MAKALAH PKn NARKOBA
KELOMPOK 4 ULFA HUSNUL M MIA NUROHMAH ELINA RIKSAN W
SMPN 1 SUKARAME KECAMATAN SUKARAME KABUPATEN TASIKMALAYA 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Narkoba ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Asep Dodi Y selaku Guru Mata Pelajaran PKn yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyalahgunaan Narkoba, dan juga bagaimana cara menanggulanginya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada
sesuatu
yang
sempurna
tanpa
saran
yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Sukarame, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ....................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................................... A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... B. HUBUNGAN DENGAN POKOK PIKIRAN PEMBUKAAN UUD 1945 ......... C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH ........................................................ KESIMPULAN dan SARAN ................................................................................ ........... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
1. LATAR BELAKANG Narkotika dan psikotropika hingga akhir ini telah menjadi kejahatan yang berdimensi internasional (international crime) dan pada pokok persoalannya,
menjadi sorotan/
perhatian dunia internasional. Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nation) telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan peredaran psikotropika (Convention on psychotropic substances) yang diselenggarakan di Vienna dari tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, diikuti oleh 71 negara, ditambah dengan 4 negara sebagai peninjau. Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika, serta kenyataan bahwa anak-anak dan remaja (deliquent) digunakan sebagai pasar pemakai Narkotika dan psikotropika secara gelap, sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap Narkotika dan psikotropika. Telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988 (http://id.wikipedia.org/wiki/psikottapika). Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, sebagai berikut: 1. Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika. 2. Pemberantasan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara bersama pula. 3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan psikotropika. 4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan transnasional dalam kegiatan peredaran gelap Narkotika dan psikotropika. Sementara, negara Indonesia meratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika pada Tahun 1961 beserta Protocol Tahun 1972 dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1976.
Pada tahun 1997 juga
diratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (United Nation Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drug And Psychotropic Substances, 1988). Sikap negara indonesia yang meratifikasi konvensi tersebut (aliran dualisme keberlakuan hukum internasional, lih: Kusuma Atmadja, 1998) menunjukan keseriusan Indonesia dalam menangani segala kejahatan dan penyalahgunaan Narkotika dan psikoterapika secara spesifik bagi penduduk Indonesia, dari ancaman peredaran gelap Narkotika. Alasan pengaturan socio-legal Narkotika kedalam Undang-undang Normor 35 tahun 2009 adalah bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanan, menyimpan, mengedarkan dan/ atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. Dalam perkembangan pengaturan masalah Narkotika kemudian, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika direvisi menjadi Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, dengan dalih bahwa tindak pidana telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, tekhnologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah menimbulkan korban terutama dikalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, maka undangundang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana tersebut. Pertemuan Internasional negara anggota komisi obat-obatan Narkotika (Commission on Narcotic Drugs) PBB di Wina, Austria. Menyepakati 7 negara yakni Indonesia, China, Jepang, Malaysia, Thailand, Filipina, Pakistan memfokuskan koordinasinya terkait dengan sindikat Afrika Barat yang menggunakan remaja dan wanita sebagai kurir narkoba. Merujuk dari perwakilan Media Indonesia, Lisa Luhur Schad, rapat mengakui adanya kesamaan kasus dan tren jalur Trafficking narkoba di Asia Tenggara, yaitu naiknya jumlah anak dan perempuan sebagai kurir narkoba. Indonesia menegaskan perlu prioritas pencegahan
dan perawatan pengguna amphetamine tipe stimulants (ATS) seperti metamfetamin dan ekstasi (http://dunianarkoba.blogspot.com) Hingga kini penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NARKOBA) tidak mengenal batas negara, oleh karena itu hampir seluruh bangsa saat ini merasakan pengaruh penyalahgunaan obat berbahaya tersebut. Narkotika telah lama menjadi keprihatinan bangsa-bangsa di dunia. Zat–zat yang semestinya digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan telah disalah gunakan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab demi memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibat yang dapat ditimbulkan dan merugikan baik terhadap masyarakat, maupun bangsa dan negara. Terungkap dengan tertangkapnya Deni Sastorin alias Densos juni 2010 lalu karena terbukti melakukan pemufakatan jahat, peredaran Narkotika bukan tanaman di atas 5 kilogram dan berskala internasional. Ia merupakan sipir LP Cipinang dan sekaligus direktur PT Kaisar yang bergerak di bidang konveksi. Tapi ternyata perusahaan tersebut hanya sebagai kedok untuk mengelabui petugas dari sebuah pabrik shabu rumahan yang ia miliki (www.detik news.com, di akses tanggal 23 April 2011). Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat pengguna narkoba di Indonesia sekitar 3,2 juta orang, atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk negeri ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8.000 orang menggunakan Narkotika dengan alat bantu berupa jarum suntik, dan 60 persennya terjangkit HIV/AIDS, serta sekitar 15.000 orang meninggal setiap tahun karena menggunakan napza (Narkotika, psikotropika dan zat adiktif). Prevalensi penyalahgunaan narkoba telah mencapai 1,99 persen atau kurang lebih 3,6 juta
jiwa
dari
total
populasi
penduduk
Indonesia.
Gories
Mere
(http://www.
Antarnews.com/berita/269402) mengemukakan terjadinya peningkatan prevalensi selama kurun waktu dua tahun, sekitar 0,5 persen, karena data BNN dan Puslitkes UI di 2005 jumlah prevalensi penyalahgunaan narkoba masih 1,5 persen. Dalam kurun waktu tiga tahun naiknya sudah sudah hampir 1,5 persen. Jika ini terus dibiarkan maka diperkirakan 2015 nanti jumlah penyalahgunaan narkoba bisa mencapai 3 persen.
2. HUBUNGAN DENGAN POKOK-POKOK PIKIRAN UUD 1945 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBSTANCES, 1988 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA, 1988) Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut dan menjaga kelangsungan pembangunan nasional dalam suasana aman, tenteram, tertib, dan dinamis baik dalam lingkungan nasional maupun internasional, perlu ditingkatkan pengendalian terhadap hal-hal yang dapat mengganggu kestabilan nasional antara lain terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Dalam mengantisipasi adanya gangguan dan ancaman tersebut, Indonesia turut serta dalam upaya meningkatkan kerjasama antar negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, dengan memberi perhatian khusus terhadap penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dengan tidak mengabaikan manfaatnya di bidang pengobatan dan ilmu pengetahuan. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya pemakaian secara tidak sah bermacam-macam narkotika dan psikotropika. Kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara selanjutnya, karena generasi muda adalah penerus citacita bangsa dan negara pada masa mendatang. Peningkatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika tidak terlepas dari kegiatan organisasiorganisasi kejahatan transnasional yang beroperasi di berbagai negara dalam suatu jaringan kejahatan internasional. Karena keuntungan yang sangat besar, organisasi kejahatan tersebut berusaha dengan segala cara untuk mempertahankan dan mengembangkan terus usaha peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan cara menyusup, mencampuri, dan merusak struktur
pemerintahan, usaha perdagangan dan keuangan yang sah serta kelompok-kelompok berpengaruh dalam masyarakat. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Penanggulangangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba wajib dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum dan fungsi terkait. Namun demikian peran serta masyarakat dalam menanggulangi Narkoba juga mutlak diperlukan. Tanpa peran serta masyarakat.
Upaya
yang
dilakukan
pemerintah
tidak
akan
secara
maksimal.
Langkah penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang dilakukan polri dapat digolongkan menjadi 3 upaya yaitu preemtif, preventif maupun repsesif. Upaya pre-emtif antara lain dilakukan dengan cara educatif pembinaan dan pengembangan lingkungan pola hidup masyarakat, menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama masyarakat dan antara masyarakat dengan Polri melalui upaya penyuluhan dan sambang, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam turut serta menjaga keamanan ditengah masyarakat itu sendiri, dan memberikan pencerahan bahwa menggunakan, membeli bahkan sampai memperjual belikan Narkoba adalah perbuatan melanggar norma hukum dan norma agama, serta mengadakan pendekatan solusi usaha mengantikan tanaman ganja yang sering di tanam dengan tanaman pengganti yang lebih memiliki nilai jual tinggi namun tidak melanggar hukum bagi masyarakat petani di Aceh. Disamping itu upaya pre emtif juga dapat dilakukan melalui upaya lidik, pengamanan dan penggalangan. Upaya pre – emtif sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan oleh fungsi Bimbingan masyarakat (Bimmas) dan fungsi intelijen Polri. Disamping itu upaya upaya edukasi, pembinaaan dan pengembangan lingkungan hidup juga dapat dilakukan oleh fungsi Polair terhadap masyarakat perairan dan masyarakat kepulauan di pulau–pulaub yang sulit terjangkau.
Upaya preventif dapat dilakukan melalui upaya mencegah masuknya narkoba dari Luar negeri dengan melakukan pengawasan secara ketat di daerah-daerah perbatsan seperti Bandara, pelabuhan laut dan perbatasan-perbatasan darat. Disamping itu untuk mencegah lalulintas Narkoba ilegal di dalam negeri dengan melakukan kegiatan-kegiatan seperti : operasi khusus / razia di jalan – jalan terhadap kendaraan roda 2 dan roda 4 pada daerah rentan lalu lintas Narkoba dengan sistem zig zag sehingga tidak terbaca oleh jaringan pengedar Narkoba, melakukan Razia di tempat-tempat rawan lalulintas narkoba secara ilegal atau tempat-tempat rawan transaksi narkoba seperti tempat – tempat hiburan (Diskotik,karaoke,pub, kafe wareng
remang dan lain-lain), mengadakan patroli pencarian sumber Narkoba atau ladang ganja meliputi seluruh wilayah terpencil, mencegah kebocoran Narkoba dari sumber-sumber resmi seperti Rumah sakit, Apotik, Barang bukti dari aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lainya, pencegahan melalui kegiatan penyuluhan, penerangan dan bimbingan tentang bahaya narkoba, dan juga tentang perlunya pengawasan lingkungan oleh masyarakat sendiri terutama keluarga. Upaya preventif ini dapat dilakukan oleh fungsi samapta, lalu lintas, dan lain – lain. Sedangkan upaya represif berupa upaya penindakan/ penegakan hukum terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat dilakukan dengan upaya penyelidikan dan penyidikan secara professional oleh fungsi Reskrim / Res Narkoba Polri. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan perangkat hukum yang ada secara maksimal dan tepat sasaran agar tercipta keseimbangan antara perbuatan yang dilakukan dengan sanksi hukuman yang diterapkan serta menindak bagi siapa saja yang menghalangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana diatur dalam pasal 138 UU No 35 tahun 2009. Dan perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lainya untuk diajukan ke pengadilan untuk penyelesaian perkara secepatnya sesuai pasal
74
UU
No
35
tahun
2009
dan
pasal
58
UU
No
5
tahun
1997.
Disamping hal tersebut diatas dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dari luar negeri, Polri melakukan kerjasama dengan kepolisian Negara lain baik berupa kerjasama antar Negara, kawasan regional ASEAN maupun Interasional melalui Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) melalui wadah Interpol. Kerjasama tersebut dapat berupa bantuan dalam penyidikan tindak pidana Narkoba maupun kerjasama pendidikan melalui Jakarta Center for Law Enforcemet Cooperation (JCLEC) dan United Nation on Drug and Crime (UNODC). Tentu saja kerjasama Polri ini perlu didukung dan ditindak lanjuti oleh pemerintah Negara dengan melakukan kerjasama Government to Government dalam bentuk kerjasama atau perjanjian ekstradisi dan perjanjian bantuan hukum timbal-balik dalam masalah pidana.
Pendekatan-pendekatan yang bisa dilakukan dalam rangka mencegah penyalahgunaan Narkoba : A.
Pendekatan Interdisipliner Pendekatan Interdisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan
menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat. 1.
Melalui ilmu psikologi Seorang pecandu narkoba biasanya mempunyai kondisi psikis yang buruk. Kondisi tersebut biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantaranya tidak harmonisnya keluarga, kurang pehatian, hidup tertekan, dan terlalu banyak masalah yang dihadapi sehingga seseorang beruaha lari dari masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan narkoba. Dimana seseorang akan merasa lupa dengan masalah hidup yang sedang dihadapi. Dengan ilmu psikologi kita dapat menganlisis kondisi psikis seseorang sekaligus dapat
memperbaiki kondisi psikisnya agar lepas dari penyalahgunaan narkoba. Tidak ada seorang pun yang paling tahu dan dapat membantu seorang pecandu narkoba untuk sembuh dan kembali ke dalam lingkungan kehidupan yang normal, kecuali keluarganya. Kasih, perhatian, dan doa seluruh anggota keluarga, merupakan obat yang paling mujarab bagi pecandu narkoba. Sedangkan untuk mencegahnya dapat dilkukan dengan menjaga kondisi psikis seseorang. Yaitu dengan menjaga keharmonisan keluarga, pengawasan oleh keluarga serta memberikan perhatian dan ksih sayang yang cukup kepada anak. 2.
Melalui ilmu sosiologi Melalui ilmu sosiologi solusi menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba melalui
berbagai sosialisasi dan penyuluhan mengenai dampak dan bahaya penggunaan narkoba 3.
Melalui ilmu Hukum Penangganan melalui hukum yakni sudah dibentuknya BNN (Badan Narkoba
Nasional) yang meanggani masalah ini khususnya, juga sudah ada beberapa undang undang yang menggatur yakini pada UU No 35 tahun 2009 tentang Penyalah gunaan psikitrobika dan
zat zat adiktif. Sehingga baik pengedar dan pengguna dapat ditangkap dan dihukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dari berbagai ilmu dalam rumpun ilmu sosial tersebut dapat diperoleh solusi yang tepat guna mengatasi maslah penyalahgunaan narkoba. B.
Pendekatan Multi disipliner Pendekatan Multidisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu maslah dengan
menggunakan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Dalam penyelesaian masalah penyalahgunaan narkoba ini dapat menggunakan kombinasi beberapa disiplin ilmu yaitu yang pertama melalui Ilmu Agama, Ilmu Psikologi, Ilmu biologi dan kimia, ilmu sosiologi serta ilmu hukum Dari ilmu agama diajarkan bahwa narkoba itu tidak baik, Islam lebih tegas terhadap masalah ini, narkoba hukumnya sudah jelas pasti haram, dan neraka adalah jaminannya jia kta tetap memakai narkoba ini. dengan demikian akan ada rasa berdosa bagi seseorang untuk mengkonsumsi narkoba. Dari ilmu psikologi kita dapat menganlisis kondisi psikis seseorang sekaligus dapat memperbaiki kondisi psikisnya agar lepas dari penyalahgunaan narkoba. Tidak ada seorang pun yang paling tahu dan dapat membantu seorang pecandu narkoba untuk sembuh dan kembali ke dalam lingkungan kehidupan yang normal, kecuali keluarganya. Kasih, perhatian, dan doa seluruh anggota keluarga, merupakan obat yang paling mujarab bagi pecandu narkoba. Sedangkan untuk mencegahnya dapat dilkukan dengan menjaga kondisi psikis seseorang. Yaitu dengan menjaga keharmonisan keluarga, pengawasan oleh keluarga serta memberikan perhatian dan ksih sayang yang cukup kepada anak. Dari ilmu biologi dan kimia dapat dianalisis bagaimana bahaya penyalahgunaan narkoba serta bagaimana dampaknya bagi tubuh manusia sehingga dapat dilanjutkan dengan ilmu Sosiologi untuk disosialisasikan kepada msyarakat tentang bahaya penggunaan narkoba tersebut.
KESIMPULAN dan SARAN KESIMPULAN a Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan berbahaya lainnya yang merupakan zat atau obat yang sangat berbahaya jika disalahgunakan. Penyalahgunaan Narkoba mengakibatkan ketergantungan, mengganggu sistem syaraf pusat dan dapat menyebabkan ganguan fisik, jiwa, sosial dan keamananan. b Adapun kerugian akibat penyalahgunaan Narkoba memiliki dampak terhadap pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan social bermasyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara. c Jumlah penduduk yang besar, letak goegrafis yang strategis dan kondisi sosial politik tengah berada pada proses transisi dimana stabilitas politik dan keamanan masih sangat labil dan rapuh telah mendorong Indonesia yang dahulunya hanya sebagai daerah transit/ lalu lintas Narkoba menjadi daerah tujuan perdagangan bahkan telah pula terindikasi sebagai Negara penghasil / produksi Narkoba. d Upaya penanggulangangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba wajib dilakukan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum dan instansi /fungsi terkait. Namun demikian peran serta masyarakat dalam menanggulangi Narkoba juga mutlak diperlukan agar upaya tersebut dapat berjalan optimal. SARAN a Agar menggalakkan sosisalisasi UU Narkoba yang baru yaitu UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga dapat meningkatkan eksistensi Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama – sama Polri serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia. b Agar menggalakan upaya – upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya Narkoba dan mengoptimalkan peran masyarakat dalam pemberantasannya. Hal ini dapat dilakukan melalui penyuluhan Narkoba sampai ke tingkat RT/RW serta pemberian penghargaan terhadap lingkungan bebas Narkoba termasuk individu – individu yang telah berjasa membantu pemerintah /aparat penegak hukum dalam upaya peran serta penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. c Agar meningkatkan kerjasama antara Polri dengan lembaga pemerintah kementerian dan non kementerian yang berhubungan dengan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuat perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (Mou) yang ditindak lanjuti dengan pembentukan satuan tugas (satgas) anti Narkoba yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA BUKUModul Manajemen Opsnal Kepolisian PTIK, 2007.Ismail, Chairuddin. “Kapita selekta penegakkan hukum tindak pidana tertentu”. PTIK Press, 2007.Kelana, Momo. “Konsep – konsep hukum Kepolisian Indonesia”. PTIK Press, 2007 https://ardikurniawan2005.wordpress.com/2011/05/26/penanggulangan-penyalahgunaan-danperedaran-gelap-narkoba-di-indonesia/