ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN DIAGNOSA HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANGAN SAWIT RSKD DADI PROV. SUL-SEL
OLEH : RAHMAWATI 70300116007
PRESEPTOR LAHAN
PRESEPTOR INSTITUSI
(
(
)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019
)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HALUSINASI
A. Defenisi Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak ada.(Yudi hartono;2012;107) Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129) Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102) Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)
B. Etiologi 1. Faktor Predisposisi a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak. d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal. e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133) 2. Faktor Presipitasi a. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan. b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.(Prabowo, 2014 : 133) d. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak. 1) Dimensi fisik Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama. 2) Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut. 3) Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya, seolaholah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. 5) Dimensi spiritual Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk
menyucikan
diri,
irama
sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012 : 57-58) C. Jenis- Jenis Halusinasi Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya: 1. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik) Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2. Halusinasi Pengihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya, gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (Olfaktori) Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia. 4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik) Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik) Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan. 6. Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007: 130) 7. Halusinasi Viseral Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua. b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)
D. Rentang respon Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut: Respon adaptif
Respon maladpif
Perilaku logis
Perilaku kadang menyimpang
Kelainan perilaku
Persepsi akurat
Ilusi
Emosi konsisten
Reaksi emosional berlebihan
Ketidakmampuan
Hubungan sosial
Mengalami ketidakteraturan
Menarik diri
Halusinasi
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998) a. Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif : 1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan 2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan 3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli 4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran 5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikosossial 1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan 2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra 3) Emosi berlebih atau berkurang 4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran 5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. c. Respon maladapttif Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain : 1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social. 2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. 3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati. 4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur 5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)
E. Proses Terjadinya Masalah Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki karakteristik yang berdeda yaitu: 1. Fase I Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. 2. Fase II Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan reaita. 3. Fase III Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan dengan orang lain. 4. Fase IV Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130-131)
F. Tanda dan Gejala Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri 2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba lambat 3. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang ain 4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata 5. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah 6. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya. 7. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut 8. Sulit berhubungan dengan orang lain 9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah 10. Tidak mampu mengikuti perintah 11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo, 2014: 133-134)
G. Akibat Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.( Prabowo, 2014: 134)
H. Mekanisme Koping 1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari 2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain 3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus internal. (Prabowo, 2014 :134)
I. Penatalaksanaan Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat 1. Farmakoterapi Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih
banyak
jika
mulai
diberi
dalam
dua
tahun
penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat
KELAS KIMIA
NAMA GENERIK
DOSIS HARIAN
(DAGANG) Fenotiazin
Asetofenazin (Tidal)
60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg Flufenazine
(Prolixine, 1-40 mg
Permit)
30-400 mg
Mesoridazin ( Serentil)
12-64 mg
Perfenazin (Trialon)
15-150 mg
Prokloperazin
40-1200 mg
(Compazine)
150-800 mg
Promazine (Sparine)
2-40 mg
Tiodazin (Mellani)
60-150 mg
Trifluopromazine (Stelazine) Trifluopromazine (Vesprin)
Toksanten
Kloproktisen (Tarctan)
75-600 mg
Tioktiksen (Navane)
8-30 mg
Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzondiazepin
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Didraindolon
Molindone (Moban)
225-225
2. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. 3. Psikoterapi dan rehabilitasi Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
4. Terapi aktivitas a. Terapi music Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien. b. Terapi seni Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan seni. c. Terapi menari Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh d. Terapi relaksasi Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan. e. Terapi social Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain f. Terapi kelompok 1) Terapi group (kelompok terapeutik) 2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy) 3) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi Sesi 1 : Mengenal halusinasi Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat 5. Terapi lingkungan Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga( Home Like Atmosphere).(Prabowo,2014: 134-136)
J. Pohon masalah Efeect
: Resiko tinggi perilaku kekerasan
Cor Problem : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Cause
: Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
K. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji 1. Masalah keperawatan a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan b. Perubahan sensori persepsi : halusinasi c. Isolasi sosial : menarik diri 2. Data yang perlu dikaji a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data Subyektif : 1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang 2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. 3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya Data Objektif : 1) Mata merah, wajah agak merah 2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain 3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam 4) Merusak dan melempar barang-barang
b. Perubahansensoripersepsi : halusinasi Data Subjektif : 1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata 2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata 3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus 4) Klien merasa makan sesuatu 5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya 6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar Klien ingin memukul/melempar barang-barang Data Objektif : 1) Klienberbicaradantertawasendiri 2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu 3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 4) Disorientasi c. Isolasi sosial : menarik diri Data Subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data Obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih hal ternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan.
L. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi 2. Isolasi sosial : menarik diri
M. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan khusus: 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya Tindakan : a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : 1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 2) Perkenalkan diri dengan sopan 3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai 4) Jelaskan tujuan pertemuan 5) Jujur dan menepati janji 6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan : a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara c. Bantu klien mengenal halusinasinya 1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar 2) Apa yang dikatakan halusinasinya 3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,namun perawat sendiri tidak mendengarnya. 4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu 5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya 3. Kliendapatmengontrolhalusinasinya Tindakan : a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll) b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi 4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya Tindakan : a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah) 5. Klienmemanfaatkanobatdenganbaik Tindakan : a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar. Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi Tujuankhusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu. b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab. c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. 2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Tindakan : a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan : a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain d. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 4. Kliendapatmelaksanakanhubungansocial Tindakan : a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang l b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan 5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan : a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT refika Aditama. Keliat BA.( 2010 ) Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : EGC Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama. Sundeen, S. A. (1998). Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta: EGC. Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta Timur: TIM. Yudi Hartono Dkk;2012. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta;salemba medika