Makalah Nur Ismi Isro.doc

  • Uploaded by: Miztank Prawiro
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Nur Ismi Isro.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,226
  • Pages: 19
IBADAH PUASA : RUKUN, SYARAT DAN HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah pada Program Studi Perbankan Syariah

Oleh: NUR ISMA ISRO NIM. 01175133

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN BONE 2019

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Ibadah Puasa”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua . Watampone,

Penulis

i

Januari 2019

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

1

C. Tujuan Penulisan

2

BAB II PEMBAHASAN

3

A.

Pengertian, Hukum dan Fardhunya Puasa

3

B.

Macam-macam Puasa Sunnah

7

C.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

8

BAB III PENUTUP

15

A. Simpulan

15

B. Saran

15

DAFTAR RUJUKAN

16

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosadosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya. Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkanNya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah. Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik. B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian, Hukum dan Fardhunya Puasa? 2. Bagaimana Macam-macam Puasa Sunnah? 3. Apa saja Hal-Hal yang Membatalkan Puasa?

1

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian, Hukum dan Fardhunya Puasa 2. Untuk mengetahui Macam-macam Puasa Sunnah 3. Untuk mengetahui Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

2

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian, Hukum dan Fardhunya Puasa 1.

Definisi Puasa menurut bahasa adalah menahan. Sedangkan menurut istilah / syari’at adalah menahan dengan niat ibadah dari makanan, minuman, hubungan suami istri dan semua hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

2.

Hukum Puasa Ditinjau dari hukumnya puasa terbagi menjadi puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Yang merupakan salah satu dari rukun islam dan salah satu fardhu dari sekian banyak fardhu. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

               “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang – orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” ( QS Al Baqarah 183).                                                                                       “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan ramadhan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an sebaga’i petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda ( antara yang haq dan yang bathil). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu ,

3

maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa ) maka (wajib menggantinya, sebanyak hari yang di tinggalkannya itu, pada hari – hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangan dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang di berikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” ( QS Al Baqarah 184185). Hal ini juga dijelaskan oleh hadist berikut, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

‫ضلي ا‬ ‫صالىَّ ا‬ ‫لقاَلل لقاَلل لرلسوُلل ا‬ َ‫ال لعينهللما‬ ‫اا ل‬ ‫ال لعلليياه لولسلالم لعين ايبان لعلملر لر ا‬ ‫ال لوألان لملحامددا لرلسوُلل ا‬ ‫س لشلهاَلداة ألين لل إاللهل إاال ا‬ ‫اا‬ ‫بلنالي ا ي اليسلللم لعللىَّ لخيم س‬ ‫ضاَلن‬ ‫لوإالقاَام ال ا‬ ‫صيوُام لرلم ل‬ ‫صللاة لواإيِلتاَاء الازلكاَاة لوايللحجج لو ل‬ Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “ Islam di tegakan diatas lima perkara, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari-Muslim). Adapun puasa sunnah adalah puasa yang dilaksanakan di luar bulan ramadhan di hari-hari yang telah di contohkan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasalam yang insyaAllah akan dipaparkan di depan.

3.

Rukun Puasa a.

Niat Niat adalah keinginan dalam hati untuk berpuasa karena ingin

menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekat kepadaNya. Hal ini berdasarkan Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

                 

4

“Dan tidaklah mereka di perintah kecualii supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan Kepada-Nya (dalam menjalakan) agama yang lurus.” (QS-Al Bayinah 5). Rasulullah

Shallallaahu

'alaihi

wa

“sesungguhnya segala amal tergantung pada niat

Sallam

bersabda:

dan sesungguhnya

setiap orang hanya akann mendapat apa yang tlah diniatkan.” ( HR Bukhari , Muslim, Trmidzi, Ibnu Majah & Nasa’i). Jika melaksanakan puasa wajib, maka niat wajib dilakukan pada waktu sebelum fajar. Berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : “Dari Hafshah, telah Bersabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: Barang siapa yang nenetapkan niat puasa sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.” (HR Tirmidzi & Nasa’i) Adapun jika melaksanakan puasa sunnah, maka sah berniat setelah terbit fajar dan matahari telah meninggi. Dengan syarat belum memakan apapun. Berdasarkan dalil dari Aisyah Radhiyallaahu 'anha. “Aisyah Radhiyallaahu 'anha berkata bahwa suatu hari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ke rumah, kemudian bersabda : “Apakah engkau mempunyai makanan?” Aku menjawab “Tidak” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda “kalau begitu Aku puasa.” ( HR Muslim). b. Menahan Diri Yaitu menahan diri dari hal - hal yang membatalkan puasa seperti: makan, minum dan hubungan suami istri dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

…..                 ..…         

5

“…. maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah di tetapkan Allah untukmu dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam….” (QS Al-Baqarah 187) Batas awal waktu menahan diri adalalah setelah fajar, berdasarkan dalil sbb: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “makan dan minumlah sampai Ibnu Umu Maktum menyeru. Sesungguhnya dia tidak menyeru hingga terbit fajar.” (HR Bukhari dan Ibnu Majah) Adapun bagi mereka yang mengatakan batas imsak adalah sebelum fajar hanya sebagai tindakan kehati-hatian. Sedangkan batas akhir waktu menahan diri adalah datangnya waktu malam (terbenam matahari). Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “… Lalu sempurnakan puasa puasa hingga tiba waktu malam…” (QS Al-Baqarah 187).

B. Macam-macam Puasa Sunnah Adapun macam macam puasa yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdasarkan dalil yang shahih adalah sebagai berikut: 1.

Puasa Hari Arafah Puasa arafah di sunnahkan bagi selain orang yang berhaji yang dilaksanakan tanggal 9 Dzulhijjah, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

6

“Puasa hari arafah itu menghapus dosa dua tahun, setahun yang silam dan setahun yang akan datang. Dan puasa asyura itu menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR Muslim). 2.

Puasa Tasu’a dan Puasa Asyura Yaitu puasa yang di laksanakan pada tanggal 9 & 10 muharram. Berdasarkan hadits: “… jika sampai pada tahun depan Insya Allah kita puasa Tasu’a

3.

Puasa 6 Hari di Bulan Syawal Berdasarkan Sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam: “Barangsiapa berpuasa di bulan ramadhan dan meneruskannya dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim)

4.

Memperbanyak Puasa di bulan Sya’ban Berdasarkan dalil dari aisyah . Dari Aisyah Radhiyallaahu 'anha, dia berkata. “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali pada bulan ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat Beliau Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memperbanyak puasa di bulan-bulan lain seperti sya’ban.” (HR Bukhari-Muslim)

5.

Memperbanyak Puasa Dibulan Muharram. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Puasa yang paling utama setelah bulan ramadhan adalah bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi & Nasa’i)

6.

Puasa Setiap Hari Senin Dan Kamis Dari Usamah bin Zaid berkata. Sesungguhnya Nabiyullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam puasa pada hari senin dan kamis dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya perihal puasa itu. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya

7

segala awal seluruh hamba dipaparkan pada hari senin dan kamis.” (HR. Abu Daud) 7.

Puasa Tiga Hari Setiap Pertengahan Bulan Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Bersabda: “Berpuasalah tiga hari pada setiap bulan, karena sesungguhnya kebaikan di kalikan sepuluh, sehingga puasa itu (puasa 3 hari) sama dengan puasa satu tahun penuh.” (HR Bukhari – Muslim) Juga hadits dari Abu Dzar, dia berkata. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Bersabda : “Wahai Abu Dzar jika engkau berpuasa tiga hari dari setiap bulan, maka berpuasalah tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

8.

Puasa Nabiyullah Dawud Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam “Puasa yang paling di sukai di sisi Allah adalah puasa Dawud, yaitu berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majjah)

C. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa 1.

Makan minum secara sengaja. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫صللىَّ اللنهبيِي معين معيناه ل‬ ‫مومسللمم معلمييهه ل‬ ‫ضمي اهمرييمرمة أمهبي معين‬ ‫اا مر ه‬ ‫اا م‬ ‫مومسمقاَها ل‬ ‫ب مفأ ممكمل منهسمي إهمذا مقاَمل‬ ‫ص يومماه مفيلايهتلم مومشهر م‬ ‫اا أميطمعمماه مفإهلنمماَ م‬ Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaklah ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

8

Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫ضاَلن لشيهار فايي أليف ل‬ ‫طلر لمين‬ ‫ضاَء فللل لناَاسدياَ لرلم ل‬ ‫لكافاَلرة لولل لعلليياه قل ل‬ “Siapa yang berbuka di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada kewajiban mengqadha’ dan tidak ada kewajiban kafarat.(HR. Ibnu Hibban , Ad Daraquthni, dan Ibnu Khuzaimah). Hadist di atas menunjukkan bahwa seseorang yang lupa lalu ia makan, minum saat ia berpuasa maka puasanya tidak batal, berdasarkan ungkapan beliau, “…maka hendaklah ia meneruskan puasanya…” yang berarti ia masih berpuasa, demikianlah pendapat jumhur ulama, Zaid bin Ali, Al-Baqir, Ahmad bin Isa, Imam Yahya dan dua golongan. Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa puasanya batal, karena menahan diri dari segala yang membatalkan merupakan rukun puasa, maka hukumnya seperti orang yang lupa melakukan salah satu rukun dari rukun-rukun shalat, orang tersebut harus mengulangi shalatnya walaupun hal itu terjadi karena lupa, sedangkan sabda beliau, “…maka hendaklah orang tersebut meneruskan puasanya…” yakni hendaklah orang tersebut meneruskan usahanya dalam menahan diri dari segala yang membatalkan. Pendapat ini dibantah, bahwasanya sabda beliau, “…maka tidak wajib baginya qadha’ maupun kafarat.” Jelas menyebutkan bahwa puasanya sah dan tidak wajib diqadha’. Ad-Daruquthni juga telah meriwayatkan tidak wajibnya qadha’ ini dari Abu Rafi’, Said Al-Maqbari, Al-Walid bin Abdurrahman dan Atha bin Yasar yang semuanya dari Abu Hurairah. Beberapa orang sahabat juga menfatwakan hal tersebut di antaranya Ali, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah dan Ibnu Umar, sebagaimana yang dilansir oleh Ibnu Al-Mundzir dan Ibnu Hazm. 2.

Hubungan Suami Istri Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

9

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” (Dalam riwayat lain berbunyi : aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan). Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab,”Tidak!” Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi,”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diberi satu ‘irq berisi kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab,”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian (Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam) berkata: “Berilah makan keluargamu!”. (HR. Bukhari) Hadist ini menunjukkan wajibnya kafarat bagi orang yang berjima’ dengan sengaja pada siang hari di bulan Ramadhan. An-Nawawi mengatakan bahwa hukum ini adalah ijma’ ulama, baik orang tersebut kaya atau miskin. Salah satu pendapat Asy-Syafi’I mengatakan, bahwa jika orang tersebut dalam keadaan miskin maka kewajiban tersebut berada di dalam tanggungannya –hingga ia mampu-, sedangkan pendapat keduanya ialah bahwa kewajiban tersebut lepas dari tanggungjawabnya, karena dalam kisah tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menjelaskan kalau orang tersebut masih menanggung kafarat.

10

Zhahir hadist ini mengisyaratkan bahwa kafarat tersebut dipilih secara berurutan, maka tidak diperbolehkan memilih nomor kedua jika mampu melaksanakan nomor pertama, dan tidak boleh memilih nomor ketiga jika mampu melaksanakan nomor kedua, karena kafarat ini disebutkan berurutan didalam riwayat Ash-Shahihain. Menurut pendapat Asy-Syafi’I dan didukung oleh Al-Auza’I bahwa hukum di atas adalah hukum yang berkaitan dengan pihak suami, sedangkan pihak istri yang telah dijima’, berdasarkan hadist di atas tidak wajib atasnya kafarat, karena dari peristiwa tersebut hanya wajib satu kafarah yang tidak wajib atas istri. Namun jumhur ulama berpendapat bahwa kafarat tersebut wajib atas istri juga, mereka mengatakan bahwa di dalam hadist tersebut Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyebutkannya karena ia tidak ikut memberikan pengakuan, dan pengakuan suami tidak bisa menjatuhkan hukuman kepada istrinya, atau bisa jadi istri tersebut dalam keadaan tidak puasa karena mungkin saja ia baru saja suci dari haid setelah terbit fajar, atau karena keterangan hukum untuk suami sudah cukup mewakili sebagai keterangan hukum untuk istri berdasarkan kebiasaan yang diketahui dalam penyamarataan hukum, yang mana kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengetahui kesulitan istri tersebut melalui kondisi suaminya. 3.

Sengaja Muntah Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫ا معيبهد معين مناَهفعع معين مماَهلكِ معين محلدمثهني و‬ ‫مياقوال مكاَمن أملناه اعمممر يبهن ل ه‬ ‫صاَهئمم مواهمو ايسمتمقاَمء ممين‬ ‫ضاَاء مفمعملييهه م‬ ‫س ايلمقيياء مذمرمعاه موممين ايلمق م‬ ‫ضاَاء معملييهه مفمليي م‬ ‫ايلمق م‬ Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari (Nafi’) dari (abdullah bin Umar) berkata: “Barangsiapa muntah dengan sengaja saat sedang

11

berpuasa, maka dia harus mengganti puasanya. Dan barangsiapa tidak sengaja muntah, maka dia tidak wajib menggantinya”. Hadist ini menunjukkan bahwa muntah tanpa disengaja tidak membatalkan puasa berdasarkan sabda beliau, “… maka dia tidak wajib menggantinya.” Karena ketiadaan qadha’ merupakan isyarat bahwa ibadah tersebut sah. Sedangkan orang yang berusaha untuk muntah maka puasanya batal, dan zhahir hadist ini mengisyaratkan bahwa ia wajib menggantinya/mengqadha’ walaupun tidak berhasil muntah berdasarkan perintah beliau untuk menggantinya. Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan adanya ijma’ yang mengatakan bahwa kesengajaan untuk muntah membatalkan puasa. 4.

Keluarnya mani secara sengaja Melakukan segala sesuatu yang dapat merangsang birahi hingga sampai keluar air mani menyebabkan puasa menjadi batal. Seperti melakukan onani/masturbasi, atau melihat gambar porno baik media cetak maupun film dan internet. Karena itu sebaiknya bagi orang yang berpuasa menghindari

semua

hal

yang

merangsang

birahi

karena

dapat

membatalkan puasa. Tetapi bila keluar mani dengan sendirinya seperti bermimpi, maka puasanya tidak batal, karena bukan disengaja atau bukan kehendaknya. Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫مثملمثعة معين ايلمقلمام ارهفمع مقاَمل مومسللمم معلمييهه ل‬ ‫ا مراسومل أملن معاَهئمشمة معين‬ ‫صللىَّ ل ه‬ ‫اا م‬ ‫صهبيِي مومعين مييبمرأم محلتىَّ ايلاميبمتملىَّ مومعين مييسمتييهقمظ محلتىَّ اللناَهئهم معين‬ ‫مييعهقمل محلتىَّ ال ل‬ Dari Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “pena diangkat (tidak terkena dosa) dari tiga hal, orang yang tidur hingga ia bangun dari orang gila hingga hilang penyakit gilanya, dan seorang anak kecil hingga ia berakal”. (HR Ahmad) . 5.

Mendapat Haidh atau Nifas

12

Sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

‫َ مقاَمل راسوال ا صلىَّ ا عليه وسلم‬:‫ي رضمي ا ا معيناه مقاَمل‬ ِ‫مومعين أمهبي مسهعييعد الاخيدهر ي‬: ‫ْ املتمفمق معملييهه‬،‫صيم‬ ‫صيِل مومليم مت ا‬ ‫ض ه‬ ‫ت المميرأمةا مليم ات م‬ ‫س هإذا محاَ م‬ ‫أممليي م‬ Dari Abi Said Al-Khudhri Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, Bukankah bila wanita mendapat haidh, dia tidak boleh shalat dan puasa? Wanita yang sedang berpuasa lalu tiba-tiba mendapat haidh, maka dengan demikian menjadikan puasanya batal. Meski kejadian itu menjelang terbenamnya matahari. Begitu juga wanita yang mendapat darah nifas, maka puasanya batal. Ini adalah merupakan ijma’ para ulama Islam atas masalah wanita yang mendapat haidh atau nifas saat sedang berpuasa. 6.

Keluar dari Agama Islam (Murtad) Seseorang yang sedang berpuasa, lalu keluar dari agama Islam / murtad, maka dengan demikian puasanya menjadi batal. Dan bila hari itu juga dia kembali lagi masuk Islam, puasanya sudah batal. Dia wajib mengqadha puasanya hari itu meski belum sempat makan atau minum. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

         

     Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabinabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi. (QS Az-Zumar : 65)

13

14

BAB III PENUTUP A. Simpulan Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuanketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini. Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah. B. Saran Mungkin dalam makalah ini banyak sekali kesalahan dan kesilapan penyusun. Dengan rendah hati kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, mudah-mudahan menjadi manfaat bagi kita semua.

15

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azhim bin Badawi Al Khalafi. Al Wajiz. Jakarta : Pustaka Assunah, 2008. Abu Bakr Al Jazairi. Ensiklopedi Muslim. Jakarta : Darul Falah, 2008. A. Hasan. Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-’Asqalani. Bandung: CV Penerbit Diponogoro, 2002. Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid. Jakarta : Pustaka Amani, 2007. Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram. Jakarta : Darus Sunnah Press, 2010.

16

Related Documents


More Documents from ""