Makalah Analisis Novel Ayah.docx

  • Uploaded by: Indah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Analisis Novel Ayah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,602
  • Pages: 15
MAKALAH

ANALISIS KETERKAITAN BUDAYA POPULER DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA MENGGUNAKAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sastra Populer Dosen Pengampu: Dra. Nas Haryati, M. Pd.

Oleh :

Nama

: Indah Febriyanti

NIM

: 2101416042

Rombel

: Dua

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................

i

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

1

1.1

Latar Belakang.................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah............................................................... 2

1.3

Tujuan Penelitian ............................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 4 2.1

Hasil Analisis...................................................................... 4

BAB III PENUTUP………………………………………………………. 11 3.1

Simpulan………………………………………………….. 11

3.2

Saran……………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 13

i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Popular Culture atau sering disebut budaya pop mulai mendapat tempat dalam kehidupan manusia Indonesia. Lingkungan sosial-budaya yang kian meresap dalam

setiap

karangannya

terkadang

mengandung

unsur-unsur

yang

memperlihatkan tren atau sebuah produk budaya dari luar (asing) dengan mengesampingkan budaya lokal, gaya hidup, dan karakteristik anak serta moral bangsa sendiri. Atau, mungkin mengandung apa yang kita namakan dengan budaya populer. Kemungkinan saja hal itu bisa tercermin dari karya sastra, maupun sikap dan perhatian para penulisnya dalam melihat karakter anak-anak masa kini dengan lingkungannya. Istilah budaya populer muncul dengan kajiannya dalam beberapa literatur pada ilmu budaya dan sosial. Sastra sebagaimana yang dipaparkan Nurgiyantoro (2005: 3), yaitu sebagai gambaran dunia (dalam kata), hadir pertama-tama kepada pembaca hakikatnya untuk menghibur, memberikan hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca memanjakan fantasinya, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya, mempermainkan‖ emosi pembaca sehingga ikut larut ke dalam arus cerita. Hal ini pula, tidak terkecuali pada sastra anak saat ini. Ketertarikan penulis pada kajian novel “Ayah” karya Andrea Hirata dalam makalah ini berangkat dari perhatian terhadap penulis dari novel tersebut yang merupakan penulis era 2000-an. Andrea Hirata selalu menculik perhatian melalui karya-karyanya yang sangat digemari oleh banyak pembaca. Salah satu karyanya yang sangat populer dan menarik banyak minat pembaca adalah novel “Ayah”. Novel “Ayah” adalah novel Andrea Hirata yang diterbitkan pada tahun 2015. Pada tahun 2017 bulan Februari, novel tesebut sudah mencapai cetakan ke enambelas. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri sastra popular dan dapat membuktikan bahwa novel “Ayah” karya Andrea Hirata merupakan novel populer. Di novel ini Andrea

1

Hirata menyajikan bahasa yang terkesan sederhana, mendidik, namun juga menghibur. Dari tokoh Sabari yang polos namun juga berpendirian teguh, ada saatsaat dimana karena kepolosannya dan keteguhannya membuat kita tertawa. Kemudian desain covernya yang menampilkan siluet seorang laki-laki dewasa serta anak kecil dengan dihiasi oleh sepeda, balon, dan siluet keramaian dapat membuat pembaca penasaran dengan isi novelnya tersebut hingga tertari untuk membacanya. Selain itu, novel tersebut juga mengangkat kisah percintaan yang sesuai dengan ciri-ciri sastra populer. Novel “Ayah” berkisah tentang cinta sejati dan perjuangan seorang ayah bernama Sabari kepada Marlena dan Zorro anaknya. Cinta sejati yang dibawanya hingga tutup usia. Perjuangan seorang ayah yang dapat menginspirasi kaum ayah saat ini. Dengan cinta dan pengorbanannya memberikan kasih sayang kepada orang-orang tercinta dengan penuh ketulusan. Perjuagan cinta tanpa syarat itulah yang menjadikan karya sastra ini memiliki bobot yang baik di samping sisi hiburannya. Berdasarkan alasan tersebut, novel “Ayah” karya Andrea Hirata ini menjadi menarik untuk dikaji. Teori yang dipilih dalam mengkaji novel populer “Ayah” karya Andrea Hirata adalah teori sosiologi. Teori sosiologi dipilih sebab teori ini merupakan teori dalam pengkajian sastra yang tujuannya untuk mendapatkan gambaran keadaan masyarakat (budaya populer) melaui karya sastra. Persoalan dalam segi sosiologi atau sosial pada karya sastra menawarkan dimensi-dimensi baru yang cukup problematik. Sosiologi sastra populer mengisyaratkan persoalan yang lebih jelas dibandingkan hanya dari strkturnya. Jameson dalam Pawling (1984: 4) menganalogikan sastra populer sebagai institusi sosial. Di sisi lain Budi Darma berpendapat bahwa sastra populer sebagai gambaran sosial yang realis harfiah (1984: 75). Atas dasar tersebut, maka studi yang tepat dilakukan untuk pembuktian sekaligus mengkaji keterkaitan novel “Ayah” sebagai sastra populer adalah kajian menggunakan teori sosiologi.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah aspek sosiologi dalam novel “Ayah” karya Andrea Hirata?

2

2. Bagaimanakah keterkaitan budaya populer dengan aspek sosiologi dalam novel “Ayah” karya Andrea Hirata? 1.3 Tujuan Pembahasan 1. Mendeskripsikan aspek sosiologi dalam novel “Ayah” karya Andrea Hirata. 2. Mendeskripsikan keterkaitan budaya populer dengan aspek sosiologi dalam novel “Ayah” karya Andrea Hirata.

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hasil Analisis Dokumen budaya cukup

luas.

Budaya

juga

merupakan

milik

manusia. Sastra lahir dari budaya tertentu. Sastra hadir atas desakan budaya manusia. Sastra mencoba mendeskripsikan budaya secara estetis. Budaya manusia hidup dalam masyarakat, diolah melalui fakta imajinatif. Budaya menyangkut perilaku, sikap, dan gagasan. Realitasnya, batas antara sastra, budaya, dan seni hampir sulit dipisahkan. Ketiganya memuat segala angan-angan, sikap hidup, dan perilaku manusia. Karya sastra (novel) dapat dipandang sebagai sebuah bentuk dokumentasi sosial suatu masyarakat, jika dikaitkan kefiksiannya dengan realita kehidupan. Oleh karena itu, ada sebuah pernyataan yang mungkin bisa kita rujuk untuk menunjukkan kaitan sastra dengan hal di atas dari Ratna (2009: 9), bahwa sampai saat ini, penelitian sosiologi sastra lebih banyak memberikan perhatian pada sastra nasional, sastra modern, khususnya novel. Andrea Hirata merupakan penulis era 2000-an yang selalu menculik perhatian melalui karya-karyanya yang sangat digemari oleh banyak pembaca. Salah satu karyanya yang sangat populer dan menarik banyak minat pembaca adalah novel “Ayah”. Novel “Ayah” adalah novel Andrea Hirata yang diterbitkan pada tahun 2015. Pada tahun 2017 bulan Februari, novel tesebut sudah mencapai cetakan ke enambelas. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri sastra popular dan dapat membuktikan bahwa novel “Ayah” karya Andrea Hirata merupakan novel populer. Judul novel ini pun sesungguhnya sudah menggiring calon pembacanya dengan perasaan cinta kepada Ayah. Judul novel “Ayah” ini memang langsung menggiring asumsi dan horizon harapan pembaca, bahwa mereka akan digiring dalam kehidupan antara anak dan ayah. Lebih dari itu, desain cover novel yang

4

terkesan elegan denan siluet anak dan laki-laki yang dihiasi balon, sepeda, serta keramaian pasar malam sangat membuat penasaran calon pembacanya. Belitong dan Melayu zaman dahulu merupakan setting secara keseluruhan yang ada pada novel karya Andrea Hirata ini. “My name is Sabari, from Belitong island,..” “Kampung Belantik, Belitong, kode pos 33462” “Orang-orang Belitong itu harus melanjutkan perjalanan untuk mencari Lena dan Zorro.” Setting ini sengaja mempertegas gaya kehidupan yang disajikan di novel ini. Setting waktu dalam novel ini pun menggambarkan keadaan popular zaman dahulu yang mudah dipahami oleh kebanyakan orang zaman sekarang. Hal tersebut terrepresentasi melalui radio, mobil butut, surat. Zaman dahulu radio merupakan barang berharga sebelum TV, begitupun dengan surat. “Tahu-tahu

dia

punya

pekerjaan

usai

jam

sekolah,

yaitu

menghambabudakkan dirinya kepada tukang sampah di Pasar Belantik, demi sedikit upah yang dipakainya untuk membeli kartu request—selembar lima ratus perak—di radio lokal AM Suara Cinta.” “KARENA siaran radio kita sudah jernih, kalau nanti ada siaran Lady Diana, undanglah tetangga, Miru, biar bisa mendengar radio di rumah kita. Lebih jelas suaranya.” “Tak lama kemudian dia sudah di dalam mobil sedan Datsun butut,….” “Seminggu kemudian Manikam mulai berkirim-kirim surat dengan perempuan di Toboali itu.” “Tiap bulan dia ke kantor pos untuk mengirim surat. Lama-lama sekali dia juga mengirim surat ke Belitong, kepada sahabatnya sejak SMA, Zuraida. Maksudnya”

5

“Tak ada hari dilewatkannya tanpa memandangi foto Lena, berukuran 3 x 4 hitam putih, yang dia dapatkan dengan cara menggelapkannya, melalui satu konspirasi dengan petugas tata usaha SMA. Tiada jeda puisi dan surat dikirimnya.” Cerita dipenuhi dengan berbagai tempat yang ada di Belitong. Kebiasaankebiasaan orang Belitong zaman dahulu tergambar dalam cerita novel ini, seperti pada panggilan khas Belitong “Boi” dan panggilan khas melayu lain. “Susah mencari pegawai macam kau, Boi, tapi kalau mau menempuh hidup baru, apa hendak dikata. Itu lingkaran nasib, tak dapat dihalangi, takdir, aku maklum, maklum sekali” “ Waspada, Pak Cik, berbahaya!” Selain itu, dalam kehidupan nyata, kebiasaan berpuisi orang Melayu pun digambarkan jelas melalui kebiasaan Sabari, Amiru, dan Insyafi yang suka sekali dengan sastra tersebut. Bahkan, Sabari selalu mengirimi Marlena puisi-puisi melalui suratnya di waktu SMA. Namun, terasa berbeda karena dikemas dengan keadaan masa kini, sehingga novel ini masih sangat mudah dipahami, bahkan unik. “Wahai awan Kalau bersedih Jangan menangis Janganlah turunkan hujan Karena aku mau pulang Untukmu awan Kan kuterbangkan layang-layang ....” “Kena singgung secara puitis, Sabari tersipu, sekaligus kagum kepada ayahnya yang gampang terinspirasi oleh apa saja, sekejap kemudian mencipta puisi, begitu gampang, seakan ada peternakan puisi dalam mulutnya.” Karya Andrea Hirata ini bertema cinta sejati, ketulusan, dan persahabatan. Kisah cinta Sabari kepada Lena yang sangat besar dan tanpa pamrih tersebut mampu membuat pembaca terinspirasi. Walaupun Sabari terus diabaikan dan tidak 6

diperlakukan dengan baik oleh Marlena, Sabari tetap tulus mencintai Marlena. Ketulusan juga tergambar pada Sabari dan Amiru. Antara ayah dan anak tersebut sangat saling menyayangi walaupun tdi antara keduanya tidak ada hubungan darah sekalipun, apa yang mereka lakukan sama-sama berlandaskan ketulusan. Persahabatan antara Sabari, Ukun, Tamat, dan Toharun pun tak kalah mendominasi novel ini. Keempat sahabat tersebut saling peduli dan menasihati bila ada yang kesusahan. Misalnya ketika Sabari mulai stress sebab Amiru dibawa pergi oleh Lena. Sahabat-sahabat Sabari itu dengan setia mencari Lena ke sana ke mari demi Sabari. “Ingat, Boi, dalam hidup ini semuanya terjadi tiga kali. Pertama aku mencintai ibumu, kedua aku mencintai ibumu, ketiga aku mencintai ibumu.” “Hanya dengan Lena, Sabari pernah menikah. Itulah pernikahan pertama dan terakhirnya. Dalam pernikahan itu hanya empat kali dia pernah berjumpa dengan Lena, tetapi dia tetap mencintai Lena, hanya Lena, hingga akhir hayatnya. Pertengahan 2013, Sabari meninggal dunia.” “Sabari tak pernah ribut-ribut, apalagi semua hal rasanya beres jika dia melihat bayi yang tumbuh dengan cepat dan merona-rona itu. Matanya selalu berbinar, mulutnya selalu tersenyum. Dia selalu rindu kepada Lena, tetapi Zorro telah menjadi pengganti Lena, dengan kegembiraan yang berlipatlipat.” “Keesokannya, Jumat sore, berbondong-bondong orang ke dermaga untuk mengantar Tamat dan Ukun. Banyak sekali, mereka datang karena bersimpati pada dua sahabat yang ingin mencari Lena dan Zorro, demi sahabat lainnya.” Novel Ayah beralur sederhana dengan kategori alur campuran. Penggunaan alur campuran diterapkan pada novel ini adalah pilihan yang tepat. Hal tersebut dikarenakan untuk menarik minat pembaca atau pasar agar pembaca semakin penasaran dengan cerita selanjutnya, sehingga pembaca harus menyelesaikan bacaannya jika ingin mendapatkan pemahaman dan maksud utuh dari cerita tersebut. Terbukti, kejelasan maksud pada cerita ini akan didapatkan di akhir bacaan

7

seperti kenyataan bahwa ternyata tokoh Amiru yang sudah hadir pada awal cerita adalah anak dari Sabari, Zorro yang diberi nama Amiru ketika ibunya menikah dengan seorang buruh pabrik sandal jepit bernama Amirza. Pada novel Ayah ini terdapat beberapa tokoh, yaitu Sabari sebagai tokoh utama, Amiru, Marlena, Amirza, Markoni, Ukun, Tamat, Insyafi, Izmi, Manikam, Bogel, dan Jhon Pijarelli. Nama-nama tokoh tersebut merupakan nama-nama kuno yang sengaja dipilih agar sesuai dengan latar waktu penceritaan novel “Ayah” ini. Penggunaan bahasa mendayu-dayu untuk konteks percakapan sehari-hari merupakan gaya bahasa pada novel “Ayah” ini. Perpaduan bahasa asing, gaul, dan melayu khas Belitong juga menghiasi novel ini. “ Mommy tak mau bicara dengan Pak Tua.” “Ayolah, Pop, masuk ke mobil, kita pulang.” “Lalu, mana pernah aku ngasih angka empat kecuali untuk Ukun, Tamat, dan Toharun amit-amit ini?! Saban malam nongkrong di warung kopi! Berleha-leha macam orang dewasa. Jangan-jangan sudah merokok dan minum cap monyet segala! Tak masuk kalau dinasihati. Istilah orang Melayu, bodoh tak menurut, pintar tak mengajar. Orang macam itulah kau itu, Kun! Nilai Bahasa Indonesia saja merah macam buah saga! Patutnya kau ini dideportasi!” “….Kau ini Hitler dalam bentuk pelajar!” Kebiasaan masa kini yang marak dilakukan remaja dengan melakukan hubungan di luar nikah hingga hamil di luar nikahpun digambarkan dalam novel ini melalui tokoh Marlena. Pada akhirnya menikahkan Lena dengan Sabari menjadi pilihan Markoni agar nama baiknya tidak tercoreng. “….Markoni muntab luar biasa lantaran Lena dengan segala jambalaya asmaranya akhirnya mengalami semacam peristiwa di luar rencana dan situasi itu harus segera di atasi sebab nama baik Markoni dipertaruhkan.”

8

“Siang itu Markoni memanggil Sabari dan menawarinya untuk menikahi Lena.” Perekonomian Sabari dan masyarakat lingkungan sekitarnya dalam novel “Ayah” ini cenderung menengah ke bawah. Kehidupan Sabari dan Amiru serba paspasan. Hal tersebut semakin tergambar pada saat Amiru berjuang keras mencari pekerjaan demi menebus radio kesayangan Ayahnya. Keadaan tersebut sudah menjadi keadaan biasa golongan bawah. Hidup serba pas-pasan, dan jika ingin mendapatkan sesuatu perlu usaha yang sangat keras, beda dengan orang yang berasal dari golongan atas. “Sabari miskin, namun merasa masih mampu mandiri.” “Amirza kesulitan mengatasi biaya sekolah, dan kali ini situasi gawat karena dia juga memerlukan biaya sebab istrinya harus dirawat di rumah sakit.” “Sesungguhnya, walaupun masih kecil, keadaan yang sulit membuat Amiru tak asing dengan pekerjaan berat.” “Bentuk rumah Sabari pun macam orang kesepian, bongkok, mau tumpah, kurang percaya diri. Sebatang pohon delima di pojok kanan pekarangan ikut-ikutan kesepian. Mereka, termasuk pohon delima itu, rindu kepada Marlena, Marleni, dan terutama, Zorro.” “Adapun Sabari, setelah mengundurkan diri bekerja di pabrik Markoni, membuka warung sembako di rumahnya. Pekerjaan di warung dan memelihara kambing memungkinkannya untuk selalu berada dekat Zorro.”

Secara keseluruhan, novel “Ayah” karya Andrea Hirata ini ingin menggiring pembacanya yang lebih ditujukan kepada pasar pembaca yang usia rata-rata 16-25 tahun pada kehidupan zaman dahulu. Gaya hidup masa lalu sengaja ditampilkan oleh penulisnya dalam novel ini untuk mencari hal berbeda dari novel biasanya agar dapat menarik pembaca ke dalam bacaan yang baru. Walaupun yang diangkat adalah gaya hidup masa lalu, namun novel ini dikemas dengan sederhana

9

dan menarik sesuai budaya populer. Kisah cinta khas sastra popular pun sangat kuat dalam novel ini melalui kisah cinta tokoh utamanya yang bernama Sabari. Tak hanya kisah cinta Sabari, kisah cinta Marlena, Tamat, dan Ukun juga ikut dijelaskan dalam novel ini. Saat membaca novel ini, pembaca akan merasakan saat-saat ingin tertawa dan saat-saat sedih. Hal tersebut sesuai dengan fungsi sastra popular, yaitu sebagai hiburan. Bahasa yang digunakan pun mudah dipahami karena bahasa yang digunakan ringan dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, novel “Ayah” karya Andrea Hirata ini tergolong kedalam novel popular.

10

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Andrea Hirata merupakan penulis era 2000-an yang selalu menculik perhatian melalui karya-karyanya yang sangat digemari oleh banyak pembaca. Salah satu karyanya yang sangat populer dan menarik banyak minat pembaca adalah novel “Ayah”. Novel “Ayah” adalah novel Andrea Hirata yang diterbitkan pada tahun 2015. Pada tahun 2017 bulan Februari, novel tesebut sudah mencapai cetakan ke enambelas. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri sastra popular dan dapat membuktikan bahwa novel “Ayah” karya Andrea Hirata merupakan novel populer. Secara keseluruhan, novel “Ayah” karya Andrea Hirata ini ingin menggiring pembacanya yang lebih ditujukan kepada pasar pembaca yang usia rata-rata 16-25 tahun pada kehidupan zaman dahulu. Gaya hidup masa lalu sengaja ditampilkan oleh penulisnya dalam novel ini untuk mencari hal berbeda dari novel biasanya agar dapat menarik pembaca ke dalam bacaan yang baru. Walaupun yang diangkat adalah gaya hidup masa lalu, namun novel ini dikemas dengan sederhana dan menarik sesuai budaya populer. Kisah cinta khas sastra popular pun sangat kuat dalam novel ini melalui kisah cinta tokoh utamanya yang bernama Sabari. Tak hanya kisah cinta Sabari, kisah cinta Marlena, Tamat, dan Ukun juga ikut dijelaskan dalam novel ini. Saat membaca novel ini, pembaca akan merasakan saat-saat ingin tertawa dan saat-saat sedih. Hal tersebut sesuai dengan fungsi sastra popular, yaitu sebagai hiburan. Bahasa yang digunakan pun mudah dipahami karena bahasa yang digunakan ringan dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, novel “Ayah” karya Andrea Hirata ini tergolong kedalam novel popular.

3.2 Saran Makalah ini menganalisis aspek-aspek sosiologi dan keterkaitannya dengan budaya populer yang terdapat dalam novel “Ayah” karya Andrea Hirata. Oleh

11

sebab itu, penulis menyarankan agar dilakukan kembali suatu penelitian tentang objek ini dengan pendekatan ilmu sastra yang berbeda, agar dapat dikembangkan dan menambah wawasan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.

12

DAFTAR PUSTAKA

Darma, Budi. 1984. “Novel Indonesia adalah Dunia Melodrama” dalam Sejumlah Esei Sastra. Jakarta: Karya Unipress. Hirata, Andrea. 2015. Ayah. Yogyakarta: Bentang Pustaka. Pawling, Christopher. 1984. Popular Fiction and Social Change. London: Macmillan Press. Ratna, N. K. 2009. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13

Related Documents

Analisis Novel Moby Dick
April 2020 13
Novel
June 2020 48
Novel
May 2020 30

More Documents from ""