Makalah Kajian Budaya Pak Ali.docx

  • Uploaded by: Indah Prihatin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kajian Budaya Pak Ali.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,527
  • Pages: 10
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Budaya berasal dari bahasa Sanskerta “budhayah” yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal (Setiadi, 2005:28). Kebudayaan dapat pula diartikan mencakup segala ciptaan dan tatanan perilaku manusia, baik yang indah maupun yang tidak indah, yang serba adab maupun yang tidak. Budaya ini bisa diikuti secara menyeluruh oleh warga masyarakat, atau mungkin hanya oleh suatu kelompok secara khusus (Sujarwa, 2005:9). Sedangkan menurut Liliweri (2002:10) kebudayaan dapat mempengaruhi perilaku manusia karena setiap orang akan menampilkan kebudayaannya tatkala dia bertindak. Dengan demikian, budaya menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan (Setiadi, 2005:36). Menurut Al-Ma’ruf (2010:3) dalam kehidupan masyarakat global yang serba ketidakpastian dan masa depan yang tidak diramalkan kita harus dapat menghadapinya dengan bijak, tanpa kehilangan arah atau bahkan menjadi terasing tanpa kehilangan rasa sopan santun, identitas kepribadian, rasionalisme, dan sumber-sumber inspirasi kita yang selama ini kita pandang luhur bahkan adiluhung. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan dibentuk oleh perilaku manusia, dan perilaku itu merupakan hasil persepsi manusia terhadap dunia. Maraknya budaya Jepang yang masuk ke Indonesia dijadikan sebagai budaya populer dalam kalangan remaja saat ini. Ragam budaya populer Jepang diantaranya dalam bentuk film, komik, musik, hingga fashion. Fenomena gaya pakaian remaja Jepang atau lebih populer dengan istilah J-Style yang diwujudkan dalam bentuk costum playing atau semacam pakaian konstum yang dikenakan pada berbagai 1

event cosplay atau penampilan busana bersama di suatu tempat berkumpul. Menurut Venus (2010) gaya pakaian J-Style sangat unik , para costum player sering menjadi pusat perhatian sekaligus pusat pertanyaan masyarakat tentang apa, siapa, dan bagaimana mereka sampai bergaya pakaian unik seperti itu. B. Rumusan Masalah Ada tiga masalah yang akan dikaji dalam makalah ini. 1. Apa yang dimaksud dengan budaya populer? 2. Apa penyebab munculnya budaya populer Jepang? 3. Bagaimana dampak budaya populer Jepang dalam kehidupan masyarakat?

C. Tujuan Ada tiga tujuan yang akan dipaparkan dalam makalah ini. 1. Mendeskripsikan pengertian budaya populer. 2. Memaparkan penyebab munculnya budaya populer Jepang. 3. Menjelaskan dampak budaya populer Jepang dalam kehidupan masyarakat.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Populer Setiadi (2005:30) menjelaskan bahwa substansi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Seperti yang dikemukakan oleh Sullivan (dalam Venus, 2010:73) budaya populer ialah segala produk budaya yang secara sengaja dibuat sesuai selera orang kebanyakan. Beberapa cara untuk mendefinisikan budaya populer menurut Storey (dalam Aprilia, 2005:47) antara lain yaitu yang pertama dilihat dari makna katanya. Cara kedua untuk mendefinisikan budaya populer adalah dengan mempertimbangkan budaya tertinggal (rendah). Cara ketiga adalah menetapkannya sebagai budaya populer. Definisi keempat menyatakan bahwa budaya populer adalah menetapkannya sebagai budaya populer adalah budaya yang berasal dari rakyat. Budiman (dalam Aprilia, 2005:48) menjelaskan bahwa budaya populer juga disebut sebagai budaya massa yaitu bukanlah sesuatu yang sendirinya ada, ia adalah sebuah realitas yang memiliki hubungan-hubungan sosial dengan pelbagai realitas lain dalam perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat modern. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala bidang, termasuk dalam hal budaya. Menurut Setiadi (2005:40) suatu kelompok sosial akan mengadopsi suatu kebudayaan tertentu bilamana kebudayaan tersebut berguna mengatasi atau memenuhi tuntutan yang dihadapinya. Kebudayaan merupakan suatu kumpulan yang berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama, dan kebudayaan yang bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu (Sujarwa, 2005:18). Budaya populer bersifat difusi yakni perubahan budaya yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar masyarakatnya, seperti masuknya unsur-unsur budaya asing.

3

B.

Penyebab Munculnya Budaya Populer Jepang Menurut Setiadi (2005:41) dari waktu ke waktu, kebudayaan berkembang seiring dengan majunya teknologi (dalam hal ini adalah system telekomunikasi) yang sangat berperan dalam kehidupan setiap manusia. Namun, perubahan kebudayaan ini kadang kala disalahartikan menjadi suatu penyimpangan kebudayaan. Hal yang terpenting dalam proses pengembangan kebudayaan adalah adanya kontrol atau kendali terhadap perilaku regular (yang tampak) yang ditampilkan oleh para penganut kebudayaan, karena tidak jarang perilaku yang ditampilkan sangat bertolak belakang dengan budaya yang dianut di dalam kelompok sosialnya. Seperti yang dikemukakan oleh Dyson (dalam Sujarwa, 2005:20) beberapa peristiwa kontak antarbudaya yang berbeda dapat pula mengakibatkan terbentuknya budaya baru. Bentuk-bentuk peristiwa tersebut dapat berupa asimilasi dan akulturasi. Asimilasi adalah suatu proses bertemunya dua atau lebih budaya yang berbeda, unsurunsur budaya tadi saling beerinteraksi secara intensif dan menghasilkan budaya baru. Dalam proses asimilasi ciri khas unsur-unsur budaya lama dari masing-masing budaya asal sudah tidak tampak lagi. Sedangkan proses akulturasi adalah bertemunya dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Unsur-unsur budaya yang berbeda itu saling bersentuhan dan saling meminjam, tetapi ciri khas masing-masing budaya yang berbeda tidak hilang dan

tetap

mempelajari

dipertahankan komunikasi

keberadaanya.Sedangkan antarbudaya

berarti

menurut kita

Liliweri

mempelajari

(2002:37) (termasuk

membandingkan) kebudayaan orang lain, mempelajari satu atau lebih nilai kebudayaan lain, sekurang-kurangnya yang ditunjukan oleh tampilan perilaku mereka. Budaya Jepang J-Style dalam wujud Cosplay muncul di Indonesia pada awal tahun 2004. Mula-mula di Jakarta, kemudian menyebar ke kota-kota besar di Indonesia. Menurut Venus (2010:74) sebelum Cosplay populer, Anime dan Manga telah terlebih dahulu menjadi trend. Budaya populer Jepang yang diminati kalangan remaja mulai tahun 1990-an hingga tahun 2000. Popularitas J-Style di Indonesia dikembangkan lewat berbagai saluran komunikasi yang ada, mulai saluran personal yang melibatkan tokoh selebriti seperti Agnes Monica, Indra Bekti dan personil J-Rock hingga saluran elektronik (terutama televisi) serta pertemuan publik seperti yang digalang oleh The Japan 4

Foundation lewat festival Ikiteru Harajuku. Hal ini lah yang menyebabkan semakin maraknya J-Style di kalangan remaja khususnya di kota-kota besar, seperti Bandung dan Jakarta. Sebagai masyarakat informasi pada zaman sekarang orang tidak bisa mengabaikan pengaruh media massa pada dirinya. Apa yang orang lihat dan dengar akan diikuti oleh banyak orang. Masyarakat tidak bisa betul-bettul bebas dari intervensi media massa dan budaya massa. Selama orang melihat televisi, membaca koran, mendengarkan radio, lewat jalan raya, surfing di internet, selama itu pula orang akan selalu mengalami realitas yang langsung atau tidak langsung dibentuk oleh media massa. Budaya dan media massa telah membentuk sebuah lubang hitam kebudayaan yang menyerap siapapun ke dalamnya, tanpa pernah bisa keluar (Aprilia, 2005:48).

C. Dampak Budaya Populer Jepang dalam Kehidupan Masyarakat Menurut laporan Kompas (24/9/06) dan H.U (dalam Venus,

2010: 74-75).

Pikiran Rakyat (16/3/04), pada saat ini komunitas pencinta J-fashion telah muncul diberbagai kota besar Indonesia khususnya Bandung dan Jakarta. Di Kota Bandung sendiri jumlah komunitas yang muncul diperkirakan lebih dari dua puluh dengan jumlah anggota yang mencapai ratusan orang. Diantara komunitas tersebut adalah Cosplay party, Ulets, dan Kansai. Cosplay party merupakan komunitas yang paling dikenal diantara berbagai komuitas yang ada. Hal ini karena seringnya anggota komunitas ini tampil di media cetak sebagai reperesentasi cosplay di Bandung. Di luar itu, aktivitas komunitas ini juga tergolong padat karena partisipasi anggota-anggotanya yang tinggi dalam berbagai event cosplay yang diselenggarakan di Bandung dan Jakarta.

Beberapa masyarakat yang terpengaruh oleh budaya Jepang menurut Venus, 2010: 79-81). 1.

Valentina Damiana alias Ru, wanita usia sekitar 20 tahun mahasiwajurusan Planologi Itenas Bandung. berasal dari keluarga kecil, memiliki seorang kakak perempuan yang beda usianya lima tahun. Tidak terlalu dekat dengan kakaknya dibandingkan dengan kedua orangtuanya, khususnya sang mama. Ru biasa bercerita apa saja pada mamanya. Ayahnya bersuku jawa dan Ibunya Jawa-Sunda. Dirumah, orangtuanya 5

mendidik Ru dengan adat Jawa yang mementingkan tata krama dan selalu mengingatkan kodratnya sebagai perempuan. Tertarik anime sejak di Sekolah dasar. Di SMA bertemu teman-teman yang juga menyukai anime sehingga mengukuhkan ketertarikannya pada berbagai hal berbau Jepang. Tiga orang terpenting yang berpengaruh bagi Ru adalah Orang Tua/keluarga, teman dan pacar. 2.

Patricia alias Kuo, mahasiswa Universitas Maranatha jurusan Desain. Wanita berusia 20 tahun ini besar di Bandung dari keluarga campuran Ibu Melayu-Medan dan Ayah bersuku Jawa. Hobi bermain para-para versi Jepang (Sejenis tarian). Bercita-cita menjadi penulis komik dan dubber. Saat ini Kuo juga menjadi vokalis di droup Tabasco. Dari TK sudah menyukai gambar-gambar anime, dan membaca komik Astroboy dan Candy-canyd. Sekarang merasa pas terjun di dunia desain. Awalnya orangtua tidak mendukungg, jadi karya gambarnya ada yang dirobek, dibakar, dibuang. Akhirnya mereka menyerah karena keliatan aku serius dan jalan terus. Kuo yang masih memiliki darah keturunan Hamengkubuwono dari papanya mengaku waktu kecil ia sama sekali tidak dekat dengan keluarganya karena papanya sering bekerja di luar kota bahkan mereka saling menempelkan memo untuk berkomunikasi. Perubahan itu terjadi sejak kakeknya meninggal, ayahnya harus meneruskan usaha keluarga di Bandung. Berangsur angsur keluarganya menjadi seperti layaknya keluarga, hubungan mereka mulai dekat apalagi dengan sang adik. Sebagai cucu tertua Kuo merasa agak terbebani karena sering dikekang oleh keluarganya terutama nenek dari pihak papanya. Pendidikan di rumah pun sangat Jawa sekali.

3.

Dirck Julian, Mahasiswa fakultas sastra jurusan bahasa Jepang semester VI. Usia 19 tahun. Sulung dari tiga bersaudara. Dua adiknya hadir setiap kurun lima tahun sejak kelahirannya. Bentuk wajah Dirck berasal dari gen ayahnya yang masih memiliki keturunan Ambon hanya saja Dirck berkulit putih tidak seperti kebanyakan orang Ambon. Kulitnya ini titisan dari sang ibu yang berdarah Sunda. Seperti layaknya kakak adik, hubungan Dirck dan saudara-saudaranya juga sering diwarnai pertengkaran pertengkaran kecil karena hal yang sepele. Ayahnya merupakan orangtua yang tegas, sedangkan sang ibu cenderung memberikan kebebasan pada anak-anaknya dalam melakukan sesuatu, hanya saja tetap harus bertanggungjawab. 6

Dirck saat ini merasa lebih dekat dekat teman-temannya daripada keluarganya. Di kampus Dirck memiliki teman se-geng yang berjumlah 12 orang termasuk dirinya yang terdiri dari 5 laki laki dan 7 perempuan. Hubungan mereka sangat dekat. Ketertarikan Dirck akan Jepang berawal dari hobinya yang suka membaca komik dan menonton kartun Jepang sejak kecil. Pokoknya tiada hari tanpa membaca komik, bahkan Dirck menjadikan membaca komik sebagai kegiatan wajib sebelum tidur. 4.

Khairani alias Aira tapi di rumah ia biasa dipanggil Aya usia 19 tahun, mahasiswa di STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) jurusan Bahasa Jepang. Bekerja di cafe Musume sudah tiga bulan. Hobi chatting. Berasal dari keluarga keturunan Palembang-Sunda. Namun dari kecil ia tinggal dan dibesarkan di Bandung tempat ibunya berasal, pernah ke Palembang sekali ketika usianya setahun. Dengan keluarga di Bandung Aira dan saudara-saudaranya tidak terlalu dekat, paling bila bertemu hanya ngobrol biasa saja. Keluarga Aira sudah tidak utuh lagi, ayahnya meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Saat ini Aira tinggal berlima dengan ibu, kakak laki-laki, adik perempuan dan neneknya. Anaka ketiga dari empat bersaudara. Beda Aira dengan kakak pertamanya 12 tahun, dengan yang kedua 6 tahun, dan dengan si bungsu 3 tahun. Di keluarganya Aira lebih dekat dengan Nurul sang adik, mungkin karena samasama perempuan dan rentang usia mereka berdua juga tidak terlalu jauh. Sejak kecil Aira dan saudara-saudaranya diajar disiplin oleh kedua orangtuanya. Tak jarang bila mereka nakal hukumannya dipukul atau dikunci di kamar mandi. Selain disiplin orangtua Aira juga cukup terbuka, mereka membebaskan anak-anaknya untuk melakukan sesuatu, mereka hanya memberi nasihat, setiap keputusan tetap berada di tangan anak-anak.

5. Dampak budaya populer Jepang menurut Sara (2007: 15-17). Dampak dari imperialisme budaya pop Jepang tidak hanya mempengaruhi bidang industri hiburan di Indonesia seperti komik dan tayangan kartun animasi khas Jepang seperti yang telah disebutkan diatas. Budaya pop Jepang juga ikut mempengaruhi perilaku para remaja di Indonesia, salah satunya adalah gaya berpakaian mereka. Gaya berpakaian khas Jepang ini disebut dengan Harajuku Style. 7

Harajuku kini sangat menarik minat anak muda dunia, termasuk Indonesia. Gaya, pilihan warna dan motif pakaian yang dikenakan para kaum muda di seputar Harajuku banyak ditiru oleh kalangan muda di Indonesia. Umumnya mereka memiliki perhatian khusus pada produk budaya pop Jepang lainnya, seperti: anime, cosplay, komik, makanan, film, majalah, dan juga musik serta bahasa Jepang. Bagi sebagian kalangan remaja, adanya budaya baru, akan menimbulkan persepsi yang dimana bagi mereka itu unik karena beda. Oleh karena itu para kaum muda ini hadir membawa produk persilangan budaya baru yang merupakan perpaduan dari budaya Jepang dan budaya Indonesia. Masyarakat umumnya mengenal Harajuku adalah pakaian khas remaja Jepang yang tidak biasa, atau, tampilan pakaian yang diluar kebiasaan. Gaya ini dicirikan dengan gaya yang bebas, memadukan sesuatu dengan tidak lazim, merdeka berbusana tanpa standar atau patokan yang mengekang ekspresi individu. Gaya Harajuku berusaha melepas diri dari pakem, tatanan, standar, dan segala kredo berbusana berikut tata rambut dan rias wajah. Sifat ini jelas bertentangan dengan teori busana baik etika, fungsi bahkan estetikanya yang selama ini kita anut sebagaimana gaya berpakaian yang berlaku pada masyarakat umumnya. Masuknya gaya Harajuku di Indonesia tidak terlepas dari era globalisasi yaitu masuknya budaya asing ke Indonesia. Salah satunya adalah Jepang. Globalisasi budaya faktor utamanya adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi. Dampaknya gaya Harajuku akhirnya juga mempengaruhi pasar fashion di Indonesia dengan cepat baik dari busana, rambut, rias wajah sampai aksesoris, dan lain-lain. Gaya Harajuku mempunyi ciri materialnya sendiri di Indonesia. Hal ini berpengaruh akibat dari faktor agama, budaya mentalitas yaitu sikap dan mental manusia Indonesia terhadap produk, iklim dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut menyaring budaya luar, sehingga gaya Harajuku mempunyai bentuk dan gaya tersendiri di Indonesia. Gaya Harajuku menjadi gaya khas Jepang dan merupakan gaya yang sangat individual. Gaya ini menandakan kebebasan dan penampilan modern yang menekankan pada sensasi dan kebaruan serta tentu adanya fenomena ini membuat sebagian remaja menganggap itu adalah sensasi baru. Umumnya mereka pun memiliki perhatian khusus pada produk budaya pop Jepang seperti anime, cosplay, komik/manga, 8

makanan, film, majalah (Animonster), dan juga musik serta bahasa Jepang (les bahasa). Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwasannya dengan adanya trend atau budaya yang baru dan masuk ke dalam ranah pergaulan khususnya remaja, maka akan berdampak perubahan perilaku. Bagi sebagian dari mereka, akan penasaran, memiliki dorongan naluri serta beranggapan bahwa itu adalah fenomena baru dan unik karena hal tersebut tidak biasa bagi mereka. Juga sebagian akan menggunakannya dalam bentuk kebebasan berekspresi dan bentuk kepribadian individu akan kepuasan pribadi, baik itu secara lahir maupun batin.

9

BAB III PENUTUP Simpulan 1. Setiadi (2005:30) menjelaskan bahwa substansi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. 2. Menurut Setiadi (2005:41) dari waktu ke waktu, kebudayaan berkembang seiring dengan majunya teknologi (dalam hal ini adalah system telekomunikasi) yang sangat berperan dalam kehidupan setiap manusia. Budaya Jepang J-Style dalam wujud Cosplay muncul di Indonesia pada awal tahun 2004. 3. Beberapa masyarakat yang terpengaruh oleh budaya Jepang menurut Venus, 2010: 7981). Valentina Damiana alias Ru, wanita usia sekitar 20 tahun mahasiwa jurusan Planologi Itenas Bandung, Patricia alias Kuo mahasiswa Universitas Maranatha jurusan Desain. Wanita berusia 20 tahun ini besar di Bandung dari keluarga campuran Ibu Melayu-Medan dan Ayah bersuku Jawa, Dirck Julian, Mahasiswa fakultas sastra jurusan bahasa Jepang semester VI. Usia 19 tahun, dan Khairani alias Aira tapi di rumah ia biasa dipanggil Aya usia 19 tahun mahasiswa di STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) jurusan Bahasa Jepang. 4. Dampak budaya populer Jepang menurut Sara (2007: 15-17) dampak dari imperialisme budaya pop Jepang tidak hanya mempengaruhi bidang industri hiburan di Indonesia seperti komik dan tayangan kartun animasi khas Jepang seperti yang telah disebutkan diatas. Budaya pop Jepang juga ikut mempengaruhi perilaku para remaja di Indonesia, salah satunya adalah gaya berpakaian mereka. Gaya berpakaian khas Jepang ini disebut dengan Harajuku Style.

10

Related Documents


More Documents from "Bunda Adjierafa"

Diakronis Revisi.docx
November 2019 1
Kajian Budaya Populer.docx
November 2019 1
Lpj Su Bem.doc
November 2019 31
Dokumen 1.docx
May 2020 14