LAPORAN PENDAHULUAN
1. DEFINISI Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut Rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, dalam buku Nanda Nic Noc 2015 jilid 1).
2. ETIOLOGI Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks : 1. HPV ( Human Papilloma Virus) HPV adalah virus penyebab kutil genetilatis (kondiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16,18,45, dan 56. 2. Merokok Tembakau merusak system kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks. 3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini. 4. Berganti-ganti pasangan seksual. 5. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia dibawah 18 tahun , berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks. 6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970) 7. Gangguan system kekebalan 8. Pemakaian pil KB 9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamida menahun 10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara rutin) 11. Usia > 35 tahunPada usia tersebut mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leherrahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat
risikoterjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makinmelemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia
Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2000 Stadium 0
Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial
Stadium 1
Karsinoma masih terbatas diserviks (penyebaran kekorpus uteri diabaikan
Stadium 1A
Invasi kanker ke stroma hanya dapat didiagnosa secara mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang superficial dikelompokkan pada stadium 1B
Stadium 1 A1
Invasi ke stroma dengann kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lebar horizontal lesi tidak lebih 7 mm
Stadium 1 A2
Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tetapi kurang dari 5 mm dan perluasan horizontal tidak lebih 7 mm
Stadium 1 B
Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara mikroskopik lesi lebih luas stadium 1 A2
Stadium 1 B1
Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar
Stadium 1 B2
Lesi yang tampak lebih dari 4cm dari diameter terbesar
Stadium 2
Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina
Stadium 2 A
Tanpa invasi ke parametrium
Stadium 2 B
Sudah menginvasi parametrium
Stadium 3
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau mengenai sepertiga bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium 3 A
Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke perimetrium tidak sampai ke dinding panggul
Stadium 3 B
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal
Stadium 4
Tumor meluas keluar dari organ reproduksi
Stadium 4 A
Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau keluar dari rongga panggul minor
Stadium 4 B
Metastasis jauh penyakit mikroinvasif: invasi stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi kanker serviks
Catatan: pada stadium 1A adenokarsinoma masih kontroversi berhubung pengukuran kedalaman invasi pada endoserviks sukar dan tidak standar (NANDA NIC-NOC Jilid 1, 2015).
3. PATOFISIOLOGI Patofisiologi Virus HPV menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya berkembang biak virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasif. Pada percobaan in vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal (Aziz et al ., 2006). Tipe HPV paling berisiko adalah tipe 16 dan tipe 18 yang mempunyai peranan yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengode pembentukan protein-protein penting dalam replikasi virus. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan E6 dan E7 erta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker (Aziz et al., 2006).
4. MANIFESTASI KLINIS Tanda-tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala seperti: 1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis jaringan 2. Perdarahan yang terjadi diluar senggama (tingkat 2 dan 3) 3. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%) 4. Perdarahan spontan saat defekasi 5. Perdarahan spontan pervaginam
Pada tahap lanjut keluhan berupa: (Sarwono) 1. Cairan pervaginam yang berbau busuk 2. Nyeri panggul 3. Nyeri pinggang dan pinggul 4. Nyeri berkemih 5. Buang air kecil atau air besar yang sakit 6. Gejala penyakit yang redidif (nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter) 7. Anemi akibat perdarahan berulang 8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Sitologi/Pap Smear b. Schillentest c. Koloskopi Memeriksa dengan menggunakan alat dan dibesarkan 10-40 kali d. Kolpomikroskopi Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali e. Biopsi: dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya f. Konisasi: konisasi dilakukan apabila hasil sitologi meragukan g. Pemeriksan foto paru-paru dan CT-Scan hanya dilakukan atas indikasi dari pemeriksaan klinis atau gejala yang timbul.
6. PENATALAKSANAAN Terapi kanker serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (Tim Onkologi). Pemilihan pengobatan kanker serviks tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi pre kanker bisa berupa kriosurgery (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat disekitarnya dan LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure) atau konisasi (Wiknjosastro, H dalam buku NANDA NIC-NOC Jilid 1, 2015).
7. KOMPLIKASI Adapun komplikasi yang dapat timbul akibat dari efek samping pengobatan kanker serviks antara lain : 1. Menopause Dini Penderita kanker serviks yang menjalani operasi pengangkatan ovarium atau menjalani pengobatan radioterapi dapat memicu terjadinya menopause dini. Menopause terjadi karena ovarium (indung telur) berhenti memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Akibat dari hentinya produksi hormon kewanitaan ini adalah: 1)
Berhenti mengalami menstruasi atau siklus menstruasi jadi tidak teratur
2)
Rasa panas di wajah
3)
Vagina kering
4)
Kehilangan keinginan untuk berhubungan seksual
5)
Perubahan mood
6)
Inkontinensia stress (keluar air kencing tanpa bisa dikontrol ketika batuk atau bersin).
7)
Keringat malam.
8)
Tulang mengecil, dapat menyebabkan osteoporosis. Gejala-gejala ini dapat diatasi dengan meminum obat yang dapat
memicu produksi hormon estrogen dan progesteron. Pengobatan ini sering disebut sebagai terapi sulih hormon (Hormone Replacement Therapy (HRT)). 2. Vagina Menyempit Radioterapi (terapi dengan penyinaran) pada kanker serviks dapat mengakibatkan vagina menjadi sempit sehingga menyebabkan nyeri atau sulit ketika berhubungan intim. Ada 2 penanganan utama yang dapat dipilih untuk kasus ini, antara lain: 1) Mengoleskan krim hormonal pada vagina. Efeknya adalah peningkatan kelembaban dalam vagina sehingga memudahkan dalam hubungan intim. 2) Penggunaan vagina dilator. Vagina dilator adalah alat berbentuk tampon yang terbuat dari plastik. Alat ini dimasukkan ke dalam vagina dan efeknya membuat vagina jadi lebih lemas atau lunak. Alat ini direkomendasikan dimasukkan sekitar 5-10 menit setiap hari selama 6-12 bulan. Penggunaan vaginal dilator ini memang tidak umum di Indonesia. Tapi di negara maju sudah digunakan sebagai penanganan umum untuk kasus penyempitan vagina. Di negara maju, penggunaan alat ini disarankan oleh perawat spesialis kanker atau radiografer. Semakin sering berhubungan seksual, maka akan semakin ringan nyeri yang dirasakan. Memang dibutuhkan waktu hingga beberapa bulan bagi penderita kanker serviks untuk bisa kembali memulai kehidupan seksual aktifnya. 3. Limfedema Pengangkatan nodus limfe (kelenjar getah bening) di pinggul kadang berakibat pada terganggunya sistem limfe (getah bening). Salah satu fungsi sistem limfe adalah untuk mengeluarkan cairan yang berlebih dari jaringan tubuh. Terganggunya fungsi ini dapat mengakibatkan penumpukan cairan di jaringan yang disebut juga lymphoedema. Akibatnya beberapa bagian tubuh membengkak, pada kasus kanker serviks biasanya terjadi pada kaki.
Pembengkakan ini bisa dikurangi dengan latihan dan massage. Bisa juga dengan menggunakan pakaian tertentu yang memberi tekanan pada bagian yang bengkak. 4. Pengaruh Emosional Pengaruh emosional pada penderita kanker serviks sangat umum terjadi. Banyak ditemukan kasus efek “rollercoaster”. Dinamakan rollecoaster karena emosi yang naik turun. Misalnya, penderita kanker serviks merasa sangat sedih ketika mengetahui penyakitnya, tapi perasaannya akan membaik ketika kanker telah diangkat. Penderita dapat merasakan sedih (down) kembali ketika mengetahui efek-efek yang akan dirasakan setelah pengobatan. Gangguan emosional seperti ini bisa memicu depresi. Tanda-tanda depresi di antaranya adalah perasaan sedih, tidak ada harapan, putus asa, kehilangan ketertarikan atau minat pada hal-hal yang biasanya disukai. Sedangkan, komplikasi dari hasil perjalanan kanker serviks itu sendiri meliputi: 1) Nyeri Jika sel kanker sudah menyebar pada ujung saraf, tulang, atau otot, biasanya menimbulkan nyeri yang berat. Nyeri ini dapat diatasi dengan obat pengurang rasa sakit, tergantung dari berat ringan nyeri yang dirasakan. Obat yang digunakan bisa dari parasetamol dan NSAID (obat anti inflamasi non steroid) seperti ibuprofen, hingga pereda nyeri yang lebih besar seperti golongan opiat contohnya kodein dan morfin. 2) Gagal Ginjal Pada beberapa kasus kanker serviks stadium lanjut, sel kanker dapat menekan ureter sehingga mengganggu aliran urin dari ginjal. Urin yang terganggu penyalurannya akan menumpuk dalam ginjal atau disebut juga dengan hidronefrosis. Hal ini bisa menyebabkan ginjal membengkak dan membesar. Pada kasus hidronefrosis yang berat, ginjal bisa rusak dan tidak bisa menjalankan fungsinya. Hal ini disebut juga gagal ginjal. Gejala gagal ginjal antara lain: a)
Perasaan lelah
b)
Bengkak pada pergelangan kaki, kaki, atau tangan karena penumpukan cairan
c)
Nafas pendek (atau sesak)
d)
Perasaan tidak nyaman/fit
e)
Darah dalam urin (hematuria) Penanganan gagal ginjal yang disebabkan oleh kanker serviks bisa
dilakukan dengan pembuatan saluran untuk mengeluarkan urin yang menumpuk dari ginjal dengan selang yang dimasukkan melalui kulit ke masing-masing ginjal (nefrostomi perkutan). Selain itu bisa juga dengan melebarkan saluran ureter dengan memasukkan cincin logam (stent) di dalamnya. 3) Penggumpalan Darah Kanker serviks dapat menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mudah terjadi penggumpalan. Tirah baring (bed rest) setelah operasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko pembentukan gumpalan. Tumor yang besar dapat menekan pembuluh darah vena di panggul sehingga menyebabkan lambatnya aliran darah. Hal ini menyebabkan penggumpalan darah di daerah kaki. Gejala adanya penggumpalan darah antara lain: a)
Nyeri dan bengkak di salah satu kaki (biasanya di betis)
b)
Nyeri hebat di daerah yang terdapat gumpalan darah
c)
Kulit teraba hangat di area gumpalan darah
d)
Kulit kemerahan di bagian belakang kaki, di bawah lutut Hal yang sangat diwaspadai dari terjadinya gumpalan darah ini adalah
gumpalan ini dapat mengalir terbawa aliran darah ke paru-paru dan menyumbat aliran darah di sana. Kasus ini dikenal dengan embolisme paru. Efeknya fatal, bisa menyebabkan kematian. 4) Perdarahan Jika kanker menyebar ke vagina, usus besar, atau kandung kemih, dapat menyebabkan kerusakan parah dan menghasilkan perdarahan. Perdarahan bisa terjadi di vagina, rektum (usus besar sebelum anus), atau bisa juga keluar bersama urin. 5) Fistula Fistula adalah saluran yang tidak normal yang menghubungkan dua bagian pada tubuh. Pada kebanyakan kasus kanker serviks, fistula terbentuk di antara kandung kemih dan vagina. Kelainan ini menyebabkan adanya
cairan urin yang keluar terus menerus dari vagina (berasal dari kandung kemih). Selain itu fistula juga dapat terbentuk antara vagina dan rektum. Fistula merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi pada kanker serviks. Penanganannya adalah dengan operasi. Meskipun kadang ini sulit dilakukan untuk penderita kanker serviks karena kondisinya yang rapuh sehingga tidak sanggup menghadapi efek operasi. Selain operasi, gejala fistula bisa diatasi dengan penggunaan obat untuk mengurangi cairan yang keluar serta penggunaan krim atau lotion untuk mengatasi kerusakan jaringan di sekitarnya dan mencegah iritasi. 6) Cairan Berbau dari Vagina Komplikasi lainnya yang tidak umum terjadi tapi mengganggu adalah keluarnya cairan berbau tidak sedap dari vagina. Keluarnya cairan ini bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti kerusakan jaringan, kebocoran dari kandung kemih atau rektum melalui vagina, atau infeksi bakteri pada vagina. Penanganannya adalah dengan memberikan gel antibakteri yang mengandung metronidazol dan menggunakan pakaian yang mengandung karbon (arang). Karbon atau arang efektif dalam menyerap bau yang tidak sedap. a) Kematian janin b) Infertil c) Obstruksi Ureter d) Hidronefrosis e) Anemia f) Infeksi sistemik g) Trombositupenia
8. TERAPI Setelah diagnosis kanker serviks ditegakan harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum ada beberapa terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada umumnya stadium lanjut (Stadium IIb, III dan
IV) diberikan pengobatan radiasi secara intrakaviter dan eksternal sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan dan radiasi. 1. Mikroinvasi, stadium 1 A1 Kasus-kasus stadium sangat dini ini biasanya dijumpai di negara maju, dimana program skrining sudah menjadi hal rutin. Diagnosis ditetapkan dengan pemeriksaan
histopatologi
jaringan
konisasi.
Society
of
Gynecologic
Oncologist menggolongkan lesi dengan kedalaman invasi stroma 3 mm atau kurang tanpa adanya invasi pembuluh darah atau limfe sebagai stadium 1 A1. Stadium 1 A1 tanpa invasi pembuluh darah dan limfe kemungkinan penyebaran ke kelenjar getah bening regionalnya tidak lebih dari 1%. Hal ini dapat dilakukan tindakan konisasi serviks asalkan pada pemeriksaan histopatologinya tidak dijumpai sel tumor pada tepi sayatan konisasi. Tingkat kesembuhan pada stadium ini dapat diharapkan hingga 100% (Aziz et al., 2006). 2. Stadium 1 A2 Kasus dengan invasi stroma lebih dari 3 mm tetapi kurang dari5 mm kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%.Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau radiasi bila ada kontra indikasi tindakan operasi. Untuk mengurangi komplikasi operasi, tindakan pembedahan cenderung kurang radikal karena kemungkinan penyebaran ke parametrium sangat kecil. Bagi penderita yang masih menginginkan kehamilan dapat dilakukan trakhelektomi (Aziz et al.,2006). 3. Stadium Ib Stadium I B1 (Ukuran lesi < 4 cm) pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan
limfadenektomi
kelenjar
getah
bening pelvis
dengan atau tanpa
kelenjar getah bening para aorta memberikan hasil yang efektif. Hasil yang sama efektifnya didapatkan bila diberikan terapi radiasi. Walaupun kedua modalitas terapi ini memberikan tingkat kelangsungan hidup yang sama, pada penderita usia muda operasi radikal lebih disukai karena masih dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita dengan ukuran lesi <2 cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal sehingga masih dapat mengalami kehamilan. Disamping dapat mempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi (Aziz et al., 2006). Stadium I B2 (Ukuran lesi > 4 cm) atau disebut juga kanker serviks bentuk barel karena ukuran yang besar. Kemungkinan penyebaran ke kelenjar getah bening
regional sekitar 20-25%. Dengan bentuk yang besar ini secara anatomis bila diberikan terapi radiasi akan memberikan bagian tengah tumor yang lebih radio resisten karena bagian tengah ini lebih hipoksik. Setelah radiasi selesai diberikan ada kecenderungan terjadi kekambuhan sentral (Aziz et al., 2006). 4. Stadium IIA Jenis terapinya sangat individual bergantung dengan perluasan tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvis dan vaginektomi bagian atas. Terapiyang optimal pada kebanyakan stadium IIA adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor (Aziz et al., 2006). 5. Stadium IIB, III dan IVA Pada kasus stadium lanjut ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif karena tumor telah menyebar jauh ke luar dari serviks. Pengobatan pada stadium ini lebih cenderung ke radiasi. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila hasil pemeriksaan dicurigai menyebar sampai ke kelenjar getah bening paraaorta, radiasi harus diperluas sampai daerah ini. Khusus stadium IVA dengan penyebaran sampai ke mukosa kandung kemih lebih disukai operasi eksenterasi dari pada radiasi tetapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapatkan kemoradiasi ataupun bila ada komplikasi fistula rekto vagina atau vesiko-vaginal (Aziz et al., 2006). 6. Stadium IVB Kasus stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang bertahan hidup sampai setahun semenjak di diagnosis. Penderita stadium IVB bila keadaan umum memungkinkan dapat memberikan kemoradiasi namunhanya bersifat paliatif (Aziz et al., 2006).
9. PENCEGAHAN Cara mencegah kanker serviks adalah : 1. Rutin melakukan pemeriksaan pap smear
Pap Smear merupakan salah satu cara terbaik sebagai lini pertahanan pertama untuk mencegah kanker serviks. Metode screening satu ini berfungsi untuk mendeteksi sel-sel dalam leher rahim yang berpotensi menjadi kanker nantinya. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear pertama kali pada usia 21 tahun, terlepas apakah Anda sudah pernah berhubungan seksual atau belum. Tapi, jika usia Anda sudah lebih dari 21 tahun, Anda belum terlambat untuk segera melakukan pemeriksaan ini. Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin setiap tiga tahun sekali (tanpa disertai tes HPV), bagi Anda yang berusia 21-30 tahun. Sedangkan bagi Anda yang berusia lebih dari 30 tahun, Anda disarankan untuk melakukan pap smear (disertai dengan tes HPV) setiap lima tahun sekali. Lakukan pemeriksaan pap smear segera rutin untuk mengurangi risiko kanker serviks. Jangan lupa, konsultasikan terlebih dahulu ke dokter sebelum Anda memutuskan melakukan pemeriksaan ini. 2. Mendapatkan vaksinasi HPV Cara lain yang tidak kalah penting untuk mencegah kanker serviks adalah melakukan vaksinasi HPV. Jika Anda wanita dan laki-laki berusia antara 9 sampai 26 tahun, Anda disarankan untuk mendapatkan vaksin ini. Pada dasarnya vaksin HPV paling ideal diberikan pada mereka yang memang belum aktif secara seksual. Tapi, semua orang dewasa yang aktif secara seksual dan belum pernah mendapatkan vaksin ini sebelumnya, sebaiknya segera melakukan vaksinasi. Wanita yang sudah aktif secara seksual harus melakukan pemeriksaan pap smear terlebih dahulu sebelum mendapatkan vaksin HPV. Jika hasil pap smear normal, Anda boleh langsung mendapatkan vaksin HPV. Namun, jika pemeriksaan pap smear tidak normal, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk melakukan diagnosis lebih lanjut. Meski vaksin HPV bisa mengurangi risiko kanker serviks, tapi vaksin ini tidak menjamin Anda terlindung sepenuhnya dari penyakit kanker serviks. Anda tetap disarankan menjalani pola hidup sehat dan pap smear secara rutin meski sudah mendapatkan vaksinasi HPV. 3. Hindari merokok
Anda bisa mengurangi kemungkinan terkena kanker serviks dengan tidak merokok. Tidak merokok adalah cara penting lainnya untuk mengurangi risiko kanker serviks. Pasalnya, racun rokok bersifat oksidatif sehingga bisa memicu sel kanker muncul dan bertambah ganas. 4. Lakukan seks yang aman Lebih dari 90 persen kanker serviks disebabkan karena terinfeksi virus HPV. Penyebaran virus ini terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, maka gunakan kondom ketika berhubungan seksual untuk mengurangi risiko tertular HPV. Selain itu, risiko tertular HPV juga meningkat apabila sering bergonta-ganti pasangan seksual. Wanita yang hanya memiliki satu pasangan pun bisa terinfeksi virus ini jika pasangannya memiliki banyak pasangan seksual lain. 5. Menjaga kebersihan vagina Selain melakukan pap smear untuk mencegah kanker serviks, Anda juga harus menjaga kebersihan vaginaterutama saat menstruasi dan keputihan. Menggunakan cairan antiseptik kewanitaan yang mengandung povidone iodine mungkin bisa Anda lakukan untuk menjaga kebersihan vagina Anda, terutama ketika masa “red day” atau menstruasi.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PASIEN CA. SERVIKS
A. PENGKAJIAN Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Dalam pengkajian yang perlu dikaji diantaranya : 1. Identitas pasien 2. Riwayat keluarga 3. Status kesehatan ( Status kesehatan saat ini, status kesehatan masa lalu dan riwayat penyakit keluarga ) 4. Pola fungsi kesehatan Gordon a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks. b. Pola istirahat dan tidur. Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu. c. Pola eliminasi Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal d. Pola nutrisi dan metabolik Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
e. Pola kognitif – perseptual Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh f. Pola persepsi dan konsep diri Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual. g. Pola aktivitas dan latihan. Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). h. Pola seksualitas dan reproduksi Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina. i. Pola manajemen koping stress Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. j. Pola peran – hubungan Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya. k. Pola keyakinan dan nilai Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
Analisa Data
No 1.
DS 1. Mengeluh Nyeri
DO 1. Tampak meringis
Kesimpulan Nyeri akut
2. Bersikap protektif 3. Gelisah 4. Frekuensi nadi meningkat 5. Sulit tidur
2.
1. Klien mengeluh/ khawatir 1. Orang terdekat menarik tentang respon orang terdekat pada masalah kesehatan
diri dari klien
Penurunan Koping Keluarga
2. Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien
3.
1. Merasa bingung
1. Tampak gelisah
2. Merasa khawatir dengan
2. Tampak tegang
akibat dari kondisi yang
Ansietas
3. Sulit tidur
dihadapi 3. Sulit berkonsentrasi
4.
1. Mempertanyakan makna/ tujuan hidupnya
1. Tidak mampu beribadah
Distres Spiritual
2. Marah pada tuhan
2. Menyatakan hidupnya terasa tidak/ kurang bermakna 3. Merasa menderita/ tidak berdaya
5.
1. Klien mengatakan adanya 1. Klien tampak terlihat depresi Ketidakmampuan penolakan dari keluarga
koping keluarga
dengan penyakit
yang
dialami klien 6.
1. Klien mengatakan hasrat -
Difungsi seksual
seksualnya menurun
7.
1. Klien mengatakan tidak mampu mempertahankan
1. Klien tampak lesu dan
Keletihan
kurang energi
rutinitas seperti biasanya
8.
1. Klien mengatakan tidak 1. Pasien tampak menggigil nyaman
dengan
kondisinya
9.
dan kulit
menerima
termoregulasi
dingin
1. Klien mengatakan merasa 1. Klien sulit
klien teraba
Ketidakefektifan
atau
mengkomunikasikan
tampak
kurang
responsif atau tertarik pada
Gangguan interaksi sosial
orang lain
perasaannya pada orang lain
10. 1. Klien mengatakan sering 1. Pasien tampak sensitive marah pada orang lain
ketika berbicara dengan
tanpa alas an yang jelas
orang lain
11. 1. Pasien mengeluh mual
1. Pasien hanya mampu
dan muntah setelah
menghabiskan ¼ porsi dari
kemoterapi
makanan yang disediakan
2. Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Koping defensif
Nausea
rumah sakit 2. Pasien tampak muntah sehabis makan
12. 1. Pasien mengatakan merasa 1. Pasien tampak gelisah nyeri pada pinggul atau di perut bagian bawah
Gangguan Rasa Nyaman
2. Pasien mengatakan tidak nyaman dengan rasa nyeri yang dialaminya
13. 1. Pasien mengatakan sering
1. Pasien tampak sering
terjaga pada malam hari
terjaga
Gangguan Pola Tidur
2. Pasien mengatakan tidak mendapatkan istirahat yang cukup akibat dari nyeri yang dirasakan 14. 1. Pasien mengatakan merasa sakit
saat
Pola Seksual
melakukan
Tidak Efektif
hubungan seksual 2. Terjadi perdarahan saat melakukan
hubungan
seksual yang kemudian menjadi
perdarahan
abnormal
15. 1. Pasien mengatakan merasa 1. Wajah pasien tampak pucat tidak bertenaga dan lemas
Intoleransi aktivitas
2. Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah 16. 1. Klien mengatakan selalu mengalami mimpi buruk. 2. Klien mengatakan mrasa tidak berguna.
1. Klien tampak panik 2. Pola tidur berubah 3. Tidak mampu berkonsentrasi
17. 1. Klien mengatakan merasa 1. Klien tampak kehilangan cacat karena penyakitnya. 2. Mengungkapkan kekhawatiran
Berduka
bagian tubuh 2. Fungsi / struktur tubuh
pada
berubah 3. Hubungan sosial berubah
Gangguan citra tubuh
penolakan/ reaksi oraang lain
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ansietas b.d kurang informasi mengenai prosedur pengobatan. 2. Berduka b.d penyakit terminal 3. Penurunan koping keluarga b.d disorganisasi keluarga 4. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan 5. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi 6. Distres spiritual b.d kondisi penyakit kronis 7. Nyeri akut b.d agen cidera biologis 8. Gangguan citra tubuh b.d tahapan perkembangan penyakit dan terapi penyakit 9. Resiko bunuh diri b.d masalah sosial 10. Termoregulasi tidak efektif b.d proses penyakit 11. Keletihan b.d kondisi fisiologis 12. Disfungsi seksual b.d perubahan fungsi struktur tubuh 13. Ketidakmampuan koping keluarga b.d hubungan keluarga ambivalen 14. Koping defensif b.d takut mengalami kegagalan 15. Gangguan interaksi sosial b.d perubahan neurologis 16. Nausea b.d efek agen farmakologis
C. Intervensi Prioritas masalah : 1. Disfungsi seksual b.d perubahan fungsi struktur tubuh Tujuan
: Tidak terjadi perubahan pada pola seksualitas
Kriteria hasil : Intervensi : 1. Diskusikan dengan pasien/orang terdekat sifat seksualitas dan reaksi bila berubah atau terancam. Rasional : Pengakuan legatimasi tentang masalah yang berhubungan dengan seksualitas.
2. Beri tahu pasien tentang efek samping dari pengobatan kanker yang diresepkan yang diketahui mempengaruhi seksualitas. Rasional : Pedoman antisipasi dapat membantu pasien dan orang terdekat mulai proses adaptasi pada keadaan baru. 3. Berikan waktu tersendiri untuk pasien yang dirawat. Rasional : Kebutuhan seksualitas tidak berakhir karena pasien dirawat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis Tujuan
: Nyeri berkurang bahkan hilang
Intervensi
:
1. Observasi skala nyeri (0-10) dengan menggunakan teknik PQRST Rasional : Dengan mengkaji skala nyeri dapat diketahui nyeri yang dirasakan oleh pasien. 2. Observasi vital sign setiap 6 jam Rasional : Respon nyeri meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan dan perubahan pada tanda vital memerlukan evaluasi lebih lanjut. 3. Ajarkan tehnik distraksi (berbincang-bincang, menonton televisi) dan relaksasi (napas dalam). Rasional : Tehnik distraksi dan relaksasi dapat mengalihkan perhatian terhadap nyeri yang dirasakan. 4. Beri posisi yang nyaman dan aman bagi pasien. Rasional : Posisi yang nyaman dan aman dapat mengurangi rasa nyeri. 5. Beri pasien istirahat yang cukup. Rasional : Dengan istirahat rasa nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang. 6. Kolaborasi dalam pemberian analgetik. Rasional : Analgetik dapat menghilangkan spasme dan nyeri otot.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi mengenai prosedur pengobatan. Tujuan
: rasa cemas pasien berkurang
Kriteria hasil : 1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas. 2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas. 3. Vital sign dalam batas normal. 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menujukkan berkurangnya kecemasan Intervensi : 1. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut. Rasional : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya. 2. Identifikasi tingkat kecemasan. Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien 3. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi. Rasional : Untuk mengetahui ketakutan dan persepsi pasien tentang penyakitnya. 4. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Rasional : Membantu pasien memahami prosedur tindakan yang akan dijalani 5. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien berupa tanda-tanda vital.
D. Implementasi Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan. Dalam hal ini, prinsip yang harus diterapkan dalam pembuatan implementasi keperawatan adalah kita harus menentukan perencanaan yang tepat sebelum kita membuat implementasi keperawatan, adapun yang harus diperhatikan adalah: 1. Mencegah terjadinya komplikasi 2. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi
3. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, risiko komplikasi dan kebutuhan pengobatan lainnya.
E. Evaluasi Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan : 1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan). 2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan). 3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan).
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Amin dan Hardhi.2015.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA. Jogjakarta; Mediaction Jogja
Kesehatan holistik. 29 januari 2016. Macam-macam Komplikasi Akibat Kanker Serviks. Diperoleh tanggal 5 April 2018, dari situs http://kesehatanholistik.com/komplikasi-kankerserviks/
Scribd. 09 November 2013. Bab-III-Jurnal-CA-Serviks.pdf. Diperoleh tanggal 5 April 2018 dari situs https://www.pdfcoke.com/doc/182798284/Bab-III-Jurnal-CA-Serviks-pdf
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Suzzane, Brenda.2002. Keperawatan Medical Bedah. Terjemahan oleh Mocika Ester. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tim POKJA SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.(Edisi 1). Jakarta : Dewan Pengurus PPNI