Lp Sindrom Nefrotik.docx

  • Uploaded by: Mila Ruhul
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Sindrom Nefrotik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,644
  • Pages: 13
LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM NEFROTIK

OLEH : RUHUL MILLAH HIJRIYAH 201810461011006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM NEFROTIK

OLEH : RUHUL MILLAH HIJRIYAH 201810461011006

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2018

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM NEFROTIK RSUD SYAIFUL ANWAR MALANG

OLEH: NAMA : RUHUL MILLAH HIJRIYAH NIM : 20181046101006

PEMBIMBING INSTITUSI

PEMBIMBING LAHAN

(............................................)

(............................................)

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM NEFROTIK

1. DEFINISI Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak.4 Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia 2. ETIOLOGI Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, primer atau idiopatik, dan sekunder.5 1) Kongenital Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah11 : - Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin) - Denys-Drash syndrome (WT1) - Frasier syndrome (WT1) - Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1) - Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin) - Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6) - Nail-patella syndrome (LMX1B) - Pierson syndrome (LAMB2) - Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1) - Galloway-Mowat syndrome - Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome 2) Primer Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik adalah sebagai berikut : - Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)

- Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) - Mesangial Proliferative Difuse (MPD) - Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP) - Nefropati Membranosa (GNM) 3) Sekunder Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai berikut : - Lupus erimatosus sistemik (LES) - Keganasan, seperti limfoma dan leukemia -Vaskulitis,

seperti

granulomatosis

Wegener

(granulomatosis

dengan

poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch Schonlein -Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious) glomerulonephritis 3. MANIFESTASI KLINIS & PATOFISIOLOGI Kelainan

pokok

pada

sindrom

nefrotik

adalah

peningkatan

permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan yang luas dari prosesus kaki podosit (tanda sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting podosit. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4) dan MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi NPHS2 (podocin) dan gen WT1, serta komponen lain dari aparatus filtrasi glomerulus, seperti celah pori, dan termasuk nephrin, NEPH1, dan CD-2 yang terkait protein.4 1) Proteinuria

Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik.13 2) Hipoalbuminemia Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin. 3) Edema Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan

albumin

keluar

sehingga

terjadi

albuminuria

dan

hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin

adalah

hipoalbuminemia

sebagai ini

penentu

tekanan

onkotik.

Maka

kondisi

menyebabkan

tekanan

onkotik

koloid

plasma

intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema. 4) Hiperkolesterolemia Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan

penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain: 1) Urinalisis dan bila perlu biakan urin Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK). 2) Protein urin kuantitatif Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari. 3) Pemeriksaan darah - Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED) - Albumin dan kolesterol serum - Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG) 5. PENATALAKSANAAN 1) Pengukuran berat badan dan tinggi badan 2) Pengukuran tekanan darah 3) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura Henoch-Schonlein. 4) Pencarian fokus infeksi Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada setiap infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena kecacingan. 5) Pemeriksaan uji Mantoux

Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT). 6) Biopsi ginjal Indikasi biopsi ginjal Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk melakukan biposi ginjal: 1) Pada presentasi awal a. Sindrom nefrotik terjadi pertama kali pada usia < 1 tahun atau lebih dari 16 tahun b. Pada pemeriksaan terdapat tanda hematuria nyata 2) Setelah pengobatan inisial a. Sindrom nefrotik resisten steroid b. Sebelum memulai terapi siklosporin Indikasi melakukan rujukan kepada ahli nefrologi anak Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada ahli nefrologi anak: 1) Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun dan riwayat penyakit sindrom nefrotik di dalam keluarga 2) Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan fungsi ginjal, atau dengan disertai gejala-gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau lesi di kulit 3) Sindrom nefrotik yang disertai komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi berat, dan toksik steroid 4) Sindrom nefrotik resisten steroid 5) Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid 6. KOMPLIKASI Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia,

selulitis,

dan

Streptococcus

infeksi

traktus

pneumonia

urinarius

merupakan

mungkin

organisme

terjadi.

Meskipun

tersering

penyebab

peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab. 7. PATHWAY

8. Konsep dasar asuhan keperawatan Sindrom Nefrotik Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b/d biological injury agent ( infeksi )

NOC

NIC

Setelah 1x24 jam dilakukan Manajemen nyeri pemeriksaan dengan kriteria 1. Lakukan pengkajian secara lengkap terhadap Pain control nyeri termasuk tempat, Tahu onset dari nyeri ( 5) karakteristil, onset/durasi, Deskripsi faktor penyebab (5) frekuensi, kualitas, Penggunaan catatan untuk intensitas, keparahan memonitor gejala setiap waktu nyeri dan faktor yang (5) menyebabkan Langkah pencegahan (5) 2. Lihat untuk pentunjuk Terapi non-analgesik untuk ketidaknyamanan, mengurangi nyeri (5) terutama saat susah Gunakan anlgesik (5) bekomunikasi secara efektif Pain level : 3. Pastikan pasien nyeri yang diutarakan (5) mendapatkan terapi panjang episode nyeri (5) analgesik penyebaran nyeri (5) 4. Gunakan komunikasi ekspresi wajah terhadap nyeri terapeutik untuk (5) mengetahui kelelahan (5) ketidaktahuan klien dan fokus menrun (5) pengalaman nyeri yang tekanan otot (5) pernah dirasakan pasien hilang nafsu makan (5) 5. Pertimbangkan budaya klien dalam mengatasi nyerinya 6. Tentukan dampak dari nyeri terhadap kualitas hidup pasien 7. Bantu pasien dan keluarga dalam pentingnya saling mendukung 8. Sediakan informasi mengenai nyeri, seperti apa penyebab dari nyeri, berapa lama bisa berlangsung, dan prosedur pencegahan dalam mengatasi nyeri 9. Kontrol lingkungan 10. Hilangkan faktor pencetus nyeri 11. Pilih dan tentukan

Resiko infeksi b/d faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan primer dan Ketidakadekuatan pertahanan sekunder

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan kriteria : infection severity

Gangguan Eliminasi urin

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam dengan kriteria : Urinary elimination 1. Kandung kemih kosong secara penuh 2. Tidak ada residu urine > 100-200 cc 3. Intake cairan dalam rentang normal 4. Bebas dari ISK 5. Tidak ada spasme bladder 6. Balance cairan seimbang

1. Nyeri tekan (5) 2. Malaise (5) 3. Vascular access device colonization (5) 4. Peningkatan jumlah leukosit (5) 5. Penurunan jumlah leukosit (5)

tindakan dalam beberapa tahapan (farmakologi, nonfarmakologi) 12. Ajari klien dalam penggunaan obat analgesik dan efek dari obat yang diberikan Ajarkan kontrol nyerii pada pasien sebelum tejadi nyeri yang parah Infection protection: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi secara lokal dan menyeluruh 2. Monitor kerentanan terhadap infeksi 3. Monitor jumlah granulosit, wbc dan hasil akhir 4. Cukupkan kebutuhan nutrisi

1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (misalnya, output urin, pola berkemih kemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten) 2. Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpha agonis 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel blockers dan antikolinergik 4. Menyediakan penghapusan privasi

5. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet 6. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi batin, atau air 7. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) 8. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal 9. Menyediakan manuver Crede, yang diperlukan 10. Gunakan double-void teknik 11. Masukkan kateter kemih, sesuai 12. Anjurkan pasien / keluarga untuk merekam output urin, sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC Corwin, EJ 2009, Buku saku patofisiologi, 3 edn, EGC,Jakarta. Purnomo, B. 2011. Dasar-dasar Urologi,. Jakarta: Sagung Seto Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Related Documents

Lp Sindrom Nefrotik.docx
August 2019 13
Sindrom Hiperventilasi
October 2019 45
Sindrom Down.docx
December 2019 41
Sindrom Hunter
June 2020 22
Sindrom Down.docx
December 2019 39

More Documents from "Nurul Fitriani"

Lp Trauma Servikal.docx
December 2019 10
Maternitas.docx
June 2020 5
Maternitas.docx
December 2019 12