Lp Snh Mita Fix.docx

  • Uploaded by: mitayoga
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Snh Mita Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,233
  • Pages: 49
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE NON HAEMORAGIK (SNH)

OLEH : D-IV KEPERAWATAN TK. III, SEMESTER V NI PUTU MITA YOGANTARI P07120215072

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015/2016

I. KONSEP DASAR STROKE NON HAEMORAGIK A. Pengertian 

Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.



Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.



Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.



Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes). 

Menurut Price (2006), stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya infark.



Menurut Padila (2012), stroke non haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.



Menurut Arif Mansjoer (2000), stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal

atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik. 

Menurut Arif Muttaqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

Jadi, dari beberapa pengertian stroke di atas, disimpulkan stroke non hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus dan embolus.

B. Tanda dan Gejala Menurut Smeltzer dan Bare (2002), stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Manifestasi klinis (tanda dan gejala) dari stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut: 1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. 2. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut: a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. 3. Gangguan persepsi Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual spasial dan kehilangan sensori. 4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. 5. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control motorik dan postural.

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena: 1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah 2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan 3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa: Hemisfer kiri

Hemisfer kanan

 



Hemiparese sebelah kiri tubuh

kanan



Penilaian buruk

Perilaku lambat dan hati-



Mempunyai kerentanan terhadap

Mengalami

hemiparese

hati 

Kelainan

sisi lapan

kanan 

Disfagia global



Afasia



Mudah frustasi

pandang

kontralateral

sehingga

memungkinkan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut

C. Etiologi Stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu: 1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain). 3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke

otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen. Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah : 1.

Aterosklerosis Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.

2.

Infeksi Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak.

3.

Obat-obatan Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

4.

Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.

Sedangkan faktor resiko pada SNH antara lain : Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik yaitu: -

Faktor resiko terkendali Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai berikut : a) Hipertensi

b) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif. c) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. d) Kolesterol tinggi e) Infeksi f)

Obesitas

g) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral h) Diabetes i)

Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi

j)

Penyalahgunaan obat (kokain)

k) Konsumsi alkohol

-

Faktor resiko tidak terkendali Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai berikut : a) Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi. b) Keturunan / genetic

D. Klasifikasi Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah : 1. Transient Ischemic Attack (TIA) TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. 2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu 3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke) Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari 4. Stroke in Resolution Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari. 5. Completed Stroke (infark serebri) Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi. Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi : 1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan. 2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

F. Patofisiologi Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008). Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008). Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,

talamus, dan pons

(Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat

berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008). Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 3060 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

G. Komplikasi Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah: 1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi. 2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh. 3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala. 4. Hidrosefalus

H. Penatalaksanaan Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Phase Akut : 1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi. 2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik. 3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. 4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik 5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang b. Post phase akut 1. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik 2. Program fisiotherapi 3. Penanganan masalah psikososial Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut:  Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.  Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.  Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.  Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.  Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK  Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,

Pengobatan Konservatif a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

I. Pemeriksaan Penunjang Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut : a. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular. b. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada

perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c. CT scan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. d. MRI MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. e. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). f. EEG Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE NON HAEMORAGIK A. Pengkajian 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidik an, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registe r, diagnose medis. 2. Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelum puhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat tr auma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan. 5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militu s. 6. Pengkajian Fokus: a. Aktivitas/istirahat Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa , paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur. b. Sirkulasi Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitem ia dan hipertensi arterial. c. Integritas Ego Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengeks presikan diri. d. Eliminasi

Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anuri a, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang. e. Makanan/cairan Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta dysphagia. f. Neuro Sensori Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berba gai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang m enyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian e kstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka. g. Nyaman/nyeri Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka. h. Respirasi Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. i. Keamanan Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan per sepsi dan orientasi. j. Interaksi social Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.

7. Pengkajian Tingkat Kesadaran a. Kualitatif Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan. 1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh 2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk 3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk 4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psiko motor → gaduh gelisah 5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangu n lalu tidur kembali

6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali b. Kuantitatif Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) 1) Respon membuka mata ( E = Eye ) - Spontan (4) - Dengan perintah (3) - Dengan nyeri (2) - Tidak berespon (1) 2) Respon Verbal ( V= Verbal ) - Berorientasi (5) - Bicara membingungkan (4) - Kata-kata tidak tepat (3) - Suara tidak dapat dimengerti (2) - Tidak ada respons (1) 3) Respon Motorik (M= Motorik ) - Dengan perintah (6) - Melokalisasi nyeri (5) - Menarik area yang nyeri (4) - Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) - Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2) - Tidak berespon (1) 8. Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lob us frontal, dan hemisfer. a. Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. b. Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.

Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. c. Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. d. Lobus Frontal Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama. e. Hemisfer Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,

kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi. 9. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial IX11. a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi pencium an. b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (menda patkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pa da Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai paka ian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeni mus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpanga n rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoid eus internus dan eksternus. e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan o tot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, sert a indra pengecapan normal. 10. Pengkajian Sistem Motorik Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehila ngan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan

, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukka n kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) k arena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan s alah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas. c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat. 11. Pengkajian Sistem Sensorik Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk men ginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras senso ri primer di antara mata dan korteks visual. 12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis a. Menilai Kekuatan Otot Kaji cara berjalan dan keseimbangan Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyataka n dengan menggunakan angka dari 0-5 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total 1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi. 2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi 3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa 4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal b. Pemeriksaan reflek Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam p osisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi resp on klien dengan menggunakan skala 0 – 4 0 = tidak ada respon 1 = Berkurang (+) 2 = Normal (++) 3 = Lebih dari normal (+++)

4 = Hiperaktif (++++)

1) Reflek Fisiologis a) Reflek patella Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipu kul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femor is yaitu ekstensi dari lutut. b) Reflek Bisep Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada t endon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek ha mer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fl eksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerak an-gerakan pada jari atau sendi. c) Reflek trisep Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan re flek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) re spon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ad a ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu. d) Reflek Achiles Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kont ral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal b erupa gerakan plantar fleksi kaki. e) Reflek Superfisial -

Reflek kulit perut

-

Reflek kremeaster

-

Reflek kornea

-

Reflek bulbokavernosus

-

Reflek plantar

2) Reflek Patologis a) Babinski Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyaki t traktus kortikospital.

c. Rangsangan Meningeal Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilak ukan pemeriksaan : 1) Kaku kuduk Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dap at menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+) 2) Tanda Brudzunsky I Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+) 3) Tanda Brudzinsky II Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut . 4) Tanda kerniq Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pad a sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungka i atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan. 5) Test lasegue Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.

B. Diagnosa 1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular 3. Resiko dekubitus berhubungan dengan imobilitas fisik 4. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan otot atau perubahan ketajaman penglihatan 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nervus hipoglosus 6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot facial/oral 7. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus atau hilangnya refluks muntah

C. Intervensi Keperawatan No.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawata

Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

n 1.

Ketidakefektifan NOC

NIC

perfusi jaringan

1. Circulation Status

Cerebral Perfusion

serebral

2. Tissue prefusion:

Promotion

cerebral

1. Konsultasi dengan dokter untuk menemukan

Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasika

parameter hemodinamik dan menjaga parameter

n status sirkulasi

hemodunamik dalam

yang ditandai

kisaran normal

dengan: 2. Tekanan systole

2. Induksi hipertensi dengan ekspansi volume atau

dan diastole dalam

inotropik atau agen

rentang yang

vasokonstriksi , seperti

diharapkan

yang diperintahkan untuk

3. Tidak ada

mempertahankan

ortostatik

parameter hemodinamik

hipertensi

dan memelihara /

4. Tidak ada tandatanda peningkatan tekanan

mengoptimalkan tekanan perfusi serebral 3. Kelola dan titrasi obat

intrakranial (tidak

vasoaktif , seperti yang

lebih dari 15

diperintahkan , untuk

mmHg)

mempertahankan

5. Mendemonstrasika n kemampuan

parameter hemodinamik 4. Kelola agen untuk memperluas volume

kognitif yang

intravaskular , yang sesuai

ditandai dengan:

( mis , coloid , produk

6. Berkomunikasi dengan jelas sesuai

darah , dan kristaloid ) 5. Kelola volume expander

dengan

untuk mempertahankan

kemampuan

parameter hemodinamik ,

7. Menunjukkan perhatian,

seperti yang diperintahkan 6. Monitor waktu

konsentrasi, dan

prothrombin (PT) dan

orientasi

waktu tromboplastin

8. Memproses informasi 9. Membuat keputusan dengan benar 10. Menunjukkan

parsial (PTT) , jika menggunakan hetastarch sebagai volume ekspander 7. Kelola agen rheologic ( mis , manitol dosis rendah atau dekstran dengan berat

fungsi sensori

molekul rendah ) , seperti

motori cranial

yang diperintahkan

yang utuh: tingkat

8. Jaga tingkat hematokrit

kesadaran

sekitar 33 % untuk terapi

membaik, tidak

hemodilusi hipervolemi

ada gerakan gerakan involunter

9. Keluarkan darah pasien , sesuai , untuk mempertahankan tingkat hematokrit di kisaran yang diinginkan 10. Pertahankan tingkat glukosa serum dalam kisaran normal 11. Konsultasi dengan dokter untuk menentukan

penempatan optimal kepala tempat tidur ( mis , 0 , 15 , 30 , derajat ) dan monitor respon pasien terhadap posisi kepala 12. Hindari fleksi leher atau pinggul / lutut 13. Jaga tingkat pCO2 pada 25 mmHg atau lebih besar 14. Kelola calcium channel blockers . seperti yang diperintahkan 15. Kelola vasopressin , seperti yang diperintahkan 16. Kelola dan pantau efek diuretik osmotik dan loop - aktif dan kortikosteroid 17. Kelola obat nyeri , yang sesuai 18. Kelola obat antikoagulan , seperti yang diperintahkan 19. Kelola obat antiplatelet , seperti yang diperintahkan 20. Kelola obat trombolitik , seperti yang diperintahkan 21. Monitor PT pasien dan PTT untuk menjaga satu sampai dua kali normal, sesuai 22. Pantau efek samping terapi antikoagulan

23. Monitor tanda-tanda perdarahan (misalnya , tes feses dan NG drainase untuk darah ) 24. Pantau status neurologis 25. Hitung dan memantau CPP 26. Monitor ICP pasien dan respon neurologis 27. Monitor tekanan arteri rata-rata ( MAP ) 28. Pantau CVP 29. Monitor PAWP dan PAP 30. Monitor status pernapasan ( mis , tingkat , irama , dan kedalaman respirasi ; tekanan oksigen parsial , pCO2 , pH , dan tingkat bikarbonat ) 31. Auskultasi suara paru untuk crackles atau suara adventif lainnya 32. Monitor tanda-tanda overload cairan ( mis , ronki , distensi vena jugularis ( IVD ) , edema , dan peningkatan sekresi paru ) 33. Pantau penentu pengiriman oksigen jaringan ( e , g . PaCO2 .

SaO2 , dan kadar hemoglobin dan curah jantung ) , jika tersedia 34. Pantau nilai-nilai laboratorium untuk perubahan oksigenasi atau keseimbangan asam-basa , yang sesuai 35. Pantau asupan dan output Intracranial Pressure (ICP) Monitoring 1.

Bantu dengan perangkat monitoring ICP penyisipan

2.

Berikan informasi kepada pasien dan keluarga / orang lain yang signifikan

3.

Kalibrasi transduser

4.

Pantau kualias dan karakteristik gelombang ICP

5.

Monitor tekanan perfusi serebral

6.

Pantau status neurologis

7.

Monitor ICP pasien dan respon neurologis

8.

Monitor jumlah, tingkat , dan karakteristik cairan serebrospinal ( CSF ) drainase

9.

Pantau dan output

10. Jaga sterilitas sistem pemantauan 11. Monitor tekanan tubing untuk gelembung udara , puing-puing , atau darah beku 12. Ubah transduser , sistem flush , dan drainase bag , seperti yang ditunjukkan 13. Dapatkan sampel CSF drainase , yang sesuai 14. Pantau suhu dan hitung WBC 15. Periksa kaku kuduk pasien 16. Kelola antibiotic 17. Posisikan pasien dengan kepala dan leher dalam posisi netral , hindari fleksi hip ekstrim 18. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral 19. Monitor efek rangsangan lingkungan pada ICP 20. Ubah prosedur penyedotan untuk meminimalkan peningkatan ICP dengan pengenalan kateter ( mis , memberikan lidokain)

21. Monitor kadar CO2 dan jaga dalam parameter yang ditentukan 22. Pertahankan tekanan arteri sistemik dalam jangkauan tertentu 23. Kelola agen farmakologis untuk mempertahankan ICP dalam jangkauan tertentu Neurologic Monitoring 1. Pantau ukuran pupil, bentuk, simetri, dan reaktivitas 2. Pantau tingkat kesadaran 3. Monitor tingkat orientasi 4. Pantau tingkat kesadaran pasien 5. Monitor tanda-tanda vital 6. Monitor status pernapasan 7. Monitor parameter hemodinamik invasif, yang sesuai 8. Monitor ICP Dan CPP 9. Pantau refleks kornea 10. Monitor batuk dan refleks muntah 11. Monitor otot dan gerakan motoric 12. Pantau kekuatan cengkeraman

13. Pantau adanya tremor 14. Pantau simetri wajah 15. Monitor tonjolan lidah 16. Pantau gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemotongan visual lapangan, penglihatan kabur, dan ketajaman visual 17. Perhatikan keluhan sakit kepala 18. Pantau respon terhadap rangsangan: verbal, taktil, dan berbahaya 19. Pantau paresthesia: mati rasa dan kesemutan 20. Pantau indra penciuman 21. Monitor respon Babinski 22. Pantau respon terhadap obat 23. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis , yang sesuai 24. Hindari aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, suhu, dan RR 2. Catat

adanya

tekanan darah

fluktuasi

3. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,

selama,

dan

setelah aktivitas 4. Monitor

frekuensi

dan

irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 8. Monitor sianosis perifer 9. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi,

peningkatan sistolik) 10. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2.

Hambatan mobilitas fisik

NOC 1. Joint Movement: active 2. Mobility Level

NIC Exercise Therapy : Joint Mobility 1. Tentukan keterbatasan

3. Self Care : ADLs

gerakan sendi dan

4. Transfer performance

pengaruh terhada fungsi 2. Kolaborasikan dengan tim

Kriteria Hasil: 1. Aktifitas fisik klien meningkat 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

medis untuk mengembangkan dan melaksanakan program terapi 3. Jelaskan kepada pasien/keluarga pasien

3. Memverbalisasikan

tntang tujuan dan rencana

perasaan dalam meningkatkan

terapi 4. Lindungi pasien dari

kekuatan dan kemampuan

trauma selama latihan 5. Bantu pasien untuk

perpindahan

mengoptimalkan posisi

4. Memperagakan

tubuh untuk melakukan

penggunaan alat 5. Bantu untuk

ROM pasif/aktif 6. Bantu pasien melakukan

mobilisasi (walker)

ROM pssif/aktif 7. Ajarkan pasien/keluarga pasien cara melakukan ROM aktif/pasif 8. Dorong pasien untuk memvisualisasikan gerak tubuh sebelum memulai gerakan 9. Anjurkan pasien untuk duduk di atas tempat tidur, di sisi tempat tidur, atau di atas kursi 10. Bantu pasien melakukan ambulasi 11. Berikan pujian terhadap perkembangan kemampuan latihan

3.

Resiko dekubitus

NOC 1. Tissue Integrity : skin and mucous

NIC Bed Rest Care 1. Jelaskan alasan untuk membutuhkan istirahat

2. Wound healing : primary and secondary intention

2. Hindari menggunakan seprei bertekstur kasar 3. Jaga sprei bersih, kering, dan terhindar dari kerutan

Kriteria hasil : 1. Perfusi jaringan normal 2. Tidak ada tanda-tanda infeksi 3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal 4. Menunjukkan pemahaman dalam

4. Tempatkan meja samping tempat tidur dalam jangkauan pasien 5. Ubah posisi pasien setidaknya setiap 2 jam 6. Monitor kondisi kulit 7. Lakukan latihan ROM pasif dan aktif 8. Pantau komplikasi tirah

proses, perbaikan

baring (mis, hilangnya

kulit dan mencegah

tonus otot, sakit

terjadinya cidera

punggung, sembelit,

5. Menunjukkan

peningkatan stres, depresi,

terjadinya proses

kebingungan, perubahan

penyembuhan luka

siklus tidur, infeksi saluran kemih, kesulitan dengan buang air kecil, pneumonia) Pressure Management 1. Bantu pasien bergerak setidaknya setiap 2 jam 2. Monitor kulit untuk daerah kemerahan dan kerusakan 3. Pantau mobilitas dan aktivitas pasien

4. Gunakan perangkat yang tepat untuk menjaga tumit dan tonjolan tulang dari tempat tidur 5. Pantau status gizi pasien 6. Monitor sumber tekanan dan gesekan 4.

Resiko jatuh

NOC 1. Trauma risk for 2. Injury risk for

NIC Fall Prevention 1. Mengidentifikasikan defisit kognitif atau fisik

Kriteria hasil

pasien yang dapat

1. Keseimbangan:

meningkatkan potensi

kemampuan untuk

jatuh dalam lingkungan

mempertahankan

tertentu.

ekuilibrium 2. Gerakan

2. Mengidentifikasikan perilaku dan faktor yang

terkoordinasi:

mempengaruhi resiko

kemampuan otot

jatuh

untuk bekerja sama

3. Mengidentifikasikan

secara volunter

karakteristik lingkungan

untuk melakukan

yang dapat meningkatkan

gerakan yang

potensi untuk jatuh

bertujuan

(misalnya lantai licin.

3. Perilaku pencegahan jatuh: tindakan individu atau pemberi asuhan untuk

tangga terbuka dan lainlain) 4. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan 5. Mendorong pasien untuk

meminimalkan

mengunakan tongkat atau

faktor resiko yang

alat pembantu berjalan

dapat memicu jatuh

6. Kunci roda dari kursi

dilingkungan

roda, tempat tidur, atau

individu

brankar selama transfer

4. Kejadian jatuh : tidak ada kejadian jatuh 5. Pengetahuan :

pasien 7. Tempat artikel mudah diangkau dari pasien 8. Ajarkan pasien bagaimana

pemahaman

jatuh untuk

pencegahan jatuh

meminimalkan cedera

pengetahuan

9. Memantau kemampuan

keselamatan anak

untuk mentransfer dari

fisik

tempat tidur ke kursi dan

6. Pengetahuan: kemanan pribadi 7. Pelanggaran

demikian pula sebaliknya 10. Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien

perlindungan tingkat

ke dan dari kursi roda,

kebingungan akut

tempat tidur, toilet, dan

8. Tingkat agitasi\ 9. Komunitas pengendalian resiko

sebagainya 11. Menyediakan toilet ditinggikan untuk

10. kekerasan

memudahkan trnsfer

11. Komunitas

12. Menyediakan kursi dari

pengendalian resiko 12. Gerakan

ketinggian yang tepat, dengan sandaran dan

terkoordinasi

sandaran tangan untuk

13. Kecenderungan

memudahkan transfer

resiko pelarianuntuk kawin 14. Kejadian terjun

13. Menyediakan tempat tidurkasur dengan tepi yang erat untuk memudahkan transfer

15. Mengasuh

14. Gunakan rel sisi ranjang

keselamatan fisik

yang sesuai dengan tinggi

remaja

utnuk mencegah jatuh dari

16. Mengasuh bayi/balita keselamatan fisik 17. Perilaku keselamatan pribadi 18. Keparahan cedera fisik 19. Pengendalian resiko 20. pengendalian resiko

temoat tidur, sesuai kebutuhan 15. Memberikan pasien tergantung dengan sarana bantuanpemanggilan (misalnya bel,atau cahaya panggilan) ketika penjaga tidak ada 16. Membatu toileting

penggunaan alkohol,

seringkali, interval

narkoba

dijadwalkan

21. Pengendalian resiko

17. Menandai amang pintu

: pencahayaan sinar

dan tepi langkah sesuai

matahari

kebutuhan

22. Deteksi resiko 23. Lingkugan rumah aman

18. Hapus dataran rendah perabotan (misalnya tumpuan atau tabel) yang

24. Aman berkeliaran

enimbulkan bahaya

25. Zat penarikan

tersandung

keparahan 26. Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa 27. Perilaku kepatuhan visi

19. Hindari kekacauan pada permukaan lantai 20. Memberikan pencahayaan yang memadai untuk meningkatkan visibilitas 21. Menyediakan lampu malam disamping tempat tidur

22. Menyediakan pegangan angan terlihat memegang tiang 23. Menyediakan lajur anti tergelinsir, permukaan lantai notrip/tidak tersandung 24. Menyediakan permukaan nonslip/anti tergelincirdi bak mandi atau pancuran 25. Menyediakan kokoh, tinja curam nonslip untuk memfasilitasi jangkauan mudah 26. Pastikan pasien yang memakai sepatu yang pas, kecangkan aman, memiliki sol tidak mudah tergelincir 27. Anjurkan pasien utnuk memakai kacamata sesuai ketika keluar dari tempat tidur 28. Memdidik anggota keluarga tentang resiko yang berkontribusi terhadap jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunikan resiko tersebut

29. Sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keselamatan 30. Intruksikan keluarga pada pentingnya pegangan tangan untuk kamar mandi, tangga, dan trotoar 31. Sarankan alas kaki yang aman 32. Mengembangkan cara untuk pasien berpartisipasi keselamatan dalam kegiatan rekreasi 33. Lembaga program latihan rutin fisik yang meliputi berjalan 34. Tanda-tanda psting untuk mengingatkan staf bahwa pasien yang beresiko tinggi untuk jauh 35. Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk meminimalkan efek samping dari obat yang berkontribusi terhadap jatuh : (misalnya hipotensi ortostatik dan kiprah goyah)

36. Memberikan pengawasan yang ketat dan/perangkat penahan. 5.

Ketidakseimb

NOC

NIC

angan nutrisi

1. Nutritional Status

Nutrition Management

kurang dari

2. Nutritional Status :

1. Kaji adanya alergi

kebutuhan tubuh

food and fluid intake 3. Nutritional Status : nutrient intake 4. Weight control

makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

Kriteria Hasil : 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan 2. Berat badan ideal

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan Intake Fe 4. Anjurka pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

sesuai dengan tinggi

5. Berikan substansi gula

badan

6. Yakiknkan diet yang

3. Mampu

dimakan mengandung

mengidentifikasikan

tinggi serat untuk

kebutuhan nutrisi

mencegah konstipasi

4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6. Tidak terjadi penurunan berat badanyang berarti

7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi 8. Ajarkan pasien bagaimana cara membuat catatan makanan harian 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhan

Nutition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa diakukan 4. Monitor interaksi anak dan orang tua selamamakan 5. Monitor lingkungan selera makan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 7. Monitor kulit keringdan perubahan pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitir kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, kadar protein

12. Lepaskan impaksi tinja secara manual, jika perlu 13. Timbang pasien secara teratur 14. Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses pencarian yang normal 15. Ajarkan pasien/keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi sembelit 6.

Hambatan

NOC

NIC

komunikasi

1. Anxiety self control

Communication

verbal

2. Coping

Enhancement : Speech

3. Sensori/function:

Defisit

hearing & vision 4. Fear self control

1. Gunakan penerjemah, jika diperlukan 2. Beri satu kalimat

Kriteria hasil :

sederhana satiap kali

1. Komunikasi :

bertemu, jika diperlukan

penerimaan,

3. Konsultasikan dengan

intrepretasi dan

dokter kebutuhan terapi

ekspresipesan, lisan,

wicara

tulisan dan non cerbal meningkat 2. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara: ekspresi pesan verbal dan atau non verbal yang bermakna 3. Kmunikasi resptif(kesulitan

4. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan 5. Dengarkan dengan penuh perhatian 6. Berdiri di depan pasien ketika berbicara

mendengar) :

7. Gunakan kartu

penerimaan komunikasi

baca,kertas,pensil,bahasa

dan interpretasi pesan

tubuh,gambar,daftar

verbal dan non verbal

kosakata,bahasa

4. Gerakan

asing,computer,dan lain-

terkoordinasikan :

lain untuk memfasilitasi

mampu

komunikasi dua arah yang

mengkoordinasi

optimal

gerakan dalam

8. Ajarkan bicara dengan

menggunakan bahasa isyarat

esophagus, jika diperlukan 9. Beri anjuran kepada

5. Pengolahan informasi :

pasien dan keluarga

klien mampu untuk

tentang penggunaan alat

memperoleh, mengatur,

bantu bicara

dan menggunakan

10. Berika pujian positive,

informasi 6. Mampu mengontrol

jika diperlukan 11. Anjurkan pada pertemuan

respon ketakutan dan kecemasan terhadap

kelompok 12. Anjrkan kunjungan

ketidakmampuan

keluarga secara teratur

berbicara

untuk memberikan

7. Mampu memanajemen kemampuan fisik yang

stimulus komunikasi 13. Anjurkan ekspresi diri

dimiliki

dengan cara lain dalam

8. Mampu

menyampaikan informasi

mengkomunikasikanke

(bahasa isyarat)

butuhan dengan lingkungan sosial 7.

Gangguan menelan

NOC 1. Pencegahan aspirasi

NIC Aspiration Precautions

2. Ketidakefektifan pola menyusui 3. Status menelan: tindakan pribadi untuk mencegah

1. Memantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan menelan 2. Monitor status paru,

pengeluaran cairan

menjaga/mempertahankan

dan partikel padat

jalan napas

ke dalam paru 4. Status menelan: fase esofagus: penyaluran cairan atau partikel padat dari faring ke lambung 5. Status menelan:

3. Posisi tegak 90 derajat atau sejauh mungkin 4. Jauhkan manset trakea meningkat 5. Jauhkan pengaturan hisap yang tersedia 6. Menyuapkan makanan dalam jumlah kecil/sedikit

fase oral:

7. Periksa penempatan

persiapan,

tabung NG atau

penahanan, dan

gastrostomy sebelum

pergerakan cairan

menyusui

atau partikel padat

8. Periksa tabung NG atau

ke arah posterior

grastostomy sisa sebelum

mulut

makan

6. Status menelan:

9. Hindari makan, jika residu

fase faring

tinggi temat "pewarna"

penyaluran cairan

dalam tabung pengisi NG

atau partikel padat

10. Hindari cairan atau

dari mulut ke

menggunakan zat

esofagus

pengental 11. Penawaran makanan atau

Kriteria hasil:

cairan yang dapat

1. Dapat mempertahankan makanan dalam mulut 2. kemampuan menelan adekuat 3. Pengiriman bolus

dibentuk menjadi bolus sebelum menelan 12. Potong makanan menjadi potongan-potongan kecil 13. Permintaan obat dalam bentuk obat mujarab 14. Istirahat atau

ke hipofaring

menghancurkan pil

selaras dengan

sebelum pemberian

reflek menelan

15. Jauhkan kepala tempat

4. Kemampuan untuk mengosongkan rongga mulut 5. Mampu mengontrol mual dan muntal 6. Imobilitas kensekuensi: fisiologis 7. Pengetahuan tentang prosedur pengobatan 8. Tidak ada kerusakan otot tenggorong atau otot wajah , menelan, menggerakkan lidah. atau reflek muntah

tidur ditinggikan 30-45 menit setelah makan 16. Sarankan pidato/berbicara patologi berkonsultasi

9. Pemulihan pasca prosedur pengobatan 10. Kondisi pernapasan, ventilasi adekuat 11. Mampu melakukan perawatan terhadap non pengobatan parenteral 12. Mengidentifikasi faktor emosi atau psikologis yang menghambat menelan 13. Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa terdesakatau aspirasi 14. Menyusui adekuat 15. Kondisi menelan bayi 16. Memelihara kondisi gizi:makanan dan asupan cairan ibu dan bayi 17. Hidrasi tidak ditemukan

18. Pengetahuan mengenai cara menyusui 19. Kondisi pernapasan adekuat 20. Tidak terjadi gangguan neurologis

Referensi Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta: EGC Hartina.2015.Laporan Pendahuluan Stroke Haemoragik. (Online) Available: https://www.academia.edu.5948047/LAPORAN_PENDAHULUAN_NHS (diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita) Kaharu, Atika.2015. Laporan Pendahuluan Stroke Non Haemoragik. (Online) Available: https://www.academia.edu./17079805/LP_STROKE_NON_HAEMORAGIK (diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita) Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. NANDA. 2016. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta: EGC Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Amerika: Elsevier Mosby Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth . Jakarta : E G C. Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Haemoragik (SNH). (Online) Available : https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_DENGAN _STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita)

Denpasar,

Pembimbing Praktik / CI

Januari 2018

Mahasiswa

NI PUTU MITA YOGANTARI NIP.

NIM.P07120215072

Pembimbing Akademik / CT

NIP.

Related Documents

Lp Snh Mita Fix.docx
October 2019 18
Lp Snh 1.docx
May 2020 12
Lp Snh Atul Jadi.docx
May 2020 14
Snh Cover.doc
April 2020 15
Snh Lia.docx
December 2019 41

More Documents from "lia"

Progress Nila.docx
October 2019 13
Lp Snh Mita Fix.docx
October 2019 18