Lp Isolasi Sosial.doc

  • Uploaded by: Feby Rizkia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Isolasi Sosial.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 3,735
  • Pages: 17
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL I.

KONSEP TEORI A. Pengertian Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2006). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). B. Rentang Respon Sosial Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang

respons

yang

adaptif

sampai

dengan

maladaptif. Respon

adaptif merupakan respons yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat yang secara umum berlaku, sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari adalah menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian. Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan berikut : 1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari:

a. Menyendiri (Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan. b. Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. c. Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. d. Saling

tergantung

(interdependen):

Merupakan

kondisi

saling

tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. 2. Respon maladaptive Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif terdiri dari : a.

Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

b.

Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

c.

Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.

d.

Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.

e.

Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

f.

Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan

tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi. C. Etiologi 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah: a. Faktor Perkembangan Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk. (2008). tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari: 1) Masa Bayi Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. 2) Masa Kanak-kanak Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia

harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. 3) Masa Praremaja dan Remaja Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja. 4) Masa Dewasa Muda Individu meningkatkan

kemandiriannya

serta

mempertahankan

hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 5) Masa Dewasa Tengah Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anakanak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu

untuk

mengembangkan

aktivitas

baru

yang

dapat

meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak. 6) Masa Dewasa Akhir Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan

atau

peran.

Dengan

adanya

kehilangan

tersebut

ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan. 7) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. a) Sikap bermusuhan/hostilitas b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah. e) Ekspresi emosi yang tinggi f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat) 8) Faktor Sosial Budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. 9) Factor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 2. Faktor Presipitasi Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi: a. Stressor Sosial Budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,

kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial. b. Stressor Biokimia 1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik. 4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejalagejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis. d. Stressor Psikologis Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. e. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat. f. Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata

yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut: 1) Tingkah laku curiga: proyeksi 2) Dependency: reaksi formasi 3) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi 4) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial 5) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi 6) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi. Pohon Masalah:

Sumber: (Keliat, 2009) D. Tanda dan Gejala Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan Pasien merasa tidak berguna atau Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Menurut Budi Anna Kelia (2011), tanda dan gejala ditemui seperti: 1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul. 2. Menghindar dari orang lain (menyendiri). 3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat. 4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk. 5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas. 6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap. 7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

E. Akibat Yang Ditimbulkan Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak

sesuai

dengan

realita/kenyataan

seperti

melihat

bayangan

atau

mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran. F. Penatalaksanaan 1. Terapi Psikofarmaka a. Chlorpromazine Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung dll. (Andrey, 2010). b. Haloperidol (HLP) Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung (Andrey, 2010). c. Trihexyphenidil (THP) Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur,

pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine (Andrey, 2010). 2. Terapi Individu Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi

pertemuan

yang

berbeda-beda.

Pada

SP

satu,

perawat

mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008) 3. Terapi kelompok Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Activity Daily Living (ADL) Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi: 1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur. 2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. 3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah mandi. 4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian. 5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah makan dan minum.

6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain. 7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauh mana pasien mengerti dan

dapat

menjaga

keselamatan

dirinya

sendiri,

seperti,

tidak

menggunakan atau menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif. 8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk

pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya. b. Tingkah laku sosial Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi: 1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya. 2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya. 3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi. 4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang). 5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit. 6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain. 7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

II.

1.

Pengkajian a. Pengelompokan data 1) Identitas klien 2) Keluhan utama 3) Factor predisposisi 4) Aspek fisik/biologis 5) Aspek Psikososial a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi b) Konsep diri (1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan. (2) Identitas diri Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan . (3) Peran Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua, putus sekolah, PHK. (4) Ideal diri Mengungkapkan keputus asaan

karena

penyakitnya

:

mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi (5) Harga diri Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. (a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. (b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual) (6) Status mental Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup. (7) Kebutuhan persiapan pulang (a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan (b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan

dan

membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian. (c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi (d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah (e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar. (8) Mekanisme koping Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).

(9) Aspek medik Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas. b. Wawancara Dan Observasi Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara adalah (Keliat, 2011): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan. Pasien merasa tidak berguna. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan data subjektif (Keliat, 2011): 1. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang di sekitarnya (keluarga atau 2. 3. 4. 5. 6.

tetangga)? Apakah pasien mempunyai teman dekat? Bila punya, siapa teman dekat itu? Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang berdekatan dengannya? Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya? Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien? Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan orang-orang

di sekitarnya? 7. Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu? 8. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan kehidupan? Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Tidak memiliki teman dekat Menarik diri Tidak komunikatif Tindakan berulang dan tidak bermakna Asyik dengan pikirannya sendiri Tidak ada kontak mata Tampak sedih, afek tumpul

2. Diagnosa Keperawatan a. Isolasi sosial 3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Isolasi sosial Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi Tujuan Khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan untuk klien : 1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b) Perkenalkan diri dengan sopan c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai d) Jelaskan tujuan pertemuan e) Jujur dan menepati janji f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial Tindakan: 1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya. 2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul 3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul 4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan : 1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll) 2) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain b) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain 3) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain a) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain b) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

c) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Tindakan: 1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain 2) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap: a) Klien – Perawat b) Klien – Perawat – Perawat lain c) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain d) Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat 3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. 4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan 5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu 6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan 7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan e. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan: 1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain 2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain. 3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain f. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga Tindakan: 1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : a) Salam, perkenalan diri b) Jelaskan tujuan c) Buat kontrak d) Eksplorasi perasaan klien 2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : a) Perilaku menarik diri b) Penyebab perilaku menarik diri c) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi d) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri 3) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain. 4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu

5) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh

keluarga. SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-) SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang kedua-seorang pasien) SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat pasien dengan isolasi sosial SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika Stuart dan Sundeen . 2007 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC . Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC Anna Budi Keliat, SKp. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika. Rasmun, (2008). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

Related Documents

Lp Isolasi Sosial.docx
December 2019 31
Isolasi Jahe.docx
November 2019 32
Isolasi Sosial.docx
June 2020 17
Isolasi Protein.docx
June 2020 16

More Documents from "ida mawadah"