Ciri-ciri Manusia Indonesia
OLEH : HERCKIA PRATAMA DANIEL (10308072) SARMAG TEKNIK SIPIL 2008
UNIVERSITAS GUNADARMA
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………(3) BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………...............(4) 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………..(4) 1.2 Tujuan ………………………………………………………...............(4) 1.3 Rumusan Masalah …………………………………………………….(5) 1.4 Sistematika Penulisan ………………………………………………...(5)
BAB II
Pembahasan ……………………………………………………………….(6) 2.1 Kebudayaan……………………………………………………………(6) 2.2 Ciri Manusia Modern .………………………………………………...(8) 2.3 Ciri Manusia Indonesia ...……………………………………………..(9) 2.3 Jepang lebih Maju dan Sejajar dengan Masyarakat Barat ...………...(11) 2.4 Bangsa Indonesia Kurang Maju dan Sikap yang Harus Dilakukan ...(17) 2.4.1 Kurang Majunya Bangsa Indonesia .......................................(17) 2.4.2 Sikap yang Harus Dilakukan ………………………………(18)
BAB III
Penutup ……………………………………………………………………(20)
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….(21)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah yang berjudul “Ciri-ciri Manusia Indonesia” ini membahas mengenai ciri-ciri manusia Indonesia serta mengapa bangsa lain seperti jepang yang lebih cepat maju dan sejajar dengan masyarakat barat dari pada bangsa Indonesia serta bagaimana sikap yang seharusnya kita lakukan. Dalam penulisan makalah ini saya banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini. Saya sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu di karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan saya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Akhir kata, saya memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Depok, 26 Maret 2009
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengetahuan diperoleh karena ada rangsangan pada diri manusia untuk mengetahui sesuatu dalam rangka mempertahankan hidupnya. Pengetahuan ada yang umum dan ada yang khusus. Pengetahuan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Pengetahuan menjadi ilmiah karena adanya keinginan yang mendalam untuk menyelidiki sesuatu yang ingin kita ketahui dengan menggunakan metode tertentu, dan itulah yang kemudian disebut ilmu pengetahuan. Penelitian untuk menyelidiki kebenaran ilmiah dapat dilakukan melalui pendekatan induktif maupun deduktif. Ilmu pengetahuan dikembangkan bukan hanya untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi juga karena adanya kepentingan-kepentingan di dalamnya. Apa pun kepentingannya, ilmu pengetahuan seharusnya dikembangkan untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan manusia.
1.2 Tujuan Tujuan penulis menyusun makalah ini yaitu :
Kebudayaan
Ciri-ciri manusia modern
Ciri-ciri manusia Indonesia
Jepang lebih maju dan sejajar dengan masyarakat barat
Bangsa Indonesia kurang maju dan sikap yang harus dilakukan 4
1.3 Rumusan Masalah Adapun masalah yang diangkat yaitu : 1. Apa cirri-ciri manusia atau masyarakat modern ? 2. Apa cirri-ciri manusia Indonesia? 3. Mengapa bangsa jepang dapat maju dan sejajar dengan masyarakat barat? 4. Mengapa bangsa Indonesia lambat maju atau kurang maju? Apa yang hrus dilakukan ?
1.4.
Sistematika Penulisan BAB I
Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai pokok-pokok permasalahan sebagai dasar pembuatan makalah, antara lain latar belakang masalah, tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II
Pembahasan
Untuk mencapai tujuan tersebut, pembahasan makalah ini didahului lima subpembahasan, yaitu bahasan mengenai kebudayaan, bahasan mengenai ciri-ciri manusia modern, bahasan mengenai ciri-ciri manusia Indonesia, bahasan mengenai Jepang lebih maju dan sejajar dengan masyarakat barat, dan bahasan mengenai bangsa Indonesia lambat maju dan sikap yang harus dilakukan. BAB III Penutup Bab ini berisikan kesimpulan dari makalah yang telah dibuat sebagai dokumentasi dari penyelasaian suatu masalah, berupa jawaban dari tujuan yang diajukan penulis pada BAB I. Selain itu juga berisikan saran bagi para pembaca.
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KEBUDAYAAN Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia kebudayaan diciptakan untuk mempermudah manusia dalam menjalani kehidupannya.
Kebudayaan tidak akan ada tanpa manusia, sebaliknya
manusia tanpa kebudayaan tidak akan bisa bertahan dalam mengarungi kehidupan. Escara etimologi kebudayaan atau culture berasal dari kata sanskerta yaitu “ buddhayah” yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal . Jadi dapat disimpulakn bahwa kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Namun ada sarjana lain yang menyatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi-daya. Karena itu ia membedakan antara budaya dengan kebudayaan . Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu sendiri. Terlepas dari pengertian tentang asal kata dari kebudayaan diatas, banyak para ahli yang memberikan defenisi tentang kebudayaan, antara lain sebagai berikut : 1. Koentjaraningrat memberikan gambaran mengenai kebudayaan, adapun kebudayaan itu adalah keseluruhan sistim atau gagasan, ide, action, artefak dalam masyarakat yang dijadikan sebagai milik bersama dengan cara belajar untuk memiliki kebudayaan. 2. Menurut Sultan Takdir Alisyahbana kebudayaan adalah manifestasi dan cara berfikir yang dipakai dan mempengaruhi manusia. 3. Di dalam buku Asa-asa Sosiologi ( 1958 ) Djojodigono memberikan defenisi mengenai kebudayaan dengan mengatakan kebudayaan itu adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa. 4. Kebudayaan menurut Mangunsarkoro adalah segala yang bersifat hasi kegiatan manusia dalam arti yang seluas-luasnya. 6
5. Sidi Gazalba memberikan gambaran yang lain tentang kebudayaan dengan mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segala kegiatan manusia yang membentuk kesatuan social dengan suatu ruang dan suatu waktu. 6. Moh. Hatta memberikan definisi singkat mengenai apa itu kebudayaan yang mengatakan kebudayaan itu adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa. 7. Seorang Antropolog Amerika Ralph Linton ( 1839-1953 ) memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu “ Man’s social heredi “ yang artinya sifat social yang dimiliki oleh manusia secara turun temurun. 8. J.P.H. Dryvendaf memberikan pendapat mengenai definisi kebudayaan, bahwa kebudayaan itu adalah kumpulan dari letusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu mansyarakat tertentu. 9. R. Linton mendefinisikan kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil dari perilaku tersebut, yang kemudian unsure-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh kelompok masyarakat tertentu. 10. Dalam buku “age of the Gods” Dawson memberikan definisi mengenai konsep kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah cara hidup bersama (culture is common way of life). 11. E.B. Tylor dalam buku yang berjudul Primitive Culture memberikan sebuah pandangan mengenai kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. 12. W.H.Kelly memberikan sebuah definisi bahwa kebudayaan itu adalah sebuah pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia. 13. Melville J. Herskovits yang merupakan seorang Antropolog Amerika memberikan definisi mengenai kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah bagian dari lingkungan bantuan manusia (Man made past of the eviroment)
Pengertian tersebut merupakan sebagian kecil dari defenisi kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Adapun yang mengumpulkan defenisi kebudayaan dari berbagai ahli tersebut adalah A. L Kroeber dan C. Kluckhohn yang berhasil mengumpulkan 160 defenisi kebudayaan menurut para ahli.
7
Di samping itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunyanya. Kebudayaan memiliki wujud yang diantaranya : 1. Wujud Ideal, yaitu berupa sesuatu yang abstrak yang tidak bisa disentuh, diraba ataupun diobservasi, karena terletak dalam pikiran manusia, seperti ide, gagasan dan pemikiran. 2. Wujud
Tindakan atau prilaku, yaitu yang membahasa mengenai tingkah pola
tindakan dari manusia itu sendiri, hal ini berhubungan dengan aktivitas manusia dalam melakukan interaksi, hubungan, bergaul dengan orang lain yang berlangsung dari detik demi detik, minggu demi minggu bahkan berlangsung tahun demi tahun. Adanya interaksi ini kemudian menimbulkan tata nilai yang mempengaruhi dan mengatur tingkah dan pola manusia dalam melakukan interaksi sehingga dapat menimbulkan sebuah budaya dalam pergaulan. 3. Wujud Material, yaitu berupa hasil atau kebdayaan fisik dari adanya wuud diatas, wujud ideal membangun pandangan hidup , wujud tindakan mengatur aktivitas hidup yang selanjutnya dapat menghasilkan buday-budaya material yang hasilnya dapat dilihat, dirasa dan dinikmati.
2.2 Ciri-ciri Manusia Modern Ciri-ciri manusia atau masyarakat modern menurut inkles dan smith yang didasarkan pada penelitian. Mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern dan manusia memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan sebaliknya. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi karya manusia modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan kekuasaan manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional–sebagai 8
lawan dari manusia modern-juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut. Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat sama dengan manusia modern. Sehingga dapat mereka simpulkan bahwa ciri-ciri manusia modern, yaitu : 1. Seorang warga negara yang berpartisipasi 2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi 3. Sangat bebas dan atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh tradisional terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya 4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur. 5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan 6. Punya kesanggupan merencanakan 7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam 8.
Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yg lainnya
2.3 Ciri-ciri Manusia Indonesia Mochtar Lubis ( lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – wafat di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon
bersama-sama
kawan-kawannya.
Pada
waktu
pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Pernah menjadi Presiden Press
9
Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.
Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Kalau ditawari sesuatu akan bilang tidak namun dalam hatinya berharap agar tawaran tadi bisa diterima. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive. Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.” Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan. Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen. ”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”
10
Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah. Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa. Menurut David C. McClelland di dalam bukunya, The Achieving Society (1961) beranggapan bahwa dorongan berprestasi ini seperti virus yang dapat ditularkan pada setiap diri manusia. Adapun ciri-ciri yaitu manusia yang memiliki dorongan untuk berprestasi ialah adanya kebiasaan untuk bekerja keras guna meningkatkan prestasi. Bagi mereka didalam bekerja yang menjadi tujuan utama bukanlah keinginan untuk mengejar hal-hal yang ekstrinsik seperti uang, kekayaan, prestise, tetapi tujuan ysng bersifat intrinsik. Mereka akan puas bila dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Perkara hasilnya bagaimana bukanlah hal yang utama bagi mereka. Dorongan untuk berprestasi seperti ini amat menonjol pada orang-orang Jepang. Bagi orang Jepang yang penting bukanlah hasil dari pekerjaan mereka, tetapi bagaimana dia dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Orang Jepang meyebut sikap seperti itu dengan istilah makoto.7
2.3 Jepang lebih Maju dan Sejajar dengan Masyarakat Barat Kebudayaan Jepang dewasa ini sangat beragam. Para remaja putri yang mempelajari kebudayaan tradisional Jepang seperti upacara minum teh (chadou) dan merangkai bunga (kadou) sekalipun senang pergi menonton pertandingan olah raga. Begitu pula di kota – kota, bukanlah pemandangan yang mengherankan manakala terlihat kuil – kuil kuno tegak berdampingan dengan gedung – gedung pencakar langit. Inilah kebudayaan Jepang dewasa ini sebagai gabungan yang mengagumkan antara Kebudayaan lama dan kuno, antara Timur dan Barat.
11
Seiring dengan kemajuan media informasi, informasi dengan mudah mengalir masuk dan hal – hal baru pun dengan cepat tersebar luas di Jepang. Namun kebudayaan tradisional seperti festival tradisional dan gaya hidup yang sudah berurat berakar di setiap daerah masih tetap melekat sebagai ciri khas daerah ybs, sepeti halnya dialek daerah. Demikian pula dengan industrinya. Jepang yang dulu dikenal sebagai Negara agraris, hanya dengan melalui proses industrialisasi cepat selama 1 abad, kini telah menjelma sebagai salah satu Negara industri maju di dunia. Mengenal budaya merupakan salah satu kunci penting untuk membina saling pengertian. Berikut ini mengenai beberapa karakter orang Jepang yang dikatakan sebagai ciri khas orang atau masyarakat Jepang. 1. Mottainai Mottainai atau tidak menyia-nyiakan sesuatu (dalam bahasa kerennya lagi tidak mubadzir), adalah sebuah kata yang memiliki kekuatan dahsyat dalam kebudayaan Jepang. Seorang peneliti Jepang bernama Koichi Tanaka mendapat hadiah Nobel di bidang kimia karena dia terlalu sayang membuang campuran yang salah prosedur. Seharusnya kita dapat mencontoh Jepang dalam menerapkan “mottainai”nya. Tidak usah bermuluk-muluk mencanangkan gerakan ini dan itu yang hanya membuang uang dengan anggaran penyelenggaraannya, cukup dari hal kecil, dari diri sendiri, dan mulai hari ini.
2. Kesadaran kelompok dan kerja keras Kesadaran kelompok di kalangan orang Jepang konon berakar pada budaya tanam padi di sawah di masa lampau yang harus dikerjakan beramai-ramai, berdasarkan sistem kerjasama berkelompok dan kuatnya ikatan kekeluargaan. Ada keteraturan kerja dalam mengolah sawah, melakukan panen, mengatur pengairan, hingga mengatur komunitas pertanian tempat mereka bermukim. Jiwa berkelompok ini kemudian diperkokoh oleh ajaran Konfusius, yang masuk dari Cina, yang berpegang pada konsep kelompok kekeluargaan. Dengan latar belakang sejarah demikian, rasa keterikatan (kelompok) karyawan terhadap perusahaan dan rekan kerja makin menjadi kuat dengan adanya apa yang dinamakan "lifetime employment", yakni kebiasaan orang Jepang setia bekerja seumur hidup pada sebuah perusahaan saja. Akan tetapi, akhir-akhir ini makin banyak kaum muda yang enggan 12
terikat pada satu perusahaan; mereka lebih senang berpindah-pindah menurut kehendak hatinya. Kesetiaan kelompok tidak terbatas di perusahaan atau kantor saja. Bisa saja dalam kelompok klub olahraga, klub kesenian, kelompok ketetanggaan, kelompok kelas di sekolah, kelompok seangkatan di universitas, dll. Orang yang masuk dalam sebuah kelompok, atau memang tergabung dalam sebuah kelompok seperti kelompok ketetanggaan, merasa adalah kewajibannya untuk bertindak seirama dengan kemauan kelompok dan tidak bertindak menonjolkan diri atau lain sendiri karena hal itu akan mengundang rasa kurang senang kelompoknya. Prestasi seorang individu dalam kelompok bukan lagi prestasi pribadi yang bersangkutan tapi menjadi prestasi kelompoknya. Masyarakat Jepang kurang dapat menerima sifat individualisme, apalagi yang mencolok seperti dalam masyarakat Barat. Masyarakat Jepang selalu menjaga keharmonisan dengan kelompok, lingkungan, dan alam. 3. Bushido Bushido adalah etika moral bagi kaum samurai. Berasal dari zaman Kamakura (1185-1333), terus berkembang mencapai zaman Edo (1603-1867), bushido menekankan kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan, semangat berperang, kehormatan, dll. Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah bushido. Meski memang menekankan "kemenangan terhadap pihak lawan", hal itu tidaklah berarti menang dengan kekuatan fisik. Dalam semangat bushido, seorang samurai diharapkan menjalani pelatihan spiritual guna menaklukkan dirinya sendiri, karena dengan menaklukkan diri sendirilah orang baru dapat menaklukkan orang lain. Kekuatan timbul dari kemenangan dalam disiplin diri. Justru kekuatan yang diperoleh dengan cara inilah yang dapat menaklukkan sekaligus mengundang rasa hormat pihak-pihak lain, sebagai kemantapan spiritual. Perilaku yang halus dianggap merupakan aspek penting dalam mengungkapkan kekuatan spiritual. Ada banyak persamaan antara semangat ksatria Eropa masa lalu dengan semangat bushido, karena sama-sama mementingkan keberanian, rasa malu, kehormatan, dll. Perbedaannya terletak pada kesetiaan. Hubungan antara seorang satria Eropa dengan bawahan adalah berdasarkan perjanjian sedangkan dalam bushido adalah semata-mata berkat kesetiaan.
13
4. Arti senyum orang Jepang Tidak hanya dalam keadaan senang atau gembira orang Jepang tersenyum, dalam keadaan yang memilukan hati pun orang Jepang bisa tersenyum. Sedemikian penting arti senyum orang Jepang sampai-sampai ada buku yang berjudul "The Japanese Smile" yang ditulis oleh Lafcadio Hearn, seorang sastrawan asal Inggris yang tinggal di Jepang dan menjadi warganegara Jepang sejak 1890 sampai 1904. Seperti juga sikap membungkuk atau bersimpuh memberi hormat, tersenyum juga merupakan sikap untuk menyenangkan dan sekaligus menghormati orang yang diajak bicara atau dihadapi. Sikap demikian adalah wajib bila orang Jepang menghadapi orang tua, atasan, teman, dll., terutama orang yang harus dihormati. 5. Nemawashi Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam pergaulan atau interaksi sosial, orang Jepang selalu cenderung menjaga harmoni dan menghindari timbulnya konflik. Untuk menjaga agar tidak terjadi konflik dalam membicarakan sesuatu dalam forum resmi yang dihadiri banyak orang, pada umumnya orang Jepang melakukan apa yang disebut "nemawashi", yaitu semacam lobbying sebelumnya, membicarakan berbagai kemungkinan keputusan dengan berbagai pihak yang berkepentingan seraya mengemukakan pandangan dan pendapat sendiri juga. Dengan demikian, pada pembicaraan resmi, sudah diperoleh kesepakatan dan konflik pun dapat terhindarkan. Proses "nemawashi" memang makan waktu dan energi tapi membawa hasil yang lebih baik daripada penerapan konfrontasi atau tekanan. "Nemawashi" kerap dilakukan di bidang politik dan bisnis, dalam perkumpulan, dll. di mana berbagai kepentingan diperkirakan dapat berbenturan. Kata "nemawashi" sendiri sebenarnya berarti "menggali dulu di seputar pohon yang akan dicabut, baru kemudian melakukan pencabutan akar", dalam arti mempersiapkan segala sesuatunya sehingga tugas pokok menjadi lebih mudah dan lancar. 6. Rasa malu Ada ungkapan lama Jepang berbunyi "Kunshi wa hitori o tsutsushimu", yang artinya "orang hebat selalu menjaga perilakunya, meskipun sedang sendiri." Dari ungkapan itu tersirat bahwa menjaga perilaku diri sendiri itu dianggap sangat penting, 14
sekalipun tidak ada orang lain yang melihat. Orang Jepang berusaha menjaga citranya sebagai manusia yang ideal yang tersimpan dalam pikirannya. Apabila gagal menjaga citra tersebut, yang bersangkutan merasa malu akan dirinya, dan juga malu terhadap orangorang lain. Dengan demikian, rasa malu yang dalam bahasa Jepang disebut haji - bukanlah karena takut akan kritikan orang, takut dibenci orang dan sebagainya, tapi lebih disebabkan penyesalan karena telah menodai citra diri sendiri. Kesimpulannya, rasa malu itu timbul lebih banyak dari faktor internal /diri sendiri. 7. Masyarakat yang vertikal dan patriakal Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang bersifat vertikal, artinya berdasarkan hubungan atas-bawah, sekaligus bersifat patriakal. Sistem ini tidaklah terkait dengan kelas-kelas dalam masyarakat, melainkan lebih pada penekanan terhadap kesenioran. Hubungan kesenioran bisa diartikan sebagai hubungan antara atasan-bawahan, antara siswa kelas yang lebih atas dan siswa kelas yang bawah di sekolah, atau bisa juga hubungan antara orangtua-anak. Sistem vertikal dan patriakal ini pada dasarnya masih tetap berakar dalam masyarakat Jepang karena Jepang belum sampai satu setengah abad terlepas dari sistem feudal masa lampaunya. Dapat dikatakan bahwa dalam kenyataan kehidupan Jepang, kesadaran tentang kesenioran ini sangat berperan dalam masyarakat Jepang, terutama dalam menjaga berlangsungnya tatanan sosial secara baik. Untuk itu, ada aturan-aturan moral yang menjaga kelancaran dan kelanggengan hubungan demikian. Mereka yang secara sosial lebih tinggi kedudukannya merasa terpanggil atau bahkan berkewajiban untuk melindungi atau mengurus orang-orang yang berkedudukan di bawahnya, baik untuk urusan sosial maupun pribadi. Di lain pihak, orang-orang yang kedudukannya lebih rendah merasa patut membalas kebaikan tersebut dengan menyatakan hormat, kesetiaan. Perasaan demikian disebut on (rasa utang budi). Orang-orang yang tidak mempedulikan on kurang disukai dalam masyarakat karena dianggap kurang bermoral. Kemudian ada pula istilah giri yang dapat dapat diterjemahkan kira-kira sebagai kewajiban moral dari orang-orang yang merasa menanggung on terhadap orang-orang tertentu. Contoh nyata dari ungkapan rasa on yang diwujudkan dalam pemberian yang bersifat giri
15
(kewajiban secara moral) adalah antara lain pemberian hadiah akhir tahun atau tengah tahun dari orangtua murid kepada guru. 8. Sempai-kohai: senior-junior Salah satu tatanan dalam masyarakat yang vertikal adalah hubungan sempai-kohai. Seorang senior biasanya dipanggil sempai oleh para junior dan senior memanggil para junior dengan namanya saja. Akan tetapi, kaitan sempai-kohai ini hanya terbatas di kalangan siswa atau mahasiswa serta sesama karyawan perusahaan (dalam arti siapa yang lebih dulu masuk perusahaan ybs.), tapi tidak bisa diterapkan dalam hubungan antara atasan-bawahan, kakak-adik, orangtua-anak ataupun suami-istri. Seorang sempai pada umumnya bersikap sebagai pengayom bagi para junior sehingga boleh dikatakan adanya jalinan hubungan mirip kakak-adik.
9. Agama Shinto yang amat mendorong kegiatan manusia dalam dunia yang fana ini amat cocok untuk pembangunan. Dalam buku agama Jepang yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Japanese Religion yang ditulis oleh H.Ichiro, I.Fujio, W. Tsuneya, dan Y.Keiichi, dinyatakan bahwa Jepang ada beberapa agama. Tetapi yang paling dominan dalam kehidupan sebagian orang Jepang ada dua. Yaitu agama Shinto dan Buddha. Kedua agama tersebut tidak hanya berdampingan, melainkan juga saling terjalin erat dalam kehidupan orang banyak. Agama Shinto adalah agama orang Jepang asli yang mengandung unsure berbagai macam penghormatan ruh nenek moyang, penyembahan kepada dewa pohonpohon, atau dewa-dewa kesuburan. Di samping itu, ada p ula kepercayaan terhadap adanya kekuatan sakti dalam benda-benda pusaka. Seperti di dalam batu, jimat, dan sebagainya. Unsur-unsur itu sebenarnya merupakan unsur-unsur religi rakyat pedesaan. Adapun agama Buddha masuk ke Jepang dari Korea pada abad ke-6 dan telah terjalin erat dengan agama Shinto. Bagi orang Jepang, agama Shinto member pemecahan terhadao soal sehari-hari yang konkret dan soal-soal yang berhubungan dengan dunia akhirat. Karena itu, orang Jepang biasanya meminta bantuan pendeta Shinto untuk mengurus upacara kelahiran anak mereka.
16
Kita tahu bahwa agama Shinto menjadi agama kenegaraan Jepang dan kepercayaan rakyat kepada Kaisar-Kaisar keturunan Dewa dalam zaman dapat dipergunakan oleh pemimpin Jepang untuk melaksanakan pembangunan atas nama Kaisar yang keramat seolah-olah sebagai suatu usaha yang keramat. Lebih-lebih karena unsure-unsur agama Shinto itu terjalin langsung ke dalam kehidupan kekeluargaan dan kehidupan sehari-hari orang Jepang. Maka jaminan partisipasi sepenuhnya dari rakyat dalam pembanguna bukanlah suatu masalah lagi.
2.4 Bangsa Indonesia Kurang Maju dan Sikap yang Harus Dilakukan 2.4.1 Kurang Majunya Bangsa Indonesia Sebuah negeri yang indah yang kaya akan sumber daya alam. Terhampar dengan panjang ribuan kilometer dengan lebih dari 220 juta manusia ada di dalamnya. Itulah Indonesia, satu kesatuan suku-suku di tepi selatan Asia Tenggara yang memiliki sejarah panjang sebagai satu bangsa. Kerajaan-kerajaan besar lahir di masa lalu, semangat nasionalisme tumbuh di awal abad 20, dan akhirnya sebuah negara berdiri dengan satu tujuan; berjuang bersama-sama demi kemakmuran. Beberapa penyebab sulitnya perubahan di dalam kehidupan berbangsa dapat diuraikan sebagai berikut : Pertama, belum adanya pelopor perubahan. Ketiadaan pelopor perubahan membuat masyarakat tidak berdaya melakukan perubahan itu sendiri. Apalagi, masyarakat Indonesia tumbuh dalam budaya yang mengkultuskan pemimpin atau pelopor. Ketidakberdayaan tersebut akhirnya menjadikan masyarakat sebagai korban permainan sebagian elit politik pemimpin bangsa yang menjalankan praktek-praktek politik yang cenderung manipulatif di mata rakyat. Kedua, penegakan hukum yang lemah. Hukum telah menjadi permainan di depan mata rakyat. Oknum-oknum bangsa yang telah terbukti tercela, pada akhirnya tidak tersentuh oleh hukum karena memiliki kekuatan politik. Rakyat akhirnya mengalami keputusasaan melihat kenyataan tersebut. Keputusasaan rakyat melahirkan apatisme terhadap kondisi bangsa, sehingga masyarakat cenderung mengutamakan kepentingan 17
pribadi masing-masing. Lemahnya penegakan hukum juga membuat masyarakat mengambil jalan “alternatif” dalam memecahkan persoalan, yang pada gilirannya melahirkan praktek kolusi dan bahkan kriminalitas. Ketiga, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya “investasi”. Investasi dalam tanda kutip di depan bermakna jauh lebih luas dari sekedar arti dalam ilmu ekonomi. Investasi yang dimaksud adalah sesuatu yang dilakukan saat ini untuk dituai hasilnya pada masa yang akan datang. Masyarakat Indonesia kini, sebagian besar cenderung belum mau dan mampu berpikir jauh ke depan. Karena itu, apa yang dilakukannya lebih ditujukan untuk mengambil manfaat langsung. Hal yang amat serius bahwa, di samping kemunduran-kemunduran dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang tampak lahir pada zaman pra revolusi, juga tampak beberapa kelemahan dalam mentalitas banyak orang Indonesia. Sifat-sifat kelemahan tersebut, yang bersumber pada kehidupan penuh keragu-raguan dan kehidupan tanpa berpedoman dan tanpa orientasi yang tegas adalah: (1) Sifat mentalitas yang merehkan mutu (2) Sifat mentalitas yang suka menerobos (3) Sifat tak percaya diri (4) Sifat tidak disiplin murni (5) Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh
2.4.2 Sikap yang Harus Dilakukan Diperlukan bayangan ke depan mengenai bentuk masyarakat seperti apa yang ingin kita capai dalam pembangunan kita. Namun hal itu masih belum di konsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai suku-bangsa, aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikian banyaknya itu mungkin sudah mempunyai konsepsi masing-masing yang berlainan. Tetapi, suatu konsepsi konkret untuk bersama belum ada. Jelaslah bahwa model masyarakat di negara-negara maju tak dapat kita contoh begitu saja. Karena memang sukar mengejar suatu hal yang sudah terlampau jauh ke depan. Bahkan model masyarakat
18
Jepang pun tidak dapat kita tiru karena lingkungan alam, komposisi penduduk, sistem nilai-budaya, dan agama di negara kita memang berbeda dengan Jepang. Walaupun demikian, meski kita belum mempunyai bayangan mengenai bentuk masyarakat apa yang sebenarnya kita capai bersama, tetapi jelas bahwa kita harus berusaha untuk menjadi lebih makmur dari sekarang, lebih menyempurnakan demokrasi kita dan harus berusaha untuk menghasilkan karya yang lebih dapat kita banggakan. Untuk dapat mencapai suatu keadaan yang agak lebih makmur dari sekarang saja, sudah tentu perlu suatu intensitas usaha di segala lapangan yang jauh lebih besar. Berapa kali lebi intensif? Coba kita perhatikan keterangan para ahli ekonomi yang berkata sebagai berikut: Penduduk Indonesia bertambah dengan 2,8% tiap tahun (atau kira-kira 3 juta orang). Dengan demikian, agar kita dapat merasakan sedikit akibat dari kenaikan produksi, maka laju pertumbuhan ekonomi harus lebih besar dari 2,8%. Katakanlah 4% dari GNP tiap tahun. Baru dengan laju kenaikan sebesar itulah dapat kita jaga agar hasil produksi tidak dimakan habis oleh ketiga juga mulut yang bertambah tiap tahun. Kita juga harus mempertimbangkan faktor kebutuhan yang kian meningkat. Kebutuhan yang meningkat disebabkan karena dalam rangka hubungan dan pergaulan internasional sekarang ini. Kita memang tak mungkin mengisolasikan diri dari pengaruh benda-benda mewah yang datang dari negara-negara makmur. Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan perhitungan investasi dan GNP begara, maka kita harus dapat berusaha, bekerja, menghemat, dan sebagainya, paling tidak tiga kali lebih keras. Oleh karena itu, untuk memajukan pembangunan bangsa, diperlukan beberapa sikap. Yaitu: 1. Lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan. 2. Bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidup di masa mendatang. 3. Lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi. 4. Lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya. 5. Menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri. 6. Percaya kepada diri sendiri. 7. Disiplin murni. 19
8. Bertanggung jawab penuh akan suatu hal.
PENUTUP
1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunyanya. 2. Ciri-ciri manusia atau masyarakat modern menurut inkles dan smith yang didasarkan pada penelitian. Sehingga dapat mereka simpulkan cirri-ciriu masyarakat modern, yaitu : 1. Seorang warga negara yang berpartisipasi. 2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi. 3. Sangat bebas dan atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh
tradisional terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya.
20
4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur. 5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan. 6. Punya kesanggupan merencanakan. 7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam. 8.
Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yg lainnya.
3. Menurut Mochtar Lubis, Ciri-ciri masyarakat Indonesia adalah : 1. manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. 2. manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. 3. manusia Indonesia berjiwa feodal. 4. manusia Indonesia, masih percaya takhayul. 5. manusia Indonesia artistik. 6. Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://andiku.wordpress.com/2008/04/29/ciri-manusia-indonesia-menurut-mochtar-lubis/ http://blogberita.net/2008/04/27/ciri-manusia-indonesia-menurut-mochtar-lubis/ http://www.id.emb-japan.go.jp, download 07-05-2006, 16.00 WIB http://www.mimpicitanova.blogspot.com, download 07-05-2006, 16.30 WIB www_sttcipanas_ac_id%20-%20Teori-Teori%20Psikologi%20Sosial.htm 21
http://www.psigoblog.com/2009/02/manusia-indonesia-kini-ala-mochtar.html.
22