LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
I.
KONSEP DASAR A. DEFINISI Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha, 2010) Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.(Padila, 2012) Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation). (Pamela, 2010) Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah suatu kerusakan atau trauma jaringan yang mengenai kulit baik lapisan epidermis, dermis, subkutan maupun jaringan dibawahnya yang disebabkan oleh sumber panas (thermal) seperti sinar matahari, air panas, maupun benda-benda panas lainnya, listrik(electrict), zat kimia(chemycal), atau radiasi(radiation).
B. FASE LUKA BAKAR 1. Fase akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2.
Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: a. Proses inflamasi dan infeksi. b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas, dan pada struktur atau organ-organ fungsional. c. Keadaan hipermetabolisme.
3.
Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
C. ETIOLOGI Etioliogi menurut Musliha (2010) sebagai berikut : 1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan: a) Gas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. b) Cairan c) Bahan padat (solid) 2. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn) Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh. 4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
D. KLASIFIKASI Klasifikasi menurut Musliha (2010) antara lain : 1. Menurut dalamnya luka bakar a. Derajad 1
Pada derajad 1 luka bakar akan sembuh pada waktu yang singkat. Paling lambat 1 minggu tanpa dilakukan pengobatan apapun, kecuali apabila pada derajad satu ini penderita kesakitan, bisa diberikan analgesik tetapi analgesik yang tidak dapat menurunkan suhu tubuh. Ciri luka bakar derajad satu adalah kulit hanya tampak kemerahan tanpa ada kerusakan jaringan kulit.
b. Derajad 2
1) Derajad 2 dangkal (superficial)
Pada derajad dua ini kulit berwarna merah dan adanya bula (gelembung), organ kulit seperti kelenjar sebasea, dan kelenjar kulit masih utuh, pada luka bakar ini terjadi kerusakan epidermis yang ditandai dengan rasa nyeri dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari, dapat bula diberikan pengompresan dengan NaCl. 2) Derajad 2 dalam (deep)
Luka bakar derajad dua ini kulit kemerahan, dengan jaringan yang terkelupas (kerusakan dermis dan epidermis). Organ-organ kulit seperti kelenjar keringat, folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh, proses penyembuhan pada darejad dua dalam ini biasanya memerlukan waktu yang lama tergantung jaringan epitel yang masih tersisa.
c. Derajad 3
Luka bakar derajad tiga ini ditandai dengan seluruh dermis dan epidermis mengalami kerusakan. Tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensori mengalami kerusakan atau kematian, bahkan bisa merusak kematian jaringan lemak maupun otot walaupun jaringan tersebut tidak mengalami nekrosis. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar luka yang spontan. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
2. Menurut luas luka bakar
Wallance membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rules of wallance yaitu:
1. Dewasa
a. Kepala leher
:9%
b. Dada
:9%
c. Punggungatas
:9%
d. Perut
:9%
e. Punggung bawah
:9%
f. Kelamin
:1%
g. Ekstremitas atas dekstra
:9%
h. Ekstremitas atas Sinistra
:9%
i. Femur destra
:9%
j. Tungkai destra
:9%
k. Femur sinistra
:9%
l. Tungkai sinistra
:9%
Total keseluruhan
: 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
3. Berat ringannya luka bakar a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. b. Kedalaman luka bakar c. Anatomi lokasi luka bakar d. Umur klien e. Riwayat pengobatan yang lalu f. Trauma yang menyertai atau bersamaan American Collage of surgeon dalam Padila (2012) membagi dalam : 1) Parah Critical) : a) Tingkat II : 30% atau lebih b) Tingkat III : 10% atau lebih c) Tingkat III : pada tangan, kaki, dan wajah
d) Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas. 2) Sedang (moderate) : a) Tingkat II : 15-30% b) Tingkat III : 1-10% 3) Ringan (minor) : a) Tingkat II : kurang dari 15% b) Tingkat III : kurang dari 1%
E. PATHWAY Pathway Bahan Kimia
Termis
Radiasi
Biologis
LUKA BAKAR
Psikologis
Pada Wajah
Di ruang tertutup
Kerusakan kulit
Kerusakan mukosa
Keracunan gas CO
Penguapan meningkat
Oedema laring
CO mengikat Hb
Obstruksi jalan nafas
Hb tidak mampu mengikat O2
Listrik/petir
Peningkatan pembuluh darah kapiler
Masalah Keperawatan:
Resiko infeksi Nyeri akut Kerusakan integritas kulit
Ektravasasi cairan (H2O, Elektrolit, protein)
Gagal nafas
Masalah Keperawatan:
Hambatan mobilitas fisik
Hipoxia otak Tekanan onkotik menurun. Tekanan hidrostatik meningkat
MK: ketidak efektifan pola nafas tidak efektif
Cairan intravaskuler menurun Hipovolemia dan hemokonsentrasi
Masalah Keperawatan: Kekurangan volume cairan
Gangguan sirkulasi makro
Gangguan sirkulasi seluler
Gangguan perfusi organ penting
Otak
Kardiovaskuler
Ginjal
Hepar
Hipoxia
Kebocoran kapiler
Hipoxia sel ginjal
Pelepasan katekolamin
Penurunan curah jantung
Fungsi ginjal menurun
Hipoxia hepatik
Sel otak mati Gagal fungsi sentral
Gagal jantung
Gagal ginjal
GI Traktus
Dilatasi lambung
Neurologi
Imun
Gangguan Neurologi
Daya tahan tubuh menurun
Gangguan perfusi
Laju metabolisme meningkat
Hambahan pertumbuhan
Gagal hepar
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE
Glukoneogenesis glukogenolisis
MK: Penigkatan suhu tubuh/ hipertemia
F. PATOFISIOLOGI Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi. Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Moenadjat Y. 2003)
G. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi menurut Pamela (2011) :
Kedalaman
Bagian Kulit
Dan
Yang
Penyebab
Terkena
Gejala
Penampilan
Perjalanan
Luka
Kesembuhan
Luka Bakar Derajat Satu Epidermis
Kesemutan,
Memerah,
(Superfisial):
hiperestesia
menjadi putih lengkap dalam
tersengat
(supersensivitas), ketika
waktu
matahari,
rasa
minggu,
terkena
api
nyeri ditekan
mereda
dengan
Kesembuhan
satu
jika minimal atau terjadi
didinginkan
tanpa edema
intensitas
pengelupasan kulit
rendah
Derajat Dua Epidermis (Partial-
dan
Thickness):
dermis
Nyeri,
Melepuh,
bagian hiperestesia,
dasar
luka dalam
sensitif terhadap berbintik-
tersiram air
udara
mendidih,
dingin
Kesembuhan
2-3
waktu minggu,
yang bintik merah, pembentukan epidermis
parut
terbakar oleh
retak,
depigmentasi,
nyala api
permukaan
infeksi
luka
dan
dapat
basah, mengubahnya
terdapat
menjadi
edema
derajat-tiga
Derajat Tiga Epidermis,
Tidak
terasa Kering, luka Pembentukan
(Full-
keseluruhan
nyeri,
syok, bakar
Thickness):
dermis
terbakar
kadang-
nyala
api, kadang
dan hematuria (adanya
eskar,
berwarna
diperlukan
darah putih seperti pencangkokan,
dalam urin) dan bahan
terkena
jaringan
kemungkinan
cairan
subkutan
pula
kulit pembentukan
atau gosong, parut
hemolisis kulit
retak hilangnya
dan
mendidih
(destruksi
dalam waktu
darah
yang
kemungkinan
lama,
sel dengan
kontur
serta
merah), bagian lemak fungsi
kulit,
yang tampak, hilangnya jari
tersengat
terdapat
luka terdapat
tangan
arus listrik
masuk dan keluar edema
ekstremitas
(pada luka bakar
dapat terjadi
listrik)
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan luka bakar menurut Padila (2012) sebagai berikut : 1. LED : mengkaji hemokonsentrasi. Nilai normal (L: 15mm/jam; P: <20mm) 2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. 3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar-X dada untuk mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cidera inhalasi asap. 4. BUN dan kreatinin untuk mengkaji fungsi ginjal. 5. Urinalisis untuk menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. 6. Bronkoskopi untuk membantu memastikan cedera inhalasi asap. 7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. 8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
I. KOMPLIKASI Komplikasi menurut Lalani (2011), sebagai berikut : 1. Infeksi luka a.
Sulit dibedakan dengan penyembuhan luka karena sama-sama terdapat eritema, edema, nyeri tekan.
atau
b.
Jika demam, malaise, atau gejala memburuk, pikirkan kemungkinan infeksi.
c.
Dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan luka bakar yang lebih dalam.
d.
Perlu dirawat inap dan mendapat antibiotik IV.
2. Sepsis 3. Syok akibat luka bakar 4. Edema akibat luka bakar 5. Eskarotomi 6. Rabdomiolisis 7. Cidera inhalasi 8. Hipermetabolisme
J. PENATALAKSANAAN Penatalaksaan pada klien dengan luka bakar menurut Padila (2012) sebagai berikut : 1. Resusitasi A,B,C a.
Pernafasan (Airway) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b.
Pernafasan (Breathing) Kaji adanya trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
c.
Sirkulasi (Circulation) Gangguan permebilitas kapiler : cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler → hipovolemi relatif →syok → ATN → gagal ginjal
2. Infus,kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka. 3. Resusitasi cairan Cara Baxter merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus : a. Dewasa : Baxter = RL 4cc x BB x % LB 24 jam Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama. b. Anak
: jumlah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : Dextran = 17 : 3 2 cc x BB x % LB 24 jam c. Kebutuhan faal : < 1 tahun
: BB x 100 cc
1-3 tahun
: BB x 75 cc
3-5 tahun
: BB x 50 cc
c. Monitor urine dan JVP 4. Topikal dan tutup luka : a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1 : 30) + buang jaringan nekrotik b. Tulle c. Silver sulfat diazin tebal d. Tutup kasa tebal e. Evaluasi 5-7 hari kecuali balutan kotor 5. Obat-obatan :
a. Antibiotika : tidak diberikan jika pasien datang kurang dari 6 jam sejak kejadian. b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. c. Analgetik : kuat (morfin, petidin) d. Antasida : kalau perlu
K. ASUHAN
KEPERAWATAN
PASIEN
DENGAN
LUKA
BAKAR
(COMBUSTIO) 1. PENGKAJIAN Menurut (Hidayat, A.A 2008) pengkajian meliputi : 1. Data biografi Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t).
3. Riwayat penyakit sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang) 4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alcohol. 5. Riwayat penyakit keluarga Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan 6. Riwayat psiko sosial Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). b. Makan dan Minum Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. c. Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. d. Gerak dan Aktifitas Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. e. Istirahat dan Tidur Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan.
f. Pengaturan Suhu Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya infeksi. g. Kebersihan diri Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. h. Rasa Aman Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. 1. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. 2. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. 3. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). i. Rasa Nyaman Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. j. Sosial Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. k. Rekreasi Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami Prestasi,mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya. l. Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien terhadap penyakitnya. 7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat. b. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama.
c. Pemeriksaan kepala dan leher 1) Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar 2) Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar 3) Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok. 4) Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang 5) Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen 6) Leher Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi e. Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. g. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri h. Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik) i. Pemeriksaan kulit 1) Luas luka bakar Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder” 2) Kedalaman luka bakar Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka. 3) Lokasi/area luka Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan
karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan
terjadinya
laserasi
kornea,
kerusakan
retina
dan
menurunnya tajam penglihatan.
Bagian tubuh
1 th
2 th
Dewasa
Kepala leher
18%
14%
9%
18%
18%
18 %
Badan depan
18%
18%
18%
Badan belakang
18%
18%
18%
27%
31%
30%
1%
1%
1%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri)
Ektrimitas
bawah
(kanan dan kiri) Genetalia
2. Diagnosa Keperawatan a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka. b. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respons imun. c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka. d. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.
e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi. f. Hamabatan mobilitas fisik beruhubungan dengan mobilitas fisik g. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolism tubuh (Lynda, Jual. 2006). 3. Perencanaan Keperawatan Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Kekurangan
Setelah dilakukan tindakan NIC
volume cairan
selama
3
X
diharapkan volume
24
jam Fluid Management
kekurangan 1. Timbang popok/pembalut cairan
dapat
teratasi dengan :
jika diperlukan 2. Pertahankan catatan intake
NOC
dan output yang akurat
1. Fluid balance
3. Monitor
status
2. Hydration
(kelembaban
3. Nutritional Status: Food
mukosa,
and Fluid Intake
hidrasi membran
nadi
adekuat,
tekanan darah ortostatik),
Kriteria Hasil :
jika diperlukan
1. Mempertahankan urine 4. Monitor vital sign output sesuai dengan 5. Monitor
masukan
usia dan BB, BJ urine
makanan/cairan dan hitung
normal, HT normal
intake kalori harian
2. Tekanan darah, nadi, 6. Kolaborasikan pemberian suhu tubuh dalam batas normal
cairan IV 7. Monitor status nutrisi
3. Tidak ada tanda-tanda 8. Berikan cairan IV pada dehidrasi, turgor membran
elastisitas kulit
suhu ruangan
baik, 9. Dorong masukan oral mukosa
lembab, tidak ada rasa 10. Berikan haus yang berlebihan
penggantian
nesogatrik sesuai output 11. Dorong
keluarga
untuk
membantu pasien makan 12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar) 13. Kolaborasi dengan dokter 14. Atur kemungkinan tranfusi 15. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management 1. Monitor
status
termasuk
cairan
intake
dan
output cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit 4. Monitor tanda vital 5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan
cairan 6. Monitor berat badan 7. Dorong
pasien
untuk
menambah intake oral 8. Pemberian
cairan
IV
monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan 9. Monitor adanya tanda gagal ginjal
Resiko
infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan
selama
3
X
24
jam Infection
dengan
diharapkan resiko infeksi Infeksi)
hilangnya barier dapat teratasi dengan : kulit
1. Bersihkan
dan NOC
(Kontrol
lingkungan
setelah dipakai pasien lain
terganggunya
1. Immune Status
respons imun.
2. Knowledge : Infection 3. Batasi
2. Pertahankan teknik isolasi
control
pengunjung
bila
perlu
3. Risk control
4. Instruksikan
Kriteria Hasil :
pada
pengunjung untuk mencuci
Klien bebas dari tanda
tangan saat berkunjung dan setelah
dan gejala infeksi Mendeskripsikan proses
Control
berkunjung
meninggalkan pasien
penularan 5. Gunakan
sabun
penyakit, faktor yang
antimikrobia untuk cuci
mempengaruhi
tangan
penularan
serta 6. Cuci tangan setiap sebelum
penatalaksanaannya
dan
sesudah
keperawatan
tindakan
Menunjukkan kemampuan mencegah
untuk timbulnya
infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal
7. Gunakan
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung 8. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama
pemasangan alat
Menunjukkan perilaku 9. Ganti letak IV perifer dan hidup sehat
line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk
umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
infection
protection
(proteksi
terhadap infeksi) 13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 14. Monitor hitung granulosit, WBC 15. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi 16. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 17. Pertahankan teknik isolasi k/p 18. Berikan perawatan kulit pada area epidema
19. Inspeksi
kulit
dan
membran mukosa terhadap kemerahan,
panas,
drainase 20. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 21. Dorong masukkan nutrisi yang cukup 22. Dorong masukkan cairan 23. Dorong istirahat 24. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 25. Ajarkan
pasien
dan
keluarga tanda dan gejala infeksi 26. Ajarkan cara menghindar infeksi 27. Laporkan
kecurigaan
infeksi 28. Laporkan kultur positif Nyeri
akut Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan
selama
dengan
diharapkan nyeri akut dapat
inflamasi
1
X
dan teratasi dengan :
6
jam 1. Paint management a. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
kerusakan
NOC :
komprehensif
jaringan
1. Pain Level,
lokasi,
2. pain control,
durasi, frekuensi, kualitas
3. comfort level
dan faktor presipitasi.
Kriteria hasil:
termasuk
karakteristik,
1. Mampu
mengontrol
b. Observasi
reaksi
nyeri (tahu penyebab
nonverbal
dari
nyeri,
ketidaknyamanan.
mampu
menggunakan
tehnik
c. Bantu
pasien
dan
nonfarmakologi untuk
keluarga untuk mencari
mengurangi
dan
nyeri,
mencari bantuan). 2. Melaporkan
dukungan.
bahwa
d. Kontrol lingkungan yang
nyeri berkurang dengan
dapat
menggunakan
nyeri
manajemen nyeri.
ruangan,
3. Mampu
mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan
tanda
nyeri). rasa
nyaman setelah nyeri berkurang.
seperti
suhu
pencahayaan
dan kebisingan. e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
nyeri untuk menentukan intervensi. g. Ajarkan tentang teknik
vital
dalam
rentang normal. 6. Tidak
mempengaruhi
f. Kaji tipe dan sumber
4. Menyatakan
5. Tanda
menemukan
mengalami
gangguan tidur
non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin. h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. i. Tingkatkan istirahat. j. Berikan tentang
informasi nyeri
seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri
akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur.
dari
k. Monitor sebelum
vital dan
pemberian
sign sesudah
analgesik
pertama kali
Kerusakan integritas
Setelah dilakukan tindakan NIC : kulit selama
berhubungan
3
diharapkan
dengan lesi pada integritas kulit
X
24
jam
kerusakan kulit
dapat
teratasi dengan :
and
Mucous
Membranes
3. Jaga kebersihan kulit
kering. kulit
yang
baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit. 3. Perfusi jaringan baik. 4. Menunjukkan pemahaman
dalam
proses perbaikan kulit
berulang.
tempat tidur.
agar tetap bersih dan
Kriteria hasil:
terjadinya
menggunakan pakaian
2. Hindari kerutan pada
1. Tissue Integrity : Skin
dan
1. Anjurkan pasien untuk
yang longgar.
NOC :
1. Integritas
Pressure Management
mencegah sedera
4. Mobilisasi
pasien
(ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. 5. Monitor
kulit
akan
adanya kemerahan . 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan . 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 8. Monitor status nutrisi pasien. 9. Memandikan
pasien
dengan sabun dan air hangat.
5. Mampu
melindungi
kulit
10. Kaji lingkungan dan
dan
peralatan
mempertahankan
yang
menyebabkan tekanan.
kelembaban kulit dan perawatan alami Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC : pola
nafas selama
3
X
24
jam Airway Management
berhubungan
diharapkan
ketidak 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan
efektifan pola nafas dapat
teknik chin lift atau jaw
deformitas
teratasi dengan:
thrust bila perlu
dinding
dada, NOC :
keletihan
otot- 1. Respiratory
otot pernafasan, hiperventilasi
2. Posisikan status
:
Ventilation status
:
Airway patency
memaksimalkan ventilasi
pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Vital sign Status
4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada
Kriteria hasil :
jika perlu
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak sianosis
dyspneu
untuk
3. Identifikasi pasien perlunya
2. Respiratory
ada
pasien
(
dan mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips ) 2. Menunjukkan
jalan
nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Berikan pelembab udara kassa basah NACl Lembab 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
pernafasan
dalam 12. Monitor
respirasi
rentang normal , tidak
status O2
da suara nafas abnormal
Oxygen Therapy
) 3. Tanda
dan
1. Bersihkan mulut, hidung Tanda
vital
dan sekret trakea
dalam rentang normal ( 2. Pertahankan jalan nafas tekanan
darah,
pernafasan )
nadi,
yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi adanya tandatanda hipoventilasi 7. Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat
adanya
fuktuasi
tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk,
atau
berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor
frekuensi
irama pernafasan
dan
8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernafasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad ( tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik ) 13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign Hambatan
Setelah dilakukan tindakn NIC :
Mobilitas Fisik selama erhubungan dengan akut
3
X
diharapkan
24
jam Exercise
therapy
:
vital
sign
hambatan ambulation
nyeri mobilitas fisik dpat teratasi
1. Monitoring
dengan :
sebelm/sesudah
NOC :
dan lihat respon pasien
1. Joint Movement : a. Active
latihan
saat latihan 2. Konsultasikan
dengan
b. Mobility Level
terapi fisik tentang rencana
c. Self care : ADLs
ambulasi sesuai dengan
d. Transfer
kebutuhan
performance Kriteria Hasil : 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari
3. Bantu
klien
untuk
menggunakan tongkat saat berjalan
dan
cegah
terhadap cedera 4. Ajarkan pasien atau tenaga
peningkatan
kesehatan
lain
mobilitas
teknik ambulasi
tentang
3. Memverbalisasikan perasaan dalam
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
meningkatkan
6. Latih
pasien
dalam
kekuatan dan
pemenuhan
kemampuan
ADLs
berpindah
sesuai kemampuan
4. Memperagakan
kebutuhan
secara
7. Dampingi
mandiri
dan
Bantu
penggunaan alat
pasien saat mobilisasi dan
Bantu untuk
bantu penuhi kebutuhan
mobilisasi (walker)
ADLs ps. 8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi
dan
berikan
bantuan
jika
diperlukan Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan
selama
dengan
diharapkan
peningkatan
dapat teratasi dengan :
metabolism
Noc :
2. Monitor IWL
tubuh
Thermoregulasi
3. Monitor warna dan suhu
3
X
24
jam Fever Treatment
hipertermia 1. Monitor
Kreiteria hasil: 1. Suhu 36 – 37C 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing,
suhu
sesering
mungkin
kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct 7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik: 9. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab
demam 10. Selimuti pasien 11. Lakukan tapid sponge 12. Kolaborasi
pemberian
cairan intravena 13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila 14. Tingkatkan sirkulasi udara 15. Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya
mengigil Temperature regulation 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Rencakan monitoring suhu secara kontinyu 3. Monitor TD,Nadi,RR 4. Monitor warna dan suhu kulit 5. Monitor
tanda
tanda
hipertermi dan hipotermi 6. Tinkatkan intake cairan dan nutrisi 7. Selimuti mencegah
pasien
untuk
kehilangan
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas 9. Diskusikan
tentang
pentingkanya pengaturan suhu
tubuh
kemungkinan
dan efek
negative dari kedinginan 10. Berikan anti piretik jika perlu Sumber : (Amin & Hardi. 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio, Marry. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Rapha Publishing Kartikawati, Dewi. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika Musliha. (2010). Perawatan Gawat Darurat Dengan Pendekatan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Nuha Medika Nurarif, Amin Huda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing Oman, Kathleen S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergenci. Jakarta: EGC
Padila. (2012). Perawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Patty, Pamela. (2010). Pedoman Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on Hidayat, A.A 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II. Jakarta : Salemba Mahardika.