Makalah Bab Ii Perkembangan Islam Di Indonesia

  • Uploaded by: Achmad Edwin Sutiawan
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Bab Ii Perkembangan Islam Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 3,458
  • Pages: 15
MAKALAH SEJARAH INDONESIA ZAMAN PENGARUH ISLAM “Perkembangan Islam di Indonesia”

Disusun Oleh : Kelompok Achmad Edwin Sutiawan Fanny Mayang Sari M. Zakky Stany Zul Indra

(15046035) (15046057) (15046102) (15046033)

Dosen Pembimbing : Drs.Zul ‘Asri, M.Hum Abdul Salam,S.Ag, M.Hum Dr.Aisiah, M.Pd Hera Hastuti,S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG TAHUN 2016

KATA PENGANTAR Ucapan syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beiring salam tidak lupa kita hadiahkan kepada junjungan Islam Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa kita dari tidak tahu menjadi tahu. Sehingga kita bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Makalah mata kuliah Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Islam yang berjudul “ Perkembangan Islam di Indonesia ” , semoga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tentunya memiliki nilai-nilai kebaikan yang sangat tinggi. Semoga makalah ini bermamfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan agar makalah ini lebih sempurna.

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. B. Rumusan Masalah 1) Bagaimana situasi dan kondisi politik di daerah pada masa kedatangan islam ? 2) Bagaimana situasi dan kondisi sosial budaya pada masa kedatangan islam ? 3) Siapa golongan pembawa dan penerima islam ? 4) Apa saja saluran dan cara-cara islamisasi di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan 1) Mengetahui bagaimana situasi dan kondisi politik di daerah pada masa kedatangan islam. 2) Mengetahui bagaimana situasi dan kondisi sosial budaya pada masa kedatangan islam. 3) Mengetahui siapa golongan pembawa dan penerima islam. 4) Mengetahui apa saja saluran dan cara-cara islamisasi di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A. Situasi dan Kondisi Politik di Daerah Pada Masa Kedatangan Islam 1. Sumatera Masalah politik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kekuasaan, pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik hubungan internasional dan tata pemerintahan. Kedatangan islam diberbagai daerah tidaklah bersamaan demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang di datanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya berlainan. Pada waktu kerajaan sriwijaya mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke 7 dan 8, selat malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Perkembangan pelayaran dan perdagagan yang bersifat internsional antara negeri-negeri di Asia Barat dan Asia Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam dibawah Bani Umayyah dibagian Barat maupun kerajaan Cina di Asia Timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. 1 Usaha-usaha

kerajaan

Sriwijaya

dalam

meluaskan

kekuasaannya

kedaerah

Semenanjung Malaka sampai Kedah dapat dihubungkan dengan bukti-bukti prasasti Ligor 775, berita-berita Cina dan Arab abad ke 8 sampai 10. Hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Karena usaha-usaha mereka itu baru pada taraf menjelajahi masalah-masalah dibidang pelayaran dan perdagangan. Tetapi pada abad ke 9 dengan terjadinya pemberontakan petani-petani Cina Selatan terhadap kekuasaan T’ang masa pemerintahan kaisar Hi-Tsung (878-889) dimana orang-orang muslim ikut serta dan akibatnya banyak orang muslim dibunuh, dan mereka mencari perlindungan di Kedah, maka bagi orang-orang muslim berarti telah melakukan kegiatan-kegiatan politik pula. Sriwijaya yang kekuasaannya ketika itu meliputi daerah Kedah melindungi orang-orang muslim tersebut. Apabila kerajaan Sriwijaya dari abad ke 7 sampai abad ke 12 di bidang ekonomi dan politik masih menunjukkan kemajuannya, sejak akhir abad ke 12 mulai menunjukkan kemundurannya yang prosesnya terbukti sampai abad ke 13. Tanda-tanda kemunduran Sriwijaya dibidang perdagangan yaitu persediaan barang-barang perdagangan karena Sriwijaya tidak lagi menghasilkan banyak hasil Alam. Untuk mencegah kemunduran itu, yang mungkin ada

1

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 1

pengaruhnya dibidang politik, kerajaan tersebut antara lain membuat peraturan cukai yang lebih berat lagi bagi kapal-kapal dagang yang singgah dipelabuhan-pelabuhannya.2 Sejalan dengan kelemahan yang dialami oleh kerajaan Sriwijaya, pedagang-pedagang muslim yang mungkin disertai pula oleh mubalik-mubaliknya lebih berkesempatan untuk mendapatkan keuntungan dagang dan keuntungan politik. Mereka menjadi pendukung daerah-daerah yang muncul dan yang menyatakan dirinya sebagai kerajaan yang bercorak islam ialah Samudra Pasai di Pesisir Timur laut Aceh, Kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara kini. Munculnya daerah tsb sebagai kerajaan islam yang pertama di Indonesia diperkirakan mulai abad ke 13. Daerah lainnya yang diperkirakan sudah memenuhi islam adalah Perlak. Islamisasi kedaerah pendalaman Aceh dan Sumatra Barat, terutama terjadi sejak Aceh melakukan Ekspansi Politiknya pada abad ke 16 sampai 17.3 2. Jawa Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di Pesisir Utara Jawa Barat, hal ini tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis. Politis, dengan memutuskan hubungan kerajaan Padjajaran yang masih berkuasa didaerah pendalaman, dengan Portugis di Malaka. Dari sudut ekonomi, pelabuhan-pelabuhan Sunda, seperti Cirebon, Kalapa, dan Banten mempunyai potensi besar dalam ekspor hasil buminya terutama ada yang juga di ambil dari daerah lampung. Kedatangan dan penyebaran Islam di pulau Jawa mempunyai aspek-aspek, ekonomi, politik, dan sosial budaya. Sebagaimana dikatakan bahwa karna situasi dan kondisi politik di Majapahit yang lemah karna perpecahan dan peperangan di kalangan keluarga Raja-raja dalam perebutan kekuasaan. Maka kedatangan dan penyebaran islam makin dipercepat. Bupati-bupati pesisir merasa bebas dari pengaruh kekuasaan raja-raja Majapahit, mereka makin lama makin yakin akan kekuasaannya sendiri di bidang ekonomi didaerah-daerahnya. Daerah pesisir merasa makin lama makin merdeka, justru oleh karena kelemahan pendukungpendukung kerajaan yang sedang mengalami keruntuhan. Perjuangan antara kota-kota perdagangan dipesisir dengan daerah-daerah agraris diperdalaman sedang dimulai. Perkembangan ekonomi dan politik mempunyai tujuan sendiri dan memalui bupati-bupati

2

Syed Naquib al-Attas dalam buku Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 1-2 3 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 34

pesisir yang memluk agama Islam maka agama menjadi kekuatan baru dalam proses perkembangan masyrakat.4 Dalam hal ini, J.C. van Leur, berpendapat bahwa karena pertentangan antara keluarga bangsawan dengan kekuasaan pusat Majapahit serta aspirasi-aspirasi keluarga bangsawan untuk berkuasa sendiri atas Negara maka islamisasi menjadi alat politik.5 3. Maluku Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan internasional antara Malaka, Jawa dan Maluku.6 Dari persisir Utara Jawa para pedagang muslim itu mendatangi tempat-tempat perdagangan Indonesia dibagian Timur yaitu pulaupulau Maluku yang terkenal dengan rempah-rempahnya. Maluku sejak abad ke 14 sudah didatangi orang muslim raja Ternate yang ke-12 yaitu Moloma.bersahabat dengan orangorang muslim arab yang memberikan petunjuk cara membuat kapal. Sedang pada masa pemerintahan Marhum di Ternate, seorang yang bernama Maulana Husen datang kedaerah itu ia mempertunjukan kemahirannya dalam hal menulis huruf arab dan membaca al-Qur;an sehingga menarik perhatian penguasa rakyat Maluku. Raja Ternate waktu itu sudah memeluk Islam yang bernama Sultan Bom Acorala dan hanyalah raja Ternate yang justru memakai gelar Sultan sedang yang lainnya digelari raja. Menurut Tome’ Pires (1512-1515) bahwa raja di Maluku terutama kali masuk Islam kira-kira 50 tahun yang lalu berita tersebut berjalan pula dengan berita Antonio Galvau yang berada disana pada tahun 1540-1545 M, yang menegaskan bahwa Islam didaerah Maluku dimulai 80 atau 90 yang lalu.Situasi politik didaerah Maluku ketika kedatangan Islam berbeda di Jawa, mereka tidak menghadapi kekacauan politik yang disebakan perebutan kekuasaan dikalangan keluarga penguasa-penguasanya 4. Kalimantan Kedatangan orang-orang Muslim kedaerah Kalimatan Timur diketahui dari hikayat Kutai tidaklah mengambarkan adanya perebutan kekuasaan dikalangan keluarga raja-raja Kutai. Kerajaan Kutai sebelum kedatangan Islam ialah bercorak Hindu sedang dipedalaman terdapat beberapa suku yang masih berkepercayaan kepada aninisme dan aminesme. Dikatakan bahwa ketika Kutai masih diperintahkan raja mahkota datanglah dua orang

4

B. Schrieke dalam buku Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 8 5 J.C van Leur dalam buku Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 8 6 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 8

mubalig yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan. Setelah berlomba kesaktian dan raja kalah maka mereka diterima dengan baik dan diperkenankan mengajarkan Islam.7 Berbeda dengan Kalimantan Timur, Islam masuk ke Kalimantan Selatan ketika terjadi perpecahan dalam Kerajaan Nagara Dipa, Daha dan Kuripan. Sumber yang menjelaskan awal penerimaan Islam didaerah ini adalah Kronik Banjar atau Hikayat Banjar. Saat Islam masuk Nagara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, setelah ia meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung dan beberapa tahun kemudian terjadi perebutan kekuasaan atau tahta dengan Raden Samudra, cucu Maharaj Sukarama yang lebih berhak atas tahta kerajaan. Raden Samudra kemudian diangkat menjadi rajandi Kerajaan Banjar yang didirikan di daerah pantai dan berperang dengan Nagara Daha dihulu sungai. Dalam peperangan ini Raja Samudra meminta bantuan Demak. Setelah berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung, Raden Samudra kemudian memeluk Islam sebagai realisasi perjanjiannya dengan Demak. Raden Samudra mengganti namanya menjadi Sultan Suryanullah. Dengan demikian situasi politik di Kalimantan Selatan menjelang kedatangan atau masuknya Islam juga menghadapi pula situasi perebutan kekuasaan atau Tahta diantara keturunan Negara Dipa dan Negara Daha. Meskipun tadi dikatakan bahwa orang-orang muslim datang membantu kerajaan Banjar itu ialah Daru Demak namun tidak musthil pula para pedangan muslim dari Malaka yang bermaksud ke Maluku, diantaranya singgah di Banjar dan mungkin juga bertempat tinggal. 5. Sulawesi Kedatangan para pedagan muslim ke Sulawesi Selatan mungkin sudah ada sejak abad ke 15-16 M dan mungkin berasal dari Malaka, Samutra dan Jawa. Tom Pires mernceritakan bahwa di Sulawesi terdapat lebih kurang 50 buah kerajaan yang raja dan rakyatnya masih menganut berhala. Secara resmi agama Islam dianut di Sulawesi selatan oleh raja Gua dan talo pada tanggal 22 september 1605 M. kemudian ke daerah Bone, Waje, Sopeng dan lainnya, islam disebarkan dari pusat kerajaan Gowa.

Dari uraian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa kedatangan Islam kebeberapa daerah di kepulauan Indonesia menghadapi situasi politik daerahnya yang berbedabeda yaitu ada yang sedang mengalami perebutan kekuasaan politik ada yang tidak. Ada

7

Ibid dalam buku Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 11

daerah yang stuktur birokrasinya bercorak kerajaan Indonesia Hindu Budha dan ada pula yang merupakan suku-suku yang dipimpin kepala suku atau sesepuh. Akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa kedatangan Islam dan penyebarannya di berbagai daerah Nusantara ialah dengan cara damai, melalui perdagangan dan dakwah yang dilakukan oleh para mubalig-mubalig atau orang-orang Muslim. Kemudian jika didapati daerah penyebaran Islam situasi politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami kelemahan dan kekacauan di sebabkan perebutan kekuasaan di kalangan para raja maka agama Islam dijadikan politik bagi golongan bangsawan atau raja-raja yang menghendaki kekuasaan. Mereka berhubungan dengan para pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karna penguasaan pelayaran dilautan dan perdagangan. Dan apabila telah terwujud kerajaan Islam maka berulah mereka melancarkan perang terhadap kerajaan yang bukan Islam. Hal itu bukan hanya karena tujuan agamanya tetapi karena dorongan politik untuk menguasai kerajaankerajaan disekitarnya misalnya Gowa melakukan penyerangan terhadap kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, Demak, dan Banten melakukan penyerangan terhadap kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa.8

B. Situasi dan Kondisi Sosial-Budaya pada Masa Kedatangan Islam Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.9 Kondisi sosial-budaya diberbagai daerah Nusantara sangatlah dipengaruhi oleh agama sebelumnya yaitu Hindu-Budha. Kemudian, para pendakwah ini menggunakan banyak metode pendekatan untuk dakwah, salah satunya menggunakan kesenian dan kebudayaa, yang lambat laun semakin diterima oleh masyarakat, bahkan hingga ke para pemimpin. Akan tetapi budaya dan kebiasaan yang ditinggalkan oleh agama-agama terdahulu, tidak 8

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 13 9 Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, 2008, hlm. 14

sepenuhnya bisa terhapus. Maka dari itu, para pendakwah mencoba menyisipkan nilai-nilai keislaman dalam upacara- upacara dan ritual-ritual serta kebiasaan-kebiasaan dengan melunturkan poin-poin kesyririkan. Yang justru karena budaya yang dimasuki nilai-nilai Islam, dakwah Islam justru semakin mudah dan diterima. Sebelum Islam masuk ke bumi Nusantara, sudah terdapat banyak suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, sosial dan budaya di Nusantara yang berkembang. Semua itu tidak terlepas dari pengaruh sebelumnya, yaitu kebudayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme), dan Hindu Budha yang berkembang lebih dulu dari pada Islam. Perlu diketahui bahwa kelompok-kelompok masyarakat, terutama dipusat-pusat kerajaan, biasanya memiliki perkampungan sendiri. Karenanya, sering kita jumpai istilahistilah seperti pecinan (perkampungan cina), pakojan (perkampungan orang Arab, yang semula milik orang India), pekauman (perkampungan anggota kerabat pejabat keagamaan keratin), kepatihan ( perkampungan kerabat para patih) dan sebagainya. Berbeda dengan daerah pedalaman yang lebih tertutup dari budaya luar. Sehingga mereka lebih condong pada kebudayaan nenek moyang mereka dan sulit menerima kebudayaan dari luar. Awalnya Islam masuk dari pesisir kemudian menuju daerah pedalaman. Masuknya Islam masih terdapat kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Budha yang masih eksis, diantaranya adalah kerajaan Majapahit dan kerajaan Sriwijaya. Selain itu terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang tidak tersentuh oleh pengaruh Hindu dari India. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi misalnya Gowa, Wajo, Bone dan lainnya. Kerajaan-kerajaan di Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara daripada Islam. Islam masuk ke Nusantara bisa dengan mudah dan lebih mudah diterima masyarakat pada waktu itu dengan berbagai alasan. Di satu sisi berbagai budaya local yang ada di masyarakat, tidak secara otomatis hilang dengan adanya Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam. Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa. Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini, melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya. Tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa.Dengan kata lain kedatangan

Islam di nusantara dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya lokal.

C. Golongan Pembawa dan Penerima Islam Agama Islam di Indonesia berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India). Golongan pembawa Islam ke Indonesia adalah pedagang, mubalig, kaum sufi, dan para wali. Adapun golongan penerima Islam di Indonesia adalah golongan raja dan bangsawan, masyarakat daerah pesisir, para wali, dan masyarakat pedalaman melalui para wali. a. Golongan pembawa islam ke Indonesia Para ahli sejarah saling berbeda pendapat tentang golongan pembawa agama islam ke Indonesia. Menurut Christian Snouck Hurgronje dan J.P. Monguetta, agama islam dibawa ke Indonesia oleh para pedagang yang berasal dari Gujarat, India. Pendapat tersebut dibuktikan dengan adanya batu nisan Malik Al Saleh di Samudera Pasai yang berasal dari daerah Gujarat di India. Menurut Hamka, agama islam dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Arab sendiri, sebab aliran Syafi’i yang ada di Indonesia barasal dari Mekah, Arab. Sedangkan menurut Husein Jayadiningrat agama islam dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dari Persia (Iran). Hal itu dibuktikan dengan adanya ajaran tasawuf, serta batu nisan Maulana Malik Ibrahim yang berasal dari Persia.

b. Golongan penerima islam Agama islam pertama kali diterima oleh para pedagang, sebab merekalah yang berhubungan langsung dengan para pedagang islam. Selanjutnya agama islam diterima oleh bupati dipesisir sebab mereka juga aktif dalam perdagangan. Disamping itu para bupati di Pesisir atau pantai juga berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaaan pusat, misalnya Demak ingin melepaskan diri dari Majapahit. Karna faktor itulah para bupati berhubungan erat dengan pedagang islam. Setelah para bupati dan penguasa lainnya memeluk islam maka di ikuti pula oleh rakyatnya.

D. Saluran dan Cara-cara Islamisasi Menurut

Uka

Tjandrasasmita

beerkembang ada enam, yaitu :

(1984),

saluran-saluran

Islamisasi

yang

1. Saluran Perdagangan Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupatibupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.

2. Saluran Perkawinan Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status social yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putriputri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerahdaerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.

3. Saluran Tasawuf Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.

4. Saluran Pendidikan Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampong masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.

5. Saluran Kesenian Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

6. Saluran Politik Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kempentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara poltik banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik. Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambatlaun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti samudera pasai dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.

2. Kritik dan Saran Sebagai penulis kami merasa masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan makalah kami ini. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar kedepannya jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro, Marwati Djoened. 1984 : Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka. Tjandrasasmita, Uka (Ed).1984 : Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Related Documents


More Documents from "Irfan Noor, M.Hum"