Makalah Opini Publik

  • Uploaded by: AgnesRumondang
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Opini Publik as PDF for free.

More details

  • Words: 3,763
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini, politik menjadi topik yang paling menonjol di antara masyarakat Indonesia. Mulai dari persoalan pencalonan presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berkompetisi mendapatkan hati rakyat pada PILKADA serentak tahun 2018, kinerja pemerintah yang dikritisi oleh masyarakat, sampai peraturan dalam undangundang yang menyita perhatian. Hal ini terjadi karena semakin timbulnya keinginan masyarakat Indonesia untuk maju, dan lelah karena selama ini dipermainkan oleh pejabat-pejabat negara yang bekerja tidak sesuai dengan peran dan fungsinya. Salah satu kasus yang ramai dibicarakan masyarakat Indonesia adalah Revisi UU MD3. UU MD3 merupakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Undang-undang ini berisi tentang kebijakan-kebijakan lembaga perwakilan rakyat. Revisi UU MD3 ini membuat sebagian besar masyarakat tergugah, dan berlomba-lomba menyatakan opininya mengenai pasal-pasal yang terdapat dalam UU MD 3. Pro dan kontra dipaparkan masyarakat lewat media sosial karena media tersebut adalah media yang paling dekat dengan masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintahan pun menggunakannya supaya dapat menginformasikan hal-hal penting dengan cepat dan mudah. Dalam kontroversi revisi UU MD3 ini, media sosial yang cenderung digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Twitter. Twitter merupakan media sosial yang biasanya digunakan untuk menjabarkan gagasan. Beda halnya dengan Facebook yang fokusnya untuk ekspresi diri atau pergaulan, maupun Instagram yang condong pada dunia fotografi. Selain itu, berdasarkan pernyataan Head of Business Development Twitter South East

1

Asia and Australia, Dwi Ardiansyah, menyatakan, jumlah pengguna Twitter di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar dari lima besar dunia.

1.2. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui alasan dilakukannya revisi UU MD3 2) Untuk memahami kebijakan dalam revisi UU MD3 3) Untuk mengetahui opini-opini publik mengenai revisi UU MD3 1.3. Rumusan Masalah Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang: 1) Apa alasan dilakukannya revisi UU MD3? 2) Apa isi pasal-pasal kontroversial dalam revisi UU MD3? 3) Bagaimana masyarakat Indonesia menanggapi revisi UU MD3?

1.4. Metode Penulisan Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode pustaka.

1.5. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang terdiri

dari latar belakang, tujuan, rumusan

masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan yang terdiri dari alasan dilakukannya revisi UU MD3, isi pasal-pasal kontroversial dalam revisi UU MD3, serta tanggapan pengguna Twitter di Indonesia mengenai RUU MD3. Bab III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Alasan Revisi UU MD3 UU MD3 sempat beberapa kali direvisi, salah satunya revisi yang disahkan pada 5 Agustus 2014. Revisi UU MD3 terbaru yang telah disahkan pada tanggal 12 Februari 2018 pada sidang paripurna DPR, banyak ditentang oleh masyarakat Indonesia. Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo menyebutkan, pasal yang menjadi kontroversi di masyarakat adalah pasal 245 UU MD3, mengenai hak imunitas anggota DPR. Hak imunitas yang dimaksud, tidak seperti yang dikhawatirkan masyarakat. UU MD3 adalah upaya melindungi kehormatan anggota parlemen, karena setiap profesi berhak mendapat perlindungan. Tidak hanya masyarakat, DPR juga harus dilindungi profesinya. UU MD3 juga memberi batasan-batasan agar penyelidikan tidak berlarut-larut. Pasalnya, penyelidikan biasanya dilakukan dalam waktu yang lama, sehingga mengganggu kinerja anggota parlemen. Selain itu, pasal yang menjadi kontroversi adalah fungsi dalam bidang pengawasan, tentang pemanggilan paksa. Hal ini ditujukan agar DPR dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Contohnya, ketika terjadi kecelakaan dalam suatu proyek, DPR dapat langsung memanggil orang yang bertanggung jawab, sehingga dapat langsung mengatasi masalah dengan lebih cepat.

3

2.2. Isi Pasal-Pasal Kontroversial dalam Revisi UU MD3 

Pasal 73 UU MD3 mengatur tentang pemanggilan pihak-pihak ke DPR. Dalam ayat 4 huruf b Pasal 73 UU MD3, Polri disebut wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa. Bahkan, di ayat 5, Polisi disebut berhak melakukan penahanan. Pasal 73: 1. DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil setiap orang secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR. 2. Setiap orang wajib memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3. Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 4. Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil paksa; b. Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia

wajib

memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; dan c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat yang dipanggil

4

paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4). 5. Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari. 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Pasal 122 huruf k tegas menyebut pengkritik DPR dapat dipidana. Dalam hal ini, adalah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diberi tugas untuk menjalankan wewenang UU MD3. Pasal 122: Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas: a. melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran Kode Etik; b. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan anggota DPR; c. melakukan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan sistem pendukung DPR yang berkaitan dengan tugas dan wewenang anggota DPR; d. melakukan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan-perundang-undangan, dan Kode Etik; e. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik; f. melakukan penyelidikan perkara pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan sistem pendukung DPR; g. memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik;

5

h. memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik sistem pendukung DPR, terkecuali sistem pendukung Pegawai Negeri Sipil; i. menyelenggarakan administrasi perkara pelanggaran Kode Etik; j. melakukan peninjauan kembali terhadap putusan perkara pelanggaran Kode Etik; k. mengevaluasi pelaksanaan putusan perkara pelanggaran Kode Etik; l. mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR; m. mengajukan rancangan peraturan DPR mengenai kode etik dan tata beracara Mahkamah Kehormatan Dewan kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan DPR selanjutnya menugaskan kepada alat kelengkapan DPR yang bertugas menyusun peraturan DPR; dan n. menyusun rencana kerja dan anggaran setiap tahun sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada badan/panitia yang menyelenggaraka urusan rumah tangga DPR. 

Pasal 245 mengatur tentang mekanisme pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum. Semua anggota DPR, jika dipanggil penegak hukum, harus mendapat izin tertulis dari Presiden RI setelah sebelumnya mendapat pertimbangan dari MKD DPR. Aturan ini tak berlaku pada anggota DPR terjerat tindak pidana khusus. Selain itu, aturan ini sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Pasal 245:

6

1. Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. 2. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

7

2.3. Tanggapan Pengguna Twitter di Indonesia mengenai RUU MD3 Revisi UU MD3 (RUU MD3) yang telah disahkan memengaruhi sebagian besar masyarakat Indonesia yang menggunakan twitter serta menghadirkan pro dan kontra. Beberapa warganet menyampaikan ketidak setujuannya terhadap UU MD3 karena dianggap melarang rakyat untuk menyampaikan pendapat untuk DPR. Padahal menyampaikan pendapat umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 dan merupakan wujud demokrasi dalam bernegara. Tertulis dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3), “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” dan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. @DadiPujiadiReza menuliskan bahwa dia tidak memerlukan wakil rakyat jika kritiknya dianggap kejahatan oleh mereka yang mewakili rakyat. Selain itu, @Darrenal_ menimpali bahwa Dewan Perwakilan Rakyat harusnya membela rakyat, bahkan ikut serta membangun negeri Indonesia supaya lebih baik dalam memberi dan menerima, khususnya kritik. Apalagi jika kritiknya baik dan membangun. Alasan lain yang membuat rakyat keberatan dengan RUU MD3 adalah isi pasalnya yang membuat DPR seakan tak tersentuh karena aturannya yang tidak memiliki batasan yang jelas dan membuat DPR seperti lembaga eksekutif bukan legislatif. @AhsanFathan menyatakan muaknya rakyat dengan kinerja DPR dan MPR yang hanya mengekor pemerintah dan tidak ada terobosan baru. Dengan adanya UU MD3, DPR makin terlihat haus kekuasaan. @sylviankestrel

mengungkapkan

bahwa

UU

MD3

adalah

pembantaian demokrasi. Masyarakat Indonesia harus berdiri melawannya. @sy_haris menuliskan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mestinya hanya bertugas menegakkan kehormatan, marwah dan martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Setelah revisi UU MD3

8

sekarang tugasnya ditambah mengawasi dan melaporkan rakyat yang mengkritik DPR. @sy_haris menambahkan, UU MD3 hasil revisi makin mengukuhkan DPR sebagai lembaga super body yang tak hanya kebal hukum dengan hak imunitas yg diperluas, tapi juga bisa mempidanakan warga yang mengkritik kinerja wakilnya. Dia juga berharap semestinya Pak Jokowi selaku salah satu unsur pembentuk UU tidak membiarkannya. @ngabdul mengutarakan, UU MD3 dan RKHUP itu menunjukkan bahwa di Indonesia tak ada pemerintah dan oposisi. Mereka semua sama saja. Kepentingan mereka sama. Kalaupun bertengkar, hanya merebutkan jatah kekuasaan. @Dahnilanzar

menuturkan,

UU

MD3

yang

disahkan,

membuktikan bahwa semua politisi ingin memiliki kekuasaan tanpa batas, mempersulit proses hukum terhadap mereka dan anti kritik. Para politisi membawa Indonesia kembali ke era kegelapan demokrasi. Dia juga menyatakan UU MD3 berisi pasal yang bisa mengkriminalisasi orang atau kelompok yang menghina DPR. Pasal-pasal karet tersebut bisa ditafsirkan seenaknya bagi mereka yang tidak suka kritik. Bahkan, dia juga mengatakan bahwa dewan rakyat gila hormat. @CH_chotimah mengungkapkan, dewan rakyat menolak pasal penghinaan terhadap presiden tapi membuat pasal yang pidanakan pengkritik dirinya. Hal tersebut sama seperti tidak mau menghormati orang lain tapi meminta dirinya agar dihormati. Dia pun berharap ada yang menggugat UU MD. @sumarsih11 menuliskan, Revisi UU MD3 jauh dari semangat Pancasila. DPR dan pemerintah hanya berpikir pragmatis untuk kepentingan diri dan kelompoknya. @MMisbakhun menegaskan jika suatu hari ada yang menginisiasi sebuah hak angket DPR, maka tidak boleh ada lagi yang menolak. Pada saat itulah UU MD3 kembali disahkan dengan menegaskan kembali kewenangan DPR sebagai pengawas negara tertinggi.

9

Beberapa opini publik yang terdapat di Twitter, menunjukan kecenderungan kontra dengan RUU MD3. Warganet berpendapat bahwa UU MD3 hanyalah tameng bagi DPR untuk berlindung dari hukum dan tidak ingin dikritik oleh rakyat, serta tugas MKD yang kini mengawasi dan melaporkan rakyat yang mengkritisi DPR. Warganet merasa hal ini tidak adil untuk rakyat Indonesia, karena DPR sebagai wakil rakyat seharusnya melindungi dan menerima segala kritikan dari rakyat agar kinerjanya lebih meningkat dan membuat rakyat menjadi sejahtera. Namun, terpancar dari isi RUU MD3, hal ini tidak sesuai dengan fungsi DPR yang seharusnya dan tidak sesuai juga dengan asas demokrasi yang selama ini digunakan di Indonesia. Selain itu, terdapat juga beberapa tanggapan yang mendukung Revisi UU MD3. Salah satunya tweet dari @Fahr1Voice yang menyampaikan bahwa UU MD3 merupakan proteksi bagi dewan yang kerjanya mengawasi eksekutif. Ini imunitas sistemik. Bukan kekebalan dalam artian yang salah. DPR perlu dijaga marwahnya dalam perwakilan rakyat. Fahri Hamzah yang merupakan Wakil Ketua DPR, menuliskan pada twitternya @fahrihamzah, bahwa tugas diplomasi DPR pertama kali diatur saat beliau memimpin panja revisi UU MD3 yg melahirkan UU 17/2014 tentang MD3 sebagai second track diplomacy, dimana DPR memiliki peran menopang politik luar negeri pemerintah dalam forumforum parlemen dunia. Beliau juga berpendapat, reformasi kelembagaan Dewan harus dilanjutkan. Beliau menuntut revisi UU MD3 untuk jadi pintu masuk bagi kesadaran kolektif aggota. Menurutnya, kalau bukan DPR, tidak ada pihak lain yang mengawasi negara. Opini-opini yang mendukung menyatakan bahwa RUU MD3 adalah proteksi dari DPR untuk melindungi mandat rakyat, serta mengawasi negara agar kasus seperti yang dialami mantan ketua DPR, Setya Novanto, tidak terulang kembali.

10

Di antara banyaknya masyarakat yang pro dan kontra dengan UU MD3, ada warganet yang menuliskan opininya dengan melihat dari dua sisi. @jonedimanulu menuliskan bahwa DPR adalah pejabat yang dipilih, bukan pejabat yang ditunjuk. Sehingga mereka memiliki legitimasi politik, dan ini berkosekuensi pada kewenangan yang besar. Tetapi kewenangan besar menuntut tanggung jawab besar. Dia juga menyatakan tidak sedang menuntut wakil rakyat menjadi malaikat atau orang suci, tetapi rakyat berhak mendapat pemimpin dengan pribadi yang unggul dan pekerti yang baik. @jonedimanulu setuju DPR memperkuat kewenangan dalam bidang pengawasan. Tetapi tidak membuat mereka mendapat perlakuan khusus dari jangkauan tangan hukum. Jika dilihat dan dibandingkan jumlahnya, opini publik yang mendukung UU MD3 ini sangat sedikit, dan tidak sebanding dengan opini publik yang menentang UU MD3 tersebut. Lalu, dilihat dari nama pengguna

akun yang memberikan opini pro terhadap UU MD3,

kebanyakan adalah pendukung dari politisi Fahri Hamzah yang merupakan salah satu anggota DPR RI sekaligus yang turut merumuskan revisi UU MD3 ini. Dalam pembahasan revisi UU MD3, pemerintah hanya menyetujui perubahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD, yakni masing-masing mendapat penambahan kursi wakil pimpinan sesuai diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 260. Namun dalam perkembangannya, DPR membuat pasal-pasal baru yang dianggap tidak perlu. Bahkan, pemerintah mengaku sudah menolak 2/3 keinginan anggota DPR. Polemik muncul setelah pengesahan. Sejumlah kalangan mempertanyakan sejumlah pasal dalam UU tersebut yang dianggap tidak sesuai dengan demokratisasi. Sebelum disahkannya UU MD3, Presiden Jokowi sempat mengungkapkan tanggapan melalui akun Twitternya pada hari Rabu, 21 Februari 2018, bahwa draft UU MD3 sudah ada padanya tapi belum ditanda tangani. Beliau memahami keresahan yang ada di masyarakat

11

mengenai RUU MD3. Beliau menyatakan masyarakat Indonesia dan dirinya ingin kualitas demokrasi yang terus meningkat dan jangan sampai menurun. Namun terdapat ketentuan jika Presiden menolak menandatangani hasil revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) maka akan tetap dianggap menerima. Sebab, RUU yang disetujui bersama antara DPR dan Pemerintah tetap sah menjadi undang-undang setelah jangka waktu 30 hari meski Presiden menolak menandatangani. Ketentuan ini telah diatur dalam pasal 73 ayat 2 UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun bunyinya adalah 'Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan'. Tanggapan Jokowi tersebut mendapat banyak reaksi dari warganet. Beberapa mengatakan ada atau tidaknya tanda tangan dari Jokowi pada draft tersebut tidak lantas membatalkan RUU MD3. Salah satunya adalah tweet dari @Sarah_Pndj yang menuliskan bahwa menurutnya, UU MD3 ditandatangani oleh Bapak Presiden atau tidak ditandangani tidak akan bisa membatalkan UU MD3. Yang bisa membatalkan hanya MK saja. Adapun warganet yang menyinggung posisi pemerintah sewaktu UU MD3 tersebut dalam pembahasan di DPR. @YudhiTesla memaparkan bahwa UU itu seharusnya dibahas bersama, dan bisa terjadi interupsi ketika pembahasan. Ada atau tidak adanya tanda tangan Presiden akan tetap berlaku, karena UU tersebut sudah bukan draft. Dia mempertanyakan ke mana wakil pemerintah saat pembahasan berlangsung. Namun, warganet lainnya menilai pernyataan Jokowi yang enggan menandatangani draft UU MD3 merupakan keberpihakannya terhadap rakyat.

@AnneSerlo

mengemukakan,

bahwa

Jokowi

menunjukan

pernyataan eksplisit dimana Presiden berpihak pada rakyat yang hak demokrasinya mulai dirampas oleh wakil rakyat itu sendiri. @MuhSujarw4

12

juga menambahkan, keberpihakan yang Presiden Jokowi tunjukkan penting untuk pemilihan presiden pada 2019. Selain pendapat dari warganet, pengacara Hukum Tata Negara Andi M Asrun juga turut memberikan pernyataan akan tindakan jokowi tersebut. Ia menyatakan bila Jokowi tak akan menandatangani UU, tak akan ada implikasi hukum namun menimbulkan dampak politik. Menurut Asrun, tanpa Jokowi menandatangani UU MD3 pun aturan tersebut tetap akan berlaku dengan sendirinya. Sebaliknya, bila Jokowi tidak menandatangani UU MD3, maka Ia akan memperoleh keuntungan menjelang pemilihan presiden 2019. Apalagi ada desakan dari publik yang meminta Jokowi tidak menandatangani RUU MD3, di antaranya datang dari LBH GP Ansor. Asrun menyatakan, secara politik lebih menguntungkan bila Jokowi tidak beri tanda tangan, artinya dia tidak dianggap pro pada peraturan perundang-undangan yang tidak bagus atau banyak dikritik publik. Asrun juga menambahkan, jika UU MD3 tidak ditandatangani Jokowi, maka proses gugatan aturan tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjadi lebih mudah. Sebab, dengan tidak ditandatangani maka pemerintah dapat memberikan pendapat berbeda dengan DPR ketika berjalannya proses persidangan di MK. Maka dari itu terbentuklah opini bahwa apa yang dilakukan jokowi dalam menanggapi perihal UU MD3, semata-mata hanya untuk memenangkan hati masyarakat yang tentunya akan menguntungkan bagi jokowi dalam pemilihan presiden pada 2019 mendatang. Sedangkan posisinya sebagai presiden tidak akan terpengaruh walaupun ia tidak menandatangani UU MD3. Opini-opini publik yang bermunculan di twitter mengenai pasalpasal pada RUU MD3 dan juga tanggapan dari tweet Presiden Joko Widodo, melahirkan petisi pada change.org yang menolak revisi UU MD3 tidak boleh mempidanakan kritik. Petisi ini didukung sebagian besar

13

masyarakat Indonesia dengan menyebarluaskannya di Twitter, dan telah ditandatangani oleh 233.827 orang, serta didukung oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kode Inisiatif, Yappika, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

14

BAB III PENUTUPAN 3.1. Kesimpulan UU MD3 merupakan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Undangundang yang berisi tentang kebijakan-kebijakan lembaga perwakilan rakyat ini telah mengalami beberapa kali revisi, dan pada revisi yang telah disahkan pada 12 Februari 2018 lalu, menimbulkan kontroversi di antara masyarakat Indonesia. Terutama pada salah satu platform media sosial, yaitu Twitter, dimana kebanyakan penggunanya menggunakan media tersebut untuk menyatakan pendapat, terlebih lagi jumlah masyarakat Indonesia yang menggunakan twitter merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Alasan diadakannya revisi pada UU MD3 ini adalah karena kehormatan anggota parlemen berhak mendapatkan perlindungan, bukan seperti hak imunitas yang dikhawatirkan oleh publik. Kemudian mengenai pemanggilan paksa, ditujukan supaya dapat mengatasi masalah dengan cepat, serta menghindari penyelidikan yang berlarutlarut. Pasal-pasal yang dianggap kontroversial karena banyak masyarakat yang langsung mengomentarinya adalah pasal 73 yang membahas mengenai pemanggilan pihak-pihak tertentu ke DPR, dan Polri wajib mengikuti perintah DPR untuk memanggil paksa. Selain itu, pasal 122 huruf k yang menyebutkan bahwa pengkritik DPR dapat dipidana, serta pasal 245 yang mengatur mekanisme pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus mendapat izin tertulis dari Presiden RI, dan pertimbangan MKD DPR yang mempersulit pemanggilan anggota DPR jika diduga melakukan kesalahan.

15

Seiring dengan mencuatnya isi Revisi UU MD3 ini, banyak pro dan kontra yang dilontarkan oleh masyarakat Indonesia lewat Twitter. Kontra yang dinyatakan secara garis besar isinya mengenai pernyataan bahwa dewan rakyat yang anti kritik dan haus kekuasaan. Padahal seharusnya sebagai wakil rakyat, DPR mendengarkan aspirasi supaya kinerjanya bisa meningkat. Namun, ada juga pro yang dinyatakan, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontra. Pendapat pro adalah DPR memerlukan proteksi karena pekerjaannya mengawasi eksekutif. Selain itu juga Wakil Ketua DPR juga menimpali di Twitter bahwa jika bukan DPR yang mengawasi rakyat, tidak ada lagi pihak lain yang melakukannya. Presiden Jokowi pun menanggapi bahwa beliau memahami revisi

UU

MD3

meresahkan

masyarakat

dan

tidak

mau

menandatanginya. Opini-opini publik pun bermunculan meladeni tweet dari Pak Jokowi yang menyatakan bahwa ada atau tidaknya tanda tangan presiden tidak mempengaruhi disahkannya UU karena ada aturan dalam UU yang menyatakan bahwa jika RUU tidak ditandatangani presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, maka RUU tersebut sah dan wajib diundangkan. Ramainya opini publik mengenai RUU MD3 membuat lahirnya petisi untuk menolak dipidanakannya orang-orang yang memberikan kritik pada dewan rakyat. Petisi ini telah didukung ratusan ribu orang dan didukung lembaga-lembaga hukum non-profit.

3.2. Saran Sebagai generasi penerus, seharusnya kita membenahi diri dalam mempersiapkan masa depan Indonesia. Mulai dari mau mendengarkan kritik orang lain, memberikan saran kepada orang lain supaya

orang-orang

di

sekitar

16

kita

dapat

meningkatkan

kemampuannya, bukan malah menjatuhkan. Apalagi ketika teknologi sudah semakin berkembang dan perundungan siber malah marak terjadi. Kita sudah harus mempersiapkan diri dari sekarang, karena banyak yang harus ditata di Indonesia. Belakangan ini, sebagian besar masyarakat Indonesia sedang mengalami kemunduran dalam bersikap dan berlogika. Ketika negara-negara di sekitar Indonesia sudah bergerak semakin maju dan merencanakan sarana-sarana di masa depan, Indonesia masih berkutat dengan persoalan SARA, ingin dihormati oleh orang lain, dan hal-hal sepele lainnya. Padahal banyak bibit anak-anak bangsa yang butuh dorongan untuk mengembangkan talentanya dan kelak mengharumkan nama bangsa. Masyarakat Indonesia tidak boleh lagi bersikap apatis, apalagi yang berkaitan dengan pemerintahan. Teknologi yang semakin berkembang

harus

digunakan

untuk

mendapatkan

ilmu

dan

pengalaman baru, bukan untuk mengurusi kehidupan orang lain. Jika keadaan saat ini didiamkan saja, belum tentu Indonesia masih bertahan beberapa puluh tahun lagi.

17

DAFTAR PUSTAKA

Andwika, Rizky. 2018. Usai 30 hari sejak disahkan, Jokowi ambil sikap soal UU MD3. Diakses dari https://www.merdeka.com/politik/usai-30hari-sejak-disahkan-jokowi-ambil-sikap-soal-uu-md3.html, pada 20 April 2018. Ariyanti, Hari. 2018. Sebelum Ajukan Uji Mater UU MD3, PSI Buat Polling di Medsos. Diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/sebelumajukan-uji-mater-uu-md3-psi-buat-polling-di-medsos.html, pada 16 April 2018. Arsip DPR. 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Diakses dari http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/467.pdf pada 21 April 2018. Arsip DPR. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Diakses

dari

http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2014_17.pdf, pada 17 April 2018. Arsip DPR. 2018. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Diakses

dari

http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1709.pdf, pada 17 April 2018. Bayu, Dimas Jarot. 2018. Jokowi Disebut Dapat Keuntungan Politik Bila Tak Tandatangani

UU

MD3.

18

Diakses

dari

https://www.google.co.id/amp/s/amp.katadata.co.id/berita/2018/02/16/ jokowi-disebut-dapat-keuntungan-politik-bila-tak-tandatangani-uumd3, pada 20 April 2018. BBC. 2018. UU MD3 merupakan 'kriminalisasi' terhadap rakyat yang kritis pada DPR'. Diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/indonesia43029117, pada 17 April 2018. Fadli, Andi Chaerul. 2018. Fadli Zon Beberkan Alasan Revisi UU MD3. Diakses dari http://news.rakyatku.com/read/87230/2018/02/13/fadlizon-beberkan-alasan-revisi-uu-md3, pada 21 April 2018. Herman. 2017. Indonesia Masuk Lima Besar Pengguna Twitter. Diakses dari http://www.beritasatu.com/digital-life/428591-indonesia-masuk-limabesar-pengguna-twitter.html, pada 18 April 2018. Ibrahim, Gibran Maulana. 2018. Bunyi Sederet Pasal Kontroversial di UU MD3

yang

Baru

Direvisi.

Diakses

dari

https://news.detik.com/berita/d-3863813/bunyi-sederet-pasalkontroversial-di-uu-md3-yang-baru-direvisi?single=1, pada 17 April 2018. Koalisi UU MD3. 2018. Tolak revisi UU MD3, DPR tidak boleh mempidanakan kritik!. Diakses dari https://www.change.org/p/tolakrevisi-uu-md3-dpr-ri-tidak-boleh-mempidanakan-kritik, pada 17 April 2018. Prastiwi, Devira. 2018. Alasan DPR Tetap Sahkan Revisi UU MD3. Diakses dari

https://www.liputan6.com/news/read/3282090/alasan-dpr-tetap-

sahkan-revisi-uu-md3, pada 21 April 2018. Pratiwi, Priska Sari. 2018. UU MD3 Kembali Digugat, Permasalahkan 3 Pasal 'Luar

Biasa'.

Diakses

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180307200011-12-

19

dari

281232/uu-md3-kembali-digugat-permasalahkan-3-pasal-luar-biasa, pada 17 April 2018. Siregar, Efrem Limsan. 2018. Cuitan Jokowi yang Bilang Belum Tanda Tangan Draft UU MD3 Dibanjiri Komentar Warganet. Diakses dari https://www.google.co.id/amp/kupang.tribunnews.com/amp/2018/02/2 2/cuitan-jokowi-yang-bilang-belum-tanda-tangan-draft-uu-md3dibanjiri-komentar-warganet, pada 20 April 2018. Tribun News. 2018. Ketua DPR Ungkapkan Alasan Lahirnya Undang-Undang MD3.

Diakses

dari

https://www.google.co.id/amp/m.tribunnews.com/amp/nasional/2018/ 03/09/ketua-dpr-ungkapkan-alasan-lahirnya-undang-undang-md3, pada 21 April 2018. Twitter.

2018.

UU

MD3.

Diakses

dari

https://mobile.twitter.com/search?q=Uu%20md3&src=typed_query, pada 16 April 2018.

20

LAMPIRAN GAMBAR

21

22

23

Related Documents


More Documents from "Taufiq Ramadhan O R"

Makalah Opini Publik
October 2019 22