Makalah Hiperkes.docx

  • Uploaded by: disca pravitra
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Hiperkes.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,175
  • Pages: 13
MAKALAH “ KELELAHAN KERJA “ Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah HIPERKES dan K3 Diploma III Kesehatan Lingkungan Reguler A

Disusun oleh : 1. DEWI KUSUMAWARDHANI

(P07133114012)

2. FITRI WIKANINGTYAS

(P07133114020)

3. INDAH WIJAYANTI

(P07133114025)

4. MUKTI LESTARI

(P07133114027)

5. TIARA ANNISA

(P07133114037)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

2016

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengertian Kelelahan Kerja Kelelahan kerja adalah keadaan karyawan yang mengakibatkan terjadinya penurunan vitalitas dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan (Watkins,1950). Kelelahan mengandung 3 pengertian yaitu: 1.

Terdapat penurunan hasil kerja secara fisiologis (terdapat perubahan fungsional)

2.

Adanya perasaan lelah

3.

Bosan bekerja

Beberapa definisi kelelahan kerja antara lain: 1.

Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun dari kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas terus-menerus (Anastasi,1979).

2.

Kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.

3.

Kelelahan kerja merupakan merupakan kriteria yang kompleks tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas.

4.

Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai adanya perasaan lelah dan penurunan kesiagaan (Grandjean, 1985).

Menurut Dwivedi (1981), suatu model teoritis dari kelelahan kerja yang terdiri atas: 1.

Dimensi fisik yang penyebabnya adalah faktor mesin, tipe pekerjaan, tempat kerja, shift kerja, suhu dan program libur kerja.

2.

Dimensi neurofisiologis, meliputi sistem aktivasi retikuler, faktor inhibisi, dan faktor humoral.

3.

Dimensi psikologis, meliputi perbedaan kepribadian individu, motivasi, kemampuan, pelatihan, kebiasaan, kebosanan, kondisi kesehatan umum, dan hubungan antar manusia.

B.

Jenis Kelelahan Kerja Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996). Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: 1.

Berdasarkan proses dalam otot Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (AM Sugeng Budiono, 2003) : a.

Kelelahan Otot (Muscular Fatigue) Kelelahan otot ditandai dengan tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng Budiono, 2003). Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori saraf

pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang (Tarwaka, 2004). b.

Kelelahan Umum (General Fatigue) Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono, 2003). Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004).

2.

Berdasarkan penyebab kelelahan Menutut Kalimo dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuktumpuk (Ambar, 2006). Menurut Phoon disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial (Ambar, 2006).

3.

Berdasarkan waktu terjadinya a.

Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan.

b.

Kelelahan kronis, menurut Grandjean dan Kogi (1972) terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.

C.

Faktor Tingkat Kelelahan Kerja Tingkat kelelahan kerja tergantung faktor: 1.

Kebisingan dan getaran yang merupakan gangguan dan tidak diinginkan, sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan (Barnes, 1980, Phoon, 1988).

2.

Penerangan, suhu dan ventilasi berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap mental, output dan kelelahan tenaga kerja. Persyartan penerangan, suhu dan ventilasi sebaiknya dipahami agar dapat memberikan kondisi fisik menyenangkan dalam bekerja (Barnes, 1980).

3.

Periode istirahat. Dalam banyak kasus, kelelahan sifatnya sementara dan dapat dikurangi dengan istirahat (ILO, 1983; Gilmer, 1984). Waktu istirahat tidak hanya untuk menghentikan pekerjaan tetapi harus dapat memberikan suasana rileks.

D.

Gejala Kelelahan Kerja Daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah: 1.

Perasaan berat di kepala

6.

Mengantuk

2.

Menjadi lelah seluruh badan

7.

Merasa berat pada mata

3.

Kaki merasa berat

8.

Kaku dan canggung dalam

4.

Menguap

5.

Merasa kacau pikiran

gerakan

9.

Tidak

seimbang

dalam

berdiri 10.

Mau berbaring

11.

Merasa susah berfikir

12.

Lelah bicara

13.

Gugup

14.

Tidak dapat beronsentrasi

15.

Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu

16.

Cenderung untuk lupa

17.

Kurang percaya diri

18.

Cemas terhadap sesuatu

19.

Tidak

dapat

mengontrol

sikap 20.

Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan

21.

Sakit kepala

22.

Kekakuan di bahu

23.

Merasa nyeri di punggung

24.

Merasa pernafasan tertekan

25.

Merasa haus

26.

Suasana serak

27.

Merasa pening

28.

Spasme kelopak mata

29.

Tremor pada anggota badan

30.

Merasa kurang sehat

Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukkan melemahnya motivasi dan 20-30 gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan.

E.

Dampak Kelelahan Kerja Dampak kelelahan terhadap kinerja merupakan suatu hasil dari kombinasi antara pekerjaan, faktor non pekerjaan, rotasi kerja, sifat pekerjaan, lamanya pekerjaan, dan siklus rotasi. Secara umum, efek kelelahan dapat ditunjukkan seperti halnya efek karena pengaruh alkohol. Dampak tersebut seperti: 1.

Berkurangnya kewaspadaan/konsentrasi

2.

Waktu merespon yang melambat

3.

Gangguan koordinasi tangan-mata

4.

Berkurangnya fungsi kognitif dan pengambilan keputusan kritis

5.

Hilangnya kewaspadaan situasional

6.

Meningkatnya tingkat kesalahan

7.

Kecendrungan mengganggu akurasi dan kecepatan kerja

8.

Gagal mengenali masalah yang timbul

9.

Meningkatnya stress, frustasi, kejengkelan Kombinasi satu atau lebih gejala-gejala di atas dapat menyebabkan

meningkatnya insiden dan tingkat keparahan kecelakaan. Perlu lebih diwaspadai bagi mereka yang bekerja dengan sistem rotasi.

F.

Penyebab Yang Dapat Mempengaruhi Kelelahan Kerja Beberapa penyebab yang cukup mempengaruhi kelelahan kerja, antara lain: 1.

Pekerjaan yang berlebihan Kekurangan sumber daya manusia yang kompeten mengakibatkan menumpuknya pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak.

2.

Kekurangan waktu Batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan terkadang tidak masuk akal. Pada saat karyawan hendak mendiskusikan masalah tersebut dengan atasannya, atasan bukannya memberikan solusi pemecahan namun seringkali memberikan tugas-tugas baru yang harus dikerjakan.

3.

Konflik peranan Konflik peranan biasanya terjadi antar karyawan dengan jenjang posisi yang berbeda, yang seringkali disebabkan oleh otoritas yang dimiliki oleh peranan atau jabatan tersebut.

4.

Ambigu peranan Tidak jelasnya deskripsi tugas yang harus dikerjakan seringkali membuat para karyawan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang seharusnya tidak dikerjakan oleh karyawan tersebut kalau ditilik dari sisi keahlian maupun posisi pekerjaannya (Eraliesa, 2008).

G.

Upaya Penanggulangan Kelelahan Kerja Upaya Penanggulangan Kelelahan Kerja antara lain sebagai berikut: 1.

Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.

2.

Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.

3.

Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.

4.

Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja.

5.

Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.

6.

Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.

7.

Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya.

8.

Disediakan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat dilaksanakan secara baik.

9.

Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-sebaiknya.

10.

Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan.

11.

Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba, dan obat berbahaya

H.

Pengukuran Kelelahan kerja Metode pengukuran kelelahan kerja hingga kini belum, hal ini tidak hanya disebabkan oleh efek dari jenis kelelahan yang beragam tetapi juga diperlukan pendekatan secara multidisiplin (Grandjean dan Kogi, 1972 ; Dwivedi, 1981). Pada penelitian kelelahan kerja dalam industri, tiga perubahan fungsi fisiologis dan psikologis akibat kerja dan pengalaman perasaan subyektif tenaga kerja menyebutkan bahwa kelelahan kerja mempunyai tiga dimensi yaitu penurunan aktivitas, penurunan motivasi, dan pelemahan fisik. (Grandjean dan Kogi, 1972 ; Dwivedi, 1981) menyatakan bahwa dalam studi efek kelelahan, pertama kali harus memberikan perhatian pada gejala umum dari kelelahan sebagai suatu hasil aktivitas yang panjang. Gejala kelelahan berikut merupakan gejala yang jelas dilihat dan dirasakan, yaitu menurunnya perhatian, lamban dan gangguang persepsi, pikiran melemah, motivasi menurun, kinerja menurun, ketelitian menurun dan kesalahan meningkat. Untuk mengetahui kelelahan dapat diukur dengan menggunakan waktu reaksi seluruh tubuh atau Whole Body Reaction Tester (WBRT), uji ketuk jari (Finger Taping Test), uji Flicker Fusion, uji Critical Fusion, uji Bourdon Wiersma, skala kelelahan IFRC (Industrial Fatigue Rating Comite), Skala Fatigue Rating (FR Skala), Ekskresi Katikolamin, Stroop Test, dan Electroensefalografi (EEG) (Wijaya, 2005). Pada pembahasan ini pengukuran kelelahan kerja dilakukan dengan mengukur indikator-indikator kelelahan kerja, seperti waktu reaksi dan perasaan lelah. 1.

Waktu reaksi Waktu reaksi ialah waktu yang terjadi antara pemberian rangsang tunggal sampai timbulnya respon terhadap rangsang tersebut (Suma’mur, 1994). Waktu reaksi adalah interval selama impuls syaraf dihantarakan ke otak dan kemudian diteruskan ke otot. Waktu reaksi merupakan salah satu komponen motor perilaku yang dapat dianalisis berdasarkan fungsi neurofisiologis. Eksperimen waktu reaksi penting dan menarik tidak hanya sekedar mengetahui perbedaan kecepatan persepsi individu tetapi juga untuk mendapatkan informasi kegunaan fungsi sistem syaraf yaitu atensi, kemampuan proses presepsi

dan proses kecepatan presepsi. Pada keadaan kelelahan, secara neurofisiologis korteks cerebri mengalami penurunan aktifitas, terjadi perubahan pengaruh pada sistem aktivasi dan sistem inhibisi (ILO, 1983), sehingga tubuh tidak dapat cepat menjawab signal-signal dari luar termasuk rangsang cahaya dan suara (Grandjean, 1985 ; Suma’mur, 1994). 2.

Perasaan lelah Perasan lelah diukur dengan menggunakan kuesioner alat ukut perasaan kelelahan kerja, yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang keluhan subyektif yang dapat diderita oleh tenaga kerja yang mengalami kelelahan kerja.

Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat kelelahan kerja yang dikategorikan sebagai berikut (Sugiono, 2002): 

Kurang lelah, bila responden memperoleh skor jawaban < 20 (< 40% dari total skor)



Lelah, bila responden memperoleh skor jawaban antara 20-35 (40-75% dari total skor)



Sangat lelah, bila responden memperoleh skor jawaban > 35 (75% dari total skor) 

BAB II PEMBAHASAN

A. Kasus Kelelahan Kerja Terdapat kasus dalam kelelahan kerja. Salah satu kasus tersebut dikutip berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Muizzudin (Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang). Analisis hasil meliputi analisis karakteristik responden. Adapun uraian analisis hasil tersebut adalah sebagai berikut: Pembahasan mengenai karakteristik responden meliputi umur responden dan masa kerja responden. Berikut adalah uraian pembahasan karakteristik dari responden: a.

Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh Ahmad Muizzudin, dapat diketahui distribusi umur tenaga kerja yang bekerja pada bagian tenun di PT. ALKATEX Tegal, yaitu sebagian besar berusia 31 hingga 40 tahun sebesar 57,2% (16 orang). Dari keseluruhan sampel yang berjumlah 28 orang, tenaga kerja termuda yaitu berusia 24 tahun dan yang tertua berusia 46 tahun. Kemudian, dari penelitian diperoleh hasil bahwa responden yang mengalami kelelahan kerja berat sebagian besar berusia lebih dari 35 tahun. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh karena diusia yang bertambah tua akan diikuti oleh kemampuan organ yang menurun sehingga menyebabkan tenaga kerja semakin mudah lelah dan dapat menyebabkan

penurunan

(Suma’mur P.K., 1996:359).

produktivitas

tenaga

kerja

itu

sendiri

b.

Masa Kerja Responden Berdasarkan hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh Ahmad Muizzudin, dapat diketahui distribusi masa kerja pada tenaga kerja bagian tenun di PT. ALKATEX Tegal sebagian besar mencapai 2 hingga 4 tahun yaitu sebesar 42,9% (12 orang). Tenaga kerja yang memiliki masa kerja terendah yaitu mencapai 1 tahun sedangkan tenaga kerja yang masa kerjanya terlama mencapai 6 tahun. Diketahui pula bahwa responden yang mengalami kelelahan kerja berat sebagian besar berusia lebih dari 35 tahun, dimana masa kerjanya rata-rata telah mencapai 5 tahun. Hal tersebut pastinya sangat berpengaruh, dikarenakan adanya pembebanan otot secara statis (static muscular loading)

yang

jika

dipertahankan

dalam

waktu

lama

akan

mengakibatkan RSI (Repelition Strain Injuries) yaitu nyeri otot tulang, tendon, dan sebagainya yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang atau monoton. Karakteristik kelelahan kerja juga akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan. Jadi, semakin lama tenaga kerja bekerja di bagian tenun maka tenaga kerja akan lebih merasa bosan dengan pekerjaan yang monoton setiap harinya sehingga sebelum memulai bekerja saja mereka sudah merasa lelah (Eko Nurmianto, 2003:264).

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19873/4/Chapter%20II.pdf Muizzudin,

Ahmad.

2013.

Judul

Skripsi:

“HUBUNGAN

ANTARA

KELELAHAN KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN TENUN DI PT. ALKATEX TEGAL”. Semarang.

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""