https://dokumen.tips/documents/laporan-pendahuluan-cedera-kepala-ringan-ckrpdf.html
Laporan Pendahuluan CEDERAKEPALA RINGAN (CKR) Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat perdarahan dan Pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab peningkatan Tekanan intracranial (TIK). (Brunner & Suddarth, 2002). B.ETIOLOGI 1.Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma: a.Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural. b.Tulang:Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup & terbuka). c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang, berat), difusilaserasi. (Ariefmansjoer,2000). 2.CederaKepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi : a. Oedema otak b. Hipoksia otak c. Kelainan metabolik d. Kelainan saluran nafas e. Syok C. PATOFISIOLOGI Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala terbuka memungkinkan patogen patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Apabila terjadi perdarahan dan peradangan akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. (Elizabeth, J. 2001). D. JENIS JENIS CEDERA KEPALA Terdapat beberapa jenis cedera kepala sebagian langsung menyebabkan kehilangan kesadaran sedangkan yang lain menimbulakan efek yang lambat. Jenis jenis cedera kepala yaitu : 1. Kontusio adalah cedera kepala tertutup ditandai oleh hilangnya kesadaran 2. Hematoma epidura adalah penimbunan darah diatas durameter. 3. Hematoma subdura adalah penimbunan darah dibawah durameter, tetapi diatas membran arachnoid. 4. Perdarahan sub arachnoid adalah akumulasi darah dibawah membran arachnoid, tetapi diatas piameter. 5. Hematoma intra serebrum adalah perdarahan di dalam otak itu sendiri. E. MANIFESTASI KLINIS 1. Pada kontusio kehilangan kesadaran segera pada hematoma, kesadaran mungkin hilang atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. 2. Abnormalitas pupil 3. Pola nafas dapat muncul segera progressif menjadi abnormal. 4. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan TIK. 5. Dapat timbul muntah akibat peningkatan TIK
6. Mungkin timbul gangguan penglihatan dan pendengaran serta disfungsi sensori. (Elizabeth, J. 2001). F. KOMPLIKASI Komplikasi yang muncul dari CKR yaitu dapat menyebabkan kemunduran pada kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progressif dan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera kepala. Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium bau bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi). (Brunner & Suddarth, 2002). G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostik tengkorak dengan sinar X dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau hematoma. CT Scan atau MRI dapat dengan cermat menentukan letak dan luas cedera. (Elizabeth, J. 2001). H. PENATALAKSANAAN 1. Kontusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring. 2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi hematoma searah bedah. 3. Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotik 4. Pemberian diuretik obat inflamasi. PROSES KEPERAWATAN Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, dan memulihkan kesehatan. Proses keperawatan adalah salah satu alat bagi perawat untuk memecahkan masalah yang terjadi pada pasien. Proses keperawatan mengandung unsur unsur yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Perawat dan klien membutuhkan proses asuhan keperawatan, merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil dari asuhan keperawatan Hidayat Alimul. A. A, (2002). Olehnya itu perlu melaksanakan pendokumentasian keperawatan untuk memperoleh data yang lengkap dengan menggunakan langkah secara sistematis terdiri dari : A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah suatu upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Tahapan ini mencakup 3 kegiatan yaitu pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan Zaidin Ali, (2001). Riwayat kesehatan meliputi pertanyaan berikut ini : 1. Kapan cedera terjadi ? 2. Apa penyebab cedera ? peluru kecepatan tinggi ? objek yang membantu kepala ? jatuh ? 3. Dimana arah dan kekuatan pukulan ?
4. Apa ada kehilangan kesadaran ? apa durasi periode tidak sadar ? dapatkah pasien dibangunkan ? riwayat tidak sadar atau amnesia setelah cedera kepala menunjukkan derajat kerusakan otak yang berarti diman perubahan selanjutnya dapat menujukkan pemulian atau terjadinya kerusakan otak sekunder. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai sesorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesahatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial (NANDA 1990). diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat. Perumusan diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah. Untuk memudahkan dalam mendokumentasikan diagnosa keperawatan harus diketahui beberapa tipe diagnosa keperawatan yaitu : diagnosa tipe keperawatan actual, risiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera serta sindrom. Hidayat Alimul. A. A, (2002). Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin timbul meliputi : 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan akumulasi cairan pada otak. 2. bersihan jalan nafas dan ventilasi tidak efektif berhubungan dengan hipoksia. 3. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan metabolisme pembatsan cairan dan asupan yang tidak adekuat. 4. resiko terhadap kecelakaan yang diharapkan pada diri sendiri atau orang lain berhubungan dengan disorientasi, gelisah dan kerusakan otak. 5. Kurang pengetahuan tentang proses rehabilitasi C. INTERVENSI KEPERAWATAN Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah klien. Hidayat Alimul. A. A, (2002) 1. Pertahankan tingkat kesadaran Salah satu tujuan dalam merawat pasien cedera kepala yaitu mempertahankan tingkata kesadaran untuk mengetahui perkembangan motorik sensorik dapat melaporkan tidak adanya atau menurunnya berat sakit kepala dan dapat mendemostrasikan tidak adanya perbaikan kognitif dan tanda perbaikan TIK. 2. Mempertahankan jalan nafas Salah satu tujuan keperawatan yang paling penting dalam merawat pasien cedera kepala adalah membangun dan mempertahankan jalan nafas adekuat, otak sangat sensitif terhadap hipoksia dan penurunan neurologik yang dapat memburuk jika pasien hipoksia. 3. Memantau keseimbangan cairan dan elektrolit. Kerusakan otak dapat menghasilkan disfungsi hormonal dan metabolik, pemantauan terhadap konsentrasi elektrolit serum adalah penting terutama pada pasien yang mendapat diuretik osmotik sehingga sekresi hormon mengalami diabetes insipidus.
4. Memberi nutrisi adekuat Cedera kepala menybabkan perubahan metabolisme yang meningkat, konsumsi kalori dan eksresi nitrogen, terapi steroid juga meningkat, status katabolisme sehingga bila keadaan pasien stabil segera diberikan makanan melalui pipa nasogastrik. 5. Pendidikan pasien dan keluarga serta pertimbangan perawatan dirumah D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tindakan keperawatan adalah tindakan yang diberikan oleh perawat kepada klien dengan tujuan mengatasi masalah yang terjadi pada manusia dengan berdasar kepada perencanaan yang telah dibuat pada catatan intervensi Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan. Untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif, dituntut pengetahuan dan keterampilan yang luas dari tenaga perawat untuk memberikan pelayanan perawatan yang baik dan bermutu yang telah ditentukan dan direncanakan. a. Melaksanakan rencana keperawatan. Segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar atau pedoman dalam intervensi perawatan. b. Mengidentifikasikan reaksi / tanggapan klien Dalam mengidentifikasi reaksi / tanggapan klien dituntut upaya yang tidak tergesa gesa, cermat dan teliti, agar menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan yang diberikan. Dengan melihat akan sangat membantu perawat dalam mengidentifikasikan rekasi klien yang mungkin menunjukkan adanya penyimpangan penyimpangan. c. Mengevakuasi tanggapan / reaksi klien. Dengan cara membandingkan terhadap syarat syarat dengan hasil yang diharapkan. Langkah ini merupakan langkah yang pertama yang dipenuhi bila perawat telah mencapai tujuan. Syarat yang kedua adalah intevensi dapat diterima oleh klien. E. EVALUASI Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi membeerikan informasi sehingga memungkinkan revisi perawatan. Hidayat Alimul. A. A, (2002) Disamping evaluasi merupakan proses yang kontinue untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawat yang diberikan, dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan kefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Yang perlu dievaluasi adalah sebagai berikut : a. Apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum. b. Apakah masalah yang ada sudah terpecahkan atau belum. c. Apakah perlu pengkajian kembali. Hasil yang diharapakan : 1. Mencapai atau memperthankan tingkat kesadaran agar membaik serta fungsi sensorik dan motoriknya. 2. Mencapai atau mempertahankan latihan jalan nafas yang efektif, ventilasi dan
oksigenasi otak agar tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi nafas normal saat diauskultasi. 3. Agar tercapainya keseimbangan cairan dan elektrolit yang memuaskan a. Memperlihatkan elektrolit serum dalam nilai normal. b. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan hidrasi. 4. Mencapai status nutrisi yang adekuat a. Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat diaspirasi sebelum pemberian makan melalui cairan lambung b. Bebas dari distensi lambung dan muntah. c. Memperlihatkan penurunan berat badan minimal 5. Pasien dan anggota keluarga berpartisipasi dalam proses rehabilitas DAFTAR PUSTAKA 1. Arief mansjoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta FKUI. 2. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah. Edisi 8, Vol . 3, jakarta, EGC. 3. Doengoes. E. marlynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC. 4. Elisabeth j.corwin,2001 buku saku patofisiologi.jakarta EGC
https://docplayer.info/72885825-Laporan-pendahuluan-cedera-kepala-ringan-ckr.html
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA RINGAN (CKR) LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA RINGAN OLEH: ELLA MARTHA LAUDYA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG 2015 LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASKEP CEDERA KEPALA RINGAN 1.KONSEP TEORI 1. 1 PENGERTIAN Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (mutaqin,2008). Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek skunder dari trauma yang terjadi (price,1985) Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunnya kesadaran sementara,mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lain (smeltzer,2002). Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran,mengeluh pusing dan nyeri kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi(mansjoer,2009). Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit.tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma. Cidera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. 1. 2 ETIOLOGI Kecelakaan lalu lintas Jatuh
Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vakum Pukulan Cidera olah raga Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya (mansjoer,2000) 1. 3 MANIFESTASI KLINIS Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit TTV DBN atau menurun Setelah sadar timbul nyeri Pusing Muntah GCS : 13-15 Tidak terdapat kelainan neurologis Pernafasan secara progresif menjadi abnormal Respon pupil lenyap atau progresif menurun Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap (mansjoer,2000) 1. 4 PATHWAY 1. 5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CT-Scan : mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventikuler,pergeseran jaringan otak. Angigrafi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serbral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,perdarahan dan trauma. X-Ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya patologis.
BAER (Basic Auditori Evoker Respon) : menentukan fungsi korteks dan batang otak. PET (Position Emission Tomniograpi) :menunjukkan aktifitas metabolisme pada otak. Punksi lumbal css : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental. Analisa gas darah : menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan. 1. 6 KOMPLIKASI Kemunduran kondisi Defisit neurologi Defisit psikologi 1. 7 PENATALAKSANAAN MEDIS Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari muntahan,perdarahan dan debris. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak.jika tidak berikan oksigen melalui masker.oksigen minimal 95% jika klien tidak memperoleh oksigen yang adekuat (PaO2 >95% dan PaCO2 <40%mmHG serta saturasi O2 >95% ) atau muntah maka klien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anastesi. Menilai sirkulasi : hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya,perhatikan cedera intraabdomen dan dada. Obati kejang : berikan diazepam 10mg intra vena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x jika masih kejang.bila tidak berhasil berikan penitoin 15mg/kg BB. Untuk cidera kepala terbuka diperlukan antibiotik. Tirah baring. 2.KONSEP ASKEP 2. 1
PENGKAJIAN 2.1.1 PENGKAJIAN DATA A. Identitas klien Nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan. Terdapat identitas lengkap penderita CKR B. Keluhan utama Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran. C. Riwayat penyakit sekarang Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala yang akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit kepala, lemah, liquor dari hidung dan telinga serta kejang. D. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-obatan. E. Riwayat penyakit keluarga Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM 2.1.2 PENGKAJIAN POLA AKTIFITAS SEHARI-HARI A. Pola makan atau cairan Kaji pola nutrisi sebelum MRS dan saat MRS biasanya pada klien CKR timbul mual dan muntah serta mengalami selera makan B. Pola istirahat tidur Kaji perubahan pola tidur sebelum dan saat sakit. Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat tidur karena nyeri dan ansietas C. Pola eliminasi Kaji bagaimana pola defekasi sebelum dan saat sakit D. Pola katifitas dan latihan Klien dengan CKR biasanya mengalami kelemahan, letih, dan terkadang terjadi perubahan kesadaran. E. Pola presepsi dan konsep diri Kaji bagaimana klien mamandang dirinya serta penyakit yang dideritanya F. Pola peran hubungan kaji bagaimana peran dan fungsi serta hubungan dengan masyarakat G. Pola nilai dan kepercayaan Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap penyakit yang dialami klien H.
Pola kebersihan diri Kaji bagaimana tidankan klien dalam menjaga kebersihan dirinya. 2.1.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum penurunan kesadaran pada CKR umumnya GCS 13-15. B. BREATHING Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. C. BLOOD: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). . BRAIN Cidera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan TIK yang disebakan adanya perdarahan . Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan. Pengkajian fungsi cerebral : status mental,fungsi intelektual,lobus frontalis, hemisfer. Pengkajian saraf kranial : o Saraf I : kelainam pada penciuman o Saraf II : kelainan pada lapang pandang o Saraf III,IV,VI : gangguan mengangkat kelopak mata o Saraf V : gangguan penurunan kemampuan kordinasi gerakan mengunyah o Saraf VII : presepsi pengecapan mengalami perubahan o Saraf VIII : perubahan fungsi pendengaran o Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut o Saraf XI : mobilitas leher tidak ada gangguan o Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan.
E. BLADER Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. F. BOWEL Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi. G. BONE Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
2.2 Diagnosa keperawatan A. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebi B. Intake nutrisi tidak adekuat berhubungan dengan mual muntah C. Gangguan pola nafas berhubungan dengan difusi oksigen terhambat D. Resiko gangguan intregitas kulit berhubungan dengan tirah baring lama E. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK 2.3 Interfensi keperawatan A. DXI Tujuan : perfusi jaringan serebral kembali normal kriteria hasil (KH) : o vital sign membaik o fungsi motorik dan sensorik membaik Intervensi : o monitor vital sign R/ mengetahui adanya resiko peningkatan TIK o monitor status neurologi dan haemodinamik R/ memantau perkembangan keadaan o posisikan kepala klien head up 30 derajat R/ mengurangi edema cerebri o
kolaborasi pemberian manitol sesuai advice dokter R/ menutrisi otak B. DX II Tujuan : intake nutrisi adekuat kriteria hasil (KH) : o Makan sesuai porsi yang disediakan o Mual muntah (-) intervensi : o Kaji makanan kesukaan klien R/ meningkatkan nafsu makan klien o Anjurkan makan dengan porsi sedikit namun sering R/ menghindari mual muntah o Kolaborasi pemberian antiemetik R/ menghilangkan mual dan muntah C. DX III Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola nafas kriteria hasil (KH) : o Memperlihatkan pola nafas efektif o Tidak menggunakan otot bantu pernafasan intervensi : o monitor vital sign R/ memantau keadaan klien o berikan posisi semi foler R/ memudahkan ekspansi paru o ajarkan teknik nafas dalam R/ mencegah atau menurunkan atelektasis o kolaborasi pemberian oksigen R/ mencegah hipoksia. D. DX IV Tujuan : klien mampu mempertahankan keutuhan
kriteria hasil (KH) : o Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka, kulit kering. Intervensi : o Anjurkan untuk melakukan latihan ROM R/ meningkatkan aliran darah ke semua tubuh o Ubah posisi setiap 2 jam R/ menghindar tekanan dan meningkatkan aliran darah o Bersihkan dan keringkan kulit.jaga linen tetap kering R/ meningkatkan integritas kulit. E. DX V Tujuan : Nyeri teratasi Kriteria Hasil (KH) : o Klien tidak mengeluh nyeri o TTV normal o Grimace (-) Intervensi : o Observasi TTV R/ mengetahui perkembangan keadaan klien o Observasi nyeri R/ mengetahui jenis nyeri yang dirasakan o Berikan suasana lingkungan yang nyaman R/ mempercepat penyembuhan o Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi R/ mengurangi nyeri secara non farmakologis o Kolaborasi pemberian analgetik R/ mengurangi nyeri secara farmakologis Daftar Pustaka o Arief Mutaqin .(2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persyarafan, jakarta : salemba medika. o Price A, sylvia.(1994). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta :
EGC. o Mansjoer arif.M.(2000).Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: media aeusculapius. o Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.(2000), buku ajar keperawatan medikal bedah burrner dan suddarth (ed.8,vol.1,2),alih bahasa oleh agung waluyo....(dkk).EGC.jakarta.
http://asuhankeperawatandankasus.blogspot.com/2012/11/ckr-cidera-kepala-ringan.html
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Trauma kepala atau cedera kepala merupakan kasus yang sangat sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Cedera kepala bisa terjadi pada semua orang tanpa kecuali, misalnya terjatuh dari tempat tidur, terpeleset, terjatuh dari pohon maupun tepukul oleh temannya ketika bertengkar. Cedera kepala yang sering terjadi pada orang dewasa karena kecelakaan lalu lintas. Terjatuh dari sepeda motor, tabrakan, kepala terbentur bagian dari mobil karena mobil yang dinaiki menabarak atau terjungkal dan lain sebagainya Karena seringnya terjadi trauma kepala pada orang yang mengendarai sepeda motor ketika kecelakaan, maka akhirnya diwajibkan siapa saja yang mengendarai sepeda untuk menggunakan helm sebagai pelindung kepala. Namun masih banyak yang menggunakan helm hanya sekedar sebagai syarat untuk mentaati peraturan lalu lintas yaitu dengan memakai helm yang kurang memenuhi syarat maupun tali helm yang tidak terikat ketika dipakai sehingga ketika terjadi kecelakaan lalu lintas masih terjadi cedera kepala yang berat. Pada umumnya kematian pada trauma kepala terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh. Faktor-faktor yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP. Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh. 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
Sebagai bagian dari perkuliahan kegawat daruratan dan untuk memenuhi penugasaan yang diberikan kepada mahasiswa. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan secara terperinci mengenai ASKEP trauma kepala Makalah ini juga dibuat dengan tujuan untuk membantu mahasiswa untuk mengetahui secara dalam mengenai trauma kepala Makalah ini juga menjelaskan tentang berbagai aspek mengenai trauma kepala yang meliputi patologi serta asuhan keperawatannya Makalah ini juga membantu mahasiswa untuk membuat suatu asuhan keperawatan yang baik dan benar.
1.3 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan serta mengetahui ruang lingkup dalam karya tulis ini, maka karya tulis ini di bagi menjadi bab-bab dengan rincian sebagai berikut: : PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan dengan uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan, latar belakang, sistematika penulisan. : ISI Pada bab ini berisi tentang patologi dan ASKEP lengkap yang berhubungan dengan trauma kepala penjelasan secara rinci. : PENUTUP Dalam bab ini berisikan kesimpulan seluruh pembahasan mengenai trauma kepala dan saran kepada pembaca. BAB II
BAB I
BAB II
BAB III
Tinjauan Teori
2.1 Definisi Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008). Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001). 2.2 Etiologi Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah : a.
Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c.
Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga e.
Benturan langsung pada kepala.
f.
Kecelakaan industri.
2.3 Klasifikasi CEDERA KEPALA Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut: 1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ). 2.
Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut : -
Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
-
Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.
2.4 Glasgow Coma Seale (GCS) Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata. Skala GCS :
Membuka mata :
Motorik :
Spontan
4
Dengan perintah
3
Dengan Nyeri
2
Tidak berespon
1
Dengan Perintah
6
Melokalisasi nyeri
5
Menarik area yang nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi
2
Tidak berespon
1
Verbal :
Berorientasi
5
Bicara membingungkan
4
Kata-kata tidak tepat
3
Suara tidak dapat dimengerti
2
Tidak ada respons
1
2.5 Anatomi Kepala 1. Kulit kepala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi. 2. Tulang kepala Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter. -
Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
1. Melindungi otak. 2
Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna. -
Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.
-
Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena.
4. Otak. Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma. Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial). 5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. 2.6 Jenis-Jenis Cedera Kepala 1. Fraktur tengkorak Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini. 2. Cedera otak dan gegar otak Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien
mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi dan hemoragi. 3. Komosio serebral Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi. 4. Kontusio cerebral Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%). 5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi ) Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak. 6. Hemotoma subdural Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh truma
tetapi
dapat
juga
terjadi
kecenderungan
pendarahan
dengan
serius
dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik. -
hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau lasersi.
-
Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
-
Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik. 8. Hemorasi infracerebral. Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba. 2.7 Manifestasi Klinis. 1. Nyeri yang menetap atau setempat. 2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial. 3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung). 4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah. 5. Penurunan kesadaran. 6. Pusing / berkunang-kunang. 7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 8. Peningkatan TIK 9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas 10.Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan 2.8 Patofisiologi Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua: 1. Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi: Gegar kepala ringan Memar otak Laserasi 2. Cedera kepala sekunder Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti: Hipotensi sistemik Hipoksia Hiperkapnea Udema otak Komplikai pernapasan Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PAhtway
Cidera kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme Cidera otak primer Cidera otak sekunder Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak
Gangguan autoregulasi
Aliran darah keotak
rangsangan simpatis
Stress
tahanan vaskuler
katekolamin
Sistemik & TD O2 ggan metabolisme
tek. Pemb.darah Pulmonal
sekresi asam lambung
Mual, muntah
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan kapiler
Ggan perfusi jaringan
oedema paru cardiac out put
Cerebral Difusi O2 terhambat
Asupan nutrisi kurang
Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea
Mekanisme Cedera Kepala Menurut tarwoto (2007) mekanisme cedera memegang peranan yang sangat sadar dalam berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera kepala dapat dibagi menjadi : a.
Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar batu.
b.
Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
c.
Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
a. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J. Wahjoepramono (2005 : 90) antara lain : b. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia. c.
Edema Serebral Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan otak.
d. Peningkatan Tekanan Intra Kranial Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri. e.
Herniasi Jaringan Otak Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi akhirnya tidak
dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada. f.
Infeksi Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses otak.
g. Hidrisefalus Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.
Penatalaksanaan Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup. Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal 1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang
collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi. 2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi 3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang
jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. 4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mulamula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB 5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB 6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal 7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat : -
Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
-
Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
-
Lakukan CT scan
Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya : 1. Hematoma epidural 2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema cerebri 5. Pergeseran garis tengah 6. Fraktur kranium 8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan : -
Elevasi kepala 30
-
Hiperventilasi
-
Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
-
Pasang kateter foley
-
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo) Pengkajian 1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a.
Aktifitas dan istirahat :
merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
:
- Perubahan kesadaran, letargi `
-
hemiparese
- ataksia cara berjalan tidak tegap - masalah dlm keseimbangan - cedera/trauma ortopedi - kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi :
-
Perubahan tekanan darah atau normal - Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi
bradikardia disritmia c.
Integritas ego :
Perubahan tingkah laku atau kepribadian :
Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
d. Eliminasi :
Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e.
f.
Makanan/cairan :
Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
:
Muntah,gangguan menelan
Neurosensori :
- Kehilangan
kesadaran
sementara,amnesia
seputar
kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran - Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman :
- Perubahan kesadran bisa sampai koma - Perubahan status mental - Perubahan pupil - Kehilangan penginderaan - Wajah tdk simetris - Genggaman lemah tidak seimbang - Kehilangan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan ;
sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
:
Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg hebat,merintih
h. Pernafasan : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,mengi i.
Keamanan :
Trauma baru/trauma karena kecelakaan
:
- Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan -
Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar
telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung - Gangguan kognitif - Gangguan rentang gerak - Demam 2. Prioritas Keperawatan a) Memaksimalkan perfusi serebral b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi c) Mengoptimalkan fungsi otak d) Menyokong proses koping e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit 2.9 Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi: -
Kaji Airway, Breathing, Circulasi
-
Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
-
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir
-
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas
-
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
-
oksigen sesuai program.
2.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi : Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan
-
vena jugularis. -
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:
-
Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan)
-
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver
-
Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
-
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
-
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
-
Monitor intake dan out put.
-
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
-
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
-
Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu. Intervensi : -
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
-
Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
-
Perawatan kateter bila terpasang.
-
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
-
Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan klien.
4.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi :
-
Kaji intake dan out put.
-
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
-
Berikan cairan intra vena sesuai program.
5.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala. Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri, dan tandatanda vital dalam batas normal. Intervensi :
-
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin. Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri. Kurangi rangsangan. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program. Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur. Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi. 6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi : -
Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
-
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
-
Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.
-
Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
-
Berikan analgetik sesuai program.
BAB III TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian Tanggal Pengkajian Tanggal Masuk Ruang
: 2 Juli 2012 : 1 Juli 2012 : Melati
Nomor Register
: 10775609
Diagnosa Medis
: Cedera Kepala Ringan (CKR)
1. Identitas Klien Nama Klien : Tn. A Jenis Kelamin : Laki - laki Usia : 25 tahun Status Perkawinan : belum menikah Agama : Islam Pendidikan : STM Bahasa : bahasa indonesia Pekerjaan : Swasta Alamat : Gunung putri Bogor Sumber biaya : Pribadi Sumber informasi : Klien dan keluarga 2. Resume Tn. A laki-laki tahun dibawa ke ruang IGD pada tanggal 1Juli 2012 jam 09.50 dengan dengan keadaan umum lemah, kesadaran composmentis. Pingsan (-), muntah (-) luka robek didagu (+), Perut tebentur stang motor(+), Hasil observasi TTV klien menunjukan TD: 110/80 mmHg, N: 102 x/menit, suhu:360C dan hasil pemeriksaan lab tgl 1 Juli 2012 darah menunjukan Hb:14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 16800/ul, trombosit: 280.000 L/ul dengan. masalah keperawatan yang ditemukan adalah: Resiko infeksi berhubungan dengan adanya trauma jaringan. Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan adalah: beri kompres hangat, observasi vital sign. Tindakan kolaborasi yang dilakukan adalah pemasangan IVFD RL 30tpm, oksigen 3liter, ranitidin 1amp, ketorolac, pasang NGT dan DC. Evaluasi : tidak terjadi infeksi yang berkelanjutan. 3. a. 1) b. 1) 2) 3) c.
Riwayat keperawatan Riwayat kesehatan sekarang. Keluhan utama : pusing Riwayat kesehatan masa lalu. Riwayat penyakit sebelumnya : tidak ada Riwayat alergi : tidak ada Riwayat pemakaina obat : tidak ada Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko: Tidak ada
d. 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Riwayat psikososial dan spiritual Orang terdekat dengan klien : kakak klien Masalah yang mempengaruhi klien : tidak dapat bekerja Mekanisme koping terhadap stress : tidur Persepsi klien terhadap pemyakitnya : ingin cepat sembuh agar dapat bekerja kembali System nilai kepercayaan : berdoa, sholat dan mengaji Kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini : Kondisi lingkungan baik
7) Pola kebiasaan Hal Yang Dikaji 1. Pola nutrisi a. Frekuensi makan b. Nafsu makan Alasan c. Porsi makan yang dihabiskan d. Makanan yang tidak disukai e. Makanan yang membuat alergi f. Makanan pantangan g. Makanan diet h. Pengunaan obat sebelum makan i. Penggunaan alat bantu
Pola Kebiasaan Sebelum sakit / Di Rumah Sakit selelum di RS
Tidak ada Tidak ada
puasa Tidak baik Mual+muntah Puasa Tidak ada Tidak ada Tidak ada puasa Tidak ada Ya
5-6 Kuning jernih Tidak ada Tidak ada
400cc Kuning keruh Tidak ada Tidak ada
1 Tidak tentu kuning Lunak Tidak ada Tidak ada
Belum bab Tidak ada Tidak
2 Pagi dan sore
Belum mandi -
2 Pagi dan sebelum tidur
Belum oral hygine -
c. Cuci rambut 1) Frekuensi
1x/hari
Belum cuci rambut
4. Pola istirahat dan tidur a. Lama tidur siang b. Lama tidur malam
1-2jam 6-8 jam
±1jam ±4jam
2. a. 1) 2) 3) 4) b. 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Pola eliminasi B.A.K Frekuensi Warna Keluhan Penggunaan alat bantu B.A.B Frekuensi Waktu Warna Konsistensi Keluhan Penggunaan laxative
3. a. 1) 2) b. 1) 2)
Pola Personal Hygiene Mandi Frekuensi Waktu Oaral Hygiene Frekuensi Waktu
3 Baik 1 Tidak ada Tidak ada
Pola Kebiasaan Sebelum sakit / Di Rumah Sakit selelum di RS
Hal Yang Dikaji
5. a. b. c. d. e.
Pola aktifitas dan latihan Waktu bekerja Olahraga Jenis olahraga Frekuensi Keluhan dalam aktifitas
6. a. 1) 2) 3) b. 1) 2) 3)
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan Merokok Frekuensi Jumlah Lama pemakaian Minuman keras/NABZA Frekuensi Jumlah Lama pemakaian
4. a. 1) 2) 3) 4)
Pengkajian Fisik Pemeriksaan fisik umum Berat badan : 50 kg Tinggi badan : 167 cm Keadaan umum : ringan Pembesaran kelenjar getah bening
Pagi Ya Sepak bola 1x/minggu Tidak ada
-
Ya 3x 5 batang 2 tahun Tidak
-
(sebelum sakit:) 50 kg
: tidak
b. System penglihatan 1) Posisi mata : simetris 2) Kelopak mata : normal 3) Pergerakan bola mata : normal 4) Konjungtiva : merah muda 5) Kornea : normal 6) Sclera : anikterik 7) Pupil : isokor 8) Otot-otot mata :tidak ada kelainan 9) Fungsi penglihatan : baik 10) Tanda-tanda radang ; tidak ada 11) Pemakaian kaca mata : tidak 12) Pemakaian lensa kontak : tidak 13) Reaksi terhadap cahaya : normal
c. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
System pendengaran Daun telinga ; normal Karakteristik serumen : tidak ada Kondisi telinga tengah : normal Cairan pada telinga : tidak ada Perasaan penuh di telinga : tidak Titinus : tidak ada Fungsi pendengaran : normal Gangguan keseimbangan : tidak ada Pemakaian alat bantu : tidak ada
d. System wicara: normal e. System pernafasan 1) Jalan nafas : bersih 2) Pernafasan ; sesak 3) Penggunaan otot bantu : tidak 4) Frekuensi ; 34x/menit 5) Irama : teratur 6) Jenis pernafasan : kusmaul 7) Kedalaman : dangkal 8) Batuk ; tidak 9) Sputum : tidak 10) Konsistensi : tidak 11) Terdapat darah : tidak 12) Palpasi dada : tidak ada nyeri 13) Perkusi dada : redup 14) Suara nafas : vesikuler 15) Penggunaan alat bantu nafas : ada
f. 1) a. b. c. d. e. f. g. 2) a) b) c) d) g. 1) 2)
System kardiovaskular Sirkulasi perifer Nadi : 102 x/ menit Tekanan darah : 110/70 mmHg Distensi vena jugularis : tidak Temperature kulit : hangat Warna kulit : kemerahan Pengisian kapiler : < 3 detik Edema : tidak ada Sirkulasi jantung Kecepatan denyut apical: 102 x/menit Irama : teratur Kelaianan bunyi jantung: tidak ada Sakit dada : tidak System hematologi Pucat : tidak Perdarahan : tidak
h. Sisitem saraf pusat 1) Keluhan sakit kepala : tidak 2) Tingkat kesadaran : somnolent 3) GCS : E: 3 M: 6 4) Tanda-tanda PTIK : tidak ada 5) Pemeriksaan reflex : positf i. System pencernaan 1) Gigi : terdapat caries 2) Penggunaan gigi palsu : tidak 3) Stomatitis : tidak 4) Lidah kotor : ya 5) Salifa : normal 6) Muntah : tidak 7) Nyeri daerah perut : tidak 8) Bising usus : 15x/menit 9) Hepar : tidak teraba 10) Abdomen : distensi j.
System endokrin Pembesaran kelenjar tiroid Nafas bau keton
V: 5
: tidak ada : tidak
k. System urogenital Balance cairan : + 1810 ml intake: 4900 Perubahan pola kemih : tidak ada Warna bak : merah pink Distensi kandung kemih : tidak Keluhan sakit pinggang : tidak ada
output: 3090
l.
System integlumen Turgor kulit : tidak elastis Temperature kulit : hangat Warna kulit : kemerahan Keadaan kulit : baik Kelainan kulit : tidak ada Kondisi kulit daerah pemasangan infuse : baik tidak ada plebitis Keadaan rambut : tekstur baik, terdapat ketombe
m. System musculoskeletal Kesulitan dalam pergerakan : tidak ada Sakit pada tulang, sendi, kulit : tidak Fraktur : tidak ada Kelainan bentuk tulang sendi : tidak Kelainan bentuk tulang belakang: tidak
Keadaan tonus otot : baik Kekuatan otot
: 4444 4444
4444 4444 5. Data Penunjang Hasil lab tanggal 1Juli 2012 : Hb: 14,3 g/dl, Ht: 43,9%, leukosit: 4870 L/ul, trombosit: 280000 L/ul, masa perdarahan: 2, masa pembekuan: 10, GDS:139, ureum: 21mg/dl, kreatinin: 0,99mg/dl, SGOT 10, SGPT 19. Hasil lab tanggal 2 Juli 2012 : Hb: 15,2 g/dl, leukosit: 18100/ul, trombosit: 285000,Ht: 45,2%, Hasil lab urin tanggal 2 Juli 2012: warna: kuning, kejernihan: agak keruh, PH: 6,0, Bj: 1,025, Albumin(-), Glukosa (-), Urobilinogen 0,2, bilirubin(-), keton (-), darah +3, nitrit (-), eritrosit: 25-30, Leukosit 5-8, epitel (+), kristal (-), silinder (-), Bakteri (+) 6. Penatalaksanaan Terapi O2 3liter Terpasang DC dan NGT Infus RL 30tpm dan Glukosa 5% 30tpm Ranitidin Ketorolac 3x1 Kaltrofen Proris supos
B.
Analisa Data No 1 DS: -
-
Data
Klien mengatakan sesak Klien mengatakan selang NGT membuat sesak Klien mengatakan merasa sesak setelah terpasang selang NGT DO:
Masalah Tidak efektinya
Etiologi Depresi pada
pola napas
pusat napas otak
Resiko Infeksi
Trauma jaringan
Klien terlihat menggunakan otot bantu napas Irama napas teratur Cepat dan dangkal Ttv : td: 10070mmhg Sh: 38,7°c RR: 42x/mnt Nd: 84x/mnt Klien terlihat tepasang oksigen 3liter DS:
DO: 2 -
Td:110/70 mmhg Nd:84 x/menit Sh:37 c RR: 42x/menit Cairan NGT berwarna hijau Muntah klien berwarna hijau Data Leb:tgl 01-07-2012 Leukosit=16800 Data Leb:tgl 02-07-2012 Leukosit=18100 Urin:tgl 02-07-2012 Kejernihan agak keruh PH=6,0 Bakteri=positif DS:
-
Klien mengatakan lemas Klien mengatakan sesak Klien mengatakan pusing DO
No 3
Data
Masalah
Etiologi
GCS 13 TTV td: 100/70mmhg Sh: 38,7°C Nd: 84x/mnt RR: 42x/mnt Terpasang O2 3liter Klien membuka mata bila diberi rangsangan Motorik klien dapat melawan tahanan Verbal berbicara membingungkan Kesadaran: somnolen Gangguan perfusi jaringan
Perubahan metabolik
C.
Diagnosa Keperawatan( sesuai prioritas) NO Diagnosa keperawatan Tanggal
Tanggal teratasi
Nama jelas
ditemukan 1
Tidak efektif Pola nafas b.d
2 Juli 2012
depresi pada pusat napas otak
2
Gangguan perfusi jaringan b.d perubahan metabolik
2 Juli 2012
Resiko infeksi b.d adanya 3
trauma jaringan 2 Juli 2012
D. Tgl
Perencanaan Keperawatan N Diagnose Tujuan dan criteria o
keperawatan
hasil
02 - 1
Tidak efektif
setelah dilakukan -
07-
Pola nafas
tindakan
201
berhubungan
keperawatan
2
dengan depresi
2x24jam
pada pusat napas
diharapkan pola
otak ditandai
napas
dengan:
efektif/normal
DS:
KH:
Klien mengatakan sesak Klien mengatakan selang NGT membuat sesak Klien
Mempertahankanpola napas normal/efektif Tidak ada sianosis Tidak ada sesak napas -
-
-
-
-
Rencana tindakan
Rasional
Pantau frekuensi,irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan Catat kompetensi refleksi gangguan/menelandan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal/ menandakan lokasi/ luasnya keterlibatan otak
-
Untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
Anjurkan pasien untuk melakukan
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi. Penting untuk pemeliharaan jalan napas
Tgl
N
Diagnose
Tujuan dan criteria
o
keperawatan
hasil
mengatakan merasa sesak setelah terpasang selang NGT DO: -
-
Klien terlihat menggunakan otot bantu napas Irama napas teratur Cepat dan dangkal Ttv : td: 10070mmhg Sh: 38,7°c RR: 42x/mnt Nd: 84x/mnt Klien terlihat tepasang oksigen 3liter
-
-
-
-
Pertahankan posisi kepala yang sejajajr dan tidak menekan
-
Hindari batuk yang berlebihan, muntah, menegdan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan -
perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan -
Ditandai dengan: DS: Klien mengatakan
-
Rasional menyumbat jalan napas Mencegah/ menurunkan atelektasis
Untuk mengidentifikasi masalah paru seperti atelektasis
Monitor dan catat status neurologis dengan metode GCS Monitor tandatanda vital taip 30menit
-
Gangguan
-
napas dalam yang efektif jika pasien sadar Auskultasi suara napas. Perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tidak normal Berikan oksigen -
.
metabolik
Rencana tindakan
Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang Perhatikan adanya gelisah yang
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu pencegahan hipoksia
Menentukan pemulihan tingkat keasadaran Mempertahankan aliran darah keotak Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vea jugularis
Dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan intrakranial
Tgl
N
Diagnose
Tujuan dan criteria
o
keperawatan
hasil
lemas Klien mengatakan sesak - Klien 2 mengatakan pusing DO: -
0207201
-
2 -
-
-
GCS 13 TTV td: 100/70mmhg Sh: 38,7°C Nd: 84x/mnt RR: 42x/mnt Terpasang O2 3liter Klien membukamata bila diberi rangsangan Motorik klien dapat melawan tahanan Verbal berbicara membingungkan Kesadaran: somnolen
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan mempertahankan
biasa/ perbaikan
-
dan fungsi motorik/ sensorik
-
KH: Mendemonstra sikan tanda-tanda vital stabil dan ada tidaknya peningkatan TIK
-
-
berhubungan dengan adanya
meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai Batasi pemberian cairan sesuai indikasi
Rasional
Kejang dapat terjadi dari akibat iritasi otak, hipoksia dan kejang dapat meningkatkan TIK
tingkat kesadaran
-
Resiko infeksi
Rencana tindakan
-
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Berikan aseptik dan antisept
Petunjuk non verbal mengindikasikan adanya peningkatan TIK/ adanya tandatanda nyeri
pertahankan teknik cuci tangan yang baik Observasi daerah- Menghindari edema serebal kulit yang mengalami kerusakan, catat karakteristik dari adanya inflamasi - Menurunkan hipoksemia yang Pantau suhu tubuh mana dapat meningkatkan secara teratur dilatasi Observasi warna/ kejernihan urin, catat adanya bau busuk( tidak enak) Batasi pengunjung yang dapat menularkan- Cara pertama untuk menghindari infeksi terjadinya infeksi nosokomial Kolaborasi: Berikan antibiotik sesuai indikasi
Deteksi dini perkembangan infeksi, memungkinkan melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya
Tgl
N
Diagnose
Tujuan dan criteria
o
keperawatan
hasil
Rencana tindakan
Rasional
trauma jaringan ditandai dengan:
-
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis
-
Sebagai indikator dari pengembangan infeksi pada saluran kemih yang memerlukan tindakan dengan segera
-
Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi
-
Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasie yang mengalami trauma(perlukaan)
DS: DO: -
207-
-
201 2
-
-
-
Td:110/70 mmhg Nd:84 x/menit Sh:37 c RR: 42x/menit Cairan NGT berwarna hijau Muntah klien berwarna hijau Data Leb:tgl 0107-2012 Leukosit=16800 Data Leb:tgl 0207-2012 Leukosit=18100 Urin:tgl 02-072012 Kejernihan agak keruh PH=6,0 Bakteri=positif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan nomotermia bebas tanda-tanda infeksi KH: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
Tgl
N
Diagnose
Tujuan dan criteria
o
keperawatan
hasil
Rencana tindakan
Rasional
E.
Pelaksanaan Keperawatan Tgl/waktu No dk Tindakan keperawatan dan hasil - Memberikan posisi semi fowler 2/7/2012 H: sesak berkurang - Memberikan oksigen H: Oksigen 3liter. Klien merasa tidak sesak - Memonitor tanda-tanda vital H: td: 110/80mmhg sh: 37,5°c RR 30x/mnt Nd 88x/mnt - Mencatat status neurologis dengan GCS H: E3 M6 V4 kesadaran somnolen - Memberikan proris supos H: suhu 37°c 3/7/2012 - Memantau suhu tubuh tiap 1jam H: 38, 7°c - Mengobservasi warna/ kejernihan urin dan mencatat adanya bau busuk(tidak enak) H: warna urin kemerahan (pink). Tidak ada bau - Mencatat ketidak teraturan pernapasan H: napas cepat dan dangkal. Menggunakan otot bantu napas - Memantau adanya gelisah yang meningkat H: klien cenderung tidur
F.
Evaluasi No Dx Hari/tgl/jam 1.
17
Evaluasi Hasil
Feb S: - klien mengatakan sesak berkurang
2012
O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7°c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt
09.30 wib
A: masalah teratasi sebagian P: intervensi di lanjutkan 1-6
2
S: - klien mengatakan masih lemas 17 feb 201209.30
Klien mengatakan sesak berkurang O: GCS =13 terpasang oksigen 2liter A: masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan 1-8
No Dx
Hari/tgl/jam
Evaluasi Hasil
S: 3
O: TTV TD: 110/80mmhg Sh: 36, 7°c RR: 30x/mnt Nd: 80x/mnt 17 feb 2012
Urin berwarna kecoklatan
09.30
A: masalah teratasi P: intervensi di hentikan.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi – decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala hebat juga bisa menyebabkan kerusakan yang serius pada otak. Penyebabnya adalah karena adannya benturan yang terjadi di otak yang disebebkan oleh erbagai hal, diantarannya adalah kecelakaan, yang merupakan penyebeb terbesar adannya trauma kepala. Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan rotatorik akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul gejala deficit neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik). Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat dan terjadi blokade reversible terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat otak tidak mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh yang lainnya. Trauma kepala mempunyai beberapa macm klasifikasi berdasarkan letak, penyebab danlainnya, komplikasi pada trauma kepala pu mempinyai pengaruh yangbesar terhadap kerja otak. Otak adalah bagian terpenting dari tubuh kita, olej karena itu kita harus melindunginnya dari segala macam hal yang data menyebabkan salah satu fungsinnya terganggu, sebagai contohny adalah massalah trauma kepala yang seharusnya dapat kita kendalikan yaitu dengan lebih berhati-hati terhadap keadaan tubuh kita. 4.2 Saran Semoga deengan pembuatan makalah ini, teman-teman semuannya dapat lebih memahami tentang masalah Trauma kepala dan khususnya adalah agar sebabgai mahasiswa keperawatan kita harus dapat membuat sebuah ASKEP yang baik untuk dijalankan kepada pasien-pasien kita nantinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC. Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. (Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC. Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.