Makalah Klp 4 Ekologi (irmawan)

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Klp 4 Ekologi (irmawan) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,479
  • Pages: 15
MAKALAH MT KULIAH : EKOLOGI PERAIRAN LANJUTAN

SIKLUS MATERI DAN ALIRAN NUTRIEN PADA EKOSISTEM ESTUARIA

KELOMPOK IV : IQBAL CAHYADI S M (P33002 08 0011) IRMAWAN SYAFITRIANTO (P33002 08 004) SITTI FARIDA (P33002 08 006) FATTIMA (P33002 08 00 )

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN PROGRAM PASCASARJANA (MAGISTER) UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008 I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ekologis pertama kali diperkenalkan oleh seorang bangsa Jerman bernama Ernst Haeckel pada tahun 1870, dimana dalam tulisannya dikemukakan bahwa ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Oikos” berarti lingkungan tempat hidup dan “Logos” yang berarti ilmu. Sehingga ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme hidup dengan lingkungannya (Dirjen Perikanan Deptan 1984). Lingkungan mempunyai arti luas, antara lain menyangkut sifat fisika dan sifat kimia tempat tinggal organisme tersebut. Sedang orgnisme adalah sesuatu yang hidup atau mahkluk hidup yang pada umumnya terdiri dari individu. Individu sejenis

akan membentuk

populasi.

Berbagai populasi

organisme

yang

menempati daerah tertentu membentuk suatu komunitas. Bila mana komunitas tersebut dengan lingkungannya (abiotik) berfungsi bersama-sama terbentuk ekosistem. Jadi ekosistem terbatas pada suatu daerah tertentu dari alam, terdiri dari mahkluk hidup dan benda mati yang berhubungan erat dan saling mempengaruhi (berintegrasi) untuk membentuk suatu keadaan tertentu yang lebih kompleks antara bagian yang hidup dan bagian yang mati. Ekosistem atau kawasasan pesisir pantai merupakan daerah terjadinya interaksi antara tiga unsur alam utama yaitu daratan, perairan dan udara. Bentuk ekosistem pesisir pantai yang dijumpai sekarang merupakan keseimbangan dinamik dari proses penghancuran dan pembentukan dari ketiga unsur alam tersebut. Sebagai tempat peralihan antara daratan dan laut, dimana kawasan ini ditandai oleh kelandaian (gradient) perubahan ekologi yang tajam. Ekosistem pantai ini juga sebagai zona penyangga (buffer zone) bagi banyak hewan yang berimigrasi (ikan, udang, dan burung) untuk mencari makan, berkembang biak dan membesarkan anaknya (Pariwono, 1996, dalam Fachrul. M.F, 2007).

Estuaria adalah ekosistem yang kompleks sebab merupakan tempat pertemuan antara limpasan air sungai yang bersifat tawar dan air laut yang asin. Keadaan ini menyebabkan estuaria umumnya memiliki kisaran variasi salinitas yang tinggi sehingga didiami organisme yang bervariasi dari waktu ke waktu. Estuaria juga menerima pasokan nutrien yang besar dari daratan yang terbawa oleh arus sungai. Oleh sebab itu estuaria merupakan wilayah yang subur dan disukai oleh terutama pada periode larva hingga juvenil. Disamping membawa pasokan nutrien, masukan air tawar ikut pula membawa pencemar dari darat yang menyebabkan estuaria menjadi tempat yang tidak layak untuk didiami oleh organisme. Posisi penting estuaria tersebut tidak lantas menyebabkan estuaria mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat, pemerintah maupun akademisi di Indonesia. Hal ini terlihat dari minimnya kajian-kajian mengenai estuaria termasuk siklus materi dan aliran nutrient. Mengingat pentingnya pemahaman tentang hal tersebut, maka dianggap perlu untuk menyusun makalah dan melakukan presentase tentang siklus materi dan aliran nutrient pada estuaria. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah dengan judul “Siklus Materi Dan Aliran Nutrient Ekosistem Estuaria” adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam hal kondisi dan pengelolaan ekosistem estuaria. Adapun kegunaanya adalah akan menjadi bahan referensi bagi yang memerlukannya.

Selain

itu,

merupakan

salah

satu

persyaratan

dalam

menyelesaikan mata kuliah Ekologi Perairan Lanjutan pada program studi Ilmu Perikanan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

II.

II.1

Siklus materi 2.1.1. Siklus Karbon

URAIAN

Di atmosfer terdapat kandungan COZ sebanyak 0.03%. Sumber-sumber COZ di udara berasal dari respirasi manusia dan hewan, erupsi vulkanik, pembakaran batubara, dan asap pabrik. Karbon dioksida di udara dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara. Di ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air. Gambar 1. Siklus Karbon di alam, angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam milyar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen. (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/siklus_karbon)

Diagram dari siklus karbon. Angka dengan warna hitam menyatakan berapa banyak karbon tersimpan dalam berbagai reservoir, dalam milyar ton ("GtC" berarti Giga Ton Karbon). Angka dengan warna biru menyatakan berapa banyak karbon berpindah antar reservoir setiap tahun. Sedimen, sebagaimana yang diberikan dalam diagram, tidak termasuk ~70 juta GtC batuan karbonat dan kerogen. Keberadaan

karbon

di

pantai

sumbernya

oleh

(Valiela,

1984)

menggambarkan datang dari adanya diffusi (dissolved), organisme laut yang sudah mati (particulate), dan sampah-sampah di wilayah estuari serta berasal dari daratan. Kontribusi aliran karbon dari daratan adalah C/N > 10, sedangkan dari perairan sendiri sebesar C/N < 6, penyebabnya tingginya variasi tersebut diakibatkan oleh tingginya pasokan air tawar dari sungai dan sumber karbon itu sendiri (Gattusso et al, 1998). Selanjutnya, sumber di dalam (internal sources)

akibat adanya proses dissolved dan particulate (gambar 6) dari karbon itu sendiri termasuk daur ulang partikel, exudation from producers, terlepas sel yang patah dan kotoran-kotoran konsumer (Valiela, 1984). 2.1.2

Siklus Nitrogen

Gas nitrogen banyak terdapat di atmosfer, yaitu 80% dari udara. Nitrogen bebas dapat ditambat/difiksasi terutama oleh tumbuhan yang berbintil akar (misalnya jenis polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir. Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ). Gas nitrogen tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme sebelum ditransformasi yang melibatkan menjadi senyawa NH3, NH4, dan NO3 sebelum digunakan dalam siklus. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Dalam ekosistem terdapat suatu daur antara organisme dan lingkungan fisiknya. Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar tumbuhan lain, misalnya Marsiella crenata. Selain itu, terdapat bakteri dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Nostoc sp. dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Di dalam setiap daur, terdapat gudang cadangan utama unsur yang secara terus menerus bergerak masuk dan keluar melewati organisme. Selain itu, terdapat pula tempat pembuangan sejumlah unsur kimia tertentu yang tidak dapat didaur ulang melalui proses biasa. Dalam waktu yang lama, kehilangan bahan kimia tersebut menjadi faktor pembatas, kecuali apabila tempat pembuangan itu dimanfaatkan kembali. Pada akhirnya, daur bolak balik ini

cenderung mempunyai mekanisme umpan balik yang dapat mengatur dirinya sendiri (self regulating) yang menjaga siklus tersebut agar tetap seimbang. Diantara beberapa siklus biogeokimia lainnya seperti siklus fosfor dan sulfur, siklus nitrogenadalah siklus biokimia yang sangat kompleks. Gambar berikut memperlihatkan tiga diagram siklus nitrogen yang sangat kompleks

tersebut. Nitrogen di perairan sebagai molekul N2 terlarut, amonium (

),

NH 4

Nitrit (

), Nitrat (

NO2−

) dan sebagai bentuk organik seperti urea, asam

NO3

amino, serta range berbeda. Gambar 2. Siklus Nitrogen di Alam 1. Amonia (

)

NH 3

Amonia (

) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber

NH 3 amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organic oleh mikroba dan jamur (amonifikasi). Sumber amonia adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah.

Selain terdapat dalam bentuk

gas, amonia membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion logam. Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Ikan tidak bisa bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi. Pada budidaya intensif, yang padat penebaran tinggi dan pemberian pakan sangat intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat. 2. Nitrit (

)

NO

− 2

Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter. Di perairan, nitrit ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen.

Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) yang terbentuk dalam kondisi anaerob. 3. Nitrat (

)

NO3 Nitrat adalah sumber utama nitrogen di perairan, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi daripada kadar amonium. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Nitrat adalah bentuk nitrogen sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna di perairan. Secara umum siklus nitrogen dilaut dapat dilihat pada Gambar 2. 2.1.3 Siklus Fosfor Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus.

Gambar 3. Siklus Fosfor di alam

Gambar.4. Siklus Fosfor pada ekosistem estuaria

III.

PENUTUP

Estuaria diartikan sebagai perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar . Kondisi ini secara umum menyebabkan keragaman organisme yang lebih sedikit di wilayah ini tetapi dengan populasi yang tinggi. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi. Estuariamerupakan salah satu wilayah yang berada di pesisir memiliki cadangan niutrient yang melimpah. Walaupun demikian, estuaria belum banyak di manfaatkan secara berkelanjutan, dimana fungsi estuariahanya merupakan bagian kecil yang ada di sub-sub ekosistem wilayah pesisir. Cadangan karbon yang tersedia di pantai berlumpur belum banyak terungkap, terbukti dari hasil penelusuran pustaka sangat sedikit informasi yang diberikan oleh para peneliti. Akan tetapi ini bukan merupakan suatu hambatan untuk di telaah lebih lanjut untuk di kaji berkenaan dengan issue global saat ini. Yang menarik ditelusuri adalah proses sink dan source carbon di pantai berlumpur itu sendiri, yang penulis ketahui bahawa untuk dilautan lepas atau samudera sudah banyak ditelaah dan diinformasikan mengenai dua kasus tersebut. Dalam usaha mengatasi tingkat kerusakan wilayah estuaria akibat pemanfaatannya, maka senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan. Pengelolaan wilayah estuaria tersebut harus terencana terencana, terarah dan terpadu. Sehingga keberlanjutan suatu wilayah pesisir khususnya eustuaria dapat tercapai.

Di Indonesia sendiri, informasi-informasi mengenai diamika fisik pantai berlumpur, siklus karbon dan rantai makanan masih sangat kurang. Walaupun demikian makalah ini mencoba melengkapi kekurangan informasi tersebut, akantetapi bukan bertujuan dijadikan sebagai bahan referensi ilmiah. Makalah ini di harapkan bisa menambah wawasan sesama peneliti untuk didiskusikan lebih lanjut dengan melakukan berbagai kajian dan pendekatan untuk menjawab semua pernyataan-pernyataan di atas yang adalah merupakan hasil penelusuran waktu yang terbatas. Gas nitrogen tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme sebelum ditransformasi yang melibatkan menjadi senyawa NH3, NH4, dan NO3 sebelum digunakan dalam siklus. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Dalam ekosistem terdapat suatu daur antara organisme dan lingkungan fisiknya. Lainnya halnya dengan keberadaan fisik pantai berlumpur, proses dinamika yang dimodelkan oleh Towned adalah merupakan jawaban bahwa wilayah pantai berlumpur adalah artopogenik, dimana menunjukkan kekhasan alamiah di lihat adanya pengaruh aktifantara laut dan darat itu sendiri. Pelumpuran yang terjadi adalah merupakan proses panjang, sehinga wilayah estuaria sendiri mengalami banyak tekanan baik secara natural maupun human impact terhadap sistem tersebut. Selanjutnya, food chain di pantai berlumpur sudah banyak di eksplorasi dari beberapa literatur terbaca bahwa di pantai-pantai Eropa dan Amerika sudah banyak dilakukan penelitian, seperti yang dilakukan oleh Webster dan kawankawan pada tahun 2003, dimana mereka mengkaji pengaruh kolom air tawar dan air laut terhadap rantai makanan juga dengan mengklasifikasikan setiap zonazona pantai berlumpur itu sendiri. Kemudian oleh Johannessen pada tahun 2005

mendefinisikan siklus Krebs yang berkembang sejak tahun 1972 dan disempurnakan walaupun dilakukan dala skala kecil untuk wilayah pantai berlumpur dan pantai secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA Anthony E.J. and Orford J.D., 2002. Between wave- and tide-dominated coasts: the middle ground revisited. Journal of Coastal Research, SI 36, 8–15. (ICS 2002 Proceedings). Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, (http://www.malang.ac.id, diakses 18 Oktober 2008). Dirjen Perikanan, 1984. Pedoman Budidaya Tambak. Departemen Pertanian. Jakarta. Dahuri et al., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Seacara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Fachrul. M. F, 2007. Metode Sampling Bioteknologi. Bumi Aksara. Jakarta. Finlayson D.P., 2005. Combined bathymetry and topography of the Puget Lowland. Digital Elevation Model (DEM) January 2005, School of Oceanography, University of Washington, Seattle, WA. Available. I.T. Webster, P.W. Ford, B. Robson, N. Margvelashvili, J. Parslow. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics, fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO Land and Water GPO Box 1666, Canberra 2601. 53 p. Johannessen, J.W., MacLennan, A., and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services, Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle, WA. Long A.J, Scaife, R.G, Edwards, R.J. 2000. Stratigraphic architecture, relative sea level, and model estuaria developmentin southern England: new data from Southampton Water. Special Publication 175. Geology Society. London. 253 -280 p. Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. -----------------------------. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. Towned, I. 2004. Coast and Estuary Behaviour Systems. Environmental Research Ltd. 19p.

ABP Marine

Strimbling, J.M and J.C. Cornwel. 1997. Identification of Important Primary Producers in a Chesapeake Bay Tidal Creek System Using Stable Isotopes of Carbon and Sulfur. Estuaries Vol. 20, No. 1, p. 77-95. Supriharyono, 2004. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Wilayah Pesisir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zedler, J. B. 1980. Algal mat productivity: Comparisons in a salt marsh. Estuaries 3:122-131. Zaitunah, Anita, 2002. Kajian Keberadaan Hutan Mangrove: Peran, Dampak Kerusakan Dan Usaha Konservasi. digitized by USU digital library

Related Documents