I.
KONSEP TEORI A. Anatomi dan Fisiologi Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. Sistem neuromuskular terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-intimotorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakangerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur. Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung padamanusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal,5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medulla spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang
mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.Medula spinalis terdiri atas traktusas cenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis
posterior
dan
anterior
yang
dikenal
juga
ramus
vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/ akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu: 1. Nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan 2.
dan perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas Nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi
3.
tubuh dan perut Nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang mempersarafi tungkai,kandung kencing, usus dan
genitalia. Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 danL2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabungmembentuk cauda equina3,4. B.
Definisi Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa
yunani sedangkan “quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagianfungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida). Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuandalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/ kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknya kerusakan. Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya: 1. Tetrapares spastic Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni. 2. Tetraparese flaksid Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot C.
atau hipotoni. Etiologi 1. Complete/incomplete transection of cord with fracture
D.
2.
Prolapsed disc Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord
3. 4. 5. 6. 7. 8.
syndrome Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy) Transverse myelitis Acute myelitis Anterior spinal artery occlusion Spinal cord compression Haemorrhage into syringomyelic cavaty Poliomyelitis
Tanda dan Gejala Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipelower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai darikedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggotagerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagiandistal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagianproksimal. Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular
yang
menyebabkan
lelah.
ototskelet
menjadi
lemah
dan
lekas
Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karenasirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan padaotot yang mengatur
pergerakan
mata,
kelemahan
otot
pada
lengan
dan
tungkai,perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria. Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorikbagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengankombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat berakhir pada kematian. Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-selsaraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu,
kemampuan tubuhuntuk mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan.Misalnya, memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakitini tidak mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipunpenyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal ke selsel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebabmatinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebasdan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat. Penyakit ALS mengakibatkan sistemneuromuscular
tidak
berfungsikarena kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak.Seiring berjalannyawaktu, penyakit ALS menyebabkan saraf–saraf motorik yang berada di otak danbatang tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otottubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalamtubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi lebih kecildan melemah. Saraf-saraf di dalam sistemneuromuscular yang memberi nutrisike otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yangrusak mengantikan saraf–saraf yang normal. E.
Epidemiologi Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medulla spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Angka
insidensi
paralisis
komplet
akibat
kecelakaan
diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis. Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data diAmerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi
disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)tetraparese komplet (18,5%). F.
Patofisiologi Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron(UMN)
atau
kerusakan
Lower
Motor
Neuron
(LMN).
Kelumpuhan/ kelemahanyang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot. Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerahini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapatmenyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagiandibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan ototringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan paresespastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid 1. Lesi di Mid- or upper cervical cord Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinallateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit
neurologi yang tidak masif diseluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula
spinalis
tersebut
maka
akan
menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut 2.
traparese spastik. Lesi di Low cervical cord Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yangberada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesibersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponenkomponen Lower Motor Neuron(LM N ). Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornuanterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindromlesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanyainfeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuronmotoneuron yang rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak. Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksiimunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namunyang berada di intumesensia servikalis
dan
lumbosakralis paling berat mengalamikerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Padaumumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-ototkedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainanpada saraf di sumsum tulang belakang
atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalahpolineuropati. Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atauselnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasiherediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapatmelakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapatmenyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimallebih lemah dibanding
distalnya.
Pada
penderita
distrofia
musculorum
enzimkreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui. Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosisserabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi lemak. Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosiscervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmenservikal, terutama pada vertebra C4C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang.Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitanmedula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit ataumaterial diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalahbagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang
permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipeUMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara padaekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera palingsering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medulaspinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapakasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord Injury Association/ AISA juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinisutama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neurondari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul auto antibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-sarafperifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma padamedula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Dinegaranegara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempattempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis
terkena
jiratan,namun
kebanyakan
pada
yang
berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilandaproses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling seringdijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar
persendianbahu
dan
pinggul.
Kelumpuhan
tersebut
bergandengan dengan adanya defisitsensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapatatau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-selinfiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula,makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itumuncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmentaldan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebu. Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan
otot-otot
ekstremitas tipelower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai darikedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggotagerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerakdikenai secara
serentak,
kemudian
menyebar
ke
badan
dan
saraf
kranialis.Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagiandistal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagianproksimal. Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular
yang
menyebabkan
lelah.
ototskelet
menjadi
lemah
dan
lekas
Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karenasirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular junction,
stimulasi
penghambatan
ini
berpengaruh
pada
neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan padaotot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria. Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorikbagian atas (brain) dan saraf
motorik bagian bawah (spinal cord) dengankombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapatberakhir pada kematian. Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel saraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan.Misalnya, memegang, menjentik, menggaruk,
dan
mempengaruhi
sebagainya.
saraf
sensoris
Namun (perasa)
penyakitini dan
fungsi
tidak mental.
Meskipunpenyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebabmatinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebasdan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat. Penyakit ALS mengakibatkan berfungsikarena
kedua
saraf
sistemneuromuscular
motorik
penderita ALS
tidak telah
rusak.Seiring berjalannyawaktu, penyakit ALS menyebabkan saraf– saraf motorik yang berada di otak danbatang tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otottubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada dalamtubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi
lebih
kecildan
melemah.
Saraf-saraf
di
dalam
sistemneuromuscular yang memberi nutrisike otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yangrusak mengantikan saraf–saraf yang normal. G.
Diagnosa Medik 1. Angiografi Serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya 2.
pertahanan atau sumbatan arteri. CT SCAN (Computerized Axial Tomografi)
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan
3.
otak. MRI (Magnetic Resonance Imaging) Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena
4.
(MAV). USG Doppler (Ultrasonografi dopple) Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
5.
karotis(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. EEG (elekroensefalogram) Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah
6.
lesi yang spesifik. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding
H.
aneurisma pada perdarahan subarachnoid. Penatalaksanaan Pengobatan tetraparesis harus kompleks dan dilakukan di rumah sakit. Lakukan metode konservatif, neurosurgical, ortopedi dan rehabilitasi. pengurangan
Terapi
dilakukan
spenaitas
untuk
mencegah
mencapai
tujuan
berikut:
kerusakan
pada
sistem
muskuloskeletal; membentuk stereotip motor yang benar. Perlakuan konservatif, pertama-tama, mencakup dua aspek utama: Terapi obat - obat resep seperti Baclofen dan Botulotoxin membantu mengurangi kejang menghasilkan konduktivitas impuls yang meningkat, dan memperbaiki proses metabolisme di otak, sekaligus meningkatkan jumlah gerakan anggota tubuh pasif. Fisioterapi - ditujukan untuk melakukan gerakan, latihan dan postur tubuh yang memperkuat otot. Juga dalam paket perawatannya adalah: Reflexotherap, Hirudotherapy, Akupunktur, terapi latihan, senam. Untuk koreksi tetraparesis spastik yang lebih efektif, perawatan bedah diperlukan. Operasi dilakukan untuk mengembalikan fungsi zona rusak tertentu. Berkat
prosedur
ortopedi,
kontraktur
dikoreksi
dan
otot
diregangkan. Plastisitas otot dan tendon juga dilakukan. Metode korektif ini membawa hasil yang sangat bagus. Tindakan rehabilitasi sangat
penting dalam pengobatan tetraparesis kejang, khususnya pada cerebral palsy,
yang
tugasnya
memperbaiki
kondisi
fisik
anak
dan
menyesuaikannya dengan kondisi kehidupan. Rehabilitasi mencakup metode berikut: Terapi okupasi - mengembangkan keterampilan motorik dan taktis, mengatur gerakan dan orientasi. Selain itu, keterampilan motorik kecil berkembang secara terpisah. Dalam terapi okupasi, metode bermain, metode kontak fisik, retensi, penyalinan digunakan. Latihan Logopedik .Tujuan dari kelas
adalah
untuk
mengembangkan pengucapan yang benar. Metode khusus memungkinkan untuk menghilangkan masalah komunikasi non verbal dan gangguan refleks menelan. Selain itu, berkat program ini, koordinasi dan pendengaran membaik, gangguan ucapan yang terbentuk sebelumnya dieliminasi. Aquatherapy .Membantu meringankan gejala nyeri dengan merelaksasi bagian spastik, dan menguatkan otot. Perawatan ni memiliki efek menguntungkan pada keadaan emosional anak. Prosedurnya dilakukan dengan menurunkan anak ke dalam air, dengan menggunakan kursi khusus. Suhu air harus sekitar 35 derajat. Hippotherapy .Metode yang sangat efektif di mana alat terapeutik adalah kuda. Prosedur ini merangsang refleks motor dan meningkatkan aktivitas. Terkadang terapi memberikan hasil yang sangat bagus saat anak berangsur-angsur belajar duduk di pelana dan mengelola kuda. II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Keluhan Utama: Badan terasa lemah, banyak minum, banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala. 2. Riwayat kesehatan sekarang: Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan yang dilakukan untuk menanggulanginya 3. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa mempengaruhi. 4. Riwayat kesehatan keluarga :Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. 5. Neurologis : a. Kelemahan otot
b. Keletihan c. Parestesi d. Paravisis lengan dan tungkai Kardiovasculer : e. Hipertensi f. Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi g. Peningkatan nadi ketika berjongkok h. Cardiomegali i. Penurunan konduksi melalui myocardium Ginjal: j. Poliuri k. Polidipsi l. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko). m. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama). n. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot). o. Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelankarena batuk). p. Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi). B.
Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik 2. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neurovaskuler 3. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas
C.
Intervensi 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kelemahan fisik Tujuan : klien mampu menggerakkan ekstremitas kiri Kriteria hasil : a. Klien tidak terjatuh b. Tidak ada trauma dan komplikasi lain Tindakan : a. Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar. R :
mengetahui kecenderungan tingkat kesedaran dan potensial TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan atau resolisi kerusakan SSP. b. Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yang tenang : batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan istirahat secara periodic antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur. R : aktifitas atau stimulasi yang continue dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus struk hemoragi atau perdarahan lainnya. c. Pantau TTV seperti mencatat : adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan. R : variasi terjadi o/k tekanan atau trauma cerebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi/hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (colaps sirkulasi vaskuler). Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya formasi bekuan darah). d. Kaji fungsi-sungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien sadar. R : perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi atau derajat gangguan cerebral dan mengidentifikasi penurunan atau peningkatan TIK. e. Anjurkan untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien. R : untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas. f. Berikan anti koagulan, sesuai program. R : untuk mencegah thrombus.
Thrombus
dan
embolus
selanjutnya
dapat
menurunkan sirkulasi arteri dan mengurangi perfusi jaringan pasien. 2. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler. Tujuan : Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif Kriteria hasil : a. Kontraksi otot membaik b. Mobilisasi bertahap Tindakan :
a.
Identifikasi
tingkat
fungsional
dengan
skala
mobilisasi
fungsional. R : untuk menunjang kontinuitas dan menjaga b.
tingkat kemandirian yang teridentifikasi. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring). R :
c.
menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan
d.
trocanter. R : mencegah rotasi eksternal pada pinggul. Ajarkan pasien dan anggota keluarga atau teman tentang latihan ROM,
e.
dan
program.
R
:
mobilitas
untuk
membantu
mempersiapkan pemulangan pasien. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. R : program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, kordinasi,
dan kekuatan. 3. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas Tujuan : Kemampuan merawat diri meningkat Kriteria hasil : a. Mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari b. Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan c. Mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber bantuan Tindakan a.
Lakukan program penanganan terhadap penyebab gangguan muskuloskeletas. Pantau kemajuan, laporkan respon terhadap penanganan, baik respon yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. R : penanganan harus dilakukan secara konsisten
b.
untuk mendorong kemandirian pasien. Pantau pencapaian mandi dan hygiene setiap hari. Tetapkan tujuan mandi dan hygiene. Hargai pencapaian mandi dan hygiene. R : penguatan dan penghargaan akan mendorong pasien untuk
c.
terus berusaha. Sediakan alat bantu, seperti sikat gigi bergagang panjang, untuk mandi dan perawatan hygiene : ajarkan penggunaanya. R : alat bantu yang tepat akan meningkatkan kemandirian.
d.
Konsultasi dengan ahli fisioterapi atau ahli terapi okupasi. R : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong
D.
khusus Evaluasi 1. Pasien dapat mendemonstrasikan mobilisasi aktif 2. Klien sudah mampuan merawat diri meningkat 3. Klien sudah mampu menggerakkan ekstremitas