Makalah Msi.docx

  • Uploaded by: Rano Rjb
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Msi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,600
  • Pages: 14
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ SUMBERHUKUM ISLAM “ ini. Guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah metodologi studi Islam. Sebagaimana telah di sebutkan di atas, bahwa makalah ini penulis berusaha mengupas tentang Hukum Islam lengkap dalam Al- Qur’an dan Sunnah, yang kemudian disebut sebagai Sumber Hukum Islam. Di akui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kekhilafan karena itu di harapkan pembentulannya untuk perbaikan makalah berikutnya. Terima kasih banyak kami haturkan kepada semua pihak yang telah berpatisipasi hingga rampungnya penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amiiiin..........

Pekanbaru, desember 2017

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1 DAFTAR ISI........................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3 A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 3 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 3

BAB II A. HUKUM ...................................................................................................... 4 B. AL-QURAN ................................................................................................. 6 C. SUNNAH ..................................................................................................... 7 D. IJMA’ ........................................................................................................... 8 E. QIYAS ......................................................................................................... 8 F. ’URF ............................................................................................................ 9

BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Islam adalah agama yang sempurna yang sudah barang tentu mengandung aturan yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hokum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempurna. Yang disampaikan melalui Rosulnya Muhammad SAW. Hukum Islam termaktub lengkap dalam Al-Qur’an dan Sunnah, yang kemudian disebut sebagai Sumber Hukum Islam. Al-qur’an dan Sunnah adalah dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kesempurnaan dunia dan akhirat. Selain Al-qur’an dan sunnah, juga terdapat beberapa dalil yang dijadikan sebagai Sumber Hukum Islam, diantaranya ialah Ijma’, Qiyasdan Urf.

B. PERUMUSAN MASALAH Beberapa masalah yang penulis angkat pada makalah ini adalah : 1.Apa yang disebut dengan Hukum ? 2.Apa yang disebut dengan Al-qur’an dan Sunnah ? 3.Apa yang disebut Ijma’, Qiyas dan Urf ?

3

BAB II PEMBAHASAN A. HUKUM Hukum menurut bahasa ialah menetapkan sesuatu atas yang lain. Menurut Syara’ hukum ialah firman pembuat syara’ yang berhubungan dengan peraturan orang dewasa yang mengandung tuntutan, memberikan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain. Sedangkam menurut Fiqih hukum ialah akibat dari kandungan firman pembuat hukum dan menurut Ushul Fiqih huhum ialah firman dari pembuat syara’ itu sendiri baik firman Tuhan atau Sabda Nabi. Dengan demikian tidak boleh di artikan bahwa hukum syara’ hanya firman yang semata – mata dan pembuat syara’ tanpa memasukkan dalil – dalil syara’ lain : Ijma’, Qiyas dan lain – lain. Hukum terbagi menjadi dua yaitu : 1. Hukum Tahlifi, yaitu Firman yang menjadi ketetapan yang terdiri atas : a. Ijab, yaitu Firman yang menuntut sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti. b. Nadh, yaitu Firman yang menuntut sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti. c. Tahrim, yaitu Firman yang menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti. d. Katabah, yaitu Firman yang menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti. e. Ibadah, yaitu Firman yang membolehkan sesuatu untuk diperbuat ataupun di ditinggalkan. 2. Hukum Wadh’I yaitu Firman yang nenjadikan sesuatu sebagai sebab adanya yang lain atau sebagai penghalang. Hukum Wadh’I terdiri atas :

a. Sebab, yaitu sesuatu yang terang dan tentu yang dijadikan sebagai pangkal adanya hukum. Artinya dengan adanya sebab maka dengan sendirinya akan terbentuk hukum ( Musabab ). Sebab terdiri atas : 1. Sebab di luar usaha atau kesanggupan Mukallaf. 4

2. Sebab yang di sanggupi dan dapat diusahakan oleh mukallaf. Mengerjakan sebab berarti menghendaki dan mengerjakan musababnya, baik disadari ataupun tidak. Orang yang mengerjakan sebab dengan sempurna maka orang tersebut tidak bias mengelakkan diri dari musababnya.

b. Syarat , yaitu sesuatu yang karenanya baru ada hukum, dan dengan ketiadaannya Tidak akan ada hukum. 2Syarat terbagi atas : 1. Syarat Haqiqi ( sya’I ) yaitu sesuatu pekerjaan yang di perintahkan syari’at Mengerjakan yang lain, dan pekerjaannya yang lain ini tidak di terima apabila tidak melakukan pekerjaan yang pertama. 2. Syarat Ja’li yaitu segala hal yang dijadikan syarat oleh perbuatannya untuk mewujutkan perbuatan yang lain. Syarat Ja’li terbagi atas : a. Syarat pengampunan adanya masyrut ( syara’ yang lain ) b. Syarat yang tidak cocok dengan maksud masyrut dan berlawanan dengan hikmahnya. c. Syarat yang tidak nyata – nyata berlawanan atau tidak nyata – nyata sesuai dengan masyrut, d. Suatu pekerjaan yang tergantung pada sebab dan syarat di mana sebab tidak ada tetapi syarat belum ada, maka pekerjaan tersebut tidak dapat dilakukan.

c. Mani ( penghalang ) yaitu sesuatu hal yang karena adanya menyebabkan tidak Adanya hukum atau tidak adanya sebab bagi hukum. Perbedaan hukum Tahlifi dengan hukum Wadh’i 1. Hukum Tahlifi menuntut perbuatan mencegahnya atau membalikkan memilih untuk melakukan atau tidak ,sedangkan hukum Wadh’I tidak menuntut melarang atau membolehkan memilih. 5

2. Hukum Tahlifi selalu dalam kesanggupan mukallaf, sedangkan hukum Wadg’I kadang di sanggupi kadang tidak.

B. AL-QUR’AN Al-Qur’an ialah kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dimukilkan dengan jalan mulawatir dan dengan bahasa Arab. Ke Arab-an. Al-qur’an merupakan bagian dari Al-Qur’an, karena itu terjemahannya tidak disebut sebagai Al-Qur’an. Al-qur’qn harus diturunkan dengan tawator artinya di riwayatkan oleh orang banyak secara berturut – turut. Pokok isi kandungan Al-Qur’an terdiri atas : 1. Tauhid 2. Ibadah 3. Janji dan Ancaman 4. Peraturan dan hukum 5. Riwayat dan cerita Kebanyakan hukum yang ada dalam Al-qur’an bersifat umum ( kulli ) tidak membicarakan soal –soal yang kecil ( Jur’I ) karena itu, Al-Qur’an membutuhkan penjelasan untuk menjelaskan hukum secara lebih dekat yaitu berupa Sunnah Ijma’ dan Qiyas serta Urf. 3 Hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara garis besar terbagi atas dua yaitu : 1. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan ( ibadah ) Ibadah terdiri dari : a. Yang bersifat semata – semata ibadah, yaitu shalat dan puasa. b. Yang bersifat harta benda dan hubungan masyarakat, yaitu Zakat c. Yang bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat yaitu Hajji. 2. Hukum – hukum yang mengatur pergaulan manusi dengan manusia yang di sebut Mu’amalat. Hukum ini dibagi empat yaitu : a. Yang berhubungan dengan Jihod b. Yang berhubungan dengan rumah tangga c. Yang berhubungan dengan pergaulan hidup manusia 6

d. Yang berhubungan dengan hukum pidana ( Jinayat ). Dalam mengadakan perintah dan larangan Al-Qur’an berpedoman kepada tiga hal yaitu : 1. Tidak memberatkan atau menyusahkan 2. Tidak merperbanyak tuntutan 3. Berangsur – angsur dalam mentasri’kan hukum.

C. SUNNAH Sunnah menurut bahasa ialah jalan yang terpuji. Jalan atau cara yang dibiasakan, kebalikan bid’ah apa yang diperbuat oleh sahabat baik ada dasarnya dalam Al-qur’an dan Hadist ataupun tidak, menurut istilah Sunnah ialah segala hal yang di mukil dan di beritakan dan Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan (Faqrir ). Sunnah juga disebut Hadist atau khabar. Sunnah dapat dijadikan Hujjah ( pegangan ) dan dapat mengadakan hukum. Sunnah merupakan Sumber Hukum kedua setelah Al-Qur’an, serta menjadi dasar penetapan hukum dan Aqal fikiran adalah yang ketiga. Sunnah di bagi empat, yaitu : 1. Sunnah Qualiyyah ( Perkataan Nabi SAW ), disebut juga sebagai khabar, Sunnah Qualiyyah terbagi atas : a. Yang pasti benarnya b.Yang pasti tidak benarnya c.Yang tidak dapat dipastikan benar salahnya 2. Sunnah Fi’liyah ( perbuatan Nabi SAW ) terbagi atas : a. Gerakan hati, jiwa dan tubuh b. Perbuatan yang merupakan kebiasaan dan pembawaan c. Perbuatan yang khusus dikerjakan oleh Nabi SAW d. Perbuatan yang menjelaskan isi Al-Qur’an e. Perbuatan yang menunjukkan kebolehan suatu perkara 3. Sunnah Taqririyah ( pengakuan Nabi SAW) 4.Sunnah Hammiyah ( hal yang hendak diperbuat Nabi SAW tetapi tidak sampai di perbuat.

7

D. IJMA’ Ijma’ ialah kebulatan pendapat semua ahli Ijhhad pada suatu masa mengenai suatu Hukum Syara’ artinya, Ijma’ harus disetujui oleh seluruh ( lebih dari satu orang ) ahli Ijhhad dan seluruh umat muslim pada masa yang sama dan persetujuan tersebut harus tampak nyata, serta hanya untuk menetapkan hukum – hukum syara’. Ijma’ terbagi atas : 1. Ijma’ Qauli, dimana para ahli Ijhhad mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan untuk menyepakati pendapat mujtahid lain dimasanya. Ijma’ ini juga disebut Ijma’ Bafani atau Ijma’ Qathh’i. 2. Ijma’ Sukuti, dimana para ahli Ijhhad bersikap diam terhadap pendapat mujtahid lain dimasanya, diam disini dianggap menyetujui.

E. QIYAS Dari segi bahasa, qiyas berarti mengukirkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakan. Sedangkan menurut istilah, Qiyas ialah menetapkan hukum suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya. Rukun Qiyas yaitu : 1. Asal ( pokok ), yaitu yang menjadikan ukuran, syarat asal yaitu : a. Hukum yang hendak di pindahkan kepada cabang masih ada pada pokoknya. b. Hukum yang ada pada pokok harus hukum syara’ c. Hukum pokok tidak merupakan hukum pengecualian. 2. Far’un ( cabang ) , yaitu yang diukur atau yang diserupakan. Syarat Far’un yaitu : a. Adanya cabang tidak lebih dulu dari pokok b. Cabang tidak mempunyai ketentuan sendiri c. Illat yang terdapat cabang harus sama dengan yang ada pada pokok d. Hukum Cabang harus sama dengan hukum pokok 3. Syarat Illat yaitu : a. Illat harus tetap berlaku b. Illat berpengaruh terhadap hukum c. Illat harus terang dan tertentu 8

d. Illat tidak berlawanan dengan nas 4. Hukum yaitu yang ditetapkan bagi cabang dan sama dengan yang terdapat pada Pokok. F. ‘URF Dari segi etimologi al-‘urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf ‘ain, ra’ dan fa’ yang berarti

kenal.

Dari

kata

ini

muncul

kata ma’rifah (yang

dikenal), ta’rif (definisi),

kata ma’ruf(yang dikenal sebagai kebaikan), dan kata ‘urf (kebiasaan yang baik). Adapun dari segi terminologi. Kata ‘urf mengandung makna: ْ ِ‫ظ تَعَا َرفُ ْوا إ‬ ٌ ‫ أ َ ْولَ ْف‬، ‫ع بَ ْينَ ُه ْم‬ َ ‫ار ْوا َعلَ ْي ِه ِم ْن ُك ِل فِ ْع ٍل شَا‬ ُ‫ص ال تَأ َلفَهُ اللُّغَةُ َوال يَتَبَادَ ُر َغي َْره‬ ُ ‫س‬ ِ ‫علَى َم ْعنَى خَا‬ َ ُ‫طالَقَه‬ ُ ‫ماَا ْعت َادَهُ ان‬ َ ‫اس و‬ ‫ِع ْندَ ِس َما ِع ِه‬ Seuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang populer di antara mereka, ataupun suatu kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dlam pengertian etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak memahaminya dalam pengertian lain. Dalam istilah fuqaha ‘urf ialah kebiasaan. Dari pengertian ini kita mengetahui bahwa ‘urf dalam sesuatu perkara tidak bisa terwujud kecuali apabila ‘urf itu mesti berlaku atau seringseringnya berlaku pada perkara tersebut, sehingga masyarakat yang mempunyai ‘urf tersebut selalu memperhatikan dan menyesuaikan diri dengannya. Jadi unsur pembentukan ‘urf ialah pembiasaan bersama antara orang banyak, dan hal ini hanya terdapat pada keadaan terusmenerus atau sering-seiringnya dan kalau tidak demikian, maka disebut perbuatan perseoranagan. Sebagai contoh ialah kebiasaan masyarakat Indonesia pada perkawinan ialah bahwa keluarga dari fihak calon mempelai laki-laki datang ketempat orang tua calon mempelai perempuan untuk meminangnya. Selain itu, pada adat perbuatan, seperti kebiasaan umat manusia berjual beli dengan tukar menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Dan juga kebiasaan mereka untuk tidak mengucapkan kata “daging” sebagai “ikan”. 9

1. Macam-macam ‘Urf Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam : 

Dari segi objeknya :

1. Al-‘Urf al-Lafzhi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan). Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya ungkapan “daging” yang berarti daging sapi; padahal kata-kata “daging” mencakup seluruh daging yang ada. Apabila seseorang mendatangi penjual daging, sedangkan penjual daging itu memiliki bermacam-macam daging, lalu pembeli mengatakan “ saya beli daging 1 kg” pedagang itu langsung mengambil daging sapi, karena kebiasaan masyarakat setempat telah mengkhususkan penggunaan kata daging pada daging sapi. 1. Al-‘urf al-‘amali ( kebiasaan yang berbentuk perbuatan). Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah kebiasaan masyrakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai pakain tertentu dalam acara-acara khusus. 

Dari segi cakupannya:

1. Al-‘urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat umum). Adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di seluruh masyarakat dan diseluruh daerah. Misalnya dalam jual beli mobil, seluruh alat yang diperlukan untuk memperbaiki mobil seperti kunci, tang, dongkrak, dan ban serep termasuk dalam harga jual, tanpa akad sendiri dan

10

biaya tambahan. Contoh lain adalah kebiasaan yang berlaku bahwa berat barang bawaan bagi setiap penumpang pesawat terbang adalah duapuluh kilogram. 1. Al-‘urf al-khash (kebiasaan yang bersifat khusus). Adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan masyrakat tertentu. Misalnya dikalangan para pedagang apabila terdapat cacat tertentu pada barang yang dibeli dapat dikembalikan dan untuk cacat lainnya dalam barang itu, konsumen tidak dapat mengembalikan barang tersebut. Atau juga kebiasaan mengenai penentuan masa garansi terhadap barang tertentu. 

Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’ :

1. Al-‘urf al-Shahih ( kebiasaan yang dianggap sah) Adalah kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadis) tidak menghilangkan kemaslahtan mereka, dan tidak pula membawa mudarat kepada mereka. Misalnya, dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas kawin. 1. Al-‘urf al-fasid ( kebiasaan yang dianggap rusak). Adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’. Misalnya, kebiasaan yang berlaku dikalangan pedagang dalam menghalalkan riba, seperti peminjaman uang antara sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar sepuluh juta rupiah dalam tempo satu bulan, harus dibayar sebanyak sebelas juta rupiah apabila jatuh tempo, dengan perhitungan bunganya 10%. Dilihat dari segi keuntungan yang di raih peminjam, penambahan utang sebesar 10% tidaklah membertakan, karena keuntungan yang diraih dari sepuluh juta rupaiah tersebut mungkin melebihi bunganya yang 10%. Akan tetapi praktik seperti ini bukanlah kebiasaan yang bersifat tolong menolong dalam pandangan syara’, karena pertukaran barang sejenis, menurut syara’ tidak boleh saling melebihkan. 1. Kedudukan ‘Urf sebagai Sumber Hukum

11

Dalam kehidupan sosial dalam masyarakat manusia yang tidak mempunyai undang-undang (hukum-huum), maka ‘urf lah (kebiasaan) yang menjadi Undang-undang yang mengatur mereka. Jadi sejak zaman dahulu ‘urf mempunyai fungsi sebagai hukum dalam kehidupan manusia. Sampai sekarang, ‘urf dianggap sebagai salah satu sumbar undang-undang, dimana unsur-unsurnya banyak diambilkan dari hukum-hukum yang berlaku, kemudian dikeluarkan dalam bentuk pasal-pasal dalam undang-undang. Syari’at Islam datang kemudian banyak mengakui tindakan tindkan dan hak-hak yang sama-sama dikenal oleh Syari’at Islam dan masyarakat Arab sebelumnya, disamping banyak memperbaiki dan menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang lain. Selain itu, Syari’at Islam juga membawa hukum-hukum baru yang mengatur segala segi hubungan manusia satu sama lain dalam kehidupan sosialnya, atas dasar keperluan dan bimbingan kepada penyelesaian yang sebaik-baiknya, karena Syari’at-syari’at Tuhan dengan aturan-aturan keperdataannya (segi keduniaannya) dimaksudkan untuk mengatur kepentingan dan hak-hak manusia. Oleh karena itu kebiasaan yang telah ada bisa diakui asal dapat mewujudkan tujuan-tujuannya serta sesuai dengan dasar-dasarnya yang umum.

12

BAB III PENUTUP

Demikian dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal senbagai berikut : 1. Hukum ialah Firman pembuat syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang Dewasa yang mengandung tuntutan, membolehkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain . 2. Al-Qur’an kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dimukilkan dengan jalan mulawatir dan dengan bahasa Arab. 3. Sunnah ialah segala yang dimukilkan dan diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, ataupun pengakuan ( Faqris ). 4. Ijma’ ialah kebulatan pendapat semua ahli Ijhhad pada suatu masa mengenai suatu hukum syara’. 5. Qiyas ialah menetapkan hukum suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya. 6. ‘Urf adalah kebiasaan yang umum dimasyarakat yang tidak bertentangan dengan hokum islam.

13

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1995). Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam, (Jakarta, Pustaka Amani, 2003). Rahmat Illahi Besri, ‘Urf : Pengertian, Dasar Hukum, macam-macam, kedudukan, dan permasalahannya, ibelboyz.wordpress.com,

diakses

dari https://ibelboyz.wordpress.com/2011/10/13/%E2%80%98urf-pengertian-dasar-hukummacam-macam-kedudukan-dan-permasalahannya/ , pada desember 2017 pukul 11:36. Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1995) .

14

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""

Fiqih Dan Syari.docx
June 2020 5
Makalah Msi.docx
June 2020 4
Pangan Isi.docx
June 2020 12
July 2020 12
July 2020 12