gangguan jantung Kejadian PDA ( Patent Ductus Arteriosus ) adalah keadaan yang umum pada bayi prematur. Penutupan ductus arteriosus yang tertunda akan mengakibatkan penurunan oksigen ke sirkulasi sistemik sehingga
11
menjadikan
faktor
predisposisi
pada
gangguan
oksigenasi (Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005). d) Gangguan Pada Otak Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial pada neonatus. Penambahan aliran darah ke otak disebabkan karena tidak adanya otoregulasi cerebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan (Prawirohardjo, 2006). 5) Gangguan Cairan Elektrolit a) Gangguan Ginjal Kerja ginjal yang belum matang serta pengaturan pembuangan sisa yang belum sempurna serta ginjal yang imatur baik keadaan anatomis dan fisiologis. Produksi urin yang masih sedikit tidak mampu mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan akibatnya terjadi edema dan asidosis metabolik (Prawirohardjo, 2006). b) Gangguan Pencernaan dan Nutrisi Distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang. Volume
lambung
pengosongan
berkurang
lambung
sehingga
bertambah
waktu
(Prawirohardjo,
2006). Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna membuat penyerapan makanan tidak optimal. Aktifitas otot pencernaan belum sempurna membuat pengosongan lambung lambat (Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005). c) Gangguan Elektrolit Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi, keadaan lingkungan dan penyakit bayi. Kehilangan cairan melalui tinja dari janin yang tidak mendapatkan makanan melalui mulut sangat sedikit. Kebutuhan cairan sesuai dengan kehilangan cairan (Proverawati, 2009).
12
e.
Penatalaksanaan Bayi Prematur Menurut Hariati (2010) bayi yang lahir prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif karena bayi prematur masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh karena itu, di rumah sakit bayi prematur akan mendapatkan perawatan sebagai berikut: 1) Pengaturan suhu Bayi prematur sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu tubuh bahkan dapat juga terjadi hipothermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik. Oleh karena itu bayi dirawat dalam inkubator. Inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat mempertahankan suhu normal. Suhu inkubator untuk bayi kurang dari 2000 gram adalah 35˚C dan untuk berat 2000-2500 gram maka suhunya 34˚C agar bayi
dapat
mempertahankan
suhunya
sampai
37˚C
(Prawirohardjo, 2006). 2) Pencegahan infeksi Bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin yang masih rendah, aktifitas bakterisidial neutrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah, fungsi imun belum dapat mengidentifikasi infeksi secara aktual. Bayi akan mudah menghadapi infeksi terutama infeksi nosokomial (Manuaba, 2008). Perawatan umum yang bias dilakukan adalah tindakan aseptik, mempertahankan suhu tubuh, membersihkan jalan nafas perawatan tali pusat dan memberikan cairan melalui infus.
13
3) Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Bayi Prematur Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya menentukan pemilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian sesuai dengan kebutuhan pada bayi prematur. Susu adalah sumber nutrisi yang utama bagi bayi. Selama belum bisa mengisap dengan benar, minum susu dilakukan dengan menggunakan pipet atau melalui enteral (Manuaba, 2007). Reflek hisap pada bayi prematur belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang disamping itu kebutuhan protein 3-5 g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar berat badan bertambah. Jumlah ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar
bayi
tidak
menderita
hipoglikemia
dan
hiperbilirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus dan mencegah muntah. Permulaan cairan diberikan sekitar 50–60 ml/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 ml/kg BB/hari (Prawirohardjo, 2006) 4) Penimbangan berat badan Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi yang berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan dan monitoring harus dilakukan secara ketat (Prawirohardjo, 2006). Setiap bayi yang lahir akan ditimbang berat badannya. Berat
badan
merupakan
salah
satu
ukuran
yang
menggambarkan komposisi tubuh bayi secara keseluruhan mulai dari kepala, leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang rendah saat lahir menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat.
14
5) Membantu beradaptasi Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak mengalami komplikasi bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan memenuhi kriteria pemulangan biasanya sudah dibolehkan dibawa pulang. Beberapa Rumah Sakit yang menggunakan patokan berat badan untuk pemulangan bayi prematur, sebagai contoh bayi prematur diperbolehkan pulang jika berat minimal 2 kg atau 2000 gram (Maulana, 2008). 6) Pemberian Oksigen Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi prematur yang dikarenakan tidak adanya surfaktan. Kadar oksigen yang tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Manuaba, 2009). 7) Bantuan pernapasan Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan isapan yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100 mmHg. Untuk memantau kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat digunakan elektroda
oksigen
melalui
kulit
(Surasmi,
Handayani, dan Kusuma 2003). 8) Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi bila perlu pada status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada posisi telentang dengan menggunakan gulungan selimut, berikan bayi pembatas tubuh melalui pembedongan atau menggunakan gulungan selimut pada tubuh dan kakinya (Straight, Barbara R 2005).
15
Prematuritas merupakan kasus terbesar dari semua pasien yang masuk ke NICU. Prematuritas menjadikan bayi beresiko tidak saja untuk komplikasi neonatal ( mis. Hiperbilirubinemia dan sindrom gawat napas, yang paling tinggi pada bayi preterm ) namun juga untuk faktor risiko tinggi lainnya ( mis. Anomali bawaan yang dikaitkan dengan prematuritas ). Kebanyakan aspek mengenai neonatus risiko tinggi ada hubungannya dengan insidens prematuritas, namun penyebab sebenarnya prematuritas tidak diketahui pada sebagian besar kasus. Insidens prematuritas paling rendah pada kelas ekonomi menengah ke atas, karena wanita hamil biasanya dalam kondisi kesehatan yang baik, cukup gizi, dan mendapat asuhan pranatal awal dan komprehensif. Insidensnya tertinggi terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah dengan kombinasi dengan keadaan yang buruk. Faktor lain seperti kehamilan multipel, hipertensi akibaat kehamilan, dan masalah plasenta yang mengganggu perjalanan normal gestasi sebelum perkembangan fetal selesai, berperan terhadap sebagian besar kelahiran preterm. Penampilan bayi preterm secara garis besar, namun tidak seluruhnya, berhubungan dengan keadaan immaturitas fisiologidan anatomis berbagai organ dan sistem saat kelahiran. Bayi cukup bulan telah memiliki keadaan maturitas yang sudah maju yang perlu untuk memungkinkan keberhasilan transisi ke lingkungan ekstrauterin. Bayi yang lahir prematur harus melakukan penyesuaian yang sama namun dengan imaturitas fungsi sesuai dengan stadium perkembangan yang telah dicapai saat kelahiran. Derajat kesiapan bayi pada kehidupan ekstrauterin dapat diramalkan sampai batas tertentu dengan berat badan lahir dan perkiraan usia gestasi .
16
2.1. Perawatan Kulit Ke Kulit Pada Bayi Prematur Bayi preterm sangat rentan terhadap stres seperti manusia lain, tetpi secara
biologis defisien dalam hal kapasitas untuk mengatasi dan
beradaptasi dengan stres lingkungan . stres mempengaruhi fungsi hipotalamus, yang berpengaruh buruk pada pertumbuhan, produksi panas, dan mekanisme neurologis. Intervensi yang dirancang untuk mengurangi stres pada bayi prematur menghasilkan perbaikan dalam tingkah laku tidur dan pertumbuhan. Perawat memiliki pengaruh yang bermakna untuk menciptakan lingkungan tanpa stres bayi di NICU, misalnya penanganan lembut, pemberian posisi yang benar, dan penguranagn rangsang noxious ( penghilang nyeri ) dapat membantu mengurangi stres dan pemberian intervensi yang memadai akan mengurangi tingkah laku disorganisasi. Banyak perhatian telah ditujukan pada efek intervensi perkembangan awal baik pada bayi normal dan preterm. Bayi merespon berbagai jenis rangsangan sedangkan lingkungan dan aktivitas NICU menimbulkan rangsang berlebihan. Konsekuensinya, bayi di NICU rentan terhadap rangsang tidak perlu yang bisa berbahaya. Misalnya, tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh peralatan pemantau, alarm, dan aktivitas unit umum ternyata berhubungan dengan insiden perdarahan intra kranial, terutama pada bayi BBLER dan BBLSR. Personel harus berusaha mengurangi aktivitas yang menimbulkan kebisingan, seperti menutup pintu ( termasuk pintu inkubator ), menyetel radio keras-keras, dan menangani peralatan ( Zahr dan DeTraversy, 1995 ). Aktivitas asuhan keperawatan, seperti memeriksa tanda vital, mengubah posisi bayi menimbang, dan mengganti popok, berhubungan dengan hipoksia yang sering, desaturasi oksigen dan peningkatan tekanan intrakranial ( Peters, 1992) Intervensi perkembangan disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan toleransi pada setiap bayi. Selama stadium awal perkembangan
17
( terutama sebelum usia gestasi 33 minggu ), rangsangan akan menghasilkan aktivitas acak, tidak terkoordinasi, seperti ekstensi, ekstensi kejut tungkai, hiperfleksi dan tanda vital yang tidak teratur. Pada tahap ini bayi perlu mendapatkan rangsang lingkungan minimal. Mereka ditangani dengan gerakan perlahan, terkontrol ( beberapa bayi menjadi tidak stabil bila dipindahkan dengan kasar ), dan gerakan acak mereka dikontrol dengan anggota badan dipegang mendekati tubuhnya selama memutar atau perubahan posisi lainnya. Upaya pemuasan tambahan lainnya meliputi menggendong dengan gulungan selimut atau guling. Alas tidur yang dibuat dengan menempatkan gulungan selimut dibawah sprei dapat membantu bayi mempertahankan kecenderungan fleksi saat tengkurep atau berbaring pada salah satu sisi. Meskipun harus disesuaikan secara individu, kontak kulit dan masase lembut yang singkat dapat membantu mengurangi stres. Kontak kulit pasif reguler ( Asuhan cara kanguru ) antara orang tua ( ayah atau ibu ) dan bayi BBLR dapat membantu menghilangkan stres. Orang tua mengenakan pakaian longgar dengan bagian atas depan terbuka yang memberikan modifikasi kantong keranjang seperti pada kanguru bagi bayi. Bayi tanpa busana ( kecuali popok ) ditempatkan pada posisi vertikal pada dada telanjang orang tua, yang memungkinkan kontak mata langsung, perabaan kulit ke kulit, dan kedekatan. Kontak kulit ke kulit antara orang tua dan bayi, selain merupakan metode aman dan efektif untuk perkenalan orang tua –bayi BBLR, dapat juga memiliki efek penyembuhan positif bagi ibu dengan kehamilan risiko tinggi. Ibu akan mengalami penyembuhan psikologis sehubungan dengan kelahiran preterm dan memperoleh kembali peran keibuan melalui kontak kulit ke kulit awal dengan bayi BBLSR ( affonso dkk, 1993 ). Manfaat tambahan perwatan kulit ke kulit meliputi kontak lebih awal dengan bayi yang terpasang ventilasi mekanis, pemeliharaan stabilitas
18
suhu tubuh neonatus dan saturasi oksigen, peningkatan semangat menyusu,
pemeliharaan
keadaan
terorganisasi,
dan
efek
ketidaknyamanan minimal dalam gendongan ( Ludington-Hoe dkk, 1994 ). Pada bayi lahir yang cukup bulan, kontak kulit ke kulit memiliki efek analgesik yang kuat selama prosedur seperti lanset tumit ( Gray, Watt, dan Blass, 2000 ) riset juga memperlihatkan bahwa bayi BBLR yang mendapat kontak kulit ke kulit sambil diberi ASI dapat mempertahankan saturasi oksigen dan jarang sekali mengalami desaturasi di bawah 99%, dan kemungkinan ibunya akan meneruskan pemberian ASI di rumah sakit maupun 1 bulan di rumah setelah pemulangan ( Bier dkk, 1996 ). Perawatan cara kanguru bagi bayi preterm menghasilkan perkembangan neurobehavioral yang baik dengan memperbaiki stabilitas fungsi jantung dan respirasi, meminimalkan gerakan yang kacau, memberikan kedekatan perharian dengan maternal, memperbaiki tingkah laku bayi, dan memungkinkan tingkah laku yang diatur sendiri ( Ludington-Hoe dan Swinth, 1996 ). Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care) 1.
Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara perawatan yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan PMK, ibu dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat bayi BBLR mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan lemak dibawah kulitnya. PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui
19
kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari inkubator. Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR 2.
Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR (Perinansia, 2008). a)
Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel pada kulit ibu.
b)
Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.
c)
Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai punggung bayi.
d)
Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos dalam (laki-laki) selama PMK.
Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK e)
Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jarijari lainnya, agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi berada pada posisi tegak.
f)
Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada ibu dan bayi seluasluasnya.
20
g)
Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu memakai baju yang longgar dan berkancing depan.
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru
h)
Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i)
Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai popok dan memakai kaus kaki.
j).
Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll), dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi dalam posisi kanguru. Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru
21
Gambar 2.4 menyusui dalam PMK
Gambar 2.5 ayah dapat bergantian dengan ibu dalam PMK
PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode kanguru disebut PMK kontinu.
22
3.1. Perawatan pada inkubator Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005). 1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup a)
Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b)
Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c)
Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk memudahkan observasi.
d)
Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e)
Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f)
Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kirakira dengan suhu 27 derajat celcius.
2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian perawatan pada bayi. b) Menggunakan
lampu
pemanas
untuk
keseimbangan suhu normal dan kehangatan. c) Membungkus dengan selimut hangat.
memberikan
23
d)
Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala. f)
Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan ketentuan.
4.1. Pemberian Makan Lewat NGT Pada Bayi Premtur Nutrisi merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi baru lahir. Namun, pada bayi prematur terjadi beberapa hambatan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisinya dikarenakan sistem organ pencernaan yang belum matang. Fungsi menelan dan menghisap yang belum sempurna menyebabkan bayi prematur memerlukan bantuan dalam pemberian nutrisi enteral. Perkembangan enzim yang belum sempurna, pengosongan lambung yang lebih lambat, dan toleransi rendah terhadap osmolaritas formula akan mempengaruhi frekuensi, jumlah, dan jenis nutrisi enteral yang tersedia (Mizuno, Ueda. 2003). Beberapa strategi pemberian minum untuk bayi prematur masih menjadi kontroversi. Sampai akhir tahun 1970, bayi prematur dianjurkan untuk puasa 24-96 jam setelah lahir. Namun kemudian diketahui bahwa pemberian enteral feeding segera setelah lahir memberikan berbagai keuntungan. Uji nutrisi enteral pada bayi prematur usia <24 jam didapatkan peningkatan berat badan dan toleransi minum yang lebih baik serta waktu pencapaian full feeding lebih cepat dibandingkan nutrisi yang diberikan pada usia lebih tua (Dorovan, Puppaa, Coyle. 2006).
Pemberian nutrisi enteral dini tersebut diawali dengan pemberian dalam jumlah minimal yang disebut sebagai trophic feeding. Pemberian awal dalam jumlah minimal inilah yang akan memfasilitasi adaptasi saluran cerna melalui stimulasi peningkatan
24
aktivitas enzim laktase, pengeluaran hormon usus yang mendorong efek trofik sel-sel proliferatif usus dan peningkatan aliran darah sehingga atrofi usus dapat dicegah dan maturasi saluran cerna dapat tercapai (Mishra et al, 2008). Pemberian trophic feeding 10 ml/kg BB/24 jam dapat segera dilakukan jika keadaan bayi stabil. Jika toleransi minum baik, maka jumlah minum dapat dinaikkan bertahap (10-20 ml/kgBB/hari) sambil menurunkan pemberian nutrisi parenteral (Kuzma-O Reilly B et al, 2003). Metode pemberian minum harus berdasarkan usia gestasi dan tahap perkembangan bayi. Bayi dengan usia gestasi 32-34 minggu memiliki refleks menelan cukup baik namun refleks menghisap kurang baik, sehingga ASI diperah dan diberikan menggunakan sendok, cangkir, atau pipet. Sedangkan pada bayi dengan usia gestasi <32 minggu dimana refleks menelan maupun menghisap belum baik, ASI diberikan dengan menggunakan pipa orogastrik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat saat memberikan trophic feeding pada bayi prematur, diantaranya jumlah dan karakteristik residu lambung, posisi bayi, temperatur susu, dan cara pemberian. Residu lambung dapat diketahui dengan melakukan aspirasi cairan lambung dengan spuit 3 cc melalui selang OGT atau NGT (Sankar, et al, 2008). Pastikan ketepatan posisi dan kedalaman OGT/NGT saat mengukur residu lambung. Perhatikan pula karakteristik cairan lambungnya, apabila hanya udara atau mukus yang sedikit maka pemberian makanan dapat dilanjutkan sesuai rencana, namun apabila volume residu lambung >20% dari jumlah minum yang diberikan sebelumnya, mengindikasikan abnormalitas dan memerlukan evaluasi lebih lanjut (Gomella, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Sangers et al (2012) menunjukkan bahwa bayi prematur memiliki residu lambung lebih sedikit saat
25
diposisikan miring kanan, daripada miring kiri, terlentang, atau tengkurap. Temperatur susu pun mempengaruhi banyaknya residu lambung, seperti penelitian yang dilakukan Gonzales et al (dalam Smith 2011), bahwa menghangatkan susu sesuai suhu tubuh dapat meningkatkan toleransi minum pada bayi prematur dibandingkan dengan memberikan susu pada temperatur ruangan. Cara pemberian minum juga perlu diperhatikan oleh perawat. Penelitian yang dilakukan Dollberg, Kuint, Mazkereth, dan Mimouni (2000) menunjukkan bahwa pemberian minum secara bolus dengan gravitasi lebih efektif meningkatkan toleransi minum pada BBLR dibandingkan dengan menggunakan infusion pump. Aliran susu yang terlalu cepat atau disemprotkan dapat menyebabkan perut bayi membuncit, regurgitasi, aspirasi, dan muntah. Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam dalam manajemen bayi BBLR dan preterm, namun terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang . semakin imatur seorang bayi, semakin banyak masalahnya. Selain itu, kebutuhan nutrisi untuk kelompok bayi ini tidak di ketahui dengan pasti. Diketahui bahwa semua bayi preterm beresiko karena buruknya cadangan nutrisi dan berbagai karakter fisik dan perkembangannya. Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomis dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas mengisap dan menelan sudah ada sejak sebelum lahir dan pada bayi prematur, namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu. Isapan awal tidak diikuti dengan penelanan, dan kontraksi
26
esofagus tidak terkoordinasi. Refleks muntah belum berkembang samapi usia gestasi 36 minggu . konsekuensinya, bayi sangat mudah mengalami aspirasi dan bahaya yang menyertainya. Ketika bayi matur, pola mengisap dan menelan sudah berkembang namun masih lambat dan belum efektif, dan refleks ini mudah mengalami kelelahan. Jumlah dan metode pemberian makanan ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan makanan dapat di tentukan baik parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi dengan BBLR dan atau sakit kritis sering diberi makan ekslusif melalui rute parenteral karena ketidakmampuan mereka mendigesti dan mengabsorbsi nutrisi enteral. Faktor penyakit yang mengakibatkan hipoksia dan imaturitas organ mayor semakin menyulitkan pemberian makanan enteral sampai kondisi bayi telah stabil ; necrotizing enterocolitis sebelumnya telah dihubungkan dengan pemberian makanan enteral pada bayi dengan sakit kritis atau distres. Dukungan nutrisi parenteral total bayi sakit akut dapat dilakukan secara berhasil dengan larutan IV yang tersedia secara komersial dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi termasuk protein, asam amino, mineral, renik, vitamin, karbohidrat ( dekstrosa ), dan lemak ( emulsi lipid ). Studi terkini memperlihatkan bahwa ada keuntungan untuk pemberian awal
sedikit makanan enteral pada bayi preterm yang stabil
metabolismenya. Enteral minimal atau trophic feeding terbukti merangsang saluran gastrointestinal bayi, mencegah atropi mukosa dan selanjutnya menghindari kesulitan pemberian makan enteral. Pemberian makan enteral minimal yang hanya 0,1 samai 4 ml/kg formula preterm atau susu ibu dapat diberikan sejak hari ketiga atau ketujuh setelah lahir. Peningkatan kecepatan yang ditoleransi dengan baik bervariasi dari satu bayi dengan lainnya, dan penentuan kecepatan ini biasanya merupakan tanggung jawab perawat. Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama
27
dan kesabaran dalam pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan , dan mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Bila bayi memerlukan waktu penyelesaian menyusu yang terlalu lama ( 30 sampai 45 menit ), dapat dipakai pemberian makan melalui gavage untuk pemberian selanjutnya. Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi untuk menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung, dan saturasi oksigen ; variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan stres dan keletihan. Bayi preterm akan mengalami kesulitan dalam koordinasi menghisap, menelan, dan bernapas, dengan akibat apnea, bradikardia dan penurunan saturasi oksigen. Kemampuan bayi preterm untuk menghisap empeng tidak berarti menunjukkan kesiapan menyusu atau kemampuan mengkoordinasi aktivitas yang disebut diatas tanpa sters. Pengenalan bertahap dalam menyusu pada bayi preterm didasarkan pada evaluasi cermat mengenai kemampuan mereka mempertahankan fungsi kardiopulmonal yang adekuat saat makan. Keterampilan pengaturan prilaku bayi, seperti kemampuan mempertahankan keadaan waspada tenang dan memperlihatkan petunjuk penerimaan dan tidak ditemukan apnea tidak terkontrol, juga terbukti mempengaruhi transisi bayi preterm ke pemberian makanan oral yang berhasil ( Mandich, Ritchie, dan Mullett, 1966 ). 5.1. Pemberian ASI dengan Gavage. Pemberian makan dengan gavage merupakan cara aman untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi yang usia gestasinya kurang dari 32 minggu atau beratnya 1500 gram. Bayi tersebut biasanya terlalu lemah untuk mengisap dengan efektif, tidak mampu mengkoordinasi penelanan dan tidak memiliki refleks muntah. Pemberian makan dengan gavage dapat diberikan melalui tetesan kontinu yang diatur melalui pompa infus
28
atau dengan bolus makanan intermiten. Studi memperlihatkan bahwa bila diberikan infus gavage kontinu, konsentrasi lemak susu total harus diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian melalui gavage intermiten atau bolus EMM dilakukan bila memungkinkan ( Schanler, 1995 ). Pemberian makan dengan gavage intermiten digunakan sebagai tekhnik penghematan energi bagi bayi yang sedang menyusu yang mengalami kelelahan, tidak puas atau sianotik. Slang makan 37,5 cm ukuran 5 sampai 8 french digunakan untuk memasukan susu formula, dan metode umum untuk menentukan pemasangan yang benar. Meskipun semakin relaks spingter esofagus semakin mudah pemasangannya. Namun masih tetap terjadi perubahan denyut jantung dan tekanan darah sebagai respon terhadap rangsang esofagus. Prosedur ini paling baik di lakukan ketika bayi berada dalam posisi tengkurep atau miring ke sisi kanan dengan kepala sedikit dinaikkan. Lebih disukai memasukkan melalui mulut daripada hidung. Slang melalui hidung dapat menutup jalan napas dan dapat mengiritasi mukosa hidung yang lembut. Pemasukan melalui
mulut juga
memungkinkan untuk mengobservasi adanya refleks menghisap. Akan tetapi, karena kurangnya rangsang refleks muntah , maka slang gavage melalui hidung dapat di gunakan pada beberapa keadaan, seperti bayi preterm yang lebih besar yang memerlukan suplementasi setelah makanan per dot yang melawan, muntah, dan muntah pada pemasangan slang oral. Lambung diaspirasi, isinya diukur, dan aspirat kemudian dikembalikan lagi sebagai bagian makanan. Akan tetapi, praktik ini bisa bervariasi bergantung pada situai dan protokol masing-masing unit. Jumlah aspirat bergantung lamanya waktu sejak pemberian makan sebelumnya atau penyakitnya yang menyertai. Pengurangan kadar aspirat dari pemberian makanan total, bervariasi di antara masing-masing unit. Beberapa unit
29
menganjurkan pengurangan kadar aspirat untuk menurunkan distensi lambung berlebihan. Misalnya, bila makanan yang akan diberikan 25 ml dan aspirat yang diperoleh 5 ml, aspirat yang dikembalikan ditambah 20 ml makanan sampai totalnya 25 ml. Di unit lain, jumlah pemberian ditentukan berdasarkan individu. Perawat harus melakukan observasi ketat terhadap bayi prematur mengenai tingkah laku yang menujukan kesiapan pemberian makanan per botol. Hal ini meliputi : Isapan kuat bersemangat. Koordinasi menghisap dan menelan. Refleks muntah. Menghisap slang gavage, tangan atau empeng. Rooting dan bangun sebelum dan tidur setelah pemberian makan. Bila tingkah laku ini mulai tampak, bayi dapat dicoba dengan pemberian makan melaui dot yang diberikan perlahan. Bayi dapat digendong selama pemberian gavage oleh perawat atau orang tua. Oksigen dapat diberikan melalui kanul nasal untuk memudahkan penanganan. Tidak direkomendasikan membawa bayi jauh dari sumber oksigen saat memberi makan, karena akan menurunkan ketersediaan oksigen. Oksigen tambahan dapat diberikan bila ada episode pendek desaturasi, namun kurang adekuat untuk durasi pemberian makanan, baik melalui gavage atau dot. Selain itu, pengisapan empeng non-nutritif dapat membantu bayi mampu menghubungkan antara penghisapan dan kepuasan makan. Bila dibandingkan dengan bayi BBLR yang lain, maka mereka yang diberikan isapan non-nutritif, hanya memerlukan lebih sedikit pemberian makan melalui slang, memperlihatkan pertambahan berat badan yang lebih baik, bisa di pulangkan lebih awal dan komplikasinya lebih sedikit. Isapan non-nutritif juga meningkatkan oksigenasi selama pemberian makan.
30
6.1.
Oksigenasi Serebral Pada Bayi Prematur
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen atau O2 lebih dari 21% pada tekanan 1 atmosfer sehingga konsentrasi oksigen meningka dalam tubuh ( Kristina (2013) dalam Saryono dan Widianti, 2010 ).
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen ke dalam systim kimia dan fisika. Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel, sebagai hasilnya terbentuklah karbondioksida yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel ( Mubarak dan Chayatin, 2007 ).
Kebutuhan oksigen pada bayi dapat di tentukan oleh dokter dengan melakukan pengukuran kadar oksigen dalam darah atau saturasi oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah dan memantau saturasi oksigen dengan alat yang disebut pulse oxymetry.
31
Contoh Pemberian ASI melalui Gavage dengan tekhnik skin to skin ( Perawatan Metode Kanguru )
32
33