LAPORAN PENDAHULUAN EKLAMPSIA I.
Konsep Dasar
1.1
Definisi Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan
atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo,2000: 49). Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang (helen varney;2007) Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, (kamus istilah medis : 163,2001) Eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada wanita hamil dan nifas (Ilmu Kebidanan : 295, 2006) 1.2
Klasifikasi Eklamsia
Eklampsia di bagi menjadi 2 golongan : 1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini paling sering terjadi), a. kejadian 15% sampai 60 % b. serangan terjadi dalam keadaan hamil 2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan a. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 % b. Saat sedang inpartu c. Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan 3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan a. Kejadian jarang b. Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
1.3
Etiologi Etiologi dan patogenesis Preeclampsia dan Eklampsia saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan terjadinya Preeklampsia adalah : factor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah, dan keadaan dimana jumlah throphoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan dua. 1.4
Manifestasi Klinis Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-
kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi : 1.
Tingkat awal atau aura ( invasi ) Berlangsung 30 – 35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
( pandangan kosong ), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri. 2.
Stadium kejang tonik Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira – kira 20 – 30 detik 3.
Stadium kejang klonik Semua otot berkontraksi dan berulang – ulang dalam waktu yang cepat,
mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.Setelah berlangsung 1 -2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas, seperti mendengkur. 4. Stadium koma Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam – jam.Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
1.5
Pathofisiologi Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia parmeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat janin sampai menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi pada partus prematurus. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria. retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan. Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari samapai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina. Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun. Metabolism dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler keruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah edema berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai tubuh berkurang akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaiakan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan. Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara. Asidum latikum dan asam organic lain naik, dan bicarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alakali turun. Setelah kejang, zat organic dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat berekreasi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alakali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia. 1.6
Komplikasi Komplikasi yang terberat adalah kematia ibu dan janin, usaha utama adalah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia. 1.
Terhadap janin dan bayi.
a.
Solution plasenta Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah sehingga terjadi hematom retoplasenta yang menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
b.
Mendadak, persalinan prematuritas, kematian janin dalam rahim.
c.
Hemolisis Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
2.
Terhadap ibu
a.
Hiprofibrinogenemia Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah, biasanya dibawah 100mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
b.
Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
c.
Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
d.
Edema paru – paru
e.
Nekrosis hati Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
f.
Sindroma HELLP Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi
endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan. g.
Kelainan ginjal Kelainan
ini
berupa endoteliosis
glomerulus
yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. h.
Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
i.
Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
1.7
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium a. Darah rutin b. Pemeriksaan darah lengkap
2.
Pemeriksaan diagnostik a. Ultrasonografi b. Elektrokardiograf
1.8
Penatalaksanaan umum
1.
Penanganan Kejang :
a.
Beri obat anti konvulsan
b.
Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 )
c.
Lindungi pasien dengan keadaan trauma
d.
Aspirasi mulut dan tonggorokkan
e.
Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
f.
Beri oksigen 4-6 liter / menit
2.
Penanganan Umum :
a.
Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
b.
Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)
c.
Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
d.
Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric
e.
Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam
f.
Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
g.
Pantau kemungkinan oedema paru
h.
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
i.
Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
j.
Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic
k.
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
l.
Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar panas sewaktu pemberian MgSO4
m.
Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir
n.
Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 / menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam terakhir
o.
Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < / >
p.
Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.
II.
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah : 1.
Data subyektif :
a.
Identitas pasien dan penanggung jawab:Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b.
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
c.
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
d.
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya
e.
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
f.
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2.
Data Obyektif :
a.
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
c.
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
d.
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )
e.
Pemeriksaan penunjang : 1)
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
2)
Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml 3)
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4)
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
5)
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6)
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
2.2
Diagnosa Keperawatan
a.
Cemas berhubungan dengan prosedur invasif saat operasi SC yang akan Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang
b.
Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang
c.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
2.3
Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah upaya yang dilakukan perawat untuk
mencapai hasil yang diharapkan yaitu kesembuhan pasien dan kemampuan pasien melakukan atau memenuhi kebutuhan hidupnya kembali dan tujuan pemulangan pasien.Intervensi pada pasien dengan eklampsia meliputi : a.
Cemas berhubungan dengan prosedur invasif saat operasi SC akan dilakukan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil : a. Klien tidak cemas lagi b. Klien terlihat tenang c. Klien terlihat rileks Rencana tindakan : Intervensi
Rasional
1) Beritahu klien tentang prosedur Klien pembedahan
dapat
pembedahan
mengetahui
prosedur
2) Beri kesempatan pada klien untuk Dapat meringankan beban pikiran mengungkapkan rasa cemasnya 3) Ciptakan suasana tenang dan nyaman
klien Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi rasa cemas klien
b.
Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil : a. Kesadaran Compos Metis , GCS : 15 ( 4-5-6 ) b. Tanda – tanda vital dalam batas normal TD
: 120/80 mmHg
Suhu
: 36 – 37 C
Nadi
: 60 – 80 x/menit
RR
: 16 – 20 x/menit
1. Monitor tekanan darah tiap 4 1. Tekanan diastole > 110 mmHg dan jam
sistole 160 atau lebih merupkan
2. Kaji tingkat kesadaran pasien 3. Kaji
adanya
indikasi dari PIH
tanda-tanda 2. Penurunan
eklampsia (hiperaktif, reflek
respirasi,
nyeri
epigastrium dan oliguria )
pemberian
hipertensi dan SM
tersebut
merupakan
manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
sebagai
indikasi penunjag
patella dalam, penurunan nadi, 3. Gejala dan
kesadaran
anti
mendahului status kejang runan aliran darah otak 4. Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk
mencegah terjadinya kejang
d.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil : a. Klien tidak meringis b. Skala nyeri 2 – 3 ( 1 – 10 ) c. Pasien melaoporkan rasa nyeri hilang atau berkurang Intervensi
Rasional
1. Kaji skala nyeri
1. Setiap
2. Ajarkan teknik relaksasi 3. Ajarkan teknik nafas dalam 4. Berikan posisi yang nyaman 5. Kolaborasi pemberian analgetik
skala
nyeri
memiliki
managemen yang berbeda 2. Relaksasi
dapat
mengalihkan
persepsi nyeri 3. Tekhnik
nafas
dalam
dapat
mengurangi rasa nyeri 4. Posisi
yang
nyaman
dapat
mengurangi sensasi nyeri 5. Terapi analgetik dapat membantu melokalisir nyeri
Rencana tindakan : e.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil : a Menunjukkan regenerasi jaringan dan mencapai penyembuhan tepat waktu
b Pada area luka tampak bersih dan tidak kotor c Luka tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi Intervensi
Rasional
1. Monitor tanda – tanda vital
1. Mengetahui keadaan umum klien
2. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari
2. Untuk mengetahui tanda-tanda
kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa 3. Anjurkan
pasien
untuk
3. Meminimalkan
tidak
memegang bagian yang luka
terjadinya
kontaminasi 4. Leukosit yang meningkat artinya
4. Kolaborasi pemeriksaan darah : leukosit 5. Kolaborasi
infeksi
sudah terjadi proses infeksi 5. Obat antibiotik dapat membantu
pemberian
obat
-
membunuh kuman
obatan antibiotika sesuai indikasi
2.4
Implementasi Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun . 2.5
Evaluasi Evaluasi
memuat
keberhasilan
proses
dan
keberhasilan
tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut .
DAFTAR PUSTAKA Wirjoatmodjo,2000. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bna Pustaka Sujiantini, M.Keb. dkk. 2009. Asuahan Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Nugroho, dr. Taufan.2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika