Lp Edit.docx

  • Uploaded by: Rani Purwanti
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Edit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,820
  • Pages: 27
1. KASUS (MASALAH UTAMA ) Harga Diri Rendah Gangguan konsep diri adalah suatu keadaan negatif dari perubahan mengenai perasaan, pikiran atau pandangan tentang dirinya sendiri yang negatif. Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi diri yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Harga diri rendah yang berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat mental karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain terutama kesehatan jiwa. Gangguan harga diri rendah biasanya digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri karena gagal mencapai keinginan (Fitria, 2009). II. PROSES TERJADINYA MASALAH A. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi penolakan dan kurangnya penghargaan diri dari orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak benar, membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau ketidakpastian, kegagalan yang berulangkali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis, gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain, misalnya karena orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah. B. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan seperti kehilangan bagian tubuh, perubahan aturan, bentuk dan

penampilan fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal, adanya kegagalan yang mengakibatkan produktifitas menurun. Selain itu faktor presipitasi lain yaitu ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh

permasalahan,

ketegangan,

kecemasan

dimana

tidak

mungkin

mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. C. Rentang Respons Respon Konsep Diri Respons Adaptif

Respons Maladaptif

Peningkatan

Pertumbuhan

Perilaku Mencederai Mencederai Bunuh Diri

Diri

Peningkatan

diri tidak langsung

Pengambilan Resiko

diri

D. Mekanisme Koping Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Anna Budi Keliat, 1998, mekanisme koping pada pasien dengan gangguan konsep diri menjadi 2 yaitu : 1. Koping jangka pendek  Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari kasus.  Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan mengganti identitas sementara.  Aktifitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri atau identitas yang kabur.  Aktifitas yang memberi arti dalam kehidupan. 2. Koping jangka panjang Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penjelasan positif akan menghasilkan identitas dan keunikan individu.

III. A. POHON MASALAH Isolasi Sosial

Harga diri rendah kronis

Gangguan Citra Diri

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI 1. Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah 2. Data Yang Perlu Dikaji Data Subyektif :  Mengkritik diri sendiri atau orang lain  Perasaan tidak mampu  Pandangan hidup yang pesimis  Perasaan lemah dan takut  Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri  Pengurangan diri / mengejek diri sendiri  Hidup yang berpolarisasi  Ketidakmampuan menentukan tujuan  Mengungkapkan kegagalan pribadi  Merasionalisasikan penolakan Data Obyektif :  Produktifitas menurun  Perilaku destruktif pada diri sendiri dan orang lain  Merasa tidak berguna  Megejek diri  Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah  Merasa Tidak Mampu IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Harga Diri Rendah V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Terlampir

Daftar Pustaka

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksaan Tindakan Keperawatan Jakarta : Salemba medika Stuart, Gail W. 2006. Buku Keperawatan Jiwa Jakarta EGD. 4 Wikinson, J. 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jakarta : EGD

LAPORAN PENDAHULUAN

I . KASUS ( MASALAH UTAMA ) Perilaku kekerasan Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995) Perilaku kekerasan adalah prilaku yang ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, mengucapkan kata-kata ancaman, dan melukai pada tingkat ringan dan paling berat atau merusak secara serius.(Budi Anna Keliat , 2002) Kesimpulan : Perilaku kekerasan adalah perilaku dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan dirinya maupun orang lain sebagai akibat dari perasaan jengkel yang timbul sebagai respon kekesalan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

II . PROSES TERJADINYA MASALAH A . FAKTOR PREDISPOSISI Factor perkembangan merupakan faktor hambatan perkembangan dan mengganggu hubungan intrapersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi, klien mungkin menekan perasaan sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. Kemudian factor budaya yang tertutup dan membatas secara diam dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap prilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan diterima. Sedangkan factor psikologis merupakan faktor terjadinya kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu ditolak atau dihina dan dianiaya. Selain itu factor biologis juga akan menyebabkan terjadinya kerusakan system limbik (pusat marah), lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan membrane transmitter turut berespon terhadap terjadinya prilaku kekerasan .

B . FAKTOR PRESIPITASI : Faktor presipitasi adalah sebagai faktor pencetus terjadinya suatu perilaku kekerasan. Dapat bersumbar dari klien, lingkungan atau interaksi dari orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik) keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang, dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan C . RENTANG RESPON : Respons kemarahan dapat berfluktuasi sepanjang rentang respons adaptif dan maladaptif Respons adaptif

Asertif

Respons maladaptif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Keterangan 1. Respons adaptif Respons yang bisa diterima norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku, diantaranya : a. Asertif (pernyataan) adalah respons marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan perilaku kekerasan rasa marah (tidak setuju tanpa menyalahkan orang lain) b. Frustasi adalah respons yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan kepuasan,

rasa

aman

yang

biasanya

dalam

keadaan

tersebut

individu.

2. Respons maladaptif Respons yang diberikan individu dalam menyelesaikan masalah yang sudah menyimpang dari norma sosial dan kebudayaan , diantaranya : a.

Pasif

adalah

suatu

keadaan

dimana

individu

tidak

mampu untuk

mengungkapkan prilaku kekerasan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata b.

Agresif adalah prilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan

induvidu untuk menuntut sesuatu yang dianggap benar dalam bentuk destruktif tetapi masih terkontrol

c.

Kekerasan (amuk) adalah respon atau perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat disertai hilang kontrol dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkugan D .Mekanisme Koping : Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan prilaku kekerasan adalah : 1. Displacemen Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang atau benda kepada orang lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam jiwanya 2. Sublimasi Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana suatu masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal 3. Proyeksi Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang menggangu dapat bersifat sementara atau berjangka waktu 4. Persepsi Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran, impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang

III . A. Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan

Perilaku Kekerasan Harga diri

rendah

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji : 1. Masalah Keperawatan : -Perilaku Kekerasan -Resiko Perilaku Kekerasan

2. Data yang dikaji Data Subyektif : 

Klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan



Klien mengatakan merasa orang lain mengancam



Klien mengatakan orang lain jahat



Klien mengatakan kesal

Data Obyektif :  Muka tampak merah  Mata melotot  Tegang saat berbicara  Nada suara tinggi  Sering mengepalkan tangan  Mengatupkan rahangnya  Jalan mondar mandir

IV. Diagnose Keperawatan Prilaku kekerasan

V. Rencana Tindakan Keperawatan (Terlampir). .

Daftar Pustaka

Aziz R. Dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang RSJDDR. Amino Gunohutomo

Ernawati, Dalami. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa 1 Jakarta: Trans Info Media

Keliat Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi. 1 Jakarta : EGC

Stuart GW, Sundeen (1995). Princeples And Practice Of Psykiatric Nursing (S th ed). St Louis mosby Year Book

Tim Dikrektorat Keswa. (2000). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung

LAPORAN PENDAHULUAN

I . KASUS ( MASALAH UTAMA ) Isolasi Sosial Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen,1998). Kerusakan interaksi sosial adalah suatu kerusakan interpersonal yang terjadi akibat kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Stuart, 2006).

II . PROESES TERJADINYA MASALAH A. Faktor Predisposisi Faktor

perkembangan

sosial

budaya

yang

merupakan

faktor

predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu-ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri dan menyendiri. B. Faktor Presipitasi Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasi masalah yang diyakini menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri).

C. Rentang Respons

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Berpikir Logis

Pikiran Sesekali Terdistrosi

Persepsi Akurat

ilusi

Gangguan pemikiran waham Halusinasi

Emosional konsisten Reaksi emosional berlebihan

Kesulitan pengolahan

dengan Pengalaman

perilaku kacau

atau tidak bereaksi

Perilaku Sesuai

Perilaku aneh atau Penarikan

Berhubungan social

tidak biasa

Isolasi Sosial

2. Respons antara adaptif dan maladaptif a. Aloness (merasa sendiri) dimana individu merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungannya. b. Withdrawl (menarik diri) gangguan yang terjadi dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya. c. Dependence (ketergantungan) individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya. 3. Respons maladaptif Yaitu respons individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya,yang meliputi : a. Loneliness (kesepian) merupakan gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu.

b. Manipulation (manipulasi) merupakan hubungan yang berpusat pada masalah pengendalian lain dan individu cendrung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan dan bukan pada orang lain. c. Narksisme merupakan rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan D. Mekanisme Koping Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubngan : 1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti sosial yaitu proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain. 2. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian borderline yaitu pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi – proyeksi. III .A. POHON MASALAH

Resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi (akibat)

Isolasisosial sosial(core (coreproblema) problema) Isolasi Harga diri rendah (penyebab)

A. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI 1. Masalah keperawatan Isolasi sosial 2. Data yang perlu dikaji a. Data subyektif 

Klien mengatakan malas berinteraksi



Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

b. Data obyektif 

Mondar mandir tanpa arah



Menyendiri



Mengurung diri



Tidak mau berbicara dengan orang lain



Tidak berinisiatif berhubungan sosial

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Isolasi sosial

V . RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Terlampir

Daftar Pustaka

Stuard. Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Suart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHAULUAN I. KASUS (MASALAH UTAMA) A.Pengertian Waham Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang di pertahankan secara kuat atau terus menerus,tetapi tidak sesuai dengan kenyataan(keliat dan Akemat, 2010). Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,tetapi dipertahankan dan tidak didapat diubah secara logis oleh orang lain. Kenyataan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol ( Depkes RI, 2000). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waham adalah suatu keyakinan yang salah atau tidak sesuai dengan kenyataan tetapi tetap dipertahankan.

II. PROSES TERJADINYA MASLAH Perasaan diancam oleh lingkungan,cemas,merasa sesuatu yang tidak menyenangkan hati.

Mencoba mengingkari ancama dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap kejadiaan.

Indidvidu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan sehingga perasaan,pikiran,dan keinginan negative / tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal.

Individu mencoba memberikan pembenaran / rasional / alas an interpretasi personal tentang realita pada diri sendiri atau orang lain.

A. Faktor Predisposisi Faktor Predisposisi yang mempengaruhi terjadinya waham, yaitu faktor perkembangan, sosial budaya, pisikologis dan genetik. Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi,klien menekan perasaan nya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham. Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menyebabkan timbulnya ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Waham diyakini karna adanya atrofi otak.

B.Faktor Presipitasi Faktor presipitasi terjadinya waham adalah faktor social budaya,biokimia dan psikologis. Waham dapat dipicu karna adanya perpisahan dengan orang yang berarti diasingkan dari kelompok. Dopamin, dan zat halusinogen lainya diduga dapat menyebabkan terjadinya waham pada seseorang. Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan unstuck mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping unstuck menghindari kenyataan yang menyenangkan. c. Jenis Waham 1.Waham kebesaran Individu meyakini bahwa ia memiliki kebebasan atau kekuatan khusus dan diucapkan berulang kali. 2.Waham curiga Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusahha untuk merugikan / mencerdai diri nya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai keyataan.

3.Waham Agama Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. 4.Waham somatic Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. 5.Waham Nihilistik Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia / meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuia dengan kenyataan D. Fase-fase Menurut Yosep (2009),proses terjadinya wahan meliputi 6 fase yaitu: 1.Fase of human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun pisikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status social dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan kebutuhab hidupnya mendorongnya untuk melakukan konpensasi yang salah. Ada juga klien yang secara social dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi.

2.Fase Lack Of self esteem Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal dengan self reality ( kenyataan dengan harapan ) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuan nya.

3.Fase control internal external Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakana adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi mengadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karna kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidup nya, karna kebutuhan tersebut belum terpenuhi secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa suatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karna besar nya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konprontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.

4.Fase envinment support Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai sesuatu kebeneran karna seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kontrol diri dan tidak berfungsi nya norma ( super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

5.Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering di sertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi social ( isolasi social ).

6.Fase improving Apabila tidak adanya konprontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersipat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

A. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Berpikir Logis Persepsi Akurat

Respon Maladaptif Pikiran Sesekali Terdistrosi ilusi

Gangguan pemikiran waham Halusinasi

Emosional konsisten Reaksi emosional berlebihan

Kesulitan pengolahan

dengan Pengalaman

perilaku kacau

atau tidak bereaksi

Perilaku Sesuai

Perilaku aneh atau Penarikan

Berhubungan social

tidak biasa

Isolasi Sosial

F. Mekanisme koping Tidak memiliki kelainan dalam orientasi klien waham spesifik terhadap orang, tempat, waktu. Daya ingat atau kognisi lainya biaanya akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu diperhatikan bila terlihat adanya rencana bunuh diri, membunuh atau melakukan kekerasan pada orang lain. Gangguan proses pikir: waham biasanya diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian konteks dan libik otak. Biar dikarenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan emosional seseorangyang yidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak

mampuan sseseorang dalam memenuhi kebutuhanya. Bila respon lingkungan kurang mendukung terhadap perilakunya kekerasan pada orang lain. III. A. POHON MASALAH Kerusakan Komunikasi Verbal

Gangngguan prosespikir pikir: Waham Prubahan proses : waham

Harga diri rendah

B. MASALAH KEPERAWATAN YANG PERLU DIKAJI 1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul a. Gangguan proses pikir : waham 2. Data yang perlu dikaji a. subjektif: a. klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat b. klien mengatakan bahwa dirinya memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus b. objektif: a. klien terlihat mengoceh tentang pemahaman yang dimilikinya. b. pembicaraan klien cenderung diulang c. isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan. IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan Proses Pikir : Waham.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (Terlampir)

DAFTAR PUSTAKA

Direja . (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Keliat dan Akemat. (2010). model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta : EGC

Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Jakarta : Refika Aditama

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA) Defisit Perawatan Diri Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan aktifitas perawatan diri secara mandiri (Tarwoto dan Wartonah,2000). Personal hygene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, dan kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Poter Perry, 2005). Syndroma kurang perawatan diri adalah keadaan dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktifitas diri yang meliputi makan, mandi, berdandan dan instrumental (Carpenito, 2000).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH A. Faktor Predisposisi Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya defisist perawatan diri dan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi klien adalah faktor perkembangan dimana

keluarga

terlalu

melindungi

dan

memanjakan

klien

sehingga

perkembangan inisiatif terganggu. Faktor biologis dimana penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri. Disamping itu ada faktor sosial yang menyebabkan klien kurang mendapat dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri di lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi letihan kemampuan dalam perawatan diri. Selanjutnya faktor kemampuan realitas turun, dimana klien dengan gangguan jiwa dan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. B. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya motivasi, kerusakan kognitif atau preseptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes, 2009 : 59 : faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah : faktor body image dimana gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. Dan faktor sosial dimana pada masa anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. Faktor sosial ekonomi dimana personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, odol, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Faktor pengetahuan dimana pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena pengetahan yang baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien diabetes melitus harus menjaga kebersihan kuku kakinya. Faktor budaya dimana sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan. Faktor kebiasaan sesorang dimana ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun,dll. Selanjutnya faktor kondisi fisik atau psikis dimana pada keadaan tertentu atau sakit, kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan orang lain. C. Tanda dan Gejala Menurut Depkes, 2000 : tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah : 1. Fisik :  Badan bau, pakaian kotor  Rambut dan kulit kotor  Kuku panjang dan kotor  Gigi kotor dan bau mulut  Penampilan rapi 2. Psikologis :  Malas, tidak ada inisiatif  Menarik diri, isolasi diri  Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina 3. Sosial : 

Interaksi kurang



Kegiatan kurang



Tidak mampu berperilaku sesuai norma



Cara makan tidak teratur, BAK/BAB disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu.

D. Etiologi Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting secara mandiri. E. Akibat 

Dapat berakibat terjadinya resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi.



Semakin sulit membina hubungan dengan orang lain



Dapat memperlambat proses penyembuhan atau pengobatan klien



Klien dapat dikucilkan dalam keluarga maupun masyarakat

F. Jenis-jenis defisit perawatan diri a. Kurang perawatan diri : mandi atau kebersihan adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi atau kebersihan diri. b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian atau berhias adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri. c. Kurang perawatan diri : makan adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan. d. Kurang perawatan diri : toileting adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri (Nurjannah,2004:79). G. Mekanisme Koping a. Regresi adalah kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini. b. Penyangkalan c. Isolasi diri atau menarik diri adalah pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu yang dapat bersifat sementara atau dalam waktu yang lama. d. Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.

III. A. POHON MASALAH Resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi Isolasi Sosial

DPD

HDR

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI 1. Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri 2. Data yang perlu dikaji Data Subyektif 

Klien mengatakan dirinya malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak mau menggosok gigi dan tidak mau memotong kuku.



Klien mengatakan juga tidak mau berhias, tidak mau menggunakan alat mandi atau kebersihan diri.

Data Obyektif 

Klien tampak kotor, rambut kotor



Badan bau



Pakaian kotor



Kuku kaki dan kuku tangan panjang dan kotor



Mulut bau



Gigi kotor



Penampilan tidak rapih

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Defisit Perawatan Diri.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Terlampir

Daftar Pustaka

Carpenito, 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung Poter Perry, 2005. Diagnosa Keperawatan, “ Jakarta : EGC

Tarwoto dan Wartonah,2000. Proses Keperawatan dan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"