LUKA BAKAR A. DEFINISI Luka bakar merupakan suatu jenis cedera traumatik yang paling berat dibandingkan dengan jenis trauma lainnya dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Laksmi, 2017). Luka bakar adalah bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan yang disebabkan oleh sumber daya yang memiliki suhu yang sanggat tinggi yaitu api, air panas, zat kimia, listrik, dan radiasi (Anggraeni & Bratadiredja, 2018) B. ETIOLOGI Etiologi luka bakar (Padila, 2012). a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) 1) Gas 2) Cairan 3) Bahan padat (solid) b. Luka bakar bahan kimia (hemical burn) c. Luka bakar sengatan Listrik (electrical burn) d. Luka bakar radiasi (radiasi injury). C. PENILAIAN LUKA BAKAR Menurut Yovita (2010) dalam Yusuf dkk (2016) 1. Luka bakar grade I a. Disebut juga luka bakar superficial b. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn c. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri. 2. Luka bakar grade II a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis b. Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar grade I c. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka 3. Luka bakar grade III a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
b. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh darah sudah hancur. c. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang. D. LUAS LUKA BAKAR
E. PATOFISIOLOGI Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperature sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi rotein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001). Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi system. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O,elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler
menurun,
apabila
hal
ini
terjadi
terus
menerus
dapat
mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti: otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan berikut. F. PATHWAY
(Brunicardiet al., 2005)
G. KOMPLIKASI Luka bakar pada seorang korban dapat terjadi bersamaan dengan cedera lain, dan sering disebut dengan combined burn trauma (CBT). sepeda motor yang diiringi ledakan, kebakaran dengan runtuhnya gedung, luka bakar listrik, dan jatuhnya pesawat udara. Adanya trauma penyerta ini akan memperparah kondisi korban. Luka bakar dan inhalasi udara panas sering terjadi bersamaan. Saat udara panas terhirup, umumnya faring dan saluran nafas atas turut mengalami luka bakar. Kondisi yang lebih parah dapat terjadi bila yang terhirup adalah uap panas, karena uap dapat menyimpan energi panas lebih banyak dan karena dapat membakar hingga saluran nafas bawah. Sebagian kematian pada kasus luka bakar, terjadi segera setelah terjadi spasme laring akibat udara panas yang terhirup (Kristanto, 2013). H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksan penunjang menurut kristanto, (2013) antara lain: 1. Pemeriksaan darah Pemeriksaan
darah
dilakukan
untuk
mendeteksi
terjadinya
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia sebagian terjadi akibat hemodilusi, terutama pada korban yang memperoleh resusitasi cairan, dan sebagian lagi akibat hilangnya protein karena rusaknya kapiler. Pada korban juga dapat terjadi hipomagnesia, hipofosfatemia dan hipokalemia akibat pemberian cairan. 2. Pemeriksaan urin Pemeriksaan urin untuk mendeteksi terjadinya hemoglobinuria. Luka bakar dapat menyebabkan rabdomiolisis, yang akan menyebabkan mioglobinuria atau hemolisis yang merusak ginjal. Pada ginjal dapat terjadi nekrosis tubular akut dan kegagalan ginjal, sehingga pada kasus tertentu, pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan.
3. Foto toraks Foto toraks dapat membantu men-deteksi adanya kerusakan akibat inhalasi udara panas, asam, atau inhalan lain yang merusak saluran nafas korban. I. PENANGANAN 1. Resusitasi Cairan Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setela terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam. 2. Perawatan luka bakar a. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan b. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft,
cadaver
skin)
)
atau
bahan
sintetis
(opsite,
biobrane,transcyte, integra) c. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ). ( yovita, 2014)
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas 2. Nyeri akut berhubungan agen cidera fisik 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi 4. Kerusakan integritas kulit K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan lingkungan (perokok pasif, menghisap asap, merokok), obstruksi jalan nafas (Spasme jalan nafas, mokus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, materi asing dalam jalan nafas, adanya jalan nafas buatan, sisa sekresi, sekresi dalam bronki), fisiologis (jalan nafas alergik, asma, PPOK, hiperplasi dinding bronchial, infeksi, disfungsi neuromuscular). NOC:
Respiratory status: ventilation
Respiratory status: airway patency
Kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif
Suara nafas bersih
Tidak ada sianosis
Tidak ada dyspnue
Mampu mengeluarkan sputum
Menunjukan jalan nafas paten
Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang menghambat jalan nafas
NIC: Airway Management:
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi perlunya alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Airway Suction:
Monitor status oksigenasi pasien
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan suction
Informasikan kepada keluarga dan pasien tentang suction
Gunakan alat yang streil setiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk nafas dalam selama dan setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Berikan O2 dengan menggunakan kanul nasal untuk memfasilitasi suction
Hentikan suction dan berikan O2 apabila pasien menunjukan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium. NOC:
Elektrolit and acid base balance
Fluid balance
Hydration
Kriteria hasil:
Terbebas dari edema, efusi, dan anasarka
Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign dalam batas normal.
NIC: Fluid Management: Monitor input dan output harian Hitung intake kalori Monitor status nutrisi
Monitor status hemodinamik termasum CVP, MAP, PAP, dan PCWP Monitor vital sign Kaji lokasi dan luas edema Kolaborasikan jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Fluid Monitoring: Monitor berat badan pasien Monitor tanda dan gejala edema Tentukan kemungkinan factor ketidakseimbangan cairan