Makalah Pgri Orba 2.docx

  • Uploaded by: ramli
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pgri Orba 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,329
  • Pages: 12
TUGAS SPJD PGRI

PGRI PADA MASA ORDE BARU DIAN NOVITA, M. PD

KELOMPOK: 6 R48 RAMLI RACIKA NOVI SHIYANTO KAFJI AL FANNY FIRDAUS MUHAMMAD

(NPM 201743502427) (NPM 201743502437) (NPM 201743502435) (NPM 201743502458)

JL. RAYA TENGAH KELURAHAN GEDONG PASAR REBO, JAKARTA TIMUR 13760 TELP. (021) 87797409, 87781300

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah SPJD pada semester IV di tahun ajaran 2015 dengan judul “PGRI PADA MASA ORDE BARU”. Dengan membuat makalah ini kami diharapkan mampu menjelaskan tentang sejarah PGRI pada masa lahirnya Orde Baru. Berkat bantuan dan dan bimbingan dari berbagai pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan karunia-Nya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik. 2. Ibu DIAN NOVITA M. Pd, dosen mata kuliah SPJD PGRI yang telah membimbing kami. Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah berikutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun bagi kami.

Jakarta, 2 April 2019

Tim Penyusun

2

DAFTAR ISI COVER..........................................................................................................................

1

KATA PENGANTAR....................................................................................................

2

DAFTAR ISI..................................................................................................................

3

BAB I

PENDAHULUAN................................................................................... A. LATAR BELAKANG........................................................................ B. TUJUAN PENULISAN.....................................................................

4 4 4

BAB II

PEMBAHASAN..................................................................................... A. PGRI PADA MASA LAHIRNYA ORDE BARU………….........

5 5

BAB III

PENUTUP............................................................................................... A. KESIMPULAN..................................................................................

9 9

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

3

12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Persatuan Guru Republik Indonesia adalah organisasi yang lahir bersama Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Dengan sendirinya derap langkah perjuangannya cukup panjang, berliku, penuh tantangan dan hambatan demi mencapai cita harapan atau visi dan misinya sesuai dengan yang tersirat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Peranan guru sangat penting dalam mencapai kemerdekaan Indonesia secara utuh jika dilihat dari sejarah perjuangan PGRI di Masa Orde Baru. Indonesia bisa terlepas dari jajahan Belanda dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berkat semangat juang guru. PGRI berjuang dengan penuh tantangan dalam rangka mencapai tujuan dan mendukung terwujudnya nasional bangsa Indonesia. B. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:  Menambah wawasan kita mengenai PGRI Pada Masa Orde Baru

4

BAB II PEMBAHASAN 1.

Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) Dilihat dari perspektif PGRI, peristiwa G 30S/PKI merupakan puncak dari pada yang sebelumnya berlangsung dalam tubuh PGRI yaitu perebutan pengaruh antara kekuatan anti-PKI dan pro-PKI, infiltrasi dan fitnah oleh pro-PKI, berdirinya PGRI non-vaksentral dan lain-lain. Setelah terjadinya peristiwa tersebut, PGRI Kongres (yang dibedakan dari PGRI Non-vaksentral) dibawah pimpinan ME. Subandinata dan kawan-kawan berperan aktif dalam kubu yang menggayang PKI dan ormas-ormasnya. Bersama para pelajar, mahasiswa, sarjana, dan lain-lain, para guru anggota PGRI turun kejalan dengan meneriakkan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat), yakni “Bubarkan PKI, Ritul Kabinet 100 menteri, dan turunkan harga-harga”. Mereka membentuk kesatuan aksi-aksi, misalnya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar dan Pemuda Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), seangkan para guru membentuk KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia) pada tanggal 2 Pebruari 1966. Bagi PGRI Konres KAGI merupakan wahana untuk mempersatukan semua organisasi guru yang tadinya dikotak-kotak sebagai produk politik Orde Lama. PGRI bersama-sama dengan Persatuan Guru NU, Ikatan Guru Muhammadiyah, Ikatan Guru Serikat Islam Indonesia (Serikat Islam Indonesia). Ikatan Guru Marhaenis (PNI Osa-Usep), Persatuan Guru Kristen Indonesia, dan Ikatan Guru Katholik membentuk KAGI. Khusus di Jawa Barat dibentuk KAPPP (Kesatuan Aksi Pembela Pendidikan Pancasila) atau disebut juga “KAGI Edisi Jawa Barat”. Perlu ditambahkan bahwa KAGI pada mulanya terbentuk di Jakarta Raya (KAGI Jaya) dan Jawa Barat (KAPPP), tetapi KAGI adalah kemudian berturut-turut terbentuk pula KAGI diberbagai provinsi lainnya. Tugas utama : a. Membersihkan dunia pendidikan dari unsur-unsur PKI dan Orde Lama, yaitu PGRI Non-vaksentral ? PKI, Serikat Pekerja Pendidikan, dan PDTI (Persatuan Guru Tehnik Indonesia), b. Menyatukan semua guru didalam satu wadah organisasi guru yaitu PGRI, c. Memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak hanya bersifat unitaristik tetapi juga Independen dan non partai politik. Semula, Kongres XI PGRI direncanakan untuk diadakan pada tahun 1965, namun sudah dua kali tertunda, Pertama, pada bulan November 1965 kongres tidak jadi dilaksanakan karena terjadinya pemberontakan G 30S/PKI. Kedua, pada bulan November 1966 kongres juga tidak jadi dilaksanakan karena adanya “dualisme” dalam kepemimpinan nasional dan kehidupan politik di Indonesia, yaitu antara Ir.Soekarno yang secara De facto telah lumpuh kekuatannya dengan Mayjen TNI.Sueharto yang menjadi pejabat presiden pada ketika itu. Para pendukung Orde Lama tidak mengakui kekuasaan Soeharto sebagai pimpinan Orde Baru; sebaliknya para pendukung Orde Baru tidak lagi mengakui kekuasaan Ir.Soekarno. Disamping itu, pada saat bersamaan ada anjuran dari pemerintah untuk tidak menyelenggarakan kongres sehubungan dengan akan dilaksanakannya Sidang Umum MPRS 1966 Selama tahun 1966, PGRI praktis disibukkan dengan tugas-tugas utama KAGI dan dikonsolidasi organisasi yang dimulai pada awal tahun 1967 melalui persiapan Kongres "PGRI Orde Baru" (kongres XI) di Bandung. Pada tanggal 15-20 Maret 1967 Kongres XI akhirnya terlaksana dengan mengambil tempat digedung bioskop alun-alun Bandung. Dalam Kongres ini terasa sekali peralihan zaman Orde Lama kezaman Orde Baru. Antara lain masih terlihat sisa-sisa kekuatan Orde Lama yang mencoba menguasai kembali kongres dengan cara menolak PGRI untuk masuk kedalam Sekber Golkar dan memojokan M.E. Subandinata dkk. Agar tiak terpilih dalam PB.PGRI. Peranan utusan PGRI Jakarta Raya, jawa barat, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, dan Jawa Timur sangat menonjol dalam mengarahkan Kongres XI sebagai tonggak sejarah perjuangan PGRI pada era pasca-Orde Lama. Kejelasan arah ini mulai tampak ketika sambutan mentri P & K Kisarino MangTun Pranoto yang masih berbau Orde Lama ditolak oleh kongres. Bukti keberhasilan kekuatan Orde Baru dalam kongres ini terlihat dari hasil-hasil kongres dibidang umum/politik dan susunan PB PGRI masa bakti XI. Adapun hasil-hasil kongres XI dibidang umum dan politik adalh sebagai berikut: Memenangkan perjuangan untuk menegakkan dan mengembangkan Orde Baru demisuksesnya Dwi Gharma dan Catur Karya Kabinet Ampera. Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan Sidang Umum Istimewa MPRS 1966 Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Menolak manifesto politik (Manipol) sebagai haluan negara Menjunjung tinggi tinggi Hak Asasi Manusia Semua lembaga negara yang ekstra-konstitusional supaya segara dibubarkan 5

Mengikis habis sisa-sisa Gestapu/PKI dengan berpegang teguh pada instruksi KOTI 22 dan KOGAM 09 PGRI Non-Vaksentral/PK1, Serikat Sekerja Pendidikan, PGTI dinyatakan sebagai ormas terlarang karena merupakan organisasi antek PKI. Diaktifkannya kambali 27 pejabat Kementrian P & K yang dipecat oleh Menteri P & K Prof. Prijono, karena mereka mempertahankan pendidikan yang berdasarkan Pancasila .serta menolak Panca Cinta dan Panca Tinggi. Disetujuinya PGRI untuk bergabung dalam barisan Sekber Golkar PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR/MPRS. Fron Nasional dibubarkan. Dasar Pendidikan Nasional Pancasila dan UUD 1945 PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat unitaristik, independen, dan non partai politik. Selanjutnyam hasil Kongres XI PGRI dibidang organisasi antara lain : Konsolidasi dan pengembangan organisasi ke dalam dan ke luar untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi pendidikan. Perubahan dan penyempurnaan AD/ART PGRI yang sesuai dengan perkembangan politik Orde Baru. Istilah Panitera Umum diganti dengan Sekretatis Jenderal, dan Panitera diganti dengan Sekertaris. Perluasan keanggotaan PGRI dari guru TK sampai dengan Dosen Perguruan Tinggi. Penentuan criteria / persyaratan pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang hingga ranting. Intensifikasi penerangan tentang kegiatan organisasi melalui pes, radio, TV, majalah Suara TrituraAmpera. PGRI menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Organization of the Teaching Profession) Menyatakan PGRI siap untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Regional Conference (ARCWCOPT).

2.

Konsilidasi Organisasi pada Awal Orde Baru Konsolodasi organisasi PGRI dilakukan kedaerah-daerah dan cabang-cabang, dengan prioritas ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pembenahan pada kedua daerah tersebut tidak saja akibat kuatnya pengaruh PGRI Non-vaksentral/PKI sebelumnya, tetapi juga menyangkut masalah dualisme didalam kepemimpinan nasional. Inni berula dari zaman Orde Lama ketika politik menjadi panglima, sehingga banyak guru dan pengurus PGRI memilih dan berlindung dibawah partai-partai politik yang berkuasa pada waktu itu. Menarik juga untuk disimak kembali tulis diharian Kompas tahun 1967 yang berjudul “Porak-porandanya kereta PGRI di Jawa Tengah”. Tulisan yang merupakan serangan kepada PB PGRI masa perserikatan (kongres) XI, karena kelompok tertentu merasa tidak terwakili dalam susunan PB PGRI dan PGRI dianggap terlalu dekat dengan TNI Angkatan Darat serta Sekber Golkar. Betapapun ini merupakan bagian dari sejarah PGRI. Kunjungan-kunjungan PB PGRI secara intensif ke Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui Panglima Militer setempat mutlak diperlukan. Utusan PB PGRI yang sering dikirm ke Jawa Timur adalah ME. Subandinata (Ketua Umum PB PGRI), Slamet (Sekretaris Kemasyarakatan/Kebudayaan), Drs. M. Rusli Yunus (Sekretaris Sosial-Ekonomi), Drs. WDF. Rindorindo (Sekretaris Pendidikan), dan T. Simbolon (Sekretaris Penerangan/Humas). Hal ini dilakukan untuk menghimbau dapar pengurus daerah yang masih merasa ragu-ragu agar mengerti aspirasi Orde Baru dan menyadari bahwa sikap kepala batu mereka dapat menyebabkan PGRI dapat dibekukan atau dibubarkan oleh penguasa militer. Pembentukan KAGI di Jawa Timur dan Jawa Tengan, antara lain untuk menyelamatkan PGRI dari kemelut politik pada waktu itu. Hasilnya adalah Konferda PGRI dikedua daerah tersebut berhasil memilih Pengurus Daerah PGRI yang baru. Sejak selesainya kongres XI, PB PGRI telah menghadiri Konferda di 21 provinsi, termasuk Irian Barat, sebelum pelaksanaan pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) atau Act of Free Choice teparnya pada bulan Maret 1968, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian P & K memberangkatkan utusan dengan tugas khusus untuk mengkonsolidasikan PGRI Irian Barat

6

sebagai persiapan menghadapi pepera yang akhirnya dimenangkan oleh rakyat yang pro-Republik Indonesia. Dua daerah yang menghadapi masalah cukup serius pada masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru adalah Sumatera Barat dan Utara. Kelompok yang tadinya menguasai PGRI di kedua daerah itu, berupaya bertahan menghadapi perkembangan di tanah air. Pada akhir tahun 1967. ketua Umum PGRI ME. Subandinata bersama KAGI hadir memberi penjelasan perkembangan politik pasca Orde Lama selama satu hari di sekolajh don bosco padang. Akhirnya berhasil dilaksanakan serah terima jabatan Pengurus Daerah Sumatera Barat/Utara di kediaman Gubernur Sumatera Barat. Peristiwa ini merupakan penyelamatan kekuatab orde baru di provinsi tersebut. Diluar perkembangan politk kerjasama yang baik antara pimpinan Dep P & K tentang penyusunan “Ejaan Baru Bahasa Indonesia”. Dilaksanaan dengan mengikutsertakan organisasi kemayarakatan dan instansi terkait dengan bahasa indonesia atas usul PGRI yang sebelumnya hanya ditangani Dep P dan K. Selanjutnya pada awal tahun 1969 atas desakan “Panitia Perbaikan Nasib Guru”yang dibentuk oleh PGRI pemerintah setuju untuk mencairkan kembali tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru SD seluruh Indonesia. Waktu itu PB PGRI diundang ke Jl. Merdeka barat No. 15 Jakarta oleh Menteri P dan K bersama Mendagri dan Menkeu untuk menyampaikan persetujuan Presiden tentang realisasi tunjangan tersebut. Hubungan antara PGRI dengan organisasi guru luar negeri dirintis kembali pada Bulan Juli 1966, PGRI diterima menjadi anggota WCOTP dalam kongres guru se dunia di Seoul Korea Selatan. Hal ini merupakan era baru dalam kehidupan PGRI sementara itu pelaksanaan Asean Regional Konferensi (ATP WCOTP) di Jakarta pada bulan April 1969, menandai untuk pertama kalinya PGRI menjadi tuan rumah konferensi internasional organisasi guru. Keberhasilan konferensi ini telah membuka cakrawala baru dalam hubungan internasional PGRI. Setelah itu PGRI diundang untuk mengikuti “Frade Union Leader Course” di negara Belanda selama 4 bulan, dengan bantuan Dep Tenaga Kerja dan berkeja sama dengan Serikat Buruh Belanda. Kursus diadakan dua angkatan. Angkatan I tahun 1969, angkatan II tahun 1970. Melalui Drs. M. Rusli Yunus PGRI diundang pula oleh IFFTU (The Inernational Federation of Free Teachers Union) dan EEC (Europeon Economic Community) sekarang menjadi Unin Eropa (EU.European Union) selama satu minggu di Brassel, Belgia. Dan satu minggu di Jerman barat atas undangan FES (Frederich Elber Stifing). 3.

Arti Lambang PGRI Pada tahun 1970, kongres XII PGRI kembali digelar di Bandung yang memunculkan Basyuni Suriamihardja untuk pertama kalinya memimpin PB PGRI yang bertahan lebih dari 25 tahun. Basyuni menjadi orang kedua yang paling lama memimpin PGRI setelah ME.Subandinata. adapun keputusan-keputusan penting dari kongres ini adalah sebagai berikut : Perubahan struktur dan basis-basis organisasi PGRI, yaitu tingkat Cabang meliputi wilayah kabupaten/kotamadya, sedangkan wilayah Anak Cabang adalah kecamatan. Administrasi organisasi disederhanakan dan diseragamkan untuk seluruh Indonesia. Lambang PGRI dan Mars PGRI dilampirkan dalam buku AD/ART PGRI. Dalam rangka peringatan 25 tahun PGRI (November 1970), PB PGRI hendaknya menerbitkan Buku Sejarah Perjuangan PGRI, yang juga menegaskan sifat-sifat PGRI yang unitaristik, independen, dan non partai politik. Memanfaatkan keanggotaan PGRI dalam WCOTP untuk meningkatkan kerjasama internasional yang berorientasi pada kepentingan nasional serta mengindahkan dengan sungguhsungguh politik bebas-aktif yang dianut oleh Indonesia. Menyetujui PGRI menjadi anggota IFFTU sepanjang tidak merugikan dan tidak mengurangi identitas PGRI. Dalam rangka kerjasama dengan negara-negara ASEAN PGRI hendaknya memainkan peranan, terutama dalam pembangunan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. PB PGRI hendaknya menetapkan pedoman tentang kebijaksanaan pengiriman petugas-petugas PGRI ke luar negeri agar petugas/pengurus daerah dapat memperoleh kesempatan.

7

Kongres XIII PGRI tahun 1973 di Jakarta menetapkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam bidang organisasi serikat pekerja menjadi organisasi profesi guru ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia, perubahan lambang dan panji organisasi PGRI yang sesuai dengan organisasi profesi guru dan adanya Dewan Pembina PGRI mengenai arti lambang PGRI dapat dijelaskan sebagai berikut : Bentuk cakra/lingkaran melambangkan cita-cita luhur dan daya upaya menunaikan pengabdian yang terus menerus. Ukuran, corak, dan warna bidang bagian pinggir lingkaran berwarna merah melambangkan pengabdian yang dilandasi kemurnian dan keberanian bagi kepentingan rakyat. Warna putih dengan tulisan “Persatuan Guru Republik Indonesia” melambangkan pengabdian yang dilandasi kesucian dan kasih sayang. Paduan warna pinggir merah-putih melambangkan pengabdian kepada negara, bangsa dan tanah air Indonesia. Suluh berdiri tegak bercorak 4 garis tegak dan datar berwarna kuning melambangkan fungsi guru (pada pendidikan pra-sekolah, dasar, menengah, dan perguruan tinggi) dengan hakikat tugas pengabdian guru sebagai pendidik yang besar dan luhur. Nyala api dengan 5 sinar warna merah melambangkan arti ideologi Pancasila dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti, cipta, rasa, karsa, dan karya generasi. Empat Buku mengapit suluh dengan posisi 2 datar dan 2 tegak (simetris) dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmui yang menyangkut nilai-nilai moral pengetahuan keterampilan dan akhlak bagi tingkatan lembaga-lembaga pendidikan pra-sekolah dasar menengah dan tinggi. Warna dasar tengah hijau melambangkan kemakmuran generasi. Arti keseluruhan, Guru Indonesia dnegan itikad dan kesadaran pengabdian yang murni dengan segala keberannian, keluhuran jiwa dan kasih sayang senantiasa menunaikan darma baktinya kepada negara, tanah air dan bangsa Indonesia dalam mendidik budi pekerti, cipta rasa, karsa, dan karya generasi bangsa menjadi manusia Pancasila yang memiliki moral, pengetahuan, keterampilan dan akhlak yang tinggi. Penggunaan : 1. sebagai lembaga/lencana, 2. sebagai panji resmi dalam upacara dan panji hiasan, 3. dipancangkan mendampingi bendera nasional merah-puitih dalam upacara / pertemuan organisasi atau pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh PGRI.

4.

Berdirinya YPLP PGRI dan Wisma Guru Kongres XIV PGRI tanggal 26-30 Juni 1979 di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai pendirian Wisma Guru. Untuk mewujudkannya mulai Januari 1980 setiap anggota PGRI dihimbau untuk menyumbang Rp. 1000,-. Direncanakan Wisma Guru ini akan sekaligus menjadi Kantor PB PGRI yang dilengkapi dnegan ruang pertemuan perpustakaan kamar pemondokan / penginapan dan sebagainya. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat yang makin meningkat untuk memperoleh pendidikan, maka PGRI sejak awal berdirinya telah menyelenggarakan sekolah-sekolah yang meliputi semua jenis dan jenjang sekolah di seluruh tanah air sebagian sudah dijadikan sekolahsekolah Negeri. Ada diantara sekolah-sekolah PGRI didirikan oleh Pengurus Propinsi Kabupaten cabang / Kecamatan Ranting Desa bahkan oleh perorangan anggota PGRI sampai akhir tahun 1979 belum ada pembinaan terarah secara nasional sehingga kurang efektif dan efisiennya pengelolaan sekolah tersebut. Berdasar kenyataan tersebut, maka kongres XIV memutuskan dan menegaskan bahwa pembinaan lembaga pendidikan PGRI perlu dilakukan secara konsepsional, nasional dan terkendali secara organisasi keputusan inidiambil karena PGRI sudah waktunya memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pembinaan lembaga pendidikannya

8

F. Refleksi tentang Masa Depan PGRI Setelah mampu mengambil hikmah dari pengalaman selama kurun waktu lebih dari stengah abad, PGRI secara berencana memikirkan kemungkinan arah perkembangannya dalam kurun waktu 30 tahun mendatang. Selama ini, perjuangan PGRI sebgai organisasi profesi guru tercermin dalam tiga bentuk. Pertama, perjuangan dalam bentuk gagasan, nilai, norma, peraturan dan sejenisnya. Kedua, yang berwujud dalam berbagai pola tindakan sesuai dengan tantangan zamanny. Ketiga, wujud perjuangan professional sebagai identitas PGRI yang teruji dalam pasangsurut peran yang diembannya dalam panggung sejarah Indonesia sejak tahun 1945. Berdasarkan pengamatan bertahun-tahun, tampak jelas bahwa PGRI seperti halnya organisasi yang lainnya mempunyai pengalaman yang penting dalam rangka mensukseskan strategi yang bersifat kuantitatif, dalam arti menggalang massa secara politis, terutama waktu menjelang Pemilu. Dipihak lain, pelaksanaan dan perjuangan PGRI yang mengarah pada strategi kualitatif terasa tersendat-sendat. Untuk masa kini dan mendatang, PGRI perlu memikirkan, memilih, memutuskan, merencnakan, melaksanakan dan mengevaluasi berbagai pola pokir, pola tindakan dan prestasi yang diharapkan dalam rangka meningkatkan profesionalismenya dibidang pendidikan pada umumnya dan keguruan pada khususnya. Masa depan menuntut semakin tingginya kualitas daripada semata-mata kuantitas (jumlah anggota). PGRI sangat berpengalaman dalam melayani para anggotanya yang sebagian besar guru SD, sementara peningkatan kualitas profesi diperlukan oleh para guru para semua jenis dan jenjang pendidikan. Untuk itu, PGRI dituntut untuk lebih akbar dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para guru sekolah menengah, dan bahkan para dosen di perguruan tinggi. Hal ini pada gilirannya akan berimplikasi pada srategi pengembangan organisasi dan kepemimpinan PGRI yang bukan hanya mengandalkan pola yang konvensional dengan titik berat pada aspek kuantitatif-massal seperti selama ini dilakukan, melainkan harus diimbangi oleh pola strategi yang lebih bersifat kualitatif. Dalam rangka melaksanakan strategi kualitatif tersebut, PGRI sangat perlu mengadakan investasi secara berkelanjutan. Dalam kerangka ini, frekuensi dan kualitas pertemuan antara para anggota PGRI di berbagai tingkat, tempat dan waktu harus dituntut untuk semakin tinggi. Mutu pertemuan ini makin lama harus makin bersifat pedagogis dan ilmiah sehingga PGRI menjadi suatu masyarakat ilmiah. Ini juga berarti bahwa Kode Etik Guru Indonesia tidak hanya diucapkan, tetapi juga berkembang dalam sikap, pola tindakan dan prestasi para anggota PGRI yang makin profesional.

9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kesatuan Aksi Guru Indonesia ( KAGI) a. Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur-unsur PKI dan Orde Lam b. Menyatukan guru didalam suatu wadah organisasi Guru (PGRI) c. Memperjuangkan agar PGRI menjadi Organisasi Guru yang tidak hanya bersifat Unitaristik tetapi juga Independen dan Non partai Politik.

2. Konsolidasi organisasi pada Awal Orde Baru a. .Memenangkan perjuangan untuk menengakkan dan mengembangkan Orde Baru demi suksesnya Dwi Dharma dan Catur Karya Kabinet Ampera. b. Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan Sidang Umum Istimewa MPRS 1966. c. Pancasila sebagai Dasar dan Falsafah Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD1945 d. Menolak Manifesto Politik (Manipol) sebagai haluan negara. e. Menjunjung tinggi hak asasi manusia . 3. Hasil Konggres Pgri XI Di Bidang Organisasi a. Konsolidasi dan pengembangan organisasi ke dalam dan keluar daerah untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi pendidikan. b. Perubahan dan penyempurnaan AD/ART PGRI yang sesuai dengan perkembangan Politik Orde Baru. c. Istilah Panitera umum diganti dengan Sekretaris Jendral ,dan Panitera diganti dengan sekretaris d. Perluasan keanggotaan PGRI dari Guru TK,sampai dengan Dosen Perguruan Tinggi. e. Penentuan Kriteria /persaratan pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar,Pengurus Daerah,pengurus Cabang hingga ranting 4. Lambang PGRI a. 1.Nyala api dengan 5 sinar warna merah melambangkan arti ideologi dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti,cipta,rasa,karsa,dan karya generasi b. 2. 4 buku mengapit suluh dengan posisi 2 datar dan 2 tengak ( simetris) dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmu yang menyangkut nilai” moral, pengetahuan, keterampilan,dan akhlak bagi tingkatan lembaga” pendidikan, pra sekolah, dasar,menengah, dan tinggi. c. 3. Warna dasar tengah hijau melambangkan kemakmuran.

10

5. Berdirinya YPLP PGRI Dan Wisma Guru a. Manfaat yang dapat diambil dari ketetapan PGRI sebagai organisasi profesi guru: b. 1. Medan perjuangan pengabdian dan kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan dan dimantapkan c. 2.Upaya peningkatan mutu profesionalisme para anggota PGRI dapat diperhatikan selaras kekuatan IPTEK d. 3.Dapat dipupuk rasa persatuan dan Kesatuan yang makin kokoh diantara anggota PGRI

6. Refleksi tentang Masa Depan PGRI a. Pada hakikatnya PGRI adalah sebuah organisasi profesi pendidik dan pekerja pada umumnya dan para guru pada khususnya b. Masa depan menuntut semakin tingginya kualitas dari pada kuantitas (jumlah anggota). c. PGRI sangatberpengalaman dalam melayani para anggotanya yang sebagian besar guru d. Untuk itu, PGRI dituntut untuk lebih akrab dengan berbagai permasalahan yang di hadapi oleh para guru sekolah menengah dan bahkan para dosen di perguruan tinggi.

11

DAFTAR PUSTAKA Persatuan Guru Republik Indonesia. 2012. Pendidikan Sejarah Perjuangan dan Jati Diri PGRI. Jakarta: YPLP/PPLP PGRI Pusat http://sigitajiputra.wordpress.com/2009/12/07/sejarah-persatuan-guru-republik- indonesia/ M. Rusli Yunus, Drs, WDF Rindirindo, Drs, dkk. 2003. Perjalanan PGRI (1945- 2003). Jakarta: Pengurus Besar PGRI

12

Related Documents

Makalah Pgri Orba 2.docx
October 2019 41
Orba
July 2020 10
Orba Petrus
July 2020 14
Orba Tgl
July 2020 17
Artikel Pgri
August 2019 48
Tugas Pgri
June 2020 17

More Documents from ""