Makalah Fiqih Muamalah Ii.docx

  • Uploaded by: Al-fazar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Fiqih Muamalah Ii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,487
  • Pages: 17
Makalah Fiqih Muamalah II

Jual Beli Non Tunai (Murabahah, Salam Dan Istishna')

Disusun Oleh: Malik Al Fajar Sinaga

161209182

Dosen Pembimbing: Hidayatina, S,HI., M.A.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE TAHUN AJARAN 2017- 2018

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah fiqih muamalah yang membahas tentang jual beli non tunai (murabahah, salam dan istishna').

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal, namun terlepas dari itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah fiqih muamalah ini yang membahas tentang jual beli non tunai (murabahah, salam dan istishna') dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Lhokseumawe,

ii

Oktober

2017

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2 A. Salam (in-front payment sale) ..................................................... 2 B. Murabahah (deffered payment sale) ........................................... 5 C. Istishna' (purchase by order or manufacture) ............................ 9 BAB III PENUTUP .................................................................................. 13 A. Kesimpulan ...................................................................................... 13 DAFTAR KEPUSTAKAAN ...................................................................... 14

iii

BAB I PENDAHULUAN Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu murabahah, as-salam, dan al-istishna’. Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatankegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan murabahah, salam dan istishna’. Jual beli dengan murabahah,

salam dan istishna’ ini, akadnya sangat jelas,

barangnya jelas, dan keamanannya juga jelas. Maka jual beli murabahah, salam dan istishna’ wajar jika masih banyak diminati.

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Salam (in-front payment sale) Salam sinonim dengan salaf, dikatakan aslama ats-tsauba lil khiyath, artinya ia memberikan/menyerahkan pakaian untuk di jahit. Dikatakan salam

karena ia

menyerahkan uangnya terlebih dahulu sebelum menerima barang dagangannya. Salam termasuk kedalam katagori yang sah jika memenuhi persyaratan keabsahan jual beli pada umumnya. Adapun salam menurut terminologis adalah transaksi terhadap sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang diberikan kontan di tempat transaksi. Menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.1 Salam diperbolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi kebutuhan para petani-petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam dan untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba. Setelah pelarangan riba, mereka tidak bisa lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual produk pertaniannya di muka.

1

Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah: Fiqih Muamalah, Cet 1, (Jakarta: Kencana Media Group, 2012), hal 113.

2

Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran di muka. Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah daripada harga dengan akad tunai. Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu: 1. Pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan. 2. Objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman). 3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul.2 Dasar hukum al-salam diantaranya ialah QS. Al-Baqarah [2]:282, hadist riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, dan Ijma' Ulama yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya…". Secara Ijma', Ulama menyepakati hukum al-salam itu di perbolehkan, diriwayatkan oleh al-bukhari dan muslim yang artinya:"Bahwasannya Nabi SAW dating ke Madinah dan penduduk Madinah terbiasa melakukan jual beli kurma dengan sistem salaf. Nabi SAW bersabda: 'Barangsiapa yang mempraktikan jual beli dengan sistem salaf maka hendaklah takaran, timbangan, serta waktu penundaan penyerahan barangnya diketahui dengan jelas.'" Tetapi mereka berbeda ketika objek al-salam nya binatang yang cacat, mandul dan belum berumur. Imam Malik, Imam Syafi'i, al-auza'i, al2

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Cet 4 (Jakarta; Pt Rajagrafindo Persada, 2012), hal 90-91.

3

laits, dan kebanyakan ulama memperbolehkan al-salam dengan objek jual binatang dengan syarat; sifat-sifat, kualitas dan jumlah nominal binatang diketahui. Pendapat ini bersesuaian dengan pendapat ibn 'umar yang di terima dari sahabat. Sedangkan Imam

Abu

Hanifah,

al-Tsauri,

dan

sebagian

penduduk

irak

tidak

memperbolehkannya. Mereka berargumen dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibn Abbas kendatipun hadits ini dinyatakan hadits yang lemah oleh kelompok pertama yang memperbolehkannya. Hadits Ibn Abbas berbunyi yang artinya: " Diriwayatkan dari Ibn Abbas: Bahwasannya Nabi saw melarang transaksi salaf

yang objek

jualnya berupa binatang."3 Berakhirnya akad salam, hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah sebagai berikut: 1. Barang yang di pesan tidak ada pada waktu yang di tentukan. 2. Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad. 3. Barang yang dikirim kualitangnya lebih rendah, dan pembeli memilih menolak atau membatalkan akad. 4. Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli menerimanya. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah diserahkan. Pembatalan dimugkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang 3

Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih Muamalah Ke Dalam Peraturan Perundang-Undangan, (Bandung; Pt Refika Aditama, 2011), hal 232.

4

mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayarkan. Dapat juga pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal salam. B. Murabahah (deffered payment sale) Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati penjual dan pembeli. Hal ini membedakan dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang di inginkannya. Penjual dan oembeli bisa melakukan tawarmenawar atas besaran keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan. Jenis akad murabahah ada dua jenis yaitu sebagai berikut: 1. Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order) Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat di membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah di beli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan oleh pembeli maka penurunan nilai itu menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.

5

Penjual

Pembeli

Produsen Supplier Keterangan: Garis ungu

: melakukan akad murabahah.

Garis biru

: penjual memesan dan membeli pada produsen.

Garis merah

: barang diserahkan kepada produsen.

Garis kuning : barang diserahkan kepada pembeli. Garis hitam

: pembayaran dilakukan oleh pembeli.

2. Murabahah tanpa pesanan Murabahah jenis ini tidak bersifat mengikat.

Penjual

Pembeli

6

Keterangan : Garis atas

: Melakukan akad murabahah.

Garis tengah : Barang diserahkan kepada pembeli. Garis bawah

: Pembayaran dilakukan oleh pembeli.4

Rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu : 1. Pelaku akad, yaitu ba'i (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan memberi barang; 2. Objek akad, yaitu mabi' (barang dagangan) dan tsaman (harga); dan 3. Shighah, yaitu Ijab dan Qabul. Murabahah pada dasarnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian, bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh perbankan syariah dengan menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi, validitas transaksi seperti ini tergantung pada beberapa syarat yang benar-benar harus diperhatikan agar transaksi tersebut diterima secara syariah. Dalam pembiayaan ini bank sebagai pemiliki dana membelikan barang sesuai dengan

4

spesifikasinya

yang diinginkan

oleh

nasabah

yang membutuhkan

Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia,(Jakarta;Salemba Empat, 2015), hal 174-178

7

pembiayaan, kemudian menjualnya ke nasabah tersebut dengan penambahan keuntungan yang tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan utangnya dikemudian hari secara tunai maupun cicil. Beberapa syarat pokok murabahah menurut utsmani (1999), antara lain sebagai berikut: a. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan. b. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk persentase tertentu dari biaya. c. Murabahah dikatakan sah apabila ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah. Contoh 1 : A membeli sepasang sepatu seharga RP 100 ribu. A ingin menjual sepatu tersebut secara murabahah dengan keuntungan 10%. Harga sepatu tersebut dapat ditentukan secara pasti sehingga jual beli murabahah tersebut sah. Contoh 2 : A membeli jas dan sepatu dalam satu paket dengan harga Rp 500.000. A dapat menjual paket jas dan sepatu dengan prinsip murabahah. Akan tetapi, A tidak dapat menjual sepatu secara terpisah dengan prinsip murabahah karena harga sepatu secara terpisah tidak diketahui dengan pasti. A dapat menjual sepatu secara

8

terpisah dengan harga lumpsum tanpa berdasar pada harga perolehan dan margin keuntungan yang diinginkan.5 Sebenarnya murabahah hanya digunakan dalam situasi yang khusus menurut almarghinani, tujuan dari murabahah adalah untuk melindungi konsumen yang tidak berdaya terhadap tipu muslihat para pedagang yang curang karena konsumen tersebut tidak memiliki keahlian untuk dapat melakukan jual beli. Seseorang yang tidak memiliki keterampilan untuk melakukan pembelian di pasar dengan cara musyawarah, seyogianya menghubungi seorang dealer murabahah yang dikenal kejujurannya dan membeli barang yang dibutuhkan dari dealer tersebut dengan membayar harga perolehan dealer tersebut atas barang itu ditambah dengan keuntungan. Dengan cara ini konsumen tersebut akan terpuaskan dan terlindungi dari kecurangan.6 C. Istishna' (purchase by order or manufacture) Istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha dari orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah di sepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. 5

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Cet 3, (Jakarta; Pt Raja Grafindo Persada, 2011), hal 8184. 6 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, Cet 1 (Jakarta; Pt Adhitiya Andrebina Agung, 2014), hal 226-227.

9

Menurut jumhur fuqaha, ba'i al-istishna' merupakan suatu jenis khusus dari akad ba'i as-salam. Biasanya, jenis ini dipergunakan dibidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan ba'i al-istishna' mengikuti ketentuan dan aturan akad ba'i assalam. Mengingat ba'i al-istishna' merupakan lanjutan dari ba'i as-salam maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada ba'i as-salam juga berlaku pada ba'i alistishna'. Istishna' Paralel : Dalam sebuah kontrak ba'i al-istishna', bisa saja pembeli mengijinkan pembuat menggunakan sub-kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan emikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna' kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai istishna' parallel. Ada beberapa konsekuensi saat bank islam menggunakan istishna' parallel. Diantaranya sebagai berikut: 1. Bank islam sebagai pembuat pada kontrak pertama tetap merupakan satusatunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Istishna' parallel untuk sementara harus dianggap tidak ada. Dengan demikian, sebagai shani' pada kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak parallel.

10

2. Penerimaan sub-kontrak pembuatan pada istishna' parallel beratnggung jawab pada bank islam sebagai pemesan. Dia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung dengan nasabah pada kontrak pertama akad. Ba'i al-istishna' kedua merupakan kontrak parallel, tetapi bukan merupakan bagiat pada kontrak pertama. Dengan demikian, kedua kontra tersebut tidak mempunyai kaitan hukum sama sekali. Perbandingan antara ba'i as-salam dan ba'i al-istishna' yaitu: subjek

Salam

Istishna'

Aturan dan keterangan

Pokok kontrak

Muslam fiih

Mashnu'

Barang ditangguhkan dengan spesifikasi

harga

Dibayar saat kontrak

Bisa saat kontrak,

Cara penyelesaian

bisa diangsur, bisa

pembayaran

dikemudian hari

merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna'

Sifat kontrak

Mengikat secara asli

Mengikat secara ikutan

Salam mengikat semua pihak secara semula, sedangkan istishna' menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak

11

ditinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jawab.7

Rukun dan syarat akad istishna' yaitu: 1. Transaktor Adalah pihak pemesan yang diisyaratkan dengan mustashni' sebagai pihak pertama. Pihak yang kedua adalah pihak yang dimintakan kepadanya pengadaan barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan shani'. 2. Objek istishna' Barang yang diakadkan atau yang disebut al-mahal adalah rukun kedua dalam akad ini, sehingga yang menjadi objek dari akad ini semata-mata adalah benda atau barang-barang yang harus diadakan. Demikian menurut umumnya pendapat di kalaangan mazhab Al-Hanafi. Syarat-syarat objek akad menurut DSN MUI diantaranya: a. b. c. d.

Harus dapat dijelaskan spesifikasinya Penyerahan dilakukan kemudian Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis melalui kesepakatan e. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesanan bukan yang misal 3. Shighah (Ijab Qabul) Ijab Qabul adalah akadnya itu sendiri, Ijab adalah lafazh dari pihak pemesan yang meminta kepada seseorang untuk dibuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu. Dan Qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan persetujuan atas kewajiban dan haknya itu8.

7

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet 1 (Jakarta; Gema Insani, 2001), hal 113-114. 8 Nadira Nasyiffa, akad istishna', diakses dari www.nadiranasyiffa.blogspot.com, pada tanggal 10 oktober2017, pukul 16.10.

12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan salam menurut terminologis adalah transaksi terhadap sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang diberikan kontan di tempat transaksi. Dasar hukum al-salam diantaranya ialah QS. Al-Baqarah [2]:282, hadist riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, dan Ijma' Ulama yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya…". Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati penjual dan pembeli. Rukun murabaha yaitu: 1. Pelaku akad, 2. Objek akad, 3. Shighah. Istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, Menurut jumhur fuqaha, ba'I al-istishna' merupakan suatu jenis khusus dari akad ba'i as-salam. Biasanya, jenis ini dipergunakan dibidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan ba'i al-istishna' mengikuti ketentuan dan aturan akad ba'i as-salam.

13

DAFTAR KEPUSTAKAAN Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Cet 3, Jakarta; Pt Raja Grafindo Persada, 2011. Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Cet 4, Jakarta; Pt Raja Grafindo Persada, 2012. Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah Transformasi Fiqih Muamalah Ke Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung; Pt Refika Aditama, 2011. Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah: Fiqih Muamalah, Cet 1, Jakarta; Kencana Media Group, 2012. Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cet 1, Jakarta; Gema Insani, 2001. Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia, Jakarta; Salemba Empat, 2015. Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya, Cet 1, Jakarta; Pt Adhitiya Andrebina Agung, 2014. Nadira Nasyiffa, akad istishna', diakses dari www.nadiranasyiffa.blogspot.com.

14

Related Documents