Matra Darat Kesehatan Lapangan
Disusun oleh:
Khoirun Nisa
1510711006
Agnes Christine Hakim E
1510711063
Maria Natalia Tambunan
1510711079
Wiani Isnaria Hutasoit
1510711080
Alma Nur Aina
1510711081
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN” JAKARTA TAHUN 2018 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat maupun pembaca.
Depok. 12 September 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3 BAB I ...................................................................................................................................................... 5 PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 5 Latar Belakang .......................................................................................................................... 5
I. II.
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 6
III.
Tujuan .................................................................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................................................... 9 ISI ........................................................................................................................................................... 9 Kesehatan Penaggulangan Bencana ........................................................................................ 9
A. 1.
Pengertian .............................................................................................................................. 9
2.
Perencanaan .......................................................................................................................... 9
3.
Pengorganisasian................................................................................................................. 11
4.
Mekanisme Kerja ................................................................................................................ 12
5.
Kegiatan Operasional ......................................................................................................... 12
6.
Pelaksanaan Kegiatan ........................................................................................................ 13
7.
Pelaksanaan Pelayanan ...................................................................................................... 16
8.
Pemantauan Kesehatan Pasca Bencana ............................................................................ 17
9.
Pencatatan Dan Pelaporan Kegiatan ................................................................................ 17
10.
Pemantauan Dan Evaluasi ............................................................................................. 18
Kesehatan Bawah Tanah ........................................................................................................ 19
B. 1.
Pengertian ............................................................................................................................ 19
2.
Pelaksanaan ......................................................................................................................... 19
3.
Potensi Bahaya di Tambang Bawah Tanah ...................................................................... 25 Kesehatan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.......................................... 29
C. 1.
Pengertian ............................................................................................................................ 29
2.
Perencanaan ........................................................................................................................ 29
3.
Pembiayaan ......................................................................................................................... 32
4.
Pengorganisasian................................................................................................................. 33
5.
Kegiatan Operasional ......................................................................................................... 34
6.
Pencatatan dan Pelaporan.................................................................................................. 37 3
7.
Pembinaan dan Pengawasan .............................................................................................. 37
8.
Pemantauan dan Evaluasi .................................................................................................. 38
BAB III................................................................................................................................................. 39 PENUTUP............................................................................................................................................ 39 1.
KESIMPULAN ....................................................................................................................... 39
2.
SARAN ..................................................................................................................................... 39
4
BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Matra adalah dimensi, lingkungan atau media tempat seseorang atau sekelompok orang melangsungkan hidup serta melaksanakan kegiatan. Dan kesehatan matra darat adalah kesehatan matra yang berhubungan dengan pekerjaan / kegiatan di daratan yang spesifik, bersifat temporer dan serba berubah serta mempunyai dampak terhadap kondisi fisik, mental dan kemampuan melaksanakan kegiatan individu yang bersangkutan. Sejak kesehatan diketahui merupakan salah satu dari kebutuhan dasar dari setiap umat manusia, maka berbagai upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan telah banyak
diselenggarakan. Salah satu dari upaya tersebut yang dinilai mempunyai peranan yang cukup penting adalah penyelenggara kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihakan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, serta masyarakat. Indonesia mempunyai kondisi geografis yang terdiri dari ribuan pulau, dan lautan, diantara pulau tersebut terdapat beberapa gunung berapi aktif yang bisa menyebabkan bencana dan gempa bumi. Berdasarkan data BNBD, jumlah kejadian bencana Desember 2014 sebanyak 257 kejadian dengan rincian : tanah longsor 111 , banjir 86 , puting beliung 52, banjir dan tanah longsor 2, letusan gunung berapi 1. Banyaknya bencana yang terjadi mengingatkan berbagai pihak agar selalu meningkatkan kesiap-siagaan terhadap bencana, bebagai upaya sudah
5
banyak dilakukan pemerintah dengan bekerjasama dengan akademisi dan lembaga lainnya. Salah satu cabang ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari ( menangani ) membina individu/ sekelompok individu atau masyarakat terpajan dilingkungan yan menimbulkan dampak kesehatan adalah ilmu kesehatan matra. Dalam pelaksaana kegiatannya : kesehatan matra telah diatur dalam undang-undang nomor 23 tahn 1992 tentang kesehatan sebagai upaya kesehatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah. Untuk dapat melaksanakan upaya kesehatan matra secara profesional dan bermutu, perlu didukung deengan sumber daya manusia yang terlatih atau profesional, ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, adanya sistem informasi kesehatan yang baku dan pendukung kegiatan yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan pedoman upaya kesehatan matra yang diharapkan dapat dipakai para pengelola dan pelaksana kesehatan matra baik pusat maupun daerah. II.
Rumusan Masalah 1. Kesehatan Penanggulangan Bencana a. Jelaskan Pengertiannya? b. Jelaskan Perencanaannya? c. Jelaskan Pengorganisasiannya? d. Jelaskan Mekanisme Kerjanya? e. Jelaskan Kegiatan Operasionalnya? f. Jelaskan Pelaksanaan Kegiatannya? g. Jelaskan Pelaksanaan Pelayanannya?
6
h. Jelaskan Pemantauan Kesehatan Pasca Bencananya? i. Jelaskan Pencatatan dan Pelaporan Kegiatannya? j. Jelaskan Pemantauan dan evaluasinya? 2. Kesehatan Bawah Tanah a. Jelaskan Pengertiannya? b. Jelaskan Pelaksanaan dari: a) Perencanaannya? b) Pengorganisasiannya? c) Kegiatan oprasionalnya? d) Pelaksanaan kegiatannya? e) Pelayanaan kesehatan bawah tanahnya? f) Pencatatan dan pelaporannya? g) Pembinaan dan pengawasannya? h) Pemantauan dan evaluasinya? c. Potensi Bahaya di Tambang Bawah Tanah 3. Kesehatan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat a. Jelaskan Pengertiannya? b. Jelaskan Perencanaannya? c. Jelaskan Pembiayaannya? d. Jelaskan Pengorganisasiannya? e. Jelaskan Kegiatan oprasionalnya? f. Jelalaskan Pencatatan dan pelaporannya? g. Jelaskan Pembinaan dan pengawasannya? h. Jelaskan Pemantauan dan evaluasinya? III.
Tujuan 1. Mengetahui Kesehatan Penanggulangan Bencana dari: a. Pengertian b. Perencanaan c. Pengorganisasian d. Mekanisme Kerja e. Kegiatan Operasional f. Pelaksanaan Kegiatan 7
g. Pelaksanaan Pelayanan h. Pemantauan Kesehatan Pasca Bencana i. Pencatatan dan Pelaporan Kegiatan j. Pemantauan dan evaluasi 2. Mengetahui kesehatan bawah tanah dari: a. Pengertian b. Pelaksanaan a) Perencanaan b) Pengorganisasian c) Kegiatan operasional d) Pelaksanaan kegiatan e) Pelayanaan kesehatan bawah tanah f) Pencatatan dan pelaporan g) Pembinaan dan pengawasan h) Pemantauan dan evaluasi 3. Mengetahui Kesehatan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat a. Pengertian b. Perencanaan c. Pembiayaan d. Pengorganisasian e. Kegiatan oprasional f. Pencatatan dan pelaporan g. Pembinaan dan pengawasan h. Pemantauan dan evaluasi
8
BAB II ISI A. Kesehatan Penaggulangan Bencana 1. Pengertian Upaya kesehatan penanggulangan korban bencana dalam kesehatan matra merupakan upaya kesehatan yang dilakukan terhadap korban bencana dan unsur – unsur pelaksana penangguangan guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan matra yang berubah secara bermakna mulai dari tahap kesiap siagaan sampai masa darurat. 2. Perencanaan Dalam rangka mempersiapkan penanggulangan korban bencana dibidang kesehatan diperlukan perencanaan yang baik. Perencanaan ini meliputi: a. Perencanaan Pada Pra-Bencana Perencanaan pada masa pra-bencana disusun dengan memperhatikan beberapa aspek yang meliputi: a) Pengumpulan informasi tentang jenis bencana, sumber daya dan upaya yang telah dilakukan b) Koordinasi dengan sekor lain yang terkait (Departemen Pemukiman dan Prasrana Wilayah, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi, TNI, POLRI, dan LSM). c) Pemantauan tempat-tempat yang berpotensi terjadi bencana. d) Kesiapsiagaan melalui pelatihan petugas untuk penolongan gawat darurat, P3K dan rujukan. e) Koordinasi dengan lintas program terkait (RS. Pemerintah, RS Swasta, RS BUMN, RS TNI, RS POLRI, Unit Pelayanan Kesehatan Swasta). b. Perencanaan Sarana Pelayanan Kesehatan Sarana pelayanan kesehatan harus sudah direncanakan dan disiapkan terutama pada saat terulangnya kejadian, baik akibat bencana alam maupun akibat ulah manusia. Sarana kesehatan dimaksud antara lain: a) Sarana pelayanan kesehatan menetap, sesuai dengan kebutuhannya dapat berupa: 1) Pos kesehatan sederhana
9
2) Fasilitas pelayanan kesehatan lapangan 3) Rumah sakit lapangan 4) Sistem rujukan dan evakuasi yang terintegrasi dengan fasilitas rujukan daerah setempat (RS Kabupaten, RS Swasta, RS BUMN, RS TNI, RS POLRI). Jenis jumlah dan lokasi sarana kesehatan yang harus disediakan disesuaikan dengan jenis bencana atau prakiraan jumlah korban. a. Sarana pelayanan kesehatan yang dapat bergerak (mobile) antara lain: a) Puskesmas keliling b) Ambulan c) Klino mobil di perkotaan tertentu d) Mobil jenazah / kendaraan lain yang dapat difungsikan e) Sarana pendukung pelayanan kesehatan dan rujukan Jenis logistik yang diperlukan antara lain berupa a) Obat dan bahan habis pakai b) Perlengkapan fasilitas pelayanan kesehatan Jumlah dan jenis diperhitungkan menurut prakiraan jenis kebutuhan pelayanan kesehatan serta besarnya dan jenis bencana. c. Perencanaan Tenaga Kesehatan a) Jenis tenaga 1) Jenis tenaga yang diperlukan, sesuai dengan situasi / kondisi yang terjadi, yaitu tenaga-tenaga kesehatan yang telah dilatih khusus dalam kesehatan penanggulangan korban bencana 2) Minimal harus tersedia tenaga dokter, keperawatan, sanitarian serta tenaga pendukung pelayanan termasuk pengemudi bila diperlukan 3) Pada fasilitas rujukan yang ditunjuk perlu ditugaskan dokter spesialis sesuai dengan kebutuhannya dan bertindak sebagai dokter konsulen dalam pelayanan kesehatan di lapangan b) Jumlah tenaga yang diperlukan menurut jenis tenaganya, diperhitungkan berdasarkan 1) Jenis / macam bencana 10
2) Lamanya 3) Prakiraan banyaknya orang yang terpajan 4) Jumlah fasilitas kesehatan dengan kriteria kemampuannya 5) Kemampuan Tenaga Kemampuan tenaga yang diandalkan dalam penanggulangan korban bencana
ini
adalah
pemahaman
tentang
kesehatan
dalam
penanggulangan korban bencana, peraturan-peraturan atau ketentuan hukum
dan
perundang-undangannya.
Keterampilan
dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing serta kebutuhan pembinaan teknis dan manajemen dalam penanggulangan korban bencana. 4) Penyusunan Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan dalam penanggulangan korban bencana dapat berasal dari berbagai sumber yaitu: a) Pemerintah pusat b) Instansi pemerintah daerah setempat yang terkait bertanggung jawab untuk menyediakan dana kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya c) Penyelenggaraan jaminan asuransi, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) atau sejenisnya yang terkait dengan penanggulangan korban bencana antara lain gempa, longsor, banjir, kebakaran. d) Sumber dana lain yang tidak mengikat: a. Donator (dalam negeri dan luar negeri) b. LSM c. Masyarakat dan lain lain
3. Pengorganisasian 1) Struktur organisasi Kesehatan dalam penanggulangan korban bencana yang sifatnya umum melibatkan masyarakat secara luas dan menjadi tanggung jawab pemerintah, akan diselenggarakan oleh instansi pelayanan kesehatan pemerintah setempat dalam suatu system pelayanan kesehatan yang ada, sehingga pengorganisasian melekat pada system yang telah ada. 11
2) Di Tingkat Pusat Penanggung
jawab
ditingkat
pusat
adalah
Menteri
Kesehatan
dan
kesejahteraan sosial yang dikoordinasikan dengan BAKORNAS PB yang di ketuai Wakil Presiden.
4. Mekanisme Kerja 1) Penanggung Jawab teknis penyelenggaraan upaya kesehatan di tingkat Pusat untuk penanggulangan medis missal adalah Ditjen Penganggulangan Masalah Sosial dan Kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat yang meliputi survilance, intervensi kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan adalah Pokjatap Bencana di Ditjen PPM-PL selanjutnya di tingkat provinsi tanggung jawab tersebut dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan koordinasi Satkorlak PB sedangkan di lapangan tanggung jawab tersebut dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan koordinasi Satlak PB. 2) Peran dan tugas Sesuai dengan kewenangan masing-masing, maka unsur-unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan matra yang berkaitan dengan bencana perlu mengenal teknis ataupun operasional penyelenggaraan sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. 3) Koordinasi penyelenggaraan Agar penyelenggaraan kesehatan (matra) selama terjadinya bencana dapat berdaya guna dan berhasil guna, perlu dikoordinasikan sebaik-baiknya dengan Pemerintah Daerah setempat, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasinya.
5. Kegiatan Operasional 1) Lingkup kegiatan Lingkup kegiatan dalam kesehatan matra dalam penanggulangan bencana. a. Peningkatan system kewaspadaan dini b. Penyampaian informasi dan penilaian kebutuhan c. Sanitasi kedaruratan d. Pemantauan wilayah setempat e. Imunisasi 12
f. Tindakan medic dan keperawatan g. Rehabilitasi h. Evakuasi dan rujukan i. Pengamatan penyakit (Survalians) j. Pencatatan dan pelaporan 6. Pelaksanaan Kegiatan Dalam pelayanan kesehatan penanggulangan korban bencana, pada prinsipnya tidak dibangun sarana atau prasarana secara khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya intensitas kerjanya ditingkatkan serta penambahan sumber daya sesuai kebutuhan. 1. Tahap persiapan pada pra-bencana Persiapan pada pra bencana bertujuan untuk melakukan kewaspadaan dini mencegah dampak buruk akibat bencana serta mampu melakukan upayaupaya penyelamatan. Membentuk Tim di tingkat provinsi, kabupaten/kota dengar melibatkan Rumah Sakit, Puskesmas, Instansi kesehatan pemerintah lainnya dan swasta yang ada dalam wilayah yang bersangkutan.Kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum bencana terjadi meliputi: a. Kewaspadaan dini merupakan kegiatan penting yang dititik beratkan
pada
upaya
penyebarluasan
informasi
pada
masyarakat. Informasi dimaksud meliputi: a) Peta lokasi rawan bencana di wilayahnya masing-masing dari instansi terkait. b) Data penduduk dan kelompok rawan termasuk orang tua, bayi, ibu hamil, ibu nifas dan kelompok resiko lainnya. c) Data sumber daya (Logistik, tenaga, sarana komunikasi dan transportasi, fasilitas umum dan fasilitas kesehatan) yang dapat dimanfaatkan oleh kesehatan. d) Informasi tentang kejadian bencana pada lokasi rawan yang sering terjadi secara berulang dan menganalisis risiko bencana. e) Data sektor terkait 13
f) Data kebutuhan pelayanan kesehatan termasuk sarana dan prasarana g) Analisis risiko bencana h) Prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk lapangan (juklap), yang terintegrasi dengan protap atau juklak sektor-sektor lain. b. Kesiapan siagaan adalah kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu bila sewaktu-waktu terjadi bencana meliputi : 1. Kesiapan di masyarakat a) Memantapkan koordinasi di lingkungan masyarakat (RT, RW) b) Melaporkan segera bila terjadi bencana tiba-tiba kepada instansi yang terdekat (berwenang) 2. Kesiapan petugas kesehatan a) Menyelenggarakan pelatihan kesiagaan / gladi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan untuk tenaga kesehatan (pos kesehatan, pelayanan gawat darurat, evakuasi, rujukan) b) Memantapkan koordinasi di lingkungan sektor kesehatan maupun sektor lain terkait sesuai dengan tugas dan fingsinya. c) Menyelenggarakan
penyuluhan
kesehatan
kepada
masyarakat d) Mensiagakan sarana dan pra-sarana sesuai protap e) Mengadakan pemantauan tempat-tempat yang berpotensi terjadi bencana secara periodik. 2. Tahap terjadinya bencana Pada tahap terjadinya bencana kegiatan yang dilakukan adalah upaya untuk mencegah
3D
yaitu
:
disease
(kesakitan/kecacatan),
disability
(ketidakmampuan) dan death (kematian). Setelah kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mendapat informasi terjadinya bencana dari pihak yang bertanggung jawab, segera :
14
a) Menginformasikan terjadinya bencana dan kasus-kasus korban bencana kepada puskesmas di sekitarnya dan rumah sakit. b) Membuat laporan akhir tentang kejadian bencana, korban, jenis bencana, pelayanan kesehatan, kepada Ditjen Penganggulangan Masalah Sosial dan Kesehatan Departemen Kesehatan. Kegiatan meliputi: 1) Mengoprasionalkan sarana dan prasarana kesehatan secara tepat dan cepat (posisi) sesuai dengan kebutuhan dan macam bencana yang terjadi (pos kesehatan, rumah sakit lapangan, ambulans, termasuk tenaga dan obatobatan). 2) Mensiagakan sarana rujukan dan system pendukungnya 3) Melaksanakan P3K/P3B, evakuasi dan rujukan 4) Memobilisasikan sarana dan transport untuk evakuasi korban dan rujukan 5) Memobilisasi tenaga kesehatan secara terkoordinasi dengan sektor terkait dan masyarakat termasuk LSM dalam lingkup SATLAK PB. 6) Penyehatan/pengawasan sanitasi dan gizi makanan di penampungan 7) Sanitasi lingkungan pada lokasi bencana dan penampungan, yang meliputi: a.) Pengawasan penyediaan air bersih b.) Pemberantasan vector, terutama lalat dan nyamuk c.) Pengawasan sampah d.) Pengawasan sarana pembuangan kotoran atau jamban e.) Penyuluhan kesehatan 8) Memantau tindakan penyelamatan yang dilaksanakan 9) Melaksanakan pemamtauan dan penelitian kebutuhan serta dampak kesehatan secara cepat sebagai dasar untuk program bantuan pelayanan kesehatan dan pemantauan 10) Menyelenggarakan system kewaspadaan pangan gizi (SKPG dan intervensi gizi) 11) Memberikan bimbingan dalam upaya-upaya penyelamatan korban yang dilakukan sektor lain/masyarakat 3. Tahap pasca bencana Setelah berakhirnya fase tanggap darurat bencana yang ditetapkan oleh pejabat yang kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk mencegah timbulnya dampak lanjut akibat bencana, pemulihan kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungannya serta aktifitas kehidupan masyarakat. Kegiatannya : 15
a) Pengamatan penyakit (Surveilans) dan analisisnya b) Penyelenggaraan system kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan intervensi gizi c) Upaya pencegahan kecacatan dan pemulihan kesehatan masyarakat, perbaikan sarana sanitasi dasar dan fasilitas umum d) Pemantapan kembali pelayanan kesehatan dasar dan rujukan e) Melaporkan hasil/pemantauan kepada bupati/walikota selaku ketua SATLAK-PB dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi f) Upaya pemantauan dan pencegahan dampak bencana sekunder anatara lain adanya KLB penyakit menular akibat perubahan kualitas lingkungan hidup g) Pendataan prasarana dan saran yang berdampak pada kesehatan (missal : sanitasi dasar, permukiman, sarana jalan, saran distribusi sembako) h) Menginformasikan pada instansi terkait, termasuk pemerintah setempat tentang hasil pemantauan untuk ditindak lanjuti.
7. Pelaksanaan Pelayanan Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang diperiapkan sangat tergantung dari macam dan jenis bencana, pelayanan kesehatan yang dilaksanakan kepada sasaran masyarakat terpajan diarahkan pada : 1. Pengobatan dan perawatan bagi kasus tertentu untuk sementara bila tidak perlu dirujuk 2. Pelayanan P3K dan P3P pada fasilitas kesehatan menetap dan lapangan (mobile) 3. Pemeriksaan kesehatan dan pemantauannya bagi masyarakat yang beresiko 4. Pengamatan penyakit dan tindak lanjutnya 5. Rujukan medis dan kesehatan 6. Evakuasi Masyarakat sebagai sasaran pelayanan, perlu dilibatkan pada semua upaya, baik dalam upaya promotif, prefentif, kuratif maupun rehabilitative terbatas. Disamping itu pula masyarakat diminta untuk melaporka kejadian secara cepat
16
kepada instansi terdekat dan menjaga sarana dan prasarana pelayanan penanggulangan bencana bagi daerah yang seringkali dilanda bencana yang sama. Pelaksana Pelayanan 1. Satu tim yang ditunjuk dan bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayan kesehatan dalam penanggulangan bencana 2. Tim dapat dibentuk dari petugas kesehatan yang ditunjuk terdiri dari Dokter, tenaga keperawatan, sanitarian, tenaga kesehatan lainnya. 3. Dalam kegiatannya secara operasioanal Tim bertanggung jawab kepada atasannya, dan secara teknis Tim bertanggung jawab kepada Pembina teknisnya yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kanwil Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi.
8. Pemantauan Kesehatan Pasca Bencana a. Upaya pemantauan dan pencegahan dampak bencana sekunder antara lain KLB penyakit menular akibat perubahan kuaitas lingkungan hidup b. Tindak lanjut pasca bencana secara lintas sektor dalam mengatasi kerugian yang diakibatkan oleh bencana
9. Pencatatan Dan Pelaporan Kegiatan 1) Pencatatan Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan kesehatan dalam penanggulanga bencana perlu dicatat oleh para petugas kesehatan, sebagai bahan penyusunan laporan: a) Hasil kegiatan pengamatan penyakit b) Kejadian penyakit, cedera, kecacatan dan kematian c) Kegiatan pelayanan dan rujukan serta hasil evakuasi 2) Pelaporan Penanggung jawab pelayanan kesehatan wajib membuat laporan kegiatanya termasuk hasil pemantauan dan pengamatan kesehatan termasuk KLB sesuai dengan ketentuan dan system pelaporan yang berlaku. Laporan dikirimkan kepada : a. Penanggung jawab penanggulan bencana yaitu untuk laporan operasional
17
b. Instansi kesehatan setempat : Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Dinas Kesehatan Propinsi. 3) Pembinaan dan pengawasan Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya a) Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk : 1. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian secara teknis dan operasional bagi para pelaksana kesehatan (matra) dalam bencana. 2. Mencegah kemungkinan bencana ulang dan terpenuhinya kebutuhan serta meminimalkan kesenjangan akan kebutuhan pelayanan kesehatan (matra) dan masyarakat yang terkena bencana. Terlenggaranya mekanisme dan tata laksana kegiatan. 3. Kesehatan dalam bencana efisien dan efektif sehingga secara teknis dan operasional terelenggara sesuai dengan bencana yang tersusun. b) Pembina dan pengawasan dilaksanakan melalui : 1. Supervisi dan bimbingan teknis pasca bencana secara terpadu antar instansi terkait, maupun secara teknis oleh masing-masing instansi teknis 2. Pemantauan dari hasil laporan pelaksanaan, baik terhadap hasil maupun proses penyelenggaraan 3. Pembahasan dalam rapat intern lingkup kesehatan ataupun secara terpadu lintas sektoral diberbagai tingkatan administrative 4. Pembahasan secara lintas sektor tentang penyebab terjadinya bencana (akibat alam atau ulah manusia) 5. Tindakan korektif atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan baik terhadap hasil maupun proses 6. Umpan balik laporan disertai dengan kesimpulan dalam rangka penilaian keberhasilan upaya ataupun saran-saran perbaikan.
10. Pemantauan Dan Evaluasi Dengan adanya kegiatan yang dilasanakan dari pra-bencana sampai dengan bencana mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemantauan perlu dipelajari oleh semua petugas yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut. Hasil pemantauan serta penilaiannya dibahas bersama pihak terkait 18
meliputi segala kesenjangan dan masalah yang mungkin terjadi yang diperkirakan akan menimbulkan gangguan baik fisik, mental maupun social pada masyarakat yang terpajan, perlu diantisipasi dan pemecahanya perlu lanjuti dengan pencatatan dan pelaporan yang benar, sehingga informasinya dapat dimanfatkan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam rangka keterpaduan penyelenggaraan programprogram. B. Kesehatan Bawah Tanah 1. Pengertian Kesehatan bawah tanah adalah upaya kesehatan matra untuk meningkatkan fisik dan mental pekerja bawah tanah agar mampu bertahan dalam lingkungan yang berubah secara bermakna. Kesehatan bawah tanah diselenggarakan mulai dari persiapan sebelum melakukan kegiatan dan selama kegiatan berlangsung dibawah tanah. Kesehatan bawah tanah adalah upaya kesehatan matra guna meningkatkan fisik dan mental pekerja bawah tanah agar mampu bertahan dalam lingkungan yang berubah secara bermakna. Kesehatan bawah tanah diselenggarakan mulai dari persiapan sebelum dan selama melaksanakan kegiatan berlangsung dibawah tanah. 2. Pelaksanaan A. Perencanaan Untuk memperoleh perencanaan yang baik diperlukan data atau informasi, dengan melakukan persiapan-persiapan sumber daya tenaga, sarana, prasarana, logistik,
pendanaannya. Perencanaan meliputi persiapan perencanaan,
penyusunan rencana, kebutuhan fasilitas kesehatan, penyusunan kebutuhan perbekalan kesehatan, penyusunan rencana pembiayaan. 1. Persiapan Perencanaan Untuk melaksanakan kegiatan persiapan perencanaan perlu tersedia : a. Data umum pekerja 1) Umur 2) Jenis kelamin 3) Pendidikan 4) Daerah asal 5) Agama b. Data kesehatan kerja 19
1) Kondisi fisik 2) Penyakit yang pernah atau sedang diderita 3) Hasil pemeriksaan ulang 4) Jenis resiko kesehatan matra dilokasi kegiatan 5) Lama bekerja 2. Penyusunan rencana kebutuhan tenaga a. Jenis tenaga 1) Dokter 2) Perawat 3) Ahli kesehatan dan keselamatan kerja 4) Ahli gizi b. Jumlah Jumlah untuk masing-masing jenis tenaga yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Penyusunan rencana kebutuhan fasilitas kesehatan a. Sarana pelayanan kesehatan antara lain RS, poliklinik b. Ambulance/evakuasi 4. Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan kesehatan a. Obat – obatan b. Peralatan medik c. Peralatan non medik 1) Pengukuran temperature 2) Pengukuran tekanan udara 3) Pengukuran konsentrasi debu 4) Pengukuran kondisi ventilasi 5) Pengukuran kecepatan aliran udara 6) Pengukuran pencahayaan 7) Pengukuran kelembaban 8) Pakaian dan perlindungan kesehatan kerja 5. Rencana pembiayaan Rencana pembiayaan meliputi : a. Peralatan medik dan obat-obatan b. Rujukan / evakuasi c. Biaya oprasional petugas 20
d. Peningkatan sumber daya tenaga kesehatan dan pekerja e. Biaya peralatan non medik B. Pengorganisasian Pengorganisasian meliputi struktur organisasi, mekanisme kerja dan koordinasi 1. Struktur organisasi Organisasi kesehatan bawah tanah dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan penanganan kesehatan bawah tanah. Pemilik dan pengelola kegiatan bawah tanah menjadi penaggung jawab dari organisasi yang ada. 2. Mekanisme kerja a. Penanggung jawab Penanggung jawab upaya kesehatan bawah tanah adalah dinas kesehatan setempat, dengan pelaksana adalah unit kesehatan pengelola kegiatan bawah tanah. b. Peran dan tugas Penyelenggara kegiatan bawah tanah bertanggung jawab menyiapakan sarana kesehatan dilokasi, penyediaan tenaga, termasuk penyediaan peklatihan tenaga kesehatan dan para pekerja. 3. Koordinasi Penanggung jawab dan pelaksana upaya kesehatan bawah tanah secara rutin mengadakan koordinasi dengan instansi terkait. C. Kegiatan Operasional 1. Lingkup kegiatan Lingkup kegiatan dalam kesehatan bawah tanah meliputi : a. Pemeriksaan kesehtan awal b. Pemeriksaan kesehatan periodik c. Penyuluhan d. Pelatihan e. Penatalaksanaan pelayanan medik dan keperawatan f. Higiene dan sanitasi g. Pengamatan penyakit D. Pelaksanaan kegiatan 1. Persiapan
21
Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan tenaga kerja bawah tanah dan penyiapan perbekalan kesehatan. a. Penyiapan tenaga pekerja bawah tanah b. Melakukan pemeriksaan awal terhadap setiap tenaga pekerja baru c. Memberikan pelatihan mengenai cara pencegahan penyakit dan kalau terjadi secara tiba-tiba kondisi matra yang berubah secara bermakna. 2. Penyiapan pembekalan kesehatan Pengelola usaha kegiatan bawah tanah harus menyiapkan perbekalan logistik, terutama untuk menghadapi kondisi matra meliputi : a. Peralatan medik b. Obat-obatan sesuai kebutuhan c. Peralatan untuk perlindungan kalau terjadi kondisi matra seperti tanah longsor, kecelakaan, semburan gas dan sebagainya. E. Pelayanan kesehatan bawah tanah 1. Tenaga kerja baru a. Pemeriksaan kesehatan, dilakukan terhadap para pekerja yang baru. Pemeriksaan dilakukan terhadap fisik dan penyakit tertentu yang pernah diderita pekerja dan atau sedang dideritapekerja yang dapat mengganggu kegiatan bekerja selama dibawah tanah. b. Penyuluhan kesehatan c. Pelatihan gladi penaggulangan matra bawah tanah. 2. Tenaga kerja lama a. Pemeriksaan ulang secara priodik b. Pengobatan penderita c. Sanitasi 3. Evakuasi kesehatan bawah tanah dilakukan melalui kegiatan : a. Pengukuran temperatur udara b. Kondisi ventilasi c. Kecepatan aliran udara d. Ukuran jalan udara e. Jumlah dan mutu udara f. Lokasi pengukuran aliran udara g. Laporan pengukuran udara h. Pengukuran konsentrai debu 22
i. Perubahan arah atau penyebaran aliran udara F. Pencatatan dan pelaporan Seluruh kegiatan kesehatan bawah tanah secara periodik dicatat dan dilaporka kepada kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota setempat. 1. Pencatatan a. Kegiatan pelayanan dan rujukan b. Kejadian penyakit dan kematian c. Kegiatan pengamatan penyakit d. Evaluasi kesehatan bawah tanah (seperti ventilasi, udara dan debu) 2. Pelaporan Hasil kegiatan secara periodik dilaporkan keinstansi kesehatan setempat (Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota) G. Pembinaan dan pengawasan Pembinaan dan pengawasan terhadap kesehatan bawah tanah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / kota setempat 1. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk : Meningkatkan kewmampuan dan kemandirian secara teknis dan operasional pelaksanaan kegiatan kesehatan bawah tanah a. Terpenuhinya kebutuhan dan meminimalkan kesenjangan kebutuhan pelayanan kesehatan bawah tanah bagi para pekerja b. Mekanisme dan tatalaksana kerja dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga operasionalisasinya berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan c. Tercapainya keterpaduan seluruh jajaran kerja yang terkait d. Terselenggaranya koordinasi antara unit yang terkait 2. Kegiatan pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui : a. Supervisi dan bimbingan teknis secara terpadu b. Pemantauan hasil kegiatan secara rutin dan periodic c. Pembinaan oleh unit tterpadu baik instalasi kesehatan maupun pengelola usaha kegiatan bawah tanah d. Pelatihan tenaga kesehatan dalam menangani masalah kesehatan bawah tanah. H. Pemantauan dan evaluasi
23
Pemantauan dan evaluasi mulai tahap persiapan dan pelakasanaan kegiatan selama dibawah tanah. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan oleh unit terkait untuk perbaikan program baik kuantitas maupun kualitas pelaporan. Evaluasi
kesehatan
bawah
tanah
dilakukan
melalui
kegiatan
pengukuran udara, kondisi ventilasi, kecepatan aliran udara, ukuran jalan udara, jumlah dan mutu udara, lokasi pengukuran aliran udara, laporan pengukuran, pengukuran konsentrasi debu, perubahan arah, atau penyebaran aliran udara. Pengukuran temperatur udara dilakukan secara berkala pada tempat bekerja tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, yang pertama 50 meter dari masuknya udara dan tempoat kerja yang terakhir 50 meter dari ujung keluarnya udara. Hasil pengukuran temperatur udara dimaksud dipertahankan antara 18 – 24 derajat celcius dengan kelembaban relatif maksimum 85%. Apabila temperatur efektif melebihi 24 derajat celcius maka tempat tersebut harus diperiksa setiap minggu. Kondisi ventilasi harus diukur sekurangkurangnya setiap 8 jam selama minimal 15 menit. Pengukuran
kondisi
ventilasi
untuk
rata-rata
8
jam
harus
mengahasilkan carbonmonoksida volumenya tidak loebih dari 0,0005%, methan (CH4) 0,025%, hidrogen sulfida (H2S) 0,001%, dan oksida nitrat (NO2) 0,0003%. Pengukuran kondisi ventilasi dalam tenggang waktu 15 menit harus menghasilkan karbondioksida (CO) tidak boleh lebih dari 0,004% dan Oksida Nitrat (NO2) tidak boleh lebih dari 0,0005%. Apabila hasil pengukuran kondisi ventilasi menyimpang dari ketentuan yang dimaksud harus segera dilakukan perbaikan. Kecepatan udara ventilasi yang dialirkan ketempat kerja harus sekurang-kurangnya 0,5 m per detik dan 0,3 m perdetik ditempet lain. Ukuran jalan harus mempunyai ukuran tertentu. Jalan dan mutu udara yang mengalir pada masing-masing lokasi atau tempat kerja atau sistem ventilasi harus ditentukan dengan tenggang waktu yang tidak melebihi satu bulan. Lokasi penyaluran aliran udara meliputi setiap jalan masuk udara, tempat terbaginya udara ditempat kerja dan lokasi udara keluar.
24
3. Potensi Bahaya di Tambang Bawah Tanah Tambang bawah tanah memiliki resiko keselamatan kharakteristik dibandingkan dengan tambang terbuka dikarenakan keterbatasan kondisi yang disesaikan dengan aktivitas bawah tanahnya. Tingkat resiko yang tinggi ini maka keselamatan kerja haruslah menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan kegiatan tambang. Di dalam aktivitas pertambangan bawah tanah, potensi bahaya dari aktivitas yang dilakukan lebih banyak dibandingkan dengan tambang terbuka. Ini dikarenakan kondisi dan lokasi kerja yang sangat terbatas dibanding tambang terbuka. Beberapa keterbatasan tersebut adalah: a. Ruang Kerja yang Terbatas Bekerja di bawah tanah tentunya jauh berbeda dibanding bekerja normal diatas permukaan. Dimensi bukaan tunneling mesti dihitung cermat agar efisien dari sudut biaya, dan aman dilihat dari pertimbangan teknis. Tunneling yang terlalu besar akan akan membutuhkan biaya tinggi disertai dengan kerumitan-kerumitan teknis. Pekerja tambang dituntut untuk bekerja dalam lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (LHD, Wheel Loader, Mine Truck, Jumbro Drill dan lain sebagainya) dapat saja terjadi akibat keterbatasan ruang gerak. b. Cahaya yang terbatas Bekerja di bawah tanah berarti bekerja tanpa penyinaran yang alami dan di bawah keterbatasan cahaya. Cahaya bantuan hanya didapat dari penerangan dengan lampu atau melalui Mine Spot Lamp (MSL). Tetapi jika cahaya bantuan ini dibandingkan dengan panjang tunneling yang dapat mencapai beberapa kilometer maka penerangan tidak mungkin dipasang di seluruh tempat. Bekerja dengan cahaya terbatas atau diterangi oleh MSL tentunya sangat riskan. Oleh karena itu para pekerja tambang bawah tanah tidak diperbolehkan untuk bekerja sendirian. Setidaknya ditemani oleh satu orang untuk mengantisipasi jika salah satu MSL tersebut mati. c. Kondisi batuan yang rawan
25
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Telah dilakukan beragam metode terapan untuk memperkuat batuan tetapi pekerja tambang tetap harus waspada akan bahaya ini. Runtuhan batuan, sekecil apapun akan beresiko. Runtuhan batuan kecil mungkin saja merupakan awal dari aktivitas
yang
memancing
ambrukan
lebih
besar
lagi.
Untuk
meminimalkan resiko keselamatan kerja, selain penyanggaan yang harus teliti dan akurat, berbaga macam prosedur kerja juga diperlukan untuk melengkapi keamanan aktivitas. d. Gas berbahaya Berbagai macam jenis gas berbahaya, tumpah ruah dan banyak terdapat di dalam tambang bawah tanah. Metan adalah gas berbahaya yang ditemui di tambang batubara bawah tanah. Sedangkan utuk tambang bijih bawah tanah, gas yang paling berbahaya adalah carbonmonodioxide (CO). Para pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara terowongan yang terbatas, gas-gas beracun tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa gas beracun ini antara lain CO, CO2, H2S, NOx, dan SO2. Gas ini dapat terjadi akibat proses peledakan, emisi kendaraan dan alat berat maupun gas yang terlepas alami oleh kondisi batuan. Pada banyak kondisi, sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol. Oleh karena itu ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh melebihi ambang batas ini. Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat menyebabkan kematian. Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah mengikat gas ini dibanding oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian. Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi: a) 35 ppm (0.0035%)
Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam
b) 100 ppm (0.01%)
Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam
c) 200 ppm (0.02%)
Pusing dalam rentang 2-3 jam
d) 400 ppm (0.04%)
Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam 26
e) 1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam. f) 3,200 ppm (0.32%)
Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian
dalam 30 menit. g) 6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit. h) 12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit. e. Debu dan Partikulat Aktivitas di bawah tanah hampir selalu dipengaruhi oleh debu baik yang berasal dari batuan halus, kayu, semen maupun dampak dari lalu lintas alat berat. Debu yang berbahaya adalah debu silica yang jika terhisap dapat mengendap di pernafasan dan mengakibatkan penyakit silikosis. Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu ini juga mampu menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Upaya yang umum dikerjakan untuk mengurangi tingkat resiko akibat terpapar debu yaitu dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di tambang bawah tanah harus dibuat selancar mungkin dengan mengalirkan udara bersih dan supply oksigen serta membawa keluar udara kotor. Selain itu untuk menambah keselamatan, para pekerja juga harus dilengkapi dengan respirator (masker) sebagai alat pelindung kesehatan. f. Heat and Cold Stress Wilayah tambang kebanyakan berada di jalur khatulistiwa dengan iklim yang panas, dan mungkin bisa mencapai 400 C pada udara normal di luar. Berdasarkan undang-undang kesehatan dan peraturan menteri mengenai bahaya pajanan fisik, mengenai heat stress tidak berlaku karena hanya membatasi hingga 320 C saja. Di tambang bawah tanah diusahakan tidak di temui daerah yang bersuhu diatas 320 C oleh kaerna itu diperlukan system ventilasi yang memadai serta disediakan lokasi pengisian air minum dan tempat istirahat sementara yang dekat dengan lokasi kerja. g. Bahan Kimia Pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar bahan kimia yang umumnya disebabkan karena aktivitas charging blasting (akibat penggunaan bahan 27
peledak), penggunaan oli bor, proses pengisian kembali (backfilling /pastefil) maupun dari aktivitas shoot crete. Bahan kimia yang rawan terpapar seperti Sianida (CN-), Nitrat (NOx), Gas Mudah Menguap (Volatile Gases) dan lainnya. h. Personal Hygiene Adalah salah satu hal yang paling jarang di awasi. Peralatan dalam mendukung hygiene personal yang paling penting adalah washtafel dan sabun
cuci
tangan
yang
sulit
didapatkan
di
lokasi underground. Kebanyakan pekerja bawah tanah tidak peduli terhadap kebersihan hygiene ini, tidak ditemui lokasi pencucian dan bahan pencuci yang aman di kantin. Pemeriksaan feces dan standarnya harus dilakukan 6 bulan sekali untuk menghindari kontaminasi kuman diare pada saat pengelolaan makanan. i. Kebisingan Kebisingan ditemukan di banyak lokasi tabang bawah tanah seperti akibat aktivitas mesin berat, aktivitas blower ventlasi maupun dari aktivitas blasting. Penggunaan APD yang memadai sangat diperlukan pada kondisi ini. Penggunaan yang direlomendasikan adalah ear muffler. j. Manual Handling Walau telah banyak menggunakan alat-alat canggih di dunia tambang, cidera akibat manual handling masih banyak terjadi. Cidera manual handling
yang
paling
banyak
ditemukan
pada
pakerja dengan
menggunakan alat yang berat seperti pada penggunaan alat bor jackleg. Manual handling umumnya terjadi pada para pekerja yang mengangkat beban secara manual lebih dari 50 kg dengan perjalanan yang panjang dan berbahaya. k.
Kelembaban Masalah lembab banyak dijumpai di pertambangan diatas 1000 m dpl dan juga pertambangan bawah tanah. Lembab dapat memicu penyakit yang disebabkan kuman yang menyerang kulit dan pernapasan. Selain karena keterbatasan udara bersih bawah tanah, kelembaban juga diakibatkan banyaknya limpasan dan kebocoran air dan juga kelembaban dari material kayu yang melapuk. Salah satu solusi dalam permasalahan ini adalah diperlukan pengaturan batas lama bekerja di dalam bawah tanah 28
sesuai tiap meter ke dalamannya dan juga pemberian aliran udara yang terus menerus akan membantu pengurangan lembab dan pengap.
C. Kesehatan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat 1. Pengertian Menurut pengertian dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Polri, pengertian keamanan masyarakat digabung dengan pengertian ketertiban masyarakat menjadi keamanan dan ketertiban masyarakat yang artinya: “keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka terciptanya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban. Dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, menanggulangi segala bentuk pelanggaran hokum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Kesehatan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah operasi yang dilaksanakan untuk mengatasi keresahan masyarakat dan gangguan kehidupan ideologi, politik, ekonomi sosial dan budaya. Penyelenggaraan upaya kesehatan dalam penanggulangan gangguan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) dimaksudkan untuk mencegah timbulnya dampak
gangguan
kamtibmas
terhadap
kesehatan
masyarakat.
Tujuan
penyelenggaraan ini dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan apabila kegiatan tersebut dikelola secara baik dan terencana sejak tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
2. Perencanaan Agar kegiatan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan kamtibmas dapat terselenggara dengan baik, perlu disusun perencanaan yang meliputi : 1) Pengumpulan dan Analisa Data / Informasi Data yang perlu dikumpulkan antara lain mengenai : a. Tempat/lokasi terjadinya gangguan kamtibmas. b. Prakiraan jumlah orang terpajan. c. Prakiraan lamanya gangguan kamtibmas akan berlangsung. 29
d. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab penanggulangan kamtibmas. e. Gambaran tentang proses/jalannya peristiwa gangguan kamtibmas. f. Pemetaan tentang daerah rawan gangguan kamtibmas. g. Informasi sumber daya kesehatan yang ada disekitarnya. h. Macam gangguan kamtibmas yang terjadi atau potensial akan terjadi. Informasi diatas dapat diperoleh berdasarkan kejadian-kejadian serupa pada waktu lalu atau pada lokasi lain atau didapat berdasarkan informasi yang sengaja dikumpulkan oleh berbagai pihak dalam keanggotaan tim yang bersangkutan. 2) Penyusunan Rencana Pelayanan Kesehatan a. Sarana pelayanan kesehatan menetap, sesuai dengan kebutuhannya dapat berupa: a) Pos kesehatan sederhana b) Sarana pelayanan kesehatan dasar lapangan, yang dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan maupun situasi gangguan kamtibmas. c) Sistem rujukan dan evakuasi yang terintegrasi dengan fasilitas rujukan daerah setempat (RS Kab, RS POLRI, RS TNI, RS Swasta, dll). Jenis, jumlah dan lokasi yang harus disediakan, disesuaikan dengan jenis kejadian atau peristiwa gangguan kamtibmas yang bersangkutan. b. Sarana pelayanan kesehatan bergerak, dengan menggunakan kendaraan antara lain : a) Puskesmas keliling b) Ambulans c) Klino mobile d) Mobil jenazah e) Ambulans huru hara c. Sarana pendukung pelayanan dan rujukan : Radio komunikasi, sarana pendukung evakuasi dan RS lapangan bila diperlukan. 3) Perencanaan Perbekalan (Logistik) 1. Jenis logistik yang diperlukan antara lain berupa : a. Obat dan bahan habis pakai 30
b. Perlengkapan sarana pelayanan kesehatan yang meliputi : a) Alat kesehatan b) Peralatan non medis seperti ambulans, tandu, dll. c) Peralatan khusus yang digunakan untuk identifikasi dan penyelidikan antara lain Tempat Kejadian Perkara (TKP) Kit medis, Antropometer, Kit sidik jari, disaster victim identification kit, sarana embalming dan lain-lain. Jumlah dan jenis yang dibutuhkan, diperhitungkan menurut prakiraan jenis kebutuhan pelayanan kesehatan serta volume dan lamanya acara berlangsung. 4) Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Jenis tenaga : a. Jenis tenaga yang diperlukan, sesuai dengan kebutuhan menurut kejadian gangguan kamtibmas, adalah tenaga-tenaga kesehatan yang telah dilatih khusus dalam kesehatan matra penanggulangan gangguan kamtibmas. b. Minimal harus tersedia tenaga dokter, keperawatan, sanitarian, kesehatan lapangan dan tenaga kesehatan lainnya serta tenaga pendukung pelayanan termasuk pengemudi. c. Pada sarana rujukan yang ditunjuk, perlu ditugaskan dokter spesialis sesuai dengan kebutuhannya dan bertindak sebagai dokter konsulen dalam pelayanan kesehatan di lapangan. 2. Jumlah tenaga yang diperlukan: a. Jenis tenaga diperhitungkan berdasarkan : 1. Bentuk gangguan kamtibmas 2. Onset kejadian, luas dan volume masalah yang terjadi serta lamanya gangguan kamtibmas 3. Prakiraan banyaknya orang yang akan terpajan 4. Banyaknya lokasi sarana dengan kriteria kemampuannya b. Pengaturan tanggung jawab dan jadwal tugas : Agar setiap petugas yang memberikan pelayanan dapat melaksanakan tugas secara optimal, diperlukan adanya pengaturan tanggung jawab dan jadwal serta masing-masing petugas, yaitu : 31
1) Tanggung jawab petugas diatur berdasarkan kompetensinya 2) Jadwal tugas diatur menurut kebutuhan pelayanan atas dasar lokasi, jenis sarana pelayanan kesehatan dan besarnya dampak gangguan kamtibmas. 3. Pembiayaan a. Sumber dana dapat berasal dari : a) Pemerintah Instansi pemerintah provinsi, kabupaten, kota setempat dan pusat yang terkait
bertanggung
jawab
untuk
menyediakan
dana
kegiatan
penanggulangan gangguan kamtibmas sesuai dengan tugas dan fungsinya. b) Penyelenggara
jaminan
asuransi
yang
terkait
dengan
macam
kejadiaannya. 1. Dalam gangguan kamtibmas yang berhubungan dengan perjalanan di darat, laut ataupun udara pada keadaan-keadaan tertentu dijamin dengan asuransi. 2. Dengan adanya jaminan tersebut, biaya-biaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat direncakan bersama badan pengurus asuransi yang bersangkutan. c) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) atau sejenisnya, Apabila sudah ada atau sudah dikembangkan, maka potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai pendukung pembiayaan. b. Dari sumber dana lain yang tidak mengikat 1. Donatur 2. LSM (bantuan dalam atau luar negeri) 3. Masyarakat, dan lain-lain. Rencana anggaran kesehatan dalam penanggulangan gangguan kamtibmas diperhitungkan berdasarkan : a) Jumlah sasaran manusia yang terpajan b) Prakiraan jenis pelayanan yang dibutuhkan promotif, preventif, kuratif dan rujukan dengan memperhatikan berat ringannya gangguan kamtibmas. c) Prakiraan berat dan lama gangguan kamtibmas. d) Kebutuhan operasional petugas pelayanan kesehatan.
32
4. Pengorganisasian a. Tugas dan Tanggung Jawab masing-masing jenjang administrasi. b. Pusat : 1) Menyusun pedoman dan petunjuk pelaksanaan umum. 2) Menyusun standar. 3) Melaksanakan kegiatan pelatihan TOT untuk petugas provinsi. 4) Melakukan pembinaan. 5) Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan. c. Provinsi : 1) Menyusun petunjuk pelaksanaan. 2) Melakukan pembinaan. 3) Melakukan kegiatan pelatihan untuk pelatih kabupaten/kota, pelaksana provinsi. d. Kabupaten/Kota : 1. Menyusun perencanaan. 2. Melaksanakan kegiatan pelatihan. 3. Melakukan pembinaan dan pengawasan. 4. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan. 5. Monitoring dan evaluasi. e. Koordinasi penyelenggaraan Agar penyelenggaraan kesehatan terselenggara secara baik, efisien dan efektif perlu adanya koordinasi yang baik, antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota
dengan
instansi
penanggung
jawab
penanggulangan
gangguan kamtibmas tersebut. f. Struktur organisasi Merupakan satuan tugas khusus yang dibentuk pemerintah, dengan satuan terkecil adalah kabupaten/kota yang dapat ditingkatkan pada daerah provinsi ataupun pusat, sesuai dengan luasnya gangguan kamtibmas yang terjadi dan dampak yang ditimbulkan. Organisasi yang dibentuk tersebut merupakan bagian dari organisasi penanggulangan bencana tergantung dari kedudukan/keberadaan, apabila berkedudukan di provinsi maka merupakan bagian dari organisasi Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) atau bila
33
berkedudukan Kota/Kabupaten maka merupakan bagian dari organisasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB). 5. Kegiatan Operasional a. Lingkup kegiatan Lingkup kegiatan kesehatan dalam penanggulangan gangguan kamtibmas meliputi : a) Pelatihan b) Penyuluhan c) Pengamatan penyakit d) Penanganan gizi e) Kesamaptaan jasmani f) Tindakan medik dan perawatan g) Evakuasi dan rujukan h) Identifikasi korban dan penyelidikan b. Pelaksanaan Kegiatan a) Mengantisipasi Timbulnya Gangguan Kamtibmas Upaya tersebut hanya dilakukan pada situasi yang dapat diperkirakan akan menimbulkan gangguan kamtibmas. Setiap menghadapi kondisi demikian, petugas kesehatan bersama pihak lain terkait sudah harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terjadinya gangguan kamtibmas yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Untuk hal tersebut, maka : 1. Pengamatan yang cermat tentang situasi yang berlangsung. 2. Pembinaan pelayanan kesehatan secara memadai termasuk upaya pencegahan yang dapat diberikan selama berlangsungnya kegiatan. 3. Koordinasi yang baik dengan berbagai pihak terkait khususnya penanggung
jawab
keamanan
setempat,
untuk
mengantisipasi
terjadinya perubahan-perubahan sehingga dapat bertindak secepatnya bilamana sewaktu-waktu terjadi kondisi kedaruratan. 4. Penyiapan protap penanggulangan masalah, yang cukup jelas sehingga memudahkan untuk bertindak. b) Memberikan Pelayanan 1. Mengumpulkan dan analisa data/informasi
34
Pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab, mencari atau menerima informasi tentang gangguan kamtibmas yang dihadapi atau potensial akan terjadi, yang perlu mendapatkan dukungan pelayanan kesehatan serta kesiapan sumberdaya kesehatan yang tersedia. 2. Menyiapkan dan menggerakkan sumberdaya pendukung pelayanan Pada kegiatan penanggulangan gangguan kamtibmas yang sifatnya statis pada satu tempat. Misalnya yang terjadi akibat kerusuhan massal baik terencana ataupun spontan dan dampak lanjutnya dari suatu kegiatan dalam situasi khusus tertentu, karena sifatnya ataupun karena telah berhasil dikendalikan, maka kejadiannya dapat dilokalisir pada suatu tempat terbatas. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dan sarana penunjangnya perlu dipantau kesiapannya. c) Melaksanakan Pelayanan Kesehatan a. Sasaran Pelayanan. a) Masyarakat terpajan yaitu yang terkena akibat langsung atau masyarakat lainnya yang terkena dampak. b) Petugas
yang bertugas
dalam
penanggulangan
gangguan
kamtibmas. c) Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan. b. Pelaksana Pelayanan. a) Tim
kesehatan
yang
ditunjuk
bertanggung
jawab
atas
pelaksanaan pelayanan kesehatan. b) Anggota tim terdiri dari : dokter, tenaga keperawatan, sanitarian, tenaga kesehatan lainnya, tenaga pendukung pelayanan dan pengemudi kendaraan. c) Tim dibentuk secara terpadu terdiri atas berbagai komponen baik pemerintah maupun non pemerintah yang diperbantukan oleh instansi kesehatan setempat atas dasar permintaan, termasuk organisasi profesi LSM. d) Dalam kegiatan pelayanan, secara operasional tim bertanggung jawab kepada koordintaor, sedangkan secara teknis medis tim bertanggung jawab kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota. 35
d) Pelayanan Kesehatan. Sasaran pelayanan kesehatan yang dipersiapkan tergantung dari macam gangguan kamtibmas. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat terpajan, antara lain berupa : a) Pendataan korban, baik korban cedera, korban mati maupun korban lainnya akibat kerusuhan yang terjadi dengan dukungan peran serta masyarakat. b) Pelayanan kuratif pada korban hidup mulai dari pelayanan dasar, pelayanan kuratif lanjutan, pelayanan emergensi dan rujukan pada sarana yang lebih lengkap, serta evakuasi korban pada kejadian berat, termasuk dampak psikologis. c) Penanganan jenazah pada korban mati bekerjasama dengan LSM, PMI, pemuka agama bersangkutan. d) Pengamatan pengamatan
sanitasi
lingkungan
penyakit,
dan
dilaksanakan
pengamanannya,
apabila
terjadi
serta
kerusakan
lingkungan. e) Pengamatan sanitasi makanan pada lokasi penampungan, baik makanan yang disediakan oleh penanggung jawab ataupun makanan yang dijajakan disekitar lokasi. f) Pemberian pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif antara lain melalui penyuluhan dan pengamatan penyakit. g) Pemantauan
pelaksanaan
kegiatan
dalam
rangka
memberikan
pembinaan dan bimbingan pencegahan sebelum terjadinya hal-hal yang mungkin membahayakan kesehatan. h) Pada kejadian gangguan kamtibmas tertentu dimana keamanan para petugas penolong belum dapat dijamin, maka kerjasama dengan pihak lain yang dianggap netral oleh kedua belah pihak dapat dilakukan. Masyarakat sebagai sasaran dapat dilibatkan pada upaya pertolongan pertama untuk mengatasi masalah/korban, maupun pada upaya-upaya preventif dalam rangka menghindarkan dampak akibat gangguan kamtibmas. i) Apabila sampai terjadi KLB atau wabah, maka tindakan cepat, tepat dan
terkoordinasi
harus
penanganan KLB. 36
dilakukan,
sesuai
dengan
prosedur
e) Pasca Kegiatan Berakhir Setelah kegiatan berakhir, maka segala sesuatu yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan khususnya keadaan yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan masyarakat perlu segera dikembalikan pada kondisi semula secepatnya. Agar proses pemulihan kondisi lingkungan dapat dilakukan sebaik-baiknya, perlu dilakukan pengamatan lingkungan oleh petugas sanitarian setempat baik selama kejadian maupun segera sesudahnya, bekerjasama dengan petugas lain terkait serta masyarakat dan pihak keamanan yang bertanggung jawab dalam penanggulangan gangguan kamtibmas. Untuk hal itu diperlukan adanya koordinasi yang baik dengan semua pihak terkait.
6. Pencatatan dan Pelaporan 1. Pencatatan Segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan kesehatan dalam penanggulangan gangguan kamtibmas, perlu dicatat oleh para pelaksana pelayanan, sebagai hasil pengamatan untuk bahan pemantauan dan penyusunan laporan. 2. Pelaporan Penanggung jawab pelayanan kesehatan wajib membuat laporan kejadian, korban, kegiatan pelayanan, hasil pemantauan dan pengamatan kesehatan, kejadian luar biasa (KLB) atau wabah ditempat penampungan, sesuai dengan ketentuan dan sistem pelaporan yang berlaku dan disampaikan 7. Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan dan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan, dilaksanakan oleh Kapolri, Panglima Tinggi Menteri Kesehatan dan Kesos, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing. 1. Kegiatan pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui : a) Rapat evaluasi tim kesehatan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian teknis dan operasional bagi para pelaksana kesehatan.
37
b) Terpenuhinya kebutuhan dan meminimalkan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat para petugas yang memberikan pelayanan umum dan kesehatan. c) Mekanisme dan tata laksana kerja dapat terselenggara secara efektif dan efisien, sehingga operasionalnya berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. d) Tercapainya koordinasi serta keterpaduan dalam pelaksanaan seluruh kegiatan pada jajaran kerja terkait. e) Meningkatkan kemampuan dan kemandirian teknis dan operasional bagi para pelaksana kesehatan. f) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan.
8. Pemantauan dan Evaluasi Terhadap kegiatan yang berlangsung, perlu diamati secara cermat oleh penyelenggara dan petugas kesehatan yang diberi tanggung jawab. Pemantauan kejadian penyakit, kondisi sanitasi dasar, sanitasi makanan yang dilakukan dengan baik dan cermat akan dapat menghindarkan timbulnya kejadian atau akibat buruk dari pelaksanaan kegiatan, termasuk KLB dan wabah. Hasil pemantauan perlu diumpan balikkan kepada penyelenggara dan pihak lain terkait, bila perlu dibahas bersama untuk langkah-langkah pemecahan dan tindak lanjut. Hasil analisis data dapat digunakan sebagai bahan pertanggung jawaban pelaksana kesehatan kepada pihak penanggung jawab kegiatan, dan digunakan sebagai bahan laporan penyelenggara kepada Kepala Dinas Kabupaten atau Kota. Sistem pemantauan oleh Dinas Kabupaten/Kota mengikuti sistem pemantauan yang ditetapkan pejabat yang berwenang.
38
BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Dalam kesehatan matra darat penting dilakukan dan dilaksanakan agar semua masalah yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik dan untung untuk masyarakat, polisi,dokter dll. Karena jika bekerja sama dalam melaksanakan tugas masalah akan terselesaikan dengan mudah. Bencana alam adalah suatu kejadian atau fenomena yang tidak pernah kita tau kapan hal itu terjadi, sebagaimana kesehatan matra di laksanaakan agar dapat mempermudah masalah yang ada. Upaya kesehatan matra dimasa mendatang menjadi sangat peting karena dengan perkembangan ilmu dan teknologi akan terjadi interaksi antara manusia dengan lingkungan yang serba berubah (Matra) yang berdampak terhadap kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ini dan lampirannya merupakan pedoman bagi seluruh pengelolaan kesehatan matra dan unit terkait agar terdapat keseragaman pemahaman dan tindakan dalam melaksanakan upaya kesehatan matra. Dalam pelaksanaan dan pengembangan kesehatan Matra ke depan Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ini perlu segera ditindak
lanjuti
dengan
menyusun
pedoman
teknis,
standar
dan
implementasi dalam penyiapan sumber daya manusia, peebekalan kesehatan dengan peran dan tanggung jawab sesuai dengan tingkat administrasi bidang masing-masing unit terkait.
2. SARAN Dasar kesehatan dalam penolongan pertama dalam menolong pasien sangat penting karena dapat mengurangi angka kematian atau kecatatan untuk pasien itu sendiri. Secepat dan sebaik mungkin pasien selamat dan tidak terjadi halangan apapun. Dalam mengetahui berbagai aspek kesehatan matra darat maka diharapkan dengan mudah memahami problema bencana yang di hadapi oleh para tim medis, dan dapat menagulangi bencana dengan
39
upaya
–
upaya
pencegahan
dan
pertolongan.
meminimalisirkan korban dalam suatu bencana.
40
Sehingga
dapat