Lp Asfiksia.docx

  • Uploaded by: gilang deka
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Asfiksia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,990
  • Pages: 26
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA PADA BAYI NY “S” DI RUANG TULIP RSUD TUGUREJO SEMARANG

DISUSUN OLEH : Gilang Deka Hayuna ( 1808012 )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG TAHUN AJARAN 2018/2019

A. Konsep Dasar 1. Definisi Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin, 2009). Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).

2. Klasifikasi Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asfiksia pallida dan asfiksia livida dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai berikut (Nurarif, 2013): Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan Asfiksia Livida Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida Warna Kulit

Pucat

Kebiru-biruan

Tonus Otot

Sudah kurang

Masih baik

Reaksi Rangsangan

Negatif

Positif

Bunyi Jantung

Tidak teratur

Masih teratur

Prognosis

Jelek

Lebih baik

Klasifikasi asfiksia dapat ditentukan berdasarkan nilai APGAR (Nurarif, 2013). Tabel 2. APGAR score Nilai Tanda 0 A : Appearance (color/warna kulit)

Biru/pucat

1

2

Tubuh kemerahan, Tubuh dan ekstremitas biru ekstremitas kemerahan >1100x per menit < 100x per menit

P : Pulse (heart Tidak ada rate/denyut nadi) G : Grimance Tidak ada Gerakan sedikit Menangis (reflek) A : Activity (tonus Lumpuh Fleksi lemah Aktif otot) R : Respiration Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat (usaha bernapas) Bayi akan dikatakan mengalami asfiksia berat jika APGAR score berada pada rentang 0-3, asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6, dan bayi normal atau dengan sedikit asfiksia jika APGAR score berada pada rentang 7-10 (Nurarif, 2013).

3. Etiologi Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013): a.

Faktor ibu 1) Preeklampsia dan eklampsia 2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) 3) Partus lama atau partus macet

4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) 5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) b.

Faktor Tali Pusat 1) Lilitan tali pusat 2) Tali pusat pendek 3) Simpul tali pusat 4) Prolapsus tali pusat

c.

Faktor Bayi 1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) 2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) 3) Kelainan bawaan (kongenital) 4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Faktor Maternal

Disebabkan

Keterangan

 Hipotensi syok dengan sebab  Aliran darah menuju plasenta apapun

akan berkurang sehingga O2 dan

 Anemia maternal

nutrisi

seimbang

makin

untuk

tidak

memenuhi

kebutuhan metabolisme.  Penekanan

respirasi

penyakit paru  Malnutrisi  Asidosis dan dehidrasi  Supine hipotensi

atau  Kemampuan transportasi O2 turun sehingga konsumsi O2 janin tidak terpenuhi  Metabolisme janin sebagian menuju metabolisme anaerob sehingga

terjadi

timbunan

asam laktat dan piruvat serta menimbulkan

asidosis

metabolic  Semuanya

memberikan

kotribusi pada pertumbuhan konsentrasi O2 dan nutrisi makin menurun. Uterus

 Aktivitas

kontraksi  Menyebabkan

memanjang/hiperaktivitas  Gangguan Vaskuler

menuju

aliran

plasenta

darah makin

menurun sehingga O2 dan nutrisi menuju janin makin berkurang  Timbunan glukosanya menimbulkan

yang energy

pertumbuhan

melalui

O2

dengan hasil akhir CO2 atau habis

karena

dikeluarkan

melalui paru – paru atau plasenta janin, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.  Metabolisme beralih menuju metabolisme

anaerob

yang

menimbulkan asidosis Plasenta

 Degenerasi vaskuler  Solusio plasenta  Pertumbuhan primer

 Fungsi berkurang

hypoplasia

plasenta sehingga

akan tidak

mampu memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi metabolisme janin  Menimbulkan

metabolisme

anaerob dan akhirnya asidosis dengan pH darah turun.

Tali

 Kompresi tali pusat

Pusat

 Simpul mati/lilitan tali pusat  Hilangnya jelly Wharton

 Aliran darah menuju janin berkurang  Tidak

mampu

memenuhi

nutrisi O2 dan nutrisi  Metabolisme berubah menjadi metabolisme anaerob

Janin

 Infeksi

 Kebutuhan metabolisme nutrisi makin tinggi, sehingga ada kemungkinan

tidak

dapat

dipenuhi oleh aliran darah dari  Anemia janin

plasenta  Aliran nutrisi dan O2 tidak cukup

menyebabkan

metabolisme

janin

metabolisme sehingga

menuju anaerob,

terjadi

timbunan

asam laktat dan piruvat  Kemampuan untuk transportasi O2

tidak

metabolisem

cukup

sehingga

janin

berubah

menjadi menuju anaerob yang menyebabkan asidosis.

4. Patofisiologi Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)

5. Pathway Maternal (hipotensi syok, anemia maternal, penekanan respirasi,malnutrisi, asidosis, supine hipotensi)

Plasenta (degenerasi vaskuler, solusio plasenta, pertumbuhan hypoplasia primer)

Uterus (aktivitas kontraksi, gangguan vaskuler)

Tali pusat (kompresi, lilitan tali pusat, hilangnya jelly wharton)

Janin (infeksi ,anemia janin, sungsang)

ASFIKSIA (sedang, berat)

Janin kekurangan O2 & kadar CO2 meningkat

Napas cepat

Apneu

Suplai O2 dalam darah ↓

Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi mekonium, air ketuban)

Suplai O2 ke paru ↓

Asidosis respiratorik

Kerusakan otak

Hipoksia organ (jantung, otak paru)

DJJ & TD ↓

Ketidakefektif an pola napas (00032)

Gangguan metabolism & perubahan asam basa

Kematian bayi Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)

sianosis Proses keluarga terhenti

Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia Gangguan pertukaran gas (00030)

Akral dingin Resiko ketidakseimban gan suhu tubuh (00005)

Gangguan perfusiventilasi

Resiko Cidera (00035)

6. Manifestasi Klinik a.

Asfiksia ringan 1) Takipnea dengan napas > 60x/menit 2) Bayi tampak sianosis 3) Adanya retraksi sela iga 4) Bayi merintih 5) Adanya pernapasan cuping hidung 6) Bayi kurang aktif 7) Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif

b.

Asfiksia sedang 1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit. 2) Usaha napas lambat 3) Adanya pernapasan cuping hidung 4) Adanya retraksi sela iga 5) Tonus otot dalam keadaan baik/ lemah 6) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak lemah 7) Bayi tampak sianosis 8) Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan

c.

Asfiksia berat 1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40x /menit 2) Tidak ada usaha 3) Adanya retraksi sela iga 4) Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada 5) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberi rangsangan 6) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu 7) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

7. Komplikasi Komplikasi ini meliputi beberapa organ: a.

Edema otak dan Perdarahan otak Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak. Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

b.

Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia. Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

c.

Kejang Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d.

Koma Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan perdarahan pada otak. Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and mask yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks, dimana pada pengembangan paru yang berlebihan dapat menyebabkan alveolus pecah atau robekan pada mediastinum sehinga udara akan mengisi rongga pleura / mediastinum.

8. Pemeriksaan Penunjang a.

Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)

b.

Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek

c.

Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi

d.

Pengkajian spesifik

e.

Elektrolit garam

f.

USG

g.

Gula darah.

h.

PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.

i.

Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%61%.

j.

Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks

antigen-antibodi pada membran sel darah merah

(Septia Sari, 2010)

9. Penatalaksanaan Asfiksia merupakan kejadian kegawatan pada janin sehingga memerlukan tindakan yang cepat. Adapun prosedur pertolongan bayi dengan asfiksia adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009): PENILAIAN : Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megapmegap LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik) : 1). Jaga bayi tetap hangat, 2). Atur posisi bayi : leher agak ekstensi, 3). Isap lendir, 4). Keringkan dan rangsang taktil, 5). Reposisi Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya

Tidak

1. 2. 3. 4.

VENTILASI : Pasang sungkup, perhatikan lekatan Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya

Tidak Lanjutkan ventilasi, hentikan tiap 30 detik Penilaian apakan bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

Ya ASUHAN PASCA RESUSITASI : 1. Jaga bayi agar tetap hangat 2. Lakukan pemantauan 3. Konseling 4. Pencatatan

Tidak Setelah ventilasi selama 2 menit tidak berhasil, siapkan rujukan Bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernapas, hentikan ventilasi setelah 20 menit Konseling dukungan emosional dan pencatatan bayi meninggal

Pada pertolongan persalinan, setiap petugas perlu mengetahui apakah bayi mempunyai resiko mengalami asfiksia. Pada keadaan tersebut, bicarakan dengan ibu dan keluarganya kemungkinan diperlukannya tindakan resusitasi. Akan tetapi, pada keadaan tanpa faktor resiko pun beberapa bayi dapat mengalami asfiksia. Oleh karena itu, petugas harus siap melakukan resusitasi bayi setiap melakukan pertolongan persalinan (Depkes RI, 2009). Tahap persiapan meliputi (Depkes RI, 2005): a.

Persiapan keluarga Bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi sebelum menolong persalinan.

b.

Persiapan tempat Tempat untuk resusitasi harus hangat, terang, rata, keras, bersih, kering, sebaiknya dekat pemancar panas, dan tidak berangin.

c.

Persiapan alat resusitasi Alat yang digunakan meliputi : 1) Kain ke 1 : untuk mengeringkan bayi 2) Kain ke 2 : untuk membungkus bayi 3) Kain ke 3 : untuk mengganjal bahu bayi 4) Alat pengisap lendir DeLee 5) Tabung dan sungkup 6) Kotak alat resusitasi 7) Handscun 8) Stopwatch atau jam tangan

d.

Persiapan diri Penolong harus mencuci tangan dan menggunakan APD sebelum menolong persalinan. Keputusan melakukan resusitasi dinilai dari kondisi bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap. Selain itu, resusitasi juga dilakukan jika air ketuban bercampur dengan mekonium. Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar

pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan hanya satu kali. Pada setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan (Depkes RI, 2009). Setelah dilakukan resusitasi, maka bayi baru lahir dengan asfiksia diberikan asuhan pasca resusitasi. Asuhan pasca resusitasi merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi, meliputi (Depkes RI, 2009) : a.

Bila resusitasi berhasil Hal yang pertama kali dilakukan setelah resusitasi berhasil yaitu memindahkan bayi ke ruangan bayi dan menjaga bayi agar tetap hangat. Kemudian lakukan monitoring tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan juga pemeriksaan analisa gas darah, kadar gula darah, hematokrit, dan kadar kalsium. Sementara itu, berikan konseling kepada ibu terkait pemberian ASI, menjaga kehangatan bayi dengan teknik Kangoroo Mother Care, dan jelaskan kepada ibu bagaimana tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir. Selain itu, selalu monitor warna kulit, suhu, dan respirasi rate minimal pada dua jam pertama, serta lakukan pencatatan atau dokumentasi.

b.

Bila perlu rujukan Bayi perlu rujukan jika : 1) RR < 30x per menit, atau > 60x per menit 2) Adanya tarikan dinding dada 3) Bayi merintih (ada bunyi napas saat ekspirasi) atau megapmegap (ada bunyi napas saat inspirasi) 4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan 5) Bayi lemas Siapkan surat rujukan dan lakukan pencatatan atau dokumentasi setiap kali selesai melakukan tindakan.

c.

Bila resusitasi tidak berhasil 1) Lakukan konseling berupa pemberian dukungan moral kepada keluarga yang kehilangan. Ibu akan merasa sedih, bahkan menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif. Jelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral, dan makanan bergizi. 2) Berikan asuhan tindak lanjut berupa kunjungan nifas. 3) Lakukan pencatatan atau dokumentasi

Ada beberapa hal yang tidak dianjurkan dilakukan terhadap bayi dengan asfiksia. Berikut adalah tindakan-tindakan yang sebaiknya dihindari saat melakukan pertolongan kepada bayi dengan asfiksia beserta akibat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2009) : Tabel Tindakan yang Tidak Dianjurkan dan Akibat yang Mungkin Ditimbulkannya Tindakan

Akibat

Menepuk bokong Menekan rongga dada

Trauma dan melukai Fraktur, pneumototaks, gawat napas, kematian Ruptura hepar atau lien, perdarahan Robek atau luka pada sfingter Hipotermi, luka bakar Hipotermi

Menekankan paha ke perut bayi Mendilatasi sfingter ani Kompres dingin atau panas Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka atau tubuh bayi Penatalaksanaan dari sisi medikamentosa dapat dilakukan dengan (Depkes RI, 2009): a. Cairan penambah volume darah Cairan diberikan jika bayi terlihat pucat, kehilangan darah, dan atau tidak memberikan respon yang memuaskan terhadap resusitasi. Cairan yang dipakai dapat berupa garam fisiologis (dianjurkan), ringer laktat, dan dapat juga berupa darah O-negatif dengan dosis 10 ml/kgBB/5-10 menit melalui jalur vena umbilikalis.

b. Epinefrin Epinefrin diberikan setelah VTP (ventilasi tekanan positif) 30 detik dan VTP+kompresi dada selama 30 detik tidak memberikan hasil positif sehingga frekuensi jantung tetap > 60 kali per menit. Dosis yang diberikan sebanyak 0,1 s.d. 0,3 ml/kgBB melalui rute IV dengan pengenceran 1 : 10.000 dan diberikan secepat mungkin. c. Natrium bikarbonat Hanya diberikan jika dicurigai terjadinya asidosis metabolik atau terbukti sudah terjadi asidosis metabolik. Dosis pemberian yaitu sebanyak 2 mEq/kgBB (larutan 4,2%) melalui jalur vena umbilikus dengan kecepatan < 1 mEq/kgBB/menit. Natrium bikarbonat tidak boleh diberikan jika ventilasi masih belum adekuat. Penelitian yang dilakukan oleh Gregorio dkk (2011) menyatakan bahwa ternyata kafein dapat digunakan untuk penanganan apneu pada bayi baru lahir prematur sehubungan dengan belum matangnya sistem saraf pada bayi tersebut. Dinyatakan bahwa kafein memiliki toksisitas yang rendah dan waktu paruh yang panjang. Beberapa penelitian juga melaporkan beberapa kemungkinan menarik dari efek yang dihasilkan oleh kafein, seperti efek perlindungan kafein terhadap otak dan paruparu (Gregorio, 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh Gathwala dkk (2010) menyatakan bahwa pemberian magnesium dalam dosis tertentu kepada bayi dengan asfiksia berat dapat memberikan perlindungan terhadap sistem saraf bayi. Ion magnesium mempunyai reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) yang dapat melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut akibat asfiksia (Gathwala, 2010).

B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian a.

Identitasa pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal MRS, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis, no. rekam medik

b.

Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,umur

c.

Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang/ Keluhan utama Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan yang kurang optimal 2) Riwayat

kesehatan

dahulu/ Kaji

riwayat

kehamilan/

persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal 3) Riwayat kesehatan keluarga kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakitlainnya. d.

Kebutuhan dasar 1) Sirkulasi  Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110-180 kali per menit. Tekanan darah 60-80 mmHg sistolik dan 40-45 mmHg diastolik  Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediasternum pada ruang intercostae III/IV  Mur-mur biasanya terjadi pada selama beberapa jam pertama kehidupan  Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena 2) Eleminasi Dapat berkemih saat lahir 3) Makanan atau cairan (status nutrisi)  Berat badan : 2500-4000 gram

 Panjang badan : 44-45 cm  Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai dengan gestasi 4) Neurosensori  Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas  Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma)  Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemia, atau efek nekrotik) 5) Pernapasan  APGAR score optimal : antara 7 s.d. 10  Rentang RR normal dari 30-60 kali per menit, pola periodik dapat terlihat  Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silidrik thorax : kertilago xifoid menonjol umum terjadi 6) Keamanan Suhu normal pada 36,5 s.d. 37,5 0C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi 7) Kulit Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan kulit pada tangan atau kakai dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie

pada

kepala

atau

wajah

(dapat

menunjukkan

peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portuine, telengiektasis ( kelopak mata, antara alis dan mata, atau pada nukhal), atau bercak mongolia

(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.Abrasi kulit kepala mungkin ada (penampakan elektroda internal) 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli, alveolar edema, alveoli-perfusi. b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi. c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia organ. d. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan sianosis. e. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.

3. Intervensi No. 1

Dx

Tujuan dan

Keperawatan

Kriteria Hasil

Intervensi

Gangguan

NOC :

pertukaran gas

Respiratory status :

Respiratory Monitoring

b.d gangguan

Gas Exchange

(3350)

aliran darah ke

Respiratory status :

alveoli, alveolar

ventilation

kedalaman, irama dan

edema, alveoli-

Vital sign status

usaha respirasi.

perfusi (00030)

Setelah dilakukan

R/ Mengetahui status

NIC :

tindakan keperawatan

a. Monitor rata-rata

pernafasan

selama 3 x 45 menit

b. Catat pergerakan dada,

gangguan pertukaran

amati kesimetrisan,

gas klien dapat teratasi

penggunana otot tambahan,

dengan kriteria hasil :

retraksi otot subklavikular

1.

dan interkostal.

Klien mampu

menunjukkan peningkatan ventilasi

R/

Indikasi dasar adanya

gangguan saluran

dan oksigenasi yang adekuat 2.

pernafasan c. Monitor suara napas seperti

Memelihara

dengkur

kebersihan paru-paru

R/ Mengetahui adanya

dan bebas dari tanda-

suara nafas tambahan

tanda distress

d. Monitor otot diafragma

pernapasan

(gerakan paradoksis)

3.

R/ Mencegah nafas pendek

Tanda-tanda

vital dalam rentang

e. Auskultasi suara napas,

normal

catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan. R/ Mengetahui perkembangan pasien f. Kolaborasi pemberian O2 R/ Membantu memenuhi kebutuhan O2

2.

Ketidakefektifan

NOC :

NIC :

pola napas

Respiratory status :

Oxygen Therapy (3320)

(00032)

Gas Exchange

a.

Monitor aliran oksigen

Respiratory status :

R/ Menjaga aliran

ventilation

oksigen mencukupi

Vital sign status

kebutuhan pasien

Setelah dilakukan

b.

Monitor kecepatan,

tindakan keperawatan

irama,kedalaman dan

selama 3 x 45 menit

kesulitan bernafas

ketidakefektifan pola

R/ Untuk mengetahui

nafas klien dapat

perkembangan status

berkurang dengan

kesehatan pasien

kriteria hasil :

c.

Observasi adanya tanda-

1.

Klien

mampu

tanda hipoventilasi

menunjukkan

R/ Untuk mengetahui

peningkatan

perkembangan status

ventilasi

dan

oksigenasi

kesehatan pasien dan

yang

menentukan intervensi

adekuat 2.

lanjutan

Memelihara

d.

kebersihan

paru-

yang paten

paru dan bebas dari

R/ Menjaga keadekuatan

tanda-tanda distress

ventilasi

pernapasan 3.

Pertahankan jalan napas

e.

Tanda-tanda dalam

vital

R/ Membantu

rentang

normal

Atur peralatan oksigenasi

memenuhi kebutuhan O2 f.

Pertahankan posisi pasien. R/ Posisikan pasien dengan Posisi semi fowler untuk mengurangi sesak

g.

Monitor penurunan tingkat kesadaran. R/ Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut

3.

Ketidakefektifan

NOC :

NIC :

perfusi jaringan

Tissue perfusion :

Peripheral Sensation

perifer

cerebral

management

berhubungan

Setelah dilakukan

a.

dengan hipoksia

tindakan keperawatan

Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka

organ

selama 3x24 jam

terhadap panas/dingin

ketidkefektifan perfusi

R/ Monitor adanya

jaringan perifer dapat

daerah tertentu yang

teratasi dengan kriteria

hanya peka terhadap

hasil :

panas/dingin

1.

menunjukkan

b.

Monitor adanya paralise

fungsi sensori

R/ Pa r a l i s e

motorik cranial

merupakan suatu

yang utuh : tingkat

kondisi kelemahan

kesadaran

o t o t , apabila otot

membaik, tidak ada

tidak bergerak maka

gerakan-gerakan

sirkulasi darah ke

involunteer.

perifer akan terganggu c.

Monitor adanya tromboplebitis R/ pembuluh darah vena adalah pembuluh darah pentingd a l a m t u b u h d a n l e t a k n ya d e k a t dengan permukaan t u b u h , j i k a vena mengalami peradangan ,maka akan mengganggu sirkulasi

d.

Kolaborasi dengan dokter R/ pemberian terapi

e.

Instruksikan kli en atau keluarga

untuk melaporkan j i k a a d a l e s i atau laserasi R/ laserasi menyebabkan terbukanya jaringan dan saat areatertentu luka membuat aliran darah akan banyak kedaerah tersebutsehingga area lain kemungkinan kekurangan suplai darah f.

Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung R/ menurunkan kemungkinan peningkatan metabolismesehingga kekurangan perfusi jaringan perifer

4.

Resiko

NOC :

NIC :

ketidakseimbang

Thermoregulation

Temperature Regulation

an suhu tubuh

Thermoregulation:

(3900)

(00005)

newborn

a.

Monitor suhu tubuh

Setelah dilakukan

minimal setiap 2 jam

tindakan keperawatan

R/ Mengetahui

selama 2 x 24 jam

perubahan suhu, suhu

resiko

38,9-41,1C

ketidakseimbangan

menunjukkan proses

suhu tubuh klien dapat

inflamasi

berkurang dengan

b.

Monitor TD,HR,RR

kriteria hasil :

R/ Tanda-tanda vital

Suhu kulit normal

dapat memberikan

1.

2.

3.

4.

Suhu badan 36o-

gambaran keadaan

37oC

umum klien.

TTV dalam batas

dan nutrisi

Gula darah dalam

R/ kurangnya intake

batas normal

cairan dan nutrisi dapat

Keseimbangan

menyebabkan hipertermi d.

Selimuti pasien

batas normal

R/ mencegah terjadinya

Bilirubin dalam

hipotermi

batas normal 6.

Tentukan intake cairan

normal

asam basa dalam

5.

c.

e.

Hidrasi kuat

Kolaborasi pemberian antipiretik bila perlu R/ mengatasi hipertermi secara farmakologi

Resiko 5 cedera

NOC :

NIC :

berhubungan .

Risk Control

Environmental Management

dengan hipoksia

Setelah dilakukan

(6480)

jaringan

tindakan keperawatan

a.

Sediakan lingkungan

selama 2 x 24 jam

yang aman untuk pasien

tidak ada resiko cedera

R/ dapat menurunkan

pada klien dengan

resiko cidera

kriteria hasil : 1.

2.

b.

Menghindarkan

Klien terbebas dari

lingkungan yang

cedera

berbahaya

Keluarga mampu

R/ antisipasi terjadinya

menjelaskan

cidera

cara/metode untuk

c.

Mengontrol lingkungan

3.

mencegah cedera

dari kebisingan

Keluarga mampu

R/ lingkungan tenang

menjelaskan faktor

menunjang kenyamanan

resiko lingkungan/

4.

5.

Berikan penjelasan

perilaku personal

kepada keluarga tentang

Keluarga mampu

adanya status kesehatan

memodifikasi gaya

dan penyebab penyakit

hidup untuk

R/ dapat berpastisipasi

mencegah cedera

dalam pencegahan cidera

Keluarga dapat menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk klien

6.

d.

Keluarga mampu mengenali perubahan status kesehatan klien

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A.H. 2009. Pengantar Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam Bahasa Indonesia. Elsevier Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia. Jakarta : JNPK. Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Gathwala G, Khera A, Singh J, Balhara B. 2010. Magnesium for Neuroprotection in Birth Asphyxia. Jornal of Pediatric Neurosciences : (5); 102-4. Moorhead, S. dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima Bahasa Indonesia. Elsevier Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action. Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1&2.Yogyakarta : Mediaction Publishing Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus. Dalam; Neonatologi Praktis Cetakan Pertama. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja Saifuddin. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2010. Pengantar Ilmu Kebidanan. Ed 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Lp Asfiksia.docx
April 2020 13
Modul Manajemen.docx
May 2020 11
Bab I.docx
May 2020 14
Pembatas.docx
April 2020 12