TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis 1. Pengertian IUD IUD adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral (Lippes Loop) atau berbentuk lain (Cu T 380 A) yang terpasang didalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan (Saifudin, 2010). IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus (Hidayati, 2009). Pengertian IUD atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastic yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormone dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010). 2. Tujuan Pemasangan IUD Program
Keluarga Berencana
(KB)
dilakukan
diantaranya
dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Pasangan Usia Subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan. Salah satu alat jenis alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi adalah IUD. IUD adalah cara pencegahan kehamilan yang sangat
efektif, aman, dan
reversibel
(Saifudin, 2010). 3. Jenis IUD Jenis - jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain : a. Copper-T
1
bagi
wanita
Gambar 2.1 Jenis IUD Copper-T (Imbarwati : 2009) Menurut Imbarwati,(2009). IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. Menurut ILUNI FKUI ( 2010). Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah kehamilan dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun. b. Progestasert IUD (melepaskan progesteron) hanya efektif untuk 1 tahun dan dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat Copper-7. Menurut Imbarwati (2009). IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T. c. Multi load
Gambar 2.2 Jenis IUD Multi Load ( Imbarwati : 2009) Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. d. Lippes loop
Gambar 2.3 Jenis IUD Lippes Loop (Imbarwati : 2009)
Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plasti 4. Mekanisme Kerja IUD akan berada dalam uterus, bekerja terutama mencegah terjadinya pembuahan (fertilisasi) dengan menghalangi bersatunya ovum dengan sperma, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopi dan menginaktifasikan sperma. Ada beberapa mekanisme cara kerja IUD sebagai berikut : a. Timbulnya reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Disamping itu, dengan munculnya leokosit, makrofag, dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lysis dari spermatozoa atau ovum dan blastocyt. b. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi. c. Gangguan atau terlepasnya blastocyt telah berimplantasi didalam endometrium d. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii. e. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri. f. Pemadatan
endometrium
oleh
leokosit, makrofag,
dan
limfosit
menyebabkan blastokis dirusak oleh makrofag dan balstokis tidak dapat melakukan nidasi. g. Ion Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melakukan konsepsi. (Hartanto, 2010) 5. Cara Penyimpanan Kondisi penyimpanan : Lindungi dari kelembaban, sinar matahari langsung, suhu 15-30°C. Masa kadaluwarsa tergantung dari jenis IUD yang
dipasang. IUD jangan digunakan apabila kemasan steril sudah rusak atau terbuka. Efektifitas IUD Cu tidak berkurang bila Cu-nya terlihat gelap atau ada noda/ bintik hitam. (Hartanto, 2010) 6. Efektifitas Pemakaian IUD Efektifitas metode IUD yaitu 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun pertama penggunaan. (Saifuddin, 2010) a. Efektifitas dari IUD dinyatakan dalam rangka kontinuitas yaitu beberapa lama IUD tetap berada di dalam uterus tanpa: 1) Ekspulsi spontan. 2) Terjadinya kehamilan 3) Pengangkutan / pengeluaran karena alasan-alasan medis atau pribadi. b. Efektifitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada : 1) IUD-nya yaitu ukuran, bentuk, mengandung Cu atau Progesterone. 2) Akseptor yaitu umur, paritas, frekuensi senggama. c. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur, dan paritas, diketahui : 1) Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD. 2) Makin muda usia, terutama pada nulligravida, makin tinggi angka ekspulsi dan pengankatan/pengeluaran IUD. Dari uraian diatas, maka efektifitas dari IUD tergantung pada pasien dan
medis,
termasuk
kemudahan
insersi,
pengalaman
pemasang,
kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan untuk mendapatkan pertolongan medis. (Hartanto, 2010). 7. Keuntungan Pemasangan IUD Keuntungan - keuntungan IUD adalah sebagai berikut : a. Efektif dengan proteksi jangka panjang. b. Tidak menganggu hubungan suami istri. c. Tidak berpengaruh terhadap produksi ASI. d. Kesuburan segera kembali sesudah IUD dilepas. e. Mengurangi nyeri haid. f. Dapat dipasang langsung saat ostium masih terbuka setelah plasenta lahir sehingga mengurangi rasa sakit g. Dapat membantu mencegah kehamilan diluar kandungan
h. Dilakukan satu kali pemasangan dan ekonomis dalam jangka waktu maksimal 8-10 tahun i. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan lain j. Tidak menimbulkan ada efek sistemik dan efek samping hormonal (Saifudin, 2010) 8. Kerugian Pemasangan IUD IUD bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna, sehingga masih terdapat beberapa kerugian antara lain : a. Pemeriksaan dalam dan penyaringan infeksi saluran genetalia diperlukan sebelum pemasangan IUD. b. Dapat meningkatkan resiko penyakit radang panggul. c. Memerlukan prosedur pencegahan infeksi sewaktu memasang dan mencabutnya. d. Bertambah darah haid dan rasa sakit selama beberapa bulan pertama pemakaian IUD. e. Klien tidak dapat mencabut sendiri IUD-nya. f. Tidak dapat melindungi klien terhadap PMS (penyakit menular seksual), AIDS/HIV. g. IUD dapat keluar rahim melalui kanalis hingga keluar vagina. (Saifudin, 2010) 9. Indikasi Pemasangan IUD Yang boleh menggunakan IUD antara lain: a. Usia reproduksi. b. Telah memiliki anak maupun belum. c. Menginginksn kontrasepsi yang efektif jangka panjang untuk mencegah kehamilan. d. Sedang menyusui dan ingin memakai kontrasepsi. e. Pasca keguguran dan tidak ditemukan tanda-tanda radang panggul. f. Mempunyai resiko rendah mendapat penyakit menular seksual. (Saifudin, 2010) 10. Kontraindikasi Pemasangan IUD Kontraindikasi IUD terbagi manjadi dua yaitu : a. Kontra-indikasi absolut : 1) Infeksi pelvis akut, diduga Gonorrhoe atau Chlamyda. 2) Kehamilan atau diduga hamil.
b. Kontra-indikasi relatife : 1) Partner seksual yang banyak. 2) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi komplikasi. 3) Pernah mengalami infeksi pelvis 4) Cervicitis akut atau purulent. 5) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang menyebabkan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik. 6) Gangguan respon tubuh terhadap infeksi (AIDS, Diabetes Militus, Pengobatan dengan kortikosteroid dan lain-lain). 7) Kelainan pembekuan darah. c. Keadaaan-keadaan lain yang dapat menyebabkan kontraindikasi untuk insersi IUD : 1) Keganasan endometrium atau serviks 2) Endometriosis 3) Myoma uteri 4) Polip endometrium 5) Kelainan congenital uterus 6) Dismenorhoe yang hebat, darah haid yang banyak, haid yang irregular, atau perdarahan bercak Atau (spotting) 7) Alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakit gangguan Cu yang turun menurun 8) Anemia (Hartanto, 2010) 11. Efek Samping Pemasangan IUD a. Beberapa efek samping yang ringan ialah sebagai berikut : 1) Nyeri pada waktu pemasangan. Kalau nyeri sekali, dapat dilakukan anestesi paraservikal. 2) Kejang rahim, terutama pada bulan-bulan pertama. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan spasmollitikum atau pemakaian IUD lebih kecil ukurannya. 3) Nyeri pelvic. Pemberian spasmolitikum dapat mengurangi keluhan ini. 4) Perdarahan diluar haid. 5) Darah haid lebih banyak. 6) Sekret vagina lebih banyak.
b. Disamping itu pula terjadi efek samping yang lebih serius yaitu sebagai berikut : 1) Perforasi uterus 2) Infeksi pelvic 3) Endometritis (Hartanto, 2010) 12. Waktu Pemasangan IUD Waktu pemasangan menurut Everett (2008, p.203). IUD biasanya dipasang pada akhir menstruasi karena serviks terbuka pada waktu ini, yang membuat pemasangan menjadi lebih mudah. IUD dapat dipasang sampai 5 hari setelah hari ovulasi paling awal yang diperhitungkan, sebagai kontrasepsi pasca koitus. Setelah kelahiran bayi, wanita dapat dipasang IUD 6 minggu postnatal. Setelah keguguran atau terminasi kehamilan. IUD dapat dipasang pada : a. Bersamaan dengan menstruasi b. Segera setelah bersih menstruasi c. Pada masa akhir puerperium d. Tiga bulan pasca persalinan e. Bersamaan dengan seksio sesarea f. Bersamaan dengan abortus dan curetase g. Hari kedua-ketiga pasca persalinan. (Saifudin, 2010) 13. Hal-hal yang harus diketahui oleh akseptor IUD a. Cara memeriksa sendiri benang ekor IUD. b. Efek samping yang sering timbul misalnya perdarahan haid yang bertambah banyak atau lama, rasa sakit atau kram. c. Segera mencari pertolongan medis bila timbul gejala-gejala infeksi. d. Jenis IUD yang dipakai. e. Pertimbangan pemakaian metode kontrasepsi tambahan seperti kondom atau spermisid selama tiga bulan pasca pemasangan. f. Mengetahui tanda bahaya IUD : terlambat haid, perdarahan abnormal, nyeri abdomen, dispareunia, keputihan abnormal, demam/menggigil, benang ekor IUD hilang/bertambah pendek/bertambah panjang. g. Bila mengalami keterlambatan haid segera periksa ke petugas kesehatan.
h. Sebaiknya tunggu tiga bulan untuk hamil kembali setelah pelepasan IUD dan gunakan metode kontrasepsi lain. Ini dapat mencegah kehamilan ektopik. i. Bila berobat apapun, beritahu dokter bahwa akseptor menggunakan IUD. j. IUD tidak memberi perlindungan terhadap virus AIDS. (Hartanto, 2010) 14. Insersi/ Pemasangan IUD a. Insersi yang tidak baik dari IUD dapat menyebabkan : 1) Ekspulsi 2) Kerja kontraseptif tidak efektif 3) Perforasi uterus. b. Untuk berhasilnya insersi IUD tergantung pada beberapa hal, yaitu: 1) Ukuran dan macam IUD beserta tabung inseternya. 2) Makin kecil IUD, makin mudah insersinya, makin tinggi ekspulsinya 3) Makin besar IUD, makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya. c. Waktu atau saat insersi 1) Insersi Interval a. Kebijakan (policy) lama : Insersi IUD dilakukan selama atau segera sesudah haid. b. Kebijakan (policy) sekarang : Insersi IUD dapat dilakukan setiap saat dari siklus haid asal kita yakin seyakin-yakinnya bahwa calon akseptor tidak dalam keadaan hamil. 2) Insersi Post-Partum Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari post partum, hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi yang sangat tinggi. Tetapi menurut penyelidikan di Singapura, saat terbaik adalah delapan minggu post-partum. Alasannya karena antara empatdelapan minggu post-partum, bahaya perforasi tinggi. 3) Insersi Post-Abortus Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dipasang sesudah : a) Abortus trimester I : Ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lain sama seperti pada insersi interval.
b) Abortus trimester II : Ekspulsi 5-10 kali lebih besar daripada setelah abortus trimester I 4) Insersi Post Coital Dipasangkan maksimal setelah 5 hari senggama tidak terlindungi. d. Teknik insersi, ada tiga cara : 1) Teknik Push out : mendorong : Lippes Loop. Bahaya perforasi lebih besar. 2) Teknik Withdrawal : menarik : Cu IUD. 3) Teknik Plunging : “mencelupkan” : Progestasert-T. e. Prosedur Insersi IUD 1) Menjelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan dan inform consent 2) Memastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya. 3) Mempersiapan Alat : a. 1 set IUD b. 1 pasang sarung tangan c. Cairan anti septic (betadine solotion) d. Deppers/ kassa steril pada tempatnya e. Bivale speculum/ speculum cocor bebek f. Tenakulum (penjempit porsio) g. Sounde uterus (untuk mengukur kedalaman uterus) h. Korentang i. Gunting j. Lampu penerang k. Kom berisi air DTT l. Kom berisi air klorin m. 2 Ember plastik diberi kantong plastik (tempat kotoran) n. untuk sampah basah dan sampah kering 4) Mengatur posisi pasien di Gyn bed dan lampu penerang 5) Mamakai sarung tangan steril 6) Memerikasa genetalia eksterna (ulkus, pembengkakan kelenjar bartholini dan kelenjar skene) 7) Memasang spekulum, beri anti septic (betadine) pada porsio 8) Menjepit bibir depan porsio dengan tenaculum pada jam 10
9) Memasukkan sonde uterus dengan cara “no touch technique” sesuai arah rahim untuk mengetahui dalam/ panjangnya uterus (kurang dari 6 cm tidak boleh dipasang) 10) Menyiapkan IUD steril dengan cara memasukkan lengan IUD didalam tabung inserter pada kemasan sterilnya. 11) Mengatur letak leher biru pada tabung inserter sesuai kedalaman kavum uteri yang telah diukur dengan sonde uterus. 12) Memasukkan tabung inserter dengan hati-hati sampai leher biru menyentuh fundus atau sampai terasa ada tahanan. 13) Melepas lengan IUD dengan menggunakan teknik menarik (withdrawal technique). Menarik keluar pendorong. 14) Setelah lengan lepas, mendorong secara perlahan tabung inserter kedalam kavum uteri sampai leher biru menyentuh serviks. 15) Menarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang IUD kirakira 3 cm. 16) Melepaskan tenaculum dengan hati-hati dan gunting benang kirakira 3 cm. Merawat perdarahan tenaculum dengan cara menekan dengan deppers betadine sampai perdarahan berhenti. 17) Kemudian speculum dilepas, semua alat-alat dimasukkan kedalam larutan klorin 0,5% 18) Melakukan VT untuk menyelipkan benang pada forniks posterior 19) Pasien diminta untuk tetap berada ditempat tidur kira-kira 15-30 menit. 20) Membuang bahan-bahan (kassa) yang telah dipakai kedalam kantong plastik. 21) Mencelupkan sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5% kemudian buka dan rendam dalam keadaan terbalik. 22) Mencuci tangan dengan air dan sabun. 23) Melakukan konseling pasca pemasangan. 24) Mengajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa sendiri benang IUD dan kapan harus dilakukan. 25) Menganjurkan
pada
klien
untuk
melakukan
kontrol
pasca
pemasangan 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan sewaktu-waktu bila ada keluhan. (Saifuddin, 2010)
15. Pelepasan IUD a. Jika klien menginginkannya b. Jika klien ingin hamil c. Jika ada efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya d. Pada akhir masa efektifitas (Hartanto, 2010) 16. Pemeriksaan Pada Saat Kunjungan Ulang Menurut Varney (2007), Setelah IUD dipasang seorang klien wanita, ia harus diarahkan untuk menggunakan preparat spermisida dan kondom pada bulan pertama. Tindakan ini akan memberi perlindungan penuh dari konsepsi karena IUD menghambat serviks, uterus, dan saluran falopii tempat yang memungkinkan pembuahan dan penanaman sel telur dan ini merupakan kurun waktu IUD dapat terlepas secara spontan. Klien harus melakukan kunjungan ulang pertamanya dalam waktu kurang lebih enam minggu. Kunjungan ini harus dilakukan setelah masa menstruasi pertamanya pasca pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan pertama kemungkinan insiden IUD lebih tinggi untuk terlepas secara spontan telah berakhir. IUD dapat diperiksa untuk menentukannya masih berada pada posisi yang tepat. Selain itu, seorang wanita harus memiliki pengalaman melakukan pemeriksaan IUD secara mandiri dan beberapa efeksamping langsung harus sudah diatasi. Kunjungan ulang member kesempatan untuk menjawab pertanyaan dan member semangat serta meyakinkan klien. Diharapkan, hal ini membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah pengguna IUD. Data-data terkait IUD berikut dapat diperoleh pada kunjungan ulang ini. a.
Riwayat 1) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi
sebelum
menggunakan IUD) a) Tanggal b) Lamanya c) Jumlah aliran d) Nyeri 2) Diantara
waktu menstruasi
(dibading
dengan
menggunakan IUD) a) Bercak darah atau perdarahan: amanya, jumlah b) Kram: lamanya, tingkat keparahan
sebelum
c) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan. d) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar saat berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir) 3) Pemeriksaan benang a) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir b) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan hubungan seksual 4) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita maupun pasangannya) 5) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa 6) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak pemasangan IUD: mengapa 7) Penggunaan preparat spermisida dan kondom: kapan, apakah ada masalah 8) Tanda-tanda dugaankehamilan jika ada indikasi b.
Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada bagian bawah abdomen 2) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA, jika diindikasikan untuk diagnose banding 3) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.
c.
Pemeriksaan pelvic 1) Pemeriksaan speculum a) Benang terlihat b) Panjang benang: pemotongan benang bila ada indikasi c) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan apusan basah bila diindikasikan. 2) Pemeriksaan bimanual a) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak b) Nyeri tekan pada uterus c) Pembesaran uterus d) Nyeri tekan pada daerah sekitar e) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan f) Laboratorium
1. Hemoglobin atau hematokrit 2. Urinalis rutin sesuai indikasi untuk diagnosis banding 3. Kultur serviks dan apusan basah, jika ada indikasi 4. Tes kehamilan, jika ada indikasi Apabila hasil pemeriksaan diatas memuaskan, maka klien akan mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik rutinnya. Pada kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal seperti mengkaji riwayat penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan pelvic, pap smear, kultur klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin lain dan pengulangan kunjungan ulang IUD seperti dijelaskan diatas. Pengarahan supaya klien memeriksakan IUD nya, kapan harus menghubungi bila muncul masalah atau untuk membuat perjanjian sebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau kembali bersama klien selama kunjungan ulang ini
17. Patways KB IUD
Ansietas
Perubahan Suhu
Nyeri
18. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan non farmakologis. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara stimulan (Potter and Perry, 2011). 1) Tindakan Farmakologis Menangani
nyeri
yang
dialami
pasien
melalui
intervensi
farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter atau pemberian perawatan utama lainnya dan pasien. Obat-obatan tertentu untuk penatalaksanaan nyeri mungkin diresepkan untuk memberikan dosis awal. Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgesik, yaitu non narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), analgesik, narkotik atau opiate, dan obat tambahan atau konanalgesik. Apabila nyeri yang dialami pasien menetap walaupun terapi medis telah dilakukan dan nyerinya diakbiatkan faktor fisik maka terapi pembedahan dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Tindakan ini efektif untuk menghilangkan nyeri akut yang terlokalisasi di daerah yang disuplai akar syaraf dan nyeri visceral dalam (Potter and Perry, 2011). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis (obat-obatan) efektif untuk menangani nyeri kehamilan maupun persalinan, namun terapi ini selain lebih mahal juga mempunyai efek samping seperti pusing, mual, dan rasa ingin muntah yang kurang baik bagi ibu dan janin (Maryunani, 2010). 2) Tindakan Non Farmakologis
Terapi non farmakologis yaitu terapi yang digunakan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai metode yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri. Hal yang dapat dilakukan adalah relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen dalam darah (Prasetyo, 2010). Metode Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri : Dibawah ini merupakan patofisiologi metode relaksasi nafas dalam terhadap penutunan nyeri (Prasetyo, 2010) : Metode Relaksasi Nafas Dalam
Konsentrasi
Nyeri
Oksigen Dalam Darah
Hormon Adrenalin
Rasa Tenang
Detak Jantung Mempermudah Pernafasan Nyeri Menurun
Tekanan Darah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amir M D (2018) menunjukan bahwa skala nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam atau post – test dari 17 responden didapatkan nilai median sebesar 3.00 tesebut menunjukan bahwa adanya perubahan antara sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam semua responden mengalami nyeri sedang hingga ringan. Setelah dilakukan relaksasi nafas dalam berkurang dari 5.00 menjadi 3.00 dengan skala nyeri ada yang menurun
dari sedang menjadi ringan, nyeri tersebut bersifat subjektif serta mempunyai manifestasi unik bagi masing-masing individu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aini L (2018) teknik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi nyeri karena dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorphin dan enkafalin. Hormon endorphin merupakan substansi sejenis morfin yang berfungsi sebagai penghambat transmisi impuls nyeri ke otak. Sehingga pada saat neuron nyeri mengirimkan sinyal ke otak, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya subtansi p akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut endorphin akan memblokir lepasnya substansi p dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri menjadi berkurang. B. Teori manajemen kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi (Verney,2012). 2. Tahapan asuhan kebidanan Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien. Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut adalah: a. Langkah I: Tahap pengumpulan data dasar Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus
bersifat komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan. b. Langkah II : Interpretasi data dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Diagnosa meliputi nama, umur, paritas (P) abortus (A) (Varney, 2012). c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasikan (Varney, 2012). d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien (Varney,2012). e. Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. f. Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan efisien dan aman Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. g. Langkah VII: Mengevaluasi hasil tindakan Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. 3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan a. Subjektif (S) Menurut Kemenkes RI (2013) data subjektif berisi hasil anamnesa yang meliputi identitas, riwayat obstetri lalu, riwayat kontrasepsi, riwayat
medis lain dan riwayat sosial ekonomi termasuk pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 1) Umur Umur di catat dalam tahun untuk mengetahui bahwa ibu dalam masa usia subur. (Varney, 2012).
2) Agama Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan (Ambarwati, 2009). 3) Pendidikan Menurut tinjauan teori pendidikan berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Varney, 2012). 4) Pekerjaan untuk mengetahu pekerjaan ibu (Varney, 2012). 5) Suku Bangsa berpengaruh
pada
adat
istiadat
atau
kebiasaan
sehari-hari
(Ambarawati, 2009). 6) Alamat Alamat pasien dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan sekitar pasien. Semakin terpencilnya suatu daerah dan keadaan geografis yang sulit untuk di jangkau maka akan semakin sulit pula untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (Varney, 2012). 7) Keluhan utama Keluhan utama di kaji untuk memberikan asuhan dan diagnosa yang tepat (Varney, 2012). 8) Riwayat Obstetri a) Riwayat Haid (1) Menarche: kapan pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12-16 tahun, hal ini untuk mengetahui
riwayat
perkembangan
organ
genitalnya
(Manuaba, 2007). (2) Siklus haid: siklus haid yang teratur (28 hari) bisa digunakan untuk menghitung hari perkiraan lahir dengan rumus Neagle
(Varney, 2012). (3) Lama menstruasi: lama menstruasi ideal terjadi selama 4-7 hari (Manuaba, 2007). (4) Banyaknya: menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan. Dapat dikaji dengan menanyakan misal sampai berapa kali mengganti pembalut dalam sehari (Sulistyawati, 2009) (5) Keluhan: yang dirasakan ketika mengalami menstruasi misalnya nyeri hebat, sakit kepala sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak (Sulistyawati, 2009). (6) Riwayat Persalinan, dan Nifas yang lalu Untuk menentukan asuhan kehamilan yang akan diberikan berdasarkan berapa kali hamil, anak yang lahir hidup, persalinan tepat waktu, persalinan premature, keguguran, persalinan dengan tindakan (dengan forcep, vakum, atau seksio
sesaria),
riwayat
perdarahan
pada
persalinan,
hipertensi pada kehamilan terdahulu, berat badan bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram (Mandriwati, 2008). 9) Riwayat Kesehatan Untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi ibu (Rukiyah, 2009). Riwayat kesehatan termasuk penyakit dahulu dan sekarang (penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes, malaria, penyakit menular seksual atau HIV/AIDS) (Mandriwati, 2008). 10) Riwayat KB Untuk mengetahui status KB ibu masih aktif atau tidak (Mandriwati, 2008). 11) Pola Nutrisi Tidak
ada
kontraindikasi
dalam
pemberian
nutrisi
setelah
pemasangan alat kontrasepsi (Mandriwati, 2008). 12) Pola Eliminasi Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama dan minimal sebanyak 200 cc (Mandriwati, 2008). 13) Personal Hygiene Membersihkan daerah disekitar vulva dari depan ke belakang, dan
anus (Mandriwati, 2008). 14) Pola seksualitas Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak merasa nyeri setelah dilakukan pemasangan alat kontrasepsi (Kemenkes RI, 2013).
15) Pola istirahat Ibu dianjurkan untuk istrahat yang cukup (Mandriwati, 2008). 16) Pola Aktivitas Setelah dilakukan pemasangan alat kontrasepsi ibu diperbolehkan melakukan aktivitas seperti biasa (Mandriwati, 2008). 17) Psikologi ibu sebelum dilakukan pemasangan alat kontrasepsi pada umumnya merasakan kekhawatiran akan dirinya (Sulistyawati, 2009) 18) Tingkat pengetahuan ibu Untuk mengetahui manfaat dan efek samping kontrasepsi b. Obyektif (O) Data objektif adalah data yang diperoleh melalui observasi dan hasil pemeriksaan, pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Varney langkah pertama pengkajian data (Asrinah, 2010). 1) Pemeriksaan Umum a) Keadaan Umum: dinilai baik jika dapat menjawab semua pertanyaan (Manuaba, 2010). b) Kesadaran: klien sadar akan menunjukkan tidak ada kelainan psikologis (Manuaba, 2010) c) TD: segera sebelum dilakukan pemasangan alat kontrasepsi karena banyak wanita mengalami peningkatan tekanan darah sebelum dilakukan pemasangan alat kontrasepsi karena ibu merasa cemas. d) N: untuk mengetahui apakah nadinya dalam keadaan normal e) R: untuk mengetahui apakah pernafasan ibu dalam keadaan normal f) S: untuk mengetahui bahwa suhu ibu dalam keadaan normal (Varney , 2008). 2) Status Present
a) Mata: konjungtiva berwarna merah muda dan sklera berwarna putih. Perubahan warna konjungtiva untuk memprediksi adanya anemia (Mandriwati, 2008). b) Mulut dan gigi: tidak terdapat stomatitis (Varney, 2007). c) Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan vena jugularis yang mengindikasikan penyakit jantung atau aneurisma
vena,
hipertiroid
dan
kemungkinan
infeksi
(Manuaba,2007). d) Ekstremitas: : tidak ada edema, kekakuan otot dan sendi, varises, reflek patella positif (Marmi, 2012). e) Genetalia : normalnya tidak ada varises, perdarahan, luka, cairan yang keluar, tidak ada pembesaran kelenjar skene dan kelenjar bartholini (Mandriwati, 2008) 3) Pemeriksaan Penunjang: dilakukan jika ada indikasi, (Marmi, 2012). c. Analisa (A) Analisa
merupakan
pendokumentasian
manajemen
kebidanan
menurut Varney langkah kedua, ketiga dan keempat, meliputi diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan segera yang harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan melalui tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien (Asrinah, 2010). 1) Diagnosa 2) Masalah/ Diagnosa Potensial 3) Kebutuhan Segera d. Penatalaksanaan (P) Penatalaksanaan yaitu pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh, meliputi tindakan.