BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Sediaan semi solid adalah sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian luar, sediaan semi solid terdiri dari salep,krim, ungenta, pasta dan lain-lain. Salep adalah sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir dan termasuk golongan sediaan semi solid yang umumnya berminyak tidak mengandung air, untuk mendapatkan sediaan semi solid yang baik maka harus mencari basis salep yang cocok yang dapat menyatu dengan bahan aktifnya dan dapat meresap pada kulit dengan zat pembawa yang cocok. Basis hidrokarbon yang biasanya digunakan untuk salep berminyak. Basis hidrokarbon digunakan sebagai penghantaran obat topikal, dalam pemilihan basis salep nuntuk memformulasikan suatu bahan aktif menjadi sediaan semi solid dengan mempertimabangkan faktor-faktor seperti khasiat yang diinginkan,sifat bahan obat yang dicampurkan dan stabilitas dan ketahana sediaan jadi sehingga makalh ini akan lebih membahas sediaan semi solid yang baik dengn memperhatikan basis yang digunakan untuk masing-masing sediaan semi solid dan cara pengerjaan sediaan semi solid dan bagaimana evaluasi sediaan semi solid.
1.2. TUJUAN Tujuan dari makalah ini berdasarkan latar belakang adalah : 1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis sediaan semi solid. 2. Untuk mengetahui formulasi sediaan semi solid yang baik. 3. Untuk mengetahui metode pembuatan sediaan semi solid. 4. Untuk mengetahui evaluasi sediaan semi solid.
1.3. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dan jenis-jenis sediaan semi solid? 2. Bagaimana formulasi sediaan semi solid yang baik? 3. Bagaimana metode pembuatan sediaan semi solid? 4. Bagaimana cara evaluasi sediaan semi solid? Farmasetika 1 – Semi solid
1
BAB II PEMBAHASAN
II.1.
PENGERTIAN Sediaan semi solid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan topikal melalui kulit. Bentuk sediaan ini dapat bervariasi tergantung bahan pembawa (basis) yang digunakan, yaitu salep, krim, gel atau pasta.
II.2.
MACAM-MACAM SEDIAAN SEMI SOLID 1) Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang cocok. Salep juga termasuk obat kulit, dapat mengobati penyakit kulit seperti kudis, eksema, kutu air, biang keringat, koreng dan sebagainya. 2) Krim Krim adalah sediaan semi solid berupa emulsi kental mengandung tidak kurang 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim merupakan salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air. 3) Gel Gel merupakan salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basisnya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. 4) Pasta Pasta merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
II.3.
PERSYARATAN SEDIAAN SEMI SOLID
Secara estetik menyenangkan.
Stabil secara kimia dan fisika, sehingga dibutuhkan berbagai eksipien.
Farmasetika 1 – Semi solid
2
Memungkinkan penetrasi obat secara optimal kedalam kulit (suatu jaringan yang komplek).
II.4.
FORMULASI SEDIAAN SEMI SOLID Formulasi umum sediaan semi solid terdiri dari : 1) Zat aktif Zat aktif yang sering digunakan misalnya zinc oksid, sulfur, dan zat aktif lainnya. Penggunaan untuk antiseptik, perlindungan, penyejuk kulit, dan absorben, sehingga zat aktif yang sering digunakan adalah zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti tersebut. Sifat zat aktif yang perlu diperhatikan yaitu zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada basis namun dapat lepas dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan farmakologisnya. 2) Zat pembawa (Basis) Zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan, dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan dan mudah dibersihkan. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. Pemilihan bahan pembawa dalam pembuatan sedian semi solid tergantung dari bentuk sediaan yang akan dibuat. (a) Basis Salep Basis salep yang biasa digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu :
Basis Hidrokarbon Umumnya merupakan senyawa turunan minyak bumi (Petrolatum) yang memiliki bentuk fisik semisolid dan dapat juga dimodifikasi dengan wax atau senyawa turunan minyak bumi yang cair (Liquid Petrolatum). Basis ini digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep yang terbuat dari minyak nabati atau hewani. Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit.
Basis Absorpsi (Basis Serap) Basis salep ini mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air, basis ini juga dapat berupa bahan anhidrat atau basis hidrat yang memiliki
Farmasetika 1 – Semi solid
3
kemampuan menyerap kelebihan air. Pada umumnya bahan-bahan tersebut merupakan campuran dari sterol-sterol binatang atau zat yang bercampur dengan senyawa hidrokarbon dan zat yang memiliki gugus polar seperti sulfat, sulfonat, karboksil, hidroksil atau suatu ikatan ester. Contohnya adalah lanolin, ester lanolin serta campuran steroid dan triterpene alkohol.
Basis yang Dapat Dicuci dengan Air Terdiri dari : a. Dasar Salep Emulsi M/A (vanishing cream) b. Emulsifying Ointment B.P c. Hidrophilic ointment
Basis Larut dalam Air Merupakan basis salep yang terdiri antara lain Polietilen Glikol, atau campuran Polietilen Glikol.
(b) Basis Krim 1. BASIS TIPE A/M (lanolin, cold cream)
Mengandung air
Beberapa mengasorbsi air yang ditambahkan
Berminyak
Oklusif
2. BASIS TIPE M/A (hidrofilik ointment)
Mudah dicuci dengan air
Tidak berminyak
Dapat diencerkan dengan air
Tidak oklusif
(c) Basis Pasta Basis yang digunakan untuk pasta adalah basis berlemak atau basis air. Macam basis yang dapat digunakan: 1. BASIS HIDROKARBON
Tidak diabsorbsi oleh kulit
Tertinggal diatas kulit berupa lapisan dan bersifat oklusif
Tidak campur air
Farmasetika 1 – Semi solid
4
Sukar dibersihkan
Waktu kontak kulit lama
Daya absorbsi rendah
2. BASIS ABSORBSI Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air. Terbagi 2 kelas yaitu: Basis non emulsi
Dapat menyerap air membentuk emulsi A/M.
Kurang oklusif namun emolien bagus
Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
Lebih mudah menyebar/mudah dioles
Basis emulsi A/M
Menyerap air lebih banyak dari basis non emulsi.
Terdiri dari lanolin, oily cream BP
3. BASIS AIR-MISCIBLE
Bercampur dengan eksudat luka
Mengurangi gangguan fungsi kulit
Kontak baik dengan kulit karena surfaktannya
Penerimaan secara kosmetik yang baik
Mudah dibersihkan untuk area berambut
4. BASIS LARUT AIR Keuntungan :
Larut air
Absorbsi baik oleh kulit
Mudah melarutkan bahan lain
Bebas dari rasa lengket
Nyaman digunakan
Kompatibel dengan berbagai obat dermatologi
Kerugian :
Uptake air terbatas
Kurang lunak dibanding paraffin
Mengurangi aktivitas beberapa antimikroba
Farmasetika 1 – Semi solid
5
3) Zat tambahan Bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan semi solid antara lain: (a) Preservatif Preservatif/ pengawet ditambahkan pada sediaan semi solid untuk mencegah kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi karena banyak basis salep yang merupakan substrat mikroorganisme. Pemilihan bahan pengawet harus memperhatikan stabilitasnya terhadap komponen bahan yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya terhadap kulit dan aplikasi Sifat preservatif yang ideal:
Efektif pada konsentrasi rendah
Larut pada konsentrasi yang diperlukan
Tidak mengiritasi pada konsentrasi yang digunakan
Kompatibel dengan komponen bahan dalam formulasi (tdk membentuk komplek) dan dengan wadah (absorbsi)
Koefisien partisi baik dalam fase air maupun minyak karena preservasi dibutuhkan pada kedua fase Contoh pengawet yang digunakan adalah senyawa-senyawa amonium
kuarterner (cetiltrimetil amonium bromida), senyawa-senyawa merkuri organik
(thimerosal),
formaldehid,
asam
sorbit/kalium
sorbat,
asam
benzoat/natrium benzoat, paraben (metil/propil) dan alkohol-alkohol. (b) Stiffener/ Thickening Agent/Gelling Agent (Bahan Pengental) Bahan pengental digunakan agar diperoleh struktur yang lebih kental (meningkatkan viskositas) sehingga diharapkan akan lebih baik daya lekatnya. Bahan-bahan yang umum ditambahkan sebagai pengental yaitu polimer hidrifilik, baik yang berasal dari alam (natural polimer) seperti agar, selulosa, tragakan, pektin, natrium alginat; polimer semisintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, dan CMC Na; serta polimer sintetik seperti karbopol (karbomer, karboksipolimetilen). (c) Levigating Agent
Farmasetika 1 – Semi solid
6
Levigating
agent
digunakan
untuk
membasahi
serbuk
dan
menggabungkan serbuk yang telah terbasahi dengan basis salep. Contohnya adalah minyak mineral. (d) Antioksidan Antioksidan ditambahkan ke dalam salep bila diperkirakan terjadi kerusakan basis karena terjadinya oksidasi. Pemilihannya tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, potensi, kompatibel, bau, kelarutan, stabilitas dan iritasi. Contoh antioksidan yang sering ditambahkan antara lain Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl gallate dan Nordihydroguaiaretic acid (NCGA). (e) Surfaktan Surfaktan dibutuhkan sebagai emulsifying untuk membentuk sistem o/w atau w/o, sebagai bahan pengsuspensi, thickening, cleansing, penambah kelarutan, pembasah dan bahan pemflokulasi. Surfaktan yang biasa digunakan yaitu surfaktan nonionik (seperti ester polioksietilen), surfaktan kationik (seperti benzalkonium klorida) atau surfaktan anionik (seperti natrium dodesil sulfat). (f) Humektan Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan, mencegah kekeringan, meningkatkan penerimaan pada produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum. Humektan juga dapat juga berfungsi untuk memudahkan aplikasi sediaan pada kulit, melunakkan/melembutkan kulit dan mencegah roll effect. Bahan-bahan yang sering digunakan:sorbitol, propilenglikol, gliserol, makrogol dengan BM rendahMaterial-material seperti gliserin, propilen glikol, polietileni glikol BM rendah, dan sorbitol mempunyai tendensi berikatan dengan air, sehingga dapat mencegah hilangnya air dari penyusutan wadah (shrinkage) air dari produk / sediaan. (g) Pendapar Penggunaan dapar ditujukan untuk menstabilkan zat aktif serta meningkatkan bioavailabilitas.
Farmasetika 1 – Semi solid
7
(h) Binder Merupakan bahan alami atau sintetik berupa hidrokoloid yang digunakan dalam sediaan pasta. Tujuan dari penggunaan binder ini adalah untuk menjaga formulasi yang terdiri dari likuid dan solid menjadi pasta halus. Bider yang paling sering digunakan adalah CMC, karagenan, tragakan dan sodium alginat. (i) Parfum Sediaan semi padat yang tersedia di pasaran sekarang memiliki bau yang menyenangkan. Parfum dipilih yang kompatibel dengan komponen lain, misalnya minyak essensial dari tanaman bunga seperti bau jasmin, mawar, lili dan gardenia.
II.5.
METODE PEMBUATAN SEDIAAN SEMI SOLID Pada prinsipnya metode pembuatan sediaan semi solid dibagi menjadi 2 metode, yaitu : 1. Metode Pelelehan (fusion) a. Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel yang dikehendaki. b. Timbang basis yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air hingga diatas titik leleh (sampai lumer). c. Untuk sediaan krim, pemanasan fase air dan fase minyak dilakukan terpisah masing-masing dilakukan pada suhu 70oC. d. Setelah dipanaskan, masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membekar alkohol di dalam mortir), aduk sampai dingin dan terbentuk masa semi solid. e. Tambahkan basis yang sudah dingin sedikit demi sedikit (dengan metode pengenceran geometris) ke dalam bahan berkhasiat, aduk sampai homogen dan tercempur rata. 2. Metode triturasi a. Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel yang dikehendaki. b.
Timbang basis, campurkan satu sama lain dengan metode pencampuran geometris, sambil digerus dalam mortir sampai homogen.
Farmasetika 1 – Semi solid
8
c. Tambahkan basis yang sudah tercampur sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang sudah berisi bahan berkhasiat. d. Aduk sampai homogen dan tercampur rata. Cara pencampuran bahan berkhasiat dengan basis : a. Bahan berkhasiat berupa serbuk yang telah diayak dengan pengayak B40 didispersikan ke dalam bahan pembawa. b. Bahan berkhasiat dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap atau pelarut yang dapat diserap dan bercampur dengan basis sesuai jumlah yang digunakan.
II.6.
EVALUASI SEDIAAN SEMI SOLID 1. Evalusi Salep Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai berikut: a. Daya Penyerapan Air Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15-20oC) secara terus-menerus atau dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut digabungkan secara manual. b. Kandungan Air Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dalam salap, yaitu:
Cara penyulingan Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.
Cara titrasi menurut Karl Fischer Penentuannya berdasarkan atas perubahan Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut persamaan reaksi berikut : I2 + SO2 + CH3OH + H2O 2 HI + CH3HSO4 Untuk menghitung kandungan air digunakan formula berikut :
Farmasetika 1 – Semi solid
9
% Air = f . 100 (a-b) P Keterangan: f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml) a = larutan standar yang dibutuhkan (ml) b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml) P = penimbangan zat (mg)
c. Konsistensi Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai berikut:
Metode penetrometer
Penentuan batas mengalir praktis
d. Penyebaran Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer e. Termoresistensi Dipergunakan untuk mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus. f. Ukuran Partikel Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang banyak dipakai dalam industri bahan pewarna. Metode tersebut hanya menghasilkan harga pendekatan, yang tidak sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya. 2. Evaluasi Sediaan Gel a. Organoleptis Evalusai organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian. b. Evaluasi pH Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk
Farmasetika 1 – Semi solid
10
hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter. c. Evaluasi Daya Sebar Dengan cara sejumlah zat tertentu diletakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan di beri rentang waktu 1–2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur). d. Evaluasi Penentuan Ukuran Droplet Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek glass, kemudian diperiksa adanya tetesan – tetesan fase dalam ukuran dan penyebarannya. e. Uji Aseptabilitas Sediaan Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria.Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut. 3. Evaluasi Sediaan Pasta dan Krim Dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : a. Evaluasi Fisik
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis : alirkan di atas kaca.
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer.
Konsistensi/rheologi dipengaruhi suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik.
Bau dan warna untuk melihat terjadinya perubahan fasa.
pH, pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit.
b. Evaluasi Kimia Kadar dan stabilitas zat aktif serta zat-zat tambahan. Farmasetika 1 – Semi solid
11
c. Evaluasi Biologi
Meliputi evaluasi kontaminasi mikroba.
Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit yang parah juga harus steril.
Potensi zat aktif.
Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal.
Farmasetika 1 – Semi solid
12
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu : 1. Sediaan semi solid adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk tujuan pengobatan topikal melalui kulit. 2. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. 3. Krim adalah sediaan semi solid berupa emulsi kental mengandung tidak kurang 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. 4. Gel merupakan salep yang lebih halus, umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basisnya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. 5. Pasta merupakan salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.
Farmasetika 1 – Semi solid
13
DAFTAR PUSTAKA Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Press. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 1996. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Aulton, M. E. ____. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design 2nd Edition. Churcil Livingstone Bharat, P., Paresh, M., Sharma, R., K., Tekade, B., W., Thakre, V., M., Patil, V., R. 2011. A Review: Novel Advances in Semisolid Dosage Forms & Patented Technology in Semisolid Dosage Forms. International Journal of PharmTech Research Volume 3. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B., 2012. Additives in Topical Dosage Forms. International Journal of Pharmaceutical, Chemical and Biological Sciences. Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Farmasetika 1 – Semi solid
14