Makalah Teori Baitul-mal Wa Tamwil.docx

  • Uploaded by: muhamad khadiq
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Teori Baitul-mal Wa Tamwil.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,151
  • Pages: 14
BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT)

Makalah AIK Dosen Pengampu: Hamron....

Disusun Oleh: Kelompok

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2018

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah mensyariatkan hukum islam kepada umat manusia. Shalawat serta salam semoga Allah melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai pembawa syariat islam untuk di imani , diipelajari serta diamalkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makalah ini dibahas tentang persoalan-persoalan berkenaan dengan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Banyak berkembang ekonomi skala mikro, yang bernama Bait al Maal waal Tamwil (BMT) atau Bait wal Tamwil Muhammadiyah (BTM), BMT sebagai lembaga kredit yang bersifat eksponesial. Dari muncul dan berkembangnya lembaga keuangan ekonomi berdasarkan syari’ah yang ada di indonesia secara fenomenal, memicu lahirnya aspek-aspek baru yang menjadi kajian dan diskusi yaitu aspek produk dan jasa, manajemen lembaga, dan aspek akuntansi. Dalam aspek akuntansi BMT banyak peryataan yang mendasari penerapan akuntansinya secara legal dan formal. BMT berbadan hukum koperasi, namun standar akuntansi yang digunakan berbeda-beda, Hasil dari makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karenanya kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan semoga makalah ini bisa berguna di kalangan siswa dan mahasiswa, dan bisa mengamalkannya.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah dengan sarana pendukung yang lebih lengkap. Ketersedian infrastruktur baik berupa Peraturan Mentri, Keputusan Mentri, S0P, SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian perbankan khususnya perbankan syariah mempermudah masyarakat mendirikan BMT. Apabila BMT berisi SDM yg memiliki integritas tinggi, kapable di bidangnya, semangat kerja dan kinerja yg baik maka BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis. Namun pergerakan dan pertumbuhannya akan terhambat ketika modal kerja yg dimiliki tidak memadai. Modal kerja sangat dibutuhkan untuk mengembangkan BMT. Jumlah pendapatan yang ditargetkan tidak mungkin tercapai jika target pembiayaan (yang menjadi core business BMT) tidak tercapai. Salah satu faktor pendukung besarnya volume pembiayaan yang dapat dikeluarkan adalah modal kerja. Sehebat apapun SDM yang dimiliki BMT, jika tidak didukung oleh modal kerja yang memadai maka SDM yang baik pun akan goyah karena dihadapkan oleh perolehan pendapatan yang minim yang tentu juga dikhawatirkan berdampak pada penghasilan mereka dan kepastian masa depannya.Maka timbulah berbagai masalah di BMT terkait SDM. Pengunduran diri karyawan terlatih adalah hal yang sering muncul karena masalah kesejahteraan. Yang terberat adalah karyawan menjadi tidak amanah, dana anggota diselewengkan. Maka tinggalah pengurus BMT menanggung akibatnya. Jika BMT memiliki SDM yang baik dan modal kerja yang cukup kita bisa lebih berharap kepada BMT dengan kondisi seperti ini. Namun BMT dengan kondisi seperti ini pun tidak selamanya terbebas dari masalah. BMT tumbuh menjadi lembaga keuangan yang terus berkembang menjadi besar. Namun suatu saat BMT ini tersadar ketika proses audit dilakukan. Terjadi banyak selisih data, yang pada akhirnya menimbulkan biaya baru. BMT ini pun kesulitan melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan, kinerja marketing dan resiko yang sedang dihadapinya. Banyak BMT besar yang runtuh karena hal ini. Akar masalah dari hal tersebut adalah tidak adanya atau tidak dijalankannya sistem. Banyak sistem yang harus dijalankan oleh BMT. Sistem Operasional Prosedur, Sistem Informasi (IT), Sistem Marketing, Sistem Operasional Manajemen dan sistem-sistem lainnya. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata Kuliah AIK tentang “Baitul Mal wa Tamwil ” yang di bimbing oleh Dosen Bapak Hamron serta untuk memahami sistem sacara keseluruhan tentang BMT. C. Rumusan Masalah a. Pengertian, Asas, Fungsi, dan Tujuan BMT b. Produk dan Mekanisme Operasional BMT c. Mekansme Operasional Koperasi Syariah d. Peraturan Hukum yang Terkait e. Sejarah Berdirinya BMT Sejak Jaman Rasulullah

f. g. h. i.

1) Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-623 M) 2) Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (13-23 H/632-634 M) 3) Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M) 4) Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M) 5) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M) 6) Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya Peran BMT Sebagai LKS Terhadap Perekonomian Masyarakat Ciri-ciri BMT Peghimpunan dan Penyaluran Dana BMT Problematika dan Kendala BMT

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian, Asas, Fungsi, dan Tujuan BMT 1. Pengertian BMT BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.. Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, serta berkeadilan berlandaskan syari’ah dan diridhoi Allah SWT. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan sematamata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. 2. Asas dan Landasan BMT BMT berasaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah islam sebagai berikut :Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagi lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. i. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang serta mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah islam dalam kehidupan nyata. ii. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan di akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (social dan bisnis). iii. Kekeluargaan dan kebersamaan. Kekeluargaan berarti mengutamakan kepentingan bersma diatas kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus dengan semua anggota, dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung. Sementara kebersamaan berarti kesatuan pola piker, sikap, dan cita-cita antar semua elemen BMT. Antara pengelola dengan

pengurus harus memiliki satu visi bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial. iv. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus professional. v. Professional berarti semangat kerja yang tinggi (‘amalus sholih/ ahsanu amala) yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan pengetahuan yang cukup, ketrampilan yang cukup ditingkatkan, serta niat dan gairah yang kuat. Semua itu dikenal dengan kecerdasan emosional, spiritual, dan intelektual. Sikap profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi mencapai tingkat standar kerja yang tertinggi. vi. Istiqomah berarti konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tan henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap. 3. Fungsi BMT Fungsi BMT diantaranya adalah i. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya. ii. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. iii. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. iv. Menjadi perantara keuangan antara agnia ( Yang berhutang ) sebagai shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana social seperti zakat, infaq, sedekah wakaf hibah dll. v. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif. 4. Tujuan BMT Didirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendampingan.

Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul pada pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, penddekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan pendampingan. B. Produk dan Mekanisme Operasional BMT 1. Pembiayaan Pembiayaan dalam BMT dibagi menjadi : a. Pembiyaan modal kerja Penyediaan kebutuhan modal kerja dapat diterapkan dalam berbagai kondisi dan kebutuhan, karena memang produk BMT sangat banyak sehingga memungkinkan dapat memenuhi kebutuhan modal tersebut. b. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli Merupakan penyediaan barang modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi. Atas transaksi ini BMT mendapat sejumlah keuntungan. c. Pembiayaan dengan prinsip jasa Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta’auni atau tabarru’i yakni akad yang tujuannya tolongmenolong dalam hal kebajikan. 2. Produk Tabungan Jenis atau produk tabungan di BMT dibagi menjadi : a. Tabungan Pendidikan Merupakan tabungan yang disetorkan kapan saja, namun pengambilannya sesuai perjanjian. Misalnya, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun dan 4 tahun. b. Tabungan Biasa Merupakan tabungan yang kapan saja bias di ambil dan terdapat system bagi hasil. c. Tabungan Idul Fitri Merupakan tabungan yang diambil satu tahun sekali dan diambilnya sebelum idul fitri. d. Tabungan Aqiqah Merupakan tabungan yang diambilnya pada saat akan melakukan aqiqah. e. Tabungan Haji Merupakan tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah haji yang akan dilakukan oleh penyetor. f. Tabungan Qurban Merupakan tabungan yang disetorkan untuk membiayai ibadah qurban. C. Mekanisme Operasional Koperasi Syari’ah Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, dan pengelolaannya di bawah pimpinan dan pengawasan masyarakat sendiri. Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Secara operasional, jika koperasi

menjadi lebih berdaya maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi. D. Peraturan Hukum yang Terkait Perkembangannya, BMT memang tidak memiliki badan hukum resmi. BMT berkembang sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau Kelompok Simpan Pinjam (KSP). Namun, untuk mengantisipasi perkembangan ke depan, status hukum menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang memungkinkan penerapan sistem operasi bagi hasil adalah perbankan dan koperasi. Saat ini, oleh lembaga-lembaga pembina BMT yang ada, BMT diarahkan untuk berbadan hukum koperasi mengingat BMT berkembang dari kelompok swadaya masyarakat. Selain itu, dengan berbentuk koperasi, BMT dapat berkembang ke berbagai sektor usaha seperti keuangan dan sektor riil. Bentuk ini juga diharapkan dapat memenuhi tujuan memberdayakan masyarakat luas, sehingga kepemilikan kolektif BMT sebagaimana konsep koperasi akan lebih mengenai sasaran. E. Sejarah Berdirinya BMT Sejak Jaman Rasulullah a. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M) Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing. b. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M) Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hatihati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya

yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul Maal. c. Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M) Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan, 1999). d. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M) Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada

sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999). e. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M) Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. f. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999). F. Peran BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Perekonomian Masyarakat. Peran BMT dimasyarakat adalah : a. Menjauhakan masyarakat dari praktik ekonomi non syariah, aktif melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti pentingnya sistem ekonomi islam. Hal ini bias dilakuakan dengan pelatihanpelatihan mengenai cara transaksi secara islam, misalnya dilarang mengurangi timbangan, bukti transaksi, jujur terhadap konsumen, dan sebagainya. b. Melepas ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir ini disebabkan karenan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat dengan baik. Misalnya tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan sebagainya. c. Melakuakan pembinaan pendanaan usaha kecil, BMT harus bersikap aktif dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha nasabah atau masyarakat umum. d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat, fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai bersikap. Oleh karena itu, langkah-langakah untuk melakuakan evaluasi yang harus diperhatikan misalnya, dalam masalah pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis pembiayaan yang ingin diajukan oleh nasabah. G. Ciri-ciri BMT Ciri-ciri utama BMT, yaitu: a. Brorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya

b. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak, dan shadaqoh bagi kesejahteraan orang banyak c. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya d. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seseorang atau orang dari luar masyarakat tersebut. H. Peghimpunan dan Penyaluran Dana BMT a. Penghimpunan dana Penghimpunan dana BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan kesektor produktif dalam bentukk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk tabungan wadi’ah, simpanan mdharabah jangka pendek dan jangka panjang. b. Penyaluran dana Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis: i. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil ii. Jual beli dengan pembayaran ditangguhkan Pembiayaan merupakan penyaluran dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaaan antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil yang disepakati. Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan musharabah dan musyarakah. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. I. Problematika dan Kendala BMT Dengan segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada, antara lain : a. Modal Modal yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang tertarik untuk berinvestasi di BMT. b. Kredit Macet Lambatnya angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak semua peminjam selalu bermasalah. c. Likuiditas Dengan modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar

agar dana yang disimpan memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah. d. Pangsa Pasar Pasar yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten, sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil. Sementara itu,untuk kendala BMT diantaranya adalah : a. BMT masih kurang di kenal oleh masyarakat luas, sehingga jumlah nasabahnya pun tidak terlalu banyak b. Kurang promosi terhadap lembaga itu sendiri, maka Kepercayaan masyarakat terhadap BMT masih kurang c. Mayoritas orang – orang kota mempunyai rasa gengsi untuk menabung dalam jumlah kecil d. minimnya modal yang dimiliki oleh lembaga BMT.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

http://aderustan.blogspot.com/2012/02/makalah-bmty.html http://makalahegi.blogspot.com/2012/08/baitul-mal-wat-tamwil_9573.html http://rahman8194.blogspot.com/2013/11/baitul-mal-wa-tamwil-bmt.html http://yanerbikersyvcimetro.blogspot.com/2012/12/makalah-bmt.html Ridwan, Muhammad. 2005. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Widodo, Hertanto, Dkk. 2000. Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wa Tamwil Bandung

Related Documents


More Documents from "Annisa"

Lpj Khusus Mat (2).docx
December 2019 33
Makalah Qirad.docx
December 2019 29
Poler.docx
December 2019 27
Surat Peminjaman Villa.docx
December 2019 19